• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Sulfadoksin Dan Pirimetamin Dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Sulfadoksin Dan Pirimetamin Dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR SULFADOKSIN DAN PIRIMETAMIN

DALAM SEDIAAN TABLET SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

SKRIPSI

OLEH:

RIZKA RAMADHANI

NIM: 071524060

PROGRAM SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENETAPAN KADAR SULFADOKSIN DAN PIRIMETAMIN

DALAM SEDIAAN TABLET SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RIZKA RAMADHANI

NIM: 071524060

PROGRAM SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR SULFADOKSIN DAN PIRIMETAMIN

DALAM SEDIAAN TABLET SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

OLEH:

RIZKA RAMADHANI

NIM: 071524060

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

USU

Pada tanggal : Maret 2010

Pembimbing I, Panitia penguji,

(Dra. Salbiah M.Si., Apt.) Prof. Dr. Rer. Nat. Effendy De Lux Putra, SU., Apt. NIP. 194810031987012001 NIP. 195306191983031001

Pembimbing II, Drs. Syafruddin, MS., Apt. NIP. 194811111976031003

(Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.) Dra. Muclisyam, Msi., Apt. NIP. 195201041980031002 NIP. 195006221980021001

Medan, Maret 2010

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

PENETAPAN KADAR SULFADOKSIN DAN PIRIMETAMIN DALAM SEDIAAN TABLET SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Abstrak

Campuran Sulfadoksin dan Pirimetamin merupakan salah satu jenis

kombinasi dalam sediaan tablet yang berkhasiat untuk pengobatan penyakit malaria.

Pirimetamin efektif digunakan pada P. Malariae dan kombinasinya dengan

Sulfadoksin dapat meningkatkan efektifitas Pirimetamin.

United States Pharmacopoeia 30 (2007) merekomendasikan Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi pada penetapan kadar campuran Sulfadoksin dan Pirimetamin

dalam sediaan tablet dengan metode baku dalam, menggunakan fase gerak asetonitril

dan asam asetat glasial dalam air 1% (1:4). Pada penelitian ini telah dicoba

menggunakan metode baku luar dengan memodifikasi berbagai perbandingan fase

gerak asetonitril dan asam asetat glasial dalam air 1%. Metode baku luar lebih praktis

bila dibandingkan dengan baku dalam.

Bahan baku Sulfadoksin dan Pirimetamin sebelum digunakan terlebih dahulu

diidentifikasi menggunakan spektrofotometer FTIR, sedangkan terhadap sampel

dilakukan identifikasi secara KCKT. Dari hasil uji identifikasi menunjukkan bahwa

bahan baku dan sampel yang ditentukan adalah Sulfadoksin dan Pirimetamin.

Hasil uji linieritas dari kurva kalibrasi diperoleh koefisien korelasi, untuk

Sulfadoksin 0,9996 dan untuk Pirimetamin 0,9997 dengan masing-masing persamaan

regresi Y=30931,2X + 317656 dan Y=19319,1X + 37454,2. Dari hasil uji validasi

metode yang digunakan memberikan hasil akurasi dan presisi yang dapat diterima

dengan persen perolehan kembali untuk Sulfadoksin = 103,13% (RSD=2,093%) dan

Pirimetamin = 93,17% (RSD=1,66%).

Hasil penetapan kadar dari tiga sampel dengan nama dagang dan generik,

terdapat satu sampel nama dagang yang tidak memenuhi persyaratan tablet menurut

USP 30 (2007), yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari

jumlah yang tertera pada etiket.

(5)

DETERMINATION DEGREE OF SULFADOXIN AND PYRIMETHAMIN IN TABLETS USING HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATOGRAPHY

Abstract

Sulfadoxin and Pyrimethamin is a kind of combination tablet that have

function for malaria treatment. Pyrimethamin is efectife to use P. Malariae and that

combination with Sulfadoxin can improve the Pyrimethamin effectiviness.

United States Pharmacopoeia 30th edition 2007 to recommendate High Performance Liquid Chromatography in determination amount of combination

Sulfadoxin and Pyrimethamin in tablet by internal standard method and using

acetonitril-glasial acetic acid in water 1 % (1:4) mobile phase. In this research have

tried external standard method and modification of mobile phase.External standard

method is more practical when compared with the internal standard.

Before using the Sulfadoxin and Pyrimethamin raw meterial they have

identified with spectrophotometer FTIR, while for the sample is identified by HPLC.

From that identification test showed that raw material and samples are Sulfadoxin and

Pyrimethamin.

Linearity test obtained correlation coefficien 0,9996 and 0,9997 with

regression equation Y=30931,2X + 317656 and Y=19319,1X + 37454,2 for

Sulfadoxin and Pyrimethamin respectively. From the validation method it was giving

good accuracy and precision with percent recovery for Sulfadoxin 103,13% (RSD =

2,03%) and Pyrimethamin 93,17% (RSD = 1,66%).

The results of the three samples determination with trade and generic name,

there is one sample with trade name did meet the requirements of USP 30th edition 2007, which is not less than 90,0% and not more than 110% of the labeled amount.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan ... 3

BAB II METODOLOGI PENELITIAN ... 4

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 4

2.2 Alat - alat ... 4

2.3 Bahan - bahan ... 4

2.4 Pengambilan Sampel ... 4

2.5 Prosedur penelitian ... 5

2.5.1 Uji identifikasi Sulfadoksin dan Pirimetamin baku pabrik (PT. Ifars) secara spektrofotometer IR ... 5

2.5.2 Penentuan kualitatif dan kuantitatif Sulfadoksin dan Pirimetamin menggunakan KCKT ... 5

2.5.2.1 Pembuatan fase gerak asetonitril-asam asetat Glasial dalam air 1% ... .. 5

(7)

2.5.2.3 Pembuatan larutan induk baku Suladoksin dan

Pirimetamin BPFI ... 6

2.5.2.4 Penyiapan alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi . 6

2.5.2.5 Penentuan perbandingan fase gerak ... 6

2.5.2.6 Uji kualitatif Sulfadoksin dan Pirimetamin menggunakan KCKT ... 7

2.5.2.6.1 Menentukan waktu tambat Sulfadoksin dan Pirimetamin BPFI... 7

2.5.2.6.2 Identifikasi sampel ... 7

2.5.2.7 Penentuan kuantitatif Sulfadoksin dan Pirimetamin Menggunakan KCKT ... 8

2.5.2.7.1 Pembuatan kurva kalibrasi Sulfadoksin BPFI ... 8

2.5.2.7.2 Pembuatan kurva kalibrasi Pirimetamin . 8

2.5.2.7.3 Penetapan kadar sampel ... 8

2.5.3 Penetuan Uji validasi dengan parameter akurasi dan Presisi ... 9

2.5.3.1 Uji akurasi dengan persen perolehan kembali ... 10

2.5.3.2 Uji Presisi ... 10

2.5.3.3 Penentuan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ... 10

2.5.3.4 Analisis data secara statistik ... 11

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 24

4.1 Kesimpulan ... 24

4.2 Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Hasil optimasi fase gerak dengan parameter waktu tambat

Resolusi, tailing factor dan teoritical plate ... 16

Tabel 2 Data hasil penetapan kadar Sulfadoksin dan Pirimetamin

dalam sediaan tablet ... 21

Tabel 3 Data hasil perolehan kembali Sulfadoksin dan Pirimetamin dengan metode penambahan bahan baku

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Spektrum Inframerah dari baku pabrik (PT. Ifars) Sulfadoksin .. 12

Gambar 2 Spektrum Inframerah baku pabrik Pirimetamin (PT. Ifars) ... 13

Gambar 3 Kromatogram hasil penyuntikkan larutan BPFI dengan Konsentrasi 500 mcg/ml Sulfadoksin dan 25 mcg/ml Pirimetamin, menggunakan perbandingan fase gerak Asetonitril-asam asetat glasial dalam air 1% (20:80) ... 15

Gambar 4 Kromatogram hasil penyuntikkan larutan BPFI dengan Konsentrasi 500 mcg/ml Sulfadoksin dan 25 mcg/ml Pirimetamin, menggunakan perbandingan fase gerak Asetonitril-asam asetat glasial dalam air 1%(30:70) ... 15

Gambar 5 Kromatogram hasil penyuntikkan larutan BPFI dengan Konsentrasi 500 mcg/ml Sulfadoksin dan 25 mcg/ml Pirimetamin, menggunakan perbandingan fase gerak Asetonitril-asam asetat glasial dalam air 1%(40:60) ... 16

Gambar 6 Kromatogram hasil penyuntikkan larutan BPFI Pirimetamin 25 mcg/ml dengan perbandingan asetonotril-asam asetat glasial dalam air 1% (40:60) ... 17

Gambar 7 Kromatogram hasil penyuntikan larutan BPFI Sulfadoksin 25 mcg/ml dengan perbandingan asetonotril-asam asetat glasial dalam air 1% (40:60) ... 18

Gambar 8 Kurva kalibrasi larutan Sulfadoksin BPFI versus luas puncak ... 19

Gambar 9 Kurva kalibrasi larutan Pirimetamin BPFI versusu luas puncak . 20

Gambar 10 Alat KCKT (Shimadzu) ... 26

Gambar 11 Syringe 100 μl (SGE)... 26

Gambar 12 Sonifikator (Branson 1510) ... 27

Gambar 13 Pompa vakum dan Penyaring fase gerak ... 27

Gambar 14 Spektrum Inframerah Sulfadoksin ... 28

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambar alat KCKT dan Syringe ... 26

Lampiran 2 Gambar Alat ultrasonic cleaner dan penyaring ... 27

Lampiran 3 Spektrum Inframerah Sulfadoksin pada literatur

Pharmaceutical Sub stance (UV/IR) ... 28

Lampiran 4 Spektrum Inframerah Pirimetamin pada literatur

Pharmaceutical Sub stance (UV/IR) ... 29

Lampiran 5 Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi

Sulfadoksin ... 30

Lampiran 6 Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Sulfadoksin ... 31

Lampiran 7 Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi

Pirimetamin ... 32

Lampiran 8 Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Pirimetamin ... 33

Lampiran 9 Contoh perhitungan kadar kombinasi Sulfadoksin dan

Pirimetamin dari tablet Fansidar (PT. Roche) ... 34

Lampiran 10 Kromatogram hasil dari penyuntikkan dari larutan tablet

Fansifar (PT. Roche) ... 35

Lampiran 11 Analisis data statistik untuk mencari kadar sebenarnya

dari penyuntikan larutan tablet Fansidar (PT. Rhoce) ... 38

Lampiran 12 Kromatogram hasil penyuntikkan dari larutan tablet

Sulfadoksin-Pirimetamin Generik (PT. Ifars) ... 40

Lampiran 13 Analisis data statistik untuk mencari kadar sebenarnya Dari penyuntikan larutan tablet Sulfadoksin-Pirimetamin

Generik (PT. Ifars) ... 43

Lampiran 14 Kromatogram hasil penyuntikkan dari larutan tablet

Suldox (PT. Actavis)... 45

Lampiran 15 Analisis data statistik untuk mencari kadar sebenarnya

Dari penyuntikan larutan tablet Suldox (PT Actavis) ... 48

Lampiran 16 Hasil pengolahan data dari tablet Fansidar, Generik dan

Suldox ... 52

Lampiran 17 Kromatogram hasil penyuntikkan dari larutan tablet Fansidar (PT. Roche ) dan bahan baku, persen perolehan kembali

(11)

Lampiran 18 Contoh perhitungan persen perolehan kembali ... 58

Lampiran 19 Perhitungan berat sampel dari lampiran 18 setelah penimbangan ... 60

Lampiran 20 Analisis data statistik persen perolehan kembali pada tablet Fansidar (PT. Roche) ... 62

Lampiran 21 Data hasil perolehan kembali Sulfadoksin dan Pirimetamin Pada tablet Fansidar (PT. Roche) ... 63

Lampiran 22 Contoh perhitungan % Recovery dengan metode penambahan Bahan baku (Standard Adition Method) dari tablet Fansidar ... 64

Lampiran 23 Sertifikat pengujian Sulfadoksin BPFI ... 65

Lampiran 24 Sertifikat pengujian Pirimetamin BPFI ... 66

Lampiran 25 Sertifikat bahan baku Sulfadoksin dari PT. Ifars... 67

Lampiran 26 Sertifikat bahan baku Pirimetamin dari PT. Ifars ... 68

(12)

PENETAPAN KADAR SULFADOKSIN DAN PIRIMETAMIN DALAM SEDIAAN TABLET SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Abstrak

Campuran Sulfadoksin dan Pirimetamin merupakan salah satu jenis

kombinasi dalam sediaan tablet yang berkhasiat untuk pengobatan penyakit malaria.

Pirimetamin efektif digunakan pada P. Malariae dan kombinasinya dengan

Sulfadoksin dapat meningkatkan efektifitas Pirimetamin.

United States Pharmacopoeia 30 (2007) merekomendasikan Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi pada penetapan kadar campuran Sulfadoksin dan Pirimetamin

dalam sediaan tablet dengan metode baku dalam, menggunakan fase gerak asetonitril

dan asam asetat glasial dalam air 1% (1:4). Pada penelitian ini telah dicoba

menggunakan metode baku luar dengan memodifikasi berbagai perbandingan fase

gerak asetonitril dan asam asetat glasial dalam air 1%. Metode baku luar lebih praktis

bila dibandingkan dengan baku dalam.

Bahan baku Sulfadoksin dan Pirimetamin sebelum digunakan terlebih dahulu

diidentifikasi menggunakan spektrofotometer FTIR, sedangkan terhadap sampel

dilakukan identifikasi secara KCKT. Dari hasil uji identifikasi menunjukkan bahwa

bahan baku dan sampel yang ditentukan adalah Sulfadoksin dan Pirimetamin.

Hasil uji linieritas dari kurva kalibrasi diperoleh koefisien korelasi, untuk

Sulfadoksin 0,9996 dan untuk Pirimetamin 0,9997 dengan masing-masing persamaan

regresi Y=30931,2X + 317656 dan Y=19319,1X + 37454,2. Dari hasil uji validasi

metode yang digunakan memberikan hasil akurasi dan presisi yang dapat diterima

dengan persen perolehan kembali untuk Sulfadoksin = 103,13% (RSD=2,093%) dan

Pirimetamin = 93,17% (RSD=1,66%).

Hasil penetapan kadar dari tiga sampel dengan nama dagang dan generik,

terdapat satu sampel nama dagang yang tidak memenuhi persyaratan tablet menurut

USP 30 (2007), yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari

jumlah yang tertera pada etiket.

(13)

DETERMINATION DEGREE OF SULFADOXIN AND PYRIMETHAMIN IN TABLETS USING HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATOGRAPHY

Abstract

Sulfadoxin and Pyrimethamin is a kind of combination tablet that have

function for malaria treatment. Pyrimethamin is efectife to use P. Malariae and that

combination with Sulfadoxin can improve the Pyrimethamin effectiviness.

United States Pharmacopoeia 30th edition 2007 to recommendate High Performance Liquid Chromatography in determination amount of combination

Sulfadoxin and Pyrimethamin in tablet by internal standard method and using

acetonitril-glasial acetic acid in water 1 % (1:4) mobile phase. In this research have

tried external standard method and modification of mobile phase.External standard

method is more practical when compared with the internal standard.

Before using the Sulfadoxin and Pyrimethamin raw meterial they have

identified with spectrophotometer FTIR, while for the sample is identified by HPLC.

From that identification test showed that raw material and samples are Sulfadoxin and

Pyrimethamin.

Linearity test obtained correlation coefficien 0,9996 and 0,9997 with

regression equation Y=30931,2X + 317656 and Y=19319,1X + 37454,2 for

Sulfadoxin and Pyrimethamin respectively. From the validation method it was giving

good accuracy and precision with percent recovery for Sulfadoxin 103,13% (RSD =

2,03%) and Pyrimethamin 93,17% (RSD = 1,66%).

The results of the three samples determination with trade and generic name,

there is one sample with trade name did meet the requirements of USP 30th edition 2007, which is not less than 90,0% and not more than 110% of the labeled amount.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari

genus plasmodium yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopeles. Biasanya

malaria menyerang penduduk yang tinggal didaerah endemis atau orang-orang yang

berpergian ke daerah yang angka penularannya tinggi. Kegiatan pemberantasan

penyakit ini sudah dilakukan sejak lama, adanya parasit malaria yang resisten

terhadap obat-obatan, menambah sulit pemberantasan penyakit ini (Prabowo, 2008).

Tablet Fansidar merupakan salah satu obat kombinasi Sulfadoksin dan

Pirimetamin dengan pemberian peroral, Pirimetamin bekerja dengan menghambat

enzim dihidrofolat reduktase plasmodium, penghambatan ini menyebabkan protozoa

kekurangan tetrahidrofolat, suatu kofaktor yang diperlukan dalam biosintesis purin

dan pirimidin. Pirimethamin efektif digunakan pada P. Malariae yang

dikombinasikan dengan Sulfadoksin sehingga dapat meningkatkan efektivitas dari

Pirimetamin (Harvey, 2001).

Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2009 pasal 105 ayat 1 tentang

kesehatan bahwa obat dan bahan obat harus memenuhi standar Farmakope dan buku

standar lain. Salah satu parameter obat tersebut dikatakan memenuhi standar apabila

kadar zat berkhasiat yang terkandung didalamnya memenuhi persyaratan Farmakope

Indonesia dan buku standar lainnya.

Menurut USP edisi 30 (2007) penetapan kadar tablet kombinasi Sulfadoksin

(15)

standar) menggunakan kolom VP-ODS (3,9 mm x 30 cm) dengan perbandingan fase

gerak Asetonitril-Asam asetat glasial dalam air 1% (1:4), dengan laju alir 2 ml/menit

dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm,.

Dalam penelitian ini dilakukan penetapan kadar dengan metode yang berbeda

yaitu metode baku luar (Eksternal standar), menggunakan kolom VP-ODS (4,6 mm x

25 cm), fase gerak Asetonitril dan Asam asetat glasial dalam air 1% dengan berbagai

perbandingan.

Metode baku luar (Eksternal standar) lebih praktis dibanding dengan metode

baku dalam (Internal standar). Pemilihan metoda KCKT ini karena memiliki banyak

keuntungan antara lain cepat, resolusi baik, mudah melaksanakannya, detektor yang

sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara

kualitatif dan kuantitatif (Rohman, 2007).

Untuk menguji keabsahan dari metode yang digunakan dilakukan uji akurasi

dengan parameter persen recovery dan uji presisi dengan relatif standar deviasi

(RSD).

1.2Perumusan Masalah

- Apakah metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan baku luar

(Eksternal standard) dapat diterapkan pada penetapan kadar Sulfadoksin dan

Pirimetamin dalam sediaan tablet dengan uji validasi metode yang memenuhi

syarat.

- Apakah kadar Sulfadoksin dan Pirimetamin dalam sediaan tablet di pasaran

memenuhi persyaratan kadar menurut The United States Pharmacopeia 30

(16)

1.3Hipotesa

- Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan baku luar (Eksternal

standard) dapat diterapkan pada penetapan kadar Sulfadoksin dan

Pirimetamin dalam sediaan tablet dengan uji validasi metode yang memenuhi

syarat.

- Kombinasi Sulfadoksin dan Pirimetamin dalam sediaan tablet yang beredar di

pasaran memenuhi persyaratan kadar menurut The United States

Pharmecopeia 30 (2007) yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari

110,0%.

1.4Tujuan Penelitian

- Menentukan kadar Sulfadoksin dan Pirimetamin dalam sediaan tablet secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi menggunakan baku luar (Eksternal

standard) dengan uji validasi metode yang memenuhi syarat.

- Mengetahui kadar kombinasi Sulfadoksin dan Pirimetamin dalam sediaan

tablet yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar menurut The

United States Pharmacopoeia 30 (2007) yaitu tidak kurang dari 90,0% dan

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam

bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan (Depkes

RI,1979). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia (1995) tablet adalah sediaan

padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.

1. Sulfadoksin

Rumus struktur :

Gambar 1. struktur Sulfadoxin

Nama Kimia : N1-(5,6-Dimetoksi-4-pirimidinil)sulfanilamida

Rumus Molekul : C12H14N4O4S

Berat Molekul : 310,33 (Depkes RI, 1995)

Pemerian : Serbuk kristal putih

(18)

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan

metanol, praktis tidak larut dalam eter.

2. Pirimetamin

Rumus Struktur :

Gambar 2. Struktur Pirimetamin

Nama Kimia : 2,4-Diamino-5-(p-klorofenil)-6-etilpirimidina

Rumus Molekul : C12H13ClN4

Berat Molekul : 248,71 (Depkes RI, 1995)

Pemerian : Serbuk kristal putih.

Log P : 2,7 (octanol/water)

pKa : 7,3

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 200 bagian etanol,

(19)

3 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu terminologi umum yang digunakan untuk bermacam-

macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi cuplikan diantara suatu fase

gerak yang bisa berupa gas ataupun cairan dan fase diam yang juga bisa berupa cairan

atau padatan.

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada

pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi

dibedakan menjadi :

a) Kromatografi adsorbsi

b) Kromatografi partisi

c) Kromatografi pasangan ion

d) Kromatografi penukar ion

e) Kromatografi eksklusi ukuran, dan

f) Kromatografi afinitas

3.1 Penggunaan Kromatografi

1. Pemakaian untuk tujuan kualitatif mengungkapkan ada atau tidak adanya

senyawa tertentu dalam cuplikan

2. Pemakaian untuk tujuan kuantitatif menunjukkan banyaknya masing-masing

komponen campuran

3. Pemakaian untuk tujuan preparatif untuk memperoleh komponen campuran

dalam jumlah memadai dalam keadaan murni.

(20)

Selama pemisahan kromatografi, solut individual akan membentuk profil

konsentrasi yang simetris atau dikenal juga dengan profil Gaussian dalam arah aliran

fase gerak. Profil dikenal juga dengan punak atau pita, secara perlahan - lahan akan

melebar dan sering juga membentuk profil yang asimetrik karena solut – solut

melanjutkan migrasinya ke fase diam.

3.3 Puncak asimetris

Profil konsentrasi solut yang bermigrasi akan simetris jika rasio distribusi

solut (D) konstan selama dikisaran konsentrasi keseluruhan puncak, sebagaimana

ditunjukkan oleh isoterm sorpsi yang linear yang merupakan plot konsentrasi solut

dalam fase diam (Cs) terhadap konsentrasi solut dalam fase gerak(Cm). Meskipun

demikian, kurva isot erm akan berubah menjadi 2 jenis puncak asimetris yakni

membentuk puncak yang berekor (tailing) dan adanya puncak pendahulu (fronting)

jika ada perubahan rasio distribusi solut yang lebih besar.

Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, kuantifikasi dapat dilakukan

dengan luas puncak atau tinggi puncak. Tinggi puncak atau luas puncak berbanding

langsung dengan banyaknya solut yang dikromatografi, jika dilakukan pada kisaran

detektor yang linier.

1. Metode tinggi puncak

Metode yang paling sederhana untuk pengukuran kuantitatif adalah dengan

tinggi puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak

maksimum seperti puncak 1, 2, dan 3 pada gambar 3. Penyimpangan garis dasar

(21)

Gambar 1. Pengukuran tinggi puncak

Metode tinggi puncak hanya digunakan jika perubahan tinggi puncak linier

dengan konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi jika metode ini digunakan pada

puncak yang mengalami penyimpangan (asimetris) atau jika kolom mengalami

kelebihan muatan.

2. Metode luas puncak

Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu teknik

untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas puncak sebagai hasil kali

tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2). Teknik ini hanya dapat

digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang mempunyai bentuk serupa

(Johnson, 1991).

Saat ini integrator elektronik telah banyak digunakan untuk mengukur luas

puncak pada kromatografi cair kinerja tinggi dan pada kromatografi gas. Integrator

digital mengukur luas puncak dan mengubahnya dalam bentuk angka (Rohman,

2007).

Baik tinggi puncak maupun luasnya dapat dihubungkan dengan konsentrasi.

(22)

yang disebabkan oleh variasi suhu dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas

puncak dianggap merupakan parameter yang lebih akurat untuk pengukuran

kuantitatif (Ditjen POM, 1995).

3.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan

dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat

sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif

maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM,

1995).

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis

dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara

lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik,

anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan

analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling

sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti

asam-asam amino, asam-asam-asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis,

menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain.

Kelebihan KCKT antara lain:

−Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran

(23)

−Mudah melaksanakannya

−Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi

−Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis −Dapat digunakan bermacam-macam detektor

−Kolom dapat digunakan kembali

−Mudah melakukan rekoveri cuplikan

−Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan reprodusibilitasnya

lebih baik

−Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif

−Waktu analisis umumnya singkat

−Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar

- Ideal untuk molekul besar dan ion.

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika

KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah

jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Munson,

1991).

3.4.1 Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah

oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom

kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan

fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat

(24)

diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman,

2007).

3.4.2 Komponen KCKT

Gambar 2. Bagan alat KCKT

3.4.2.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong

ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini

biasanya dapat meampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.Fase gerak

sebelum digunakan harus dilakukan degassing(penghilangan gas) yang ada pada fase

gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa

dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. (Rohman, 2007)

3.4.2.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai

syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni pompa harus inert terhadap fase

gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, pompa

injektor

kolom oven

detektor

Wadah

(25)

dan batu nilam. Pompa yang dgunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan

sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/

menit.

3.4.2.3 Injektor

Cuplikan harus dimasukkan kedalam pangkal kolom (kepala kolom),

diusahakan agas sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom.

Ada tiga jenis dasar injektor, yaitu:

a. Hentikan aliran/stop flow: aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja

atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan

karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.

b. Septum: injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama dengan

yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja

sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua

pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari septum yang

terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.

c. Katup putaran (loop valve): ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 5, tipe

injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada

10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus,

volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD,

sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup

(26)

Gambar 3. Tipe injektor katup putaran

3.4.2.4 Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis

tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat

dibagi menjadi dua kelompok:

1. Kolom analitik: diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada

jenis kemasan. Untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm. Untuk

kemasan mikropartikel berpori, umumnya 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.

2. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan

panjang kolom 25-100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada

temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk

kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung

pada mode KCKT yang digunakan.

3.4.2.5 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan

(27)

sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas,

dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang

rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu

dapat diperoleh.

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern

kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam

detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena

mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang

luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam

kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor

spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor

ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan.

3.4.2.6 Pengolahan Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai

puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram.

Gambar 4. Kromatogram W

W1/2

H1/2 H

Rt

(28)

Guna kromatogram:

1. Kualitatif

Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama

dapat digunakan untuk identifikasi.

2. Kuantitatif

Luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat

digunakan untuk menghitung konsentrasi.

3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan dan

kinerja kolom (kapasitas ‘k’, selektifitas ‘α’, jumlah pelat teoritis ‘N’, jarak

setara dengan pelat teoritis ‘HETP’ dan resolusi ‘R’).

3.4.2.7 Fase Gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson & Stevenson, 1991).

Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu

variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari fase

gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang

diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak.

Fase gerak harus:

Murni; tidak ada pencemar/kontaminan

(29)

Sesuai dengan detektor

Melarutkan cuplikan

Mempunyai viskositas rendah

Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan

Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas

Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur

pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4

persyaratan pertama adalah yang paling penting.

Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena

udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise

sehingga data tidak dapat digunakan (Putra, 2007).

Elusi Gradien dan Isokratik

Elusi pada KCKT dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu:

1. Sistem elusi isokratik. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau

lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama

elusi).

2. Sistem elusi gradien. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase gerak

yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi fase gerak

berubah-ubah selama elusi).

Elusi gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fase gerak selama

suatu analisis kromatografi berlangsung. Digunakan untuk meningkatkan resolusi

(30)

luas. Pengaruh yang menguntungkan dari elusi gradien adalah memperpendek waktu

analisis senyawa-senyawa yang secara kuat ditahan di dalam kolom (Putra, 2007).

Tipe kromatografi

a. Kromatografi fase normal

Kromatografi fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),

kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak

ini biasanya tidak polar. Dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana,

heksana, heptana maupun iso-oktana sering digunakan. Halida alifatis seperti

dikloro metana, dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan.

Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase normal. Tekanan

rendah diperlukan untuk menjaga kecepatan aliran yang memadai, karena pelarut

ini kebanyakan kurang kental (Munson, 1991).

Fase diam yang digunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 5. Jenis-jenis fase diam untuk tipe kromatografi fase normal

(31)

Kromatografi fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak),

kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Kandungan

utama fase gerak fase terbalik adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air

seperti metanol, etanol, asetonitril, dioksan, tetrahirofuran dan dimetilformamida

ditambahkan untuk mengatur kepolaran fase gerak. Dapat ditambahkan pula

asam, basa, dapar dan/atau surfaktan. Mutu air harus tinggi baik air destilasi

maupun awamineral.

Fase diam yang digunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 6. Jenis-jenis fase diam untuk tipe kromatografi fase terbalik

Adsorpsi solut oleh fase diam atau adsorben sangat tergantung pada:

1. Struktur kimia solut atau adanya gugus aktif tertentu yang berinteraksi dengan

adsorben.

2. Ukuran partikel adsorben. Semakin kecil ukuran partikel adsorben, maka luas

permukaannya semakin luas sehingga interaksinya dengan solut juga semakin

luas.

3. Kelarutan solut dalam fase gerak. Solut yang makin mudah larut dalam fase gerak

(32)

Validasi

Validasi adalah suatu tindakan terhadap parameter tertentu pada prosedur

penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi

persyaratan untuk penggunaannya (WHO, 1992).

Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk

menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada

kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analis harus divalidasi untuk

verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi

masalah dalam analisis. Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah

akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi, spesifikasi, linieritas dan rentang,

kekasaran (Ruggedness) dan ketahanan (Robutness).

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya

diekspresikan sebagai relatif standar deviasi (RSD) dari sejumlah sampel yang

berbeda secara signifikan secara statistik.

Batas deteksi (limit of detection, LOD) didefinisikan sebagai konsentrasi

analit terendah dalam sampel yang masih dapat terdeteksi.

Batas kuantitasi (limit of quantitation, LOQ) didefinisikan sebagai konsentrasi

analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang

dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil

uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang

(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara pada bulan Oktober sampai November 2009.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat KCKT

(Shimadzu) yang terdiri dari Vacum degasser, pompa, detektor UV/Vis, printer,

kolom shimpac VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), wadah fase gerak, penyuntik mikroliter

(100 µl), neraca analitik (Mettler Toledo), membran filter PTFE 0,5 µ m dan 0,2 µ m,

cellulose nitrat membran filter 0,45 µ m, Spektrofotometer IR (Shimadzu IR

Prestige-21).

3.3 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu Asetonitril (BDH),

metanol p.a (Merck), akuabidestilata (PT. Ikapharmindo putramas), Sulfadoksin dan

Pirimetamin BPFI (Badan POM RI), Sulfadoksin baku pabrik (Nanhu Farms

Chongshu Jiangshu China), Pirimetamin baku pabrik (Hesni Town, Changshu,

Jiangshu, China) dan serbuk KBr (Kyoto Japan).

3.4 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel secara purposif yaitu tanpa membandingkan antara satu

(34)

homogen. Sampel yang digunakan adalah tablet Fansidar (PT. Rhoce), tablet generik

(Ifars), tablet Suldox (PT. Actavis).

3.5 Prosedur penelitian

3.5.1 Uji Identifikasi Sulfadoksin dan Pirimetamin baku pabrik (PT. Ifars)

secara spektrofotometri Inframerah

Dicampur 1 mg serbuk Sulfadoksin dengan 100 mg serbuk KBr dalam

lumpang digerus hinggga halus dan homogen, campuran tersebut diletakkan pada

sampel pan, kemudian dipasangkan pada DRS 8000 dan dianalisa pada bilangan

gelombang 4000 – 500 cm-1. Spektrum Inframerah yang diperoleh dibandingkan

dengan literatur.

Baku Pirimetamin juga di analisa dengan perlakuan yang sama seperti

Sulfadoksin.

3.5.2 Penentuan Kualitatif dan Kuantitatif Sulfadoksin dan Pirimetamin

menggunakan KCKT

3.5.2.1 Pembuatan fase gerak Asetonitril–Asam asetat glasial dalam air (1%)

Asetonitril 500 ml disaring dengan menggunakan membran filter PTFE 0,5

µ m.

Sebanyak 10 ml asam asetat glasial diencerkan dengan akuabidestilata dalam

(35)

dengan menggunakan celllulosa nitrat membran filter 0,45 µ m. Masing-masing

diawaudarakan selama 20 menit.

3.5.2.2 Pembuatan pelarut

Dicampur 100 ml asetonitril dan 400 ml larutan campuran asam asetat glasial

dalam air (1%). Kemudian pelarut disaring menggunakan membran filter PTFE 0,5

µ m dan diawaudarakan selama 20 menit.

3.5.2.3 Pembuatan Larutan Induk Baku Sulfadoksin dan Pirimetamin BPFI

Sejumlah 50 mg Baku Pembanding Sulfadoksin ditimbang seksama,

dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, ditambah asetonitril 35 ml aduk hingga

larut, lalu dicukupkan sampai garis tanda dengan pelarut dan dikocok hingga

homogen, maka diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/ml (LIB).

Sejumlah 25 mg Baku Pembanding Pirimetamin ditimbang seksama,

dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, ditambah asetonitril 35 ml aduk hingga

larut, lalu dicukupkan sampai garis tanda dengan pelarut dan dikocok hingga

homogen, maka diperoleh larutan dengan konsentrasi 250 mcg/ml (LIB).

3.5.2.4 Penyiapan alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan Shimpac VP-ODS (4,6

mm x 25 cm), detektor UV/Vis, dengan laju alir 2 ml/menit, sensitifitas 1.000 AUFS

dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.

Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak

dibiarkan mengalir selama 30 menit sampai diperoleh garis alas yang datar,

menandakan sistem tersebut telah stabil.

(36)

Dipipet 5 ml Larutan Induk Baku Sulfadoksin dan 1 ml Larutan Induk Baku

Pirimetamin masukkan dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga

garis tanda, kocok sehingga diperoleh larutan Sulfadoksin dengan konsentrasi 500

mcg/ml dan Pirimetamin dengan konsentrasi 25 mcg/ml, disaring dengan membran

filter PTFE 0,2 µl dan diawaudarakan selama 5 menit, kemudian diinjeksikan ke

dalam sistem KCKT dengan volum penyuntikan 20 µ l, menggunakan fase gerak

asetonitril - asam asetat glasial dalam air (1%) dengan perbandingan (20:80), (30:70),

(40:60), laju alir 2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.

Kemudian dipilih perbandingan fase gerak yang memberikan data yang terbaik.

3.5.2.6 Uji Kualitatif Sulfadoksin dan Pirimetamin menggunakan KCKT

3.5.2.6.1 Menentukan waktu tambat Sulfadoksin dan Pirimetamin BPFI

Larutan Induk Baku Sulfadoksin dipipet 5 ml masukkan dalam labu 10 ml,

dicukupkan dengan pelarut sampai garis tanda, dikocok. Maka diperoleh larutan

Sulfadoksin dengan konsentrasi 500 mcg/ml.

Larutan Induk baku Pirimetamin dipipet 1 ml masukkan dalam labu 10 ml,

dicukupkan dengan pelarut samapi garis tanda, dikocok. Maka diperoleh larutan

Pirimetamin dengan konsentrasi 25 mcg/ml.

Masing-masing larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µ l dan

diawaudarakan selama 5 menit, diinjeksikan ke dalam sistem KCKT sebanyak 20 µ l,

dengan laju alir 2 ml/menit, menggunakan perbandingan fase gerak yang telah dipilih,

kemudian dicatat masing-masing waktu tambatnya.

(37)

Masing-masing larutan sampel Sulfadoksin dan Pirimetamin dalam sediaan

tablet dengan konsentrasi Sulfadoksin 500 mcg/ml dan Pirimetamin 25 mcg/ml,

disuntikkan kesistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µ l pada kondisi

kromatogafi yang sama dengan BPFI. Kemudian waktu tambat masing-masing tablet

dibandingkan dengan waktu tambat Sulfadoksin dan Pirimetamin BPFI. Apabila

waktu tambat sampel hampir sama dengan waktu tambat BPFI, maka sampel tablet

mengandung Sulfadoksin dan Pirimetamin.

3.5.2.7 Penentuan Kuantitatif Sulfadoksin dan Pirimetamin menggunakan

KCKT

3.5.2.7.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Sulfadoksin BPFI

Larutan Induk Baku Sulfadoksin dipipet sebanyak 3 ml, 4 ml, 5 ml, 6 ml dan

7 ml, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan pelarut hingga garis

tanda, kocok. Maka diperoleh konsentrasi 300 mcg/ml, 400 mcg/ml, 500 mcg/ml, 600

mcg/ml, 700 mcg/ml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan membran

filter PTFE 0,2 µ m dan diawaudarakan selama 5 menit, diinjeksikan kesistem KCKT

sebanyak 20 µ l, dengan laju alir 2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang

254 nm. Selanjutnya dari luas area yang diperoleh dibuat kurva kalibrasi, dihitung

persamaan regresi dan faktor korelasinya.

3.5.2.7.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Pirimetamin BPFI

Larutan Induk Baku Pirimetamin dipipet sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml dan

(38)

garis tanda, kocok. Maka diperoleh konsentrasi 10 mcg/ml, 20 mcg/ml, 30 mcg/ml,

40 mcg/ml, 50 mcg/ml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan membran

filter PTFE 0,2 µ m dan diawaudarakan selama 5 menit, diinjeksikan kesistem KCKT

sebanyak 20 µ l, dengan laju alir 2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang

254 nm. Selanjutnya dari luas area yang diperoleh dibuat kurva kalibrasi, dihitung

persamaan regresi dan faktor korelasinya.

3.5.2.7.3 Penetapan kadar sampel

Ditimbang 20 tablet yang mengandung Sulfadoksin dan Pirimetamin

kemudian digerus, ditimbang sejumlah serbuk tablet setara dengan 500 mg

Sulfadoksin dan 25 mg Pirimetamin (sebanyak 6 kali perlakuan). Masing-masing

dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan 35 ml acetonitril,

diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda, kocok. Maka diperoleh larutan dengan

konsentrasi 10000 mcg/ml Sulfadoksin dan 500 mcg/ml Pirimetamin, kemudian

saring dengan kertas saring, 10 % filtrat pertama dibuang. Dari keenam larutan

masing-masing dipipet 0,5 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, diencerkan

dengan pelarut sampai garis tanda, kocok. Maka diperoleh larutan dengan konsentrasi

500 mcg/ml Sulfadoksin dan 25 mcg/ml Pirimetamin. Masing-masing larutan tersebut

disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µ l dan diawaudarakan selama 5 menit,

kemudian diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 20 µl, dengan laju alir 2 ml/menit

dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.

Kadar dapat dihitung dengan mensubtitusikan luas area sampel pada Y dari

persamaan regresi :

(39)

3.5.3 Penentuan Uji Validasi dengan Parameter Akurasi dan Presisi

3.5.3.1 Uji akurasi dengan persen perolehan kembali (% Recovery)

Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% Recovery)

dilakukan secara Standard Addition Method dengan membuat 3 konsentrasi analit

Sulfadoksin-Pirimetamin dan baku pembanding dengan rentang spesifik 80%, 100%,

120%, setiap rentang mengandung 70% analit sampel dan 30% bahan baku, pada

perlakuan yang sama dengan perlakuan sampel.

Menurut WHO (1992) persen perolehan kembali dapat dihitung dengan

rumus:

% Perolehan kembali x100%

C B A

=

Keterangan :

A = Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan bahan baku

B = Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku

C = Konsentrasi baku yang ditambahkan

3.5.3.2 Uji Presisi

Uji presisi ditentukan dengan parameter Relatif Standar Deviasi (RSD)

dengan rumus:

% 100

x X SD RSD=

Keterangan:

RSD = Standar Deviasi Relatif (%)

(40)

X = Kadar rata-rata sampel (Rohman, 2007)

3.5.3.3 Penentuan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Untuk menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)

digunakan rumus: 2 ) ( 2 − − = n Yi Y SB Slope SB x LOD=3

Slope SB x LOQ=10

Keterangan:

SB = Simpangan baku

LOD = Batas Deteksi

LOQ = Batas Kuantitasi (WHO, 1992)

3.5.3.4 Analisis Data Secara Statistik

Untuk menghitung Standar Deviasi (SD) digunakan rumus:

1 ) ( − − =

n X X SD Keterangan :

SD = Standar deviasi

X = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel

(41)

Kadar dapat dihitung dengan persamaan garis regresi dan untuk menentukan

data diterima atau ditolak digunakan rumus:

t hitung

n SD

X X

/ − =

Dengan dasar penolakan apabila t hitung ≥ t tabel

Untuk mencari kadar sebenarnya dengan α = 0,01, dk = n - 1, dapat digunakan rumus:

n SD x t

X (1 1/2α)dk

µ= ± −

Keterangan:

μ = Kadar sebenarnya

X = Kadar sampel

n = Jumlah perlakuan

t = Suatu harga tergantung pada derajad kebebasan dan tinggkat kepercayaan

dk= Derajad kebebasan. (Wibisono, 2005)

(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Identifikasi menggunakan Inframerah

Baku Sulfadoksin dan Pirimetamin yang diperoleh dari PT. Ifars sebelum

digunakan sebagai pembanding terlebih dahulu diidentifikasi menggunakan

Spektrofotometer IR pada rentang bilangan gelombang 4000 – 500 cm-1.

[image:42.612.116.518.309.660.2]

Spektrum Inframerah baku Sulfadoksin dan Pirimetamin dapat dilihat pada

Gambar 1 dan 2 di bawah ini:

Peak (cm-1)

(43)

Gambar 1. Spektrum Inframerah dari baku pabrik Sulfadoksin (PT. Ifars)

Peak (cm-1)

810.1

833.2

5

1085.9

2

1573.9

1

1625.9

9

1645.2

8

3130.4

7

3305.9

9

3468.0

1

Gambar 2. Spektrum Inframerah baku pabrik Pirimetamin (PT. Ifars)

Dari hasil spektrum Sulfadoksin dan Pirimetamin diperoleh bentuk spektrum

yang hampir sama dengan spektrum pembanding yang terdapat pada library (dapat

dilihat pada Lampiran 3 dan 4). Bilangan gelombang pada daerah sidik jari juga

(44)

Sulfadoksin pada bilangan gelombang 1596, 1583, 1315, 1161, 1091, 1305 cm-1.

Sedangkan untuk Pirimetamin pada bilangan gelombang 1640, 1628, 1575, 1075,

835, 805 cm-1 (Clarke’s, 2005).

Pada daerah gugus fungsi dari spektrum Sulfadoksin terlihat beberapa peak,

yaitu pada bilangan gelombang 3464,15 - 3375,43 cm-1 menunjukkan gugus amin

primer dan pada bilangan gelombang 3238,48 cm-1 menunjukan gugus amin

sekunder. Sedangkan pada daerah gugus fungsi spektrum Pirimetamin terlihat

beberapa peak, yaitu pada bilangan gelombang 3468,01 - 3305,99 cm-1 menunjukkan

gugus amin primerdan pada bilangan gelombang 3100 cm-1 menunjukkan stretching

═C─H aromatis. Dari data spektrum yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan

bahwa baku yang diidentifikasi adalah Sulfadoksin dan Pirimetamin.

4.2 Uji Kualitatif dan Kuantitatif Sulfadoksin-Pirimetamin menggunakan

KCKT

4.2.1 Penentuan perbandingan fase gerak

Pada kromatografi fase terbalik, fase diamnya kurang polar dari pada fase

gerak, kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Pemisahan

dua zat tergantung dari perbedaan polaritas solut yang dipisahkan. Besarnya polaritas

dari suatu zat meningkat dengan bertambahnya gugus fungsional dan harga pKa serta

berkurang dengan bertambahnya berat molekul (Adnan, 1997). Dari rumus bangun

Pirimetamin mempunyai BM rendah, harga log P dan pKa lebih tinggi bila

dibandingkan dengan Sulfadoksin, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

(45)

Menurut Munson tahun 1991, zat terlarut yang kuat berinteraksi dengan fase

gerak akan terelusi lebih cepat. Hal ini berarti interaksi Pirimetamin dengan fase diam

lebih singkat dibanding interaksi Sulfadoksin dengan fase diam. Sehingga waktu

tambat Pirimetamin lebih cepat dibanding Sulfadoksin.

Untuk mendapatkan kondisi fase gerak yang optimum dilakukan dengan

menyuntikkan campuran Sulfadoksin dan Pirimetamin masing-masing dengan

konsentrasi 500 mcg/ml dan 25 mcg/ml, diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dan

divariasikan perbandingan fase gerak asetonitril dan asam asetat asetat glasial dalam

air 1%, yaitu (20:80), (30:70), (40:60). Hasil kromatogram dapat dilihat pada Gambar

[image:45.612.118.508.346.604.2]

3, 4 dan 5.

Gambar 3 Kromatogram hasil penyuntikan larutan BPFI dengan konsentrasi 500

(46)

perbandingan fase gerak asetonitril-asam asetat glasial dalam air 1%

[image:46.612.123.504.163.438.2]

(20:80)

Gambar 4. Kromatogram hasil penyuntikan larutan BPFI dengan konsentrasi 500

mcg/ml Sulfadoksin dan 25 mcg/ml Pirimetamin dengan menggunakan

perbandingan fase gerak asetonitril-asam asetat glasial dalam air 1%

(47)
[image:47.612.124.504.86.357.2]

Gambar 5. Kromatogram hasil penyuntikan larutan BPFI dengan konsentrasi 500

mcg/ml Sulfadoksin dan 25 mcg/ml Pirimetamin, menggunakan

perbandingan fase gerak asetonitril - asam asetat glasial dalam air 1%

(40:60)

Tabel 1. Hasil optimasi fase gerak dengan parameter data waktu tambat, resolusi,

tailing dan theoretical plate

Perband. fase

gerak

Waktu tambat Theoritical plate Tailing factor

Resolusi

S P S P S P

20 : 80 7,513 4,357

1974,11

4

1233,58

8 2,649 1,926 5,344

[image:47.612.114.532.549.692.2]
(48)

4 1

40 : 60 2,631 1,329

1549,06

0 884,796 2,466 0,841 5,841

Dari tabel diatas perbandingan fase gerak asetonitril-asam asetat glasial dalam

air (1%) yang terbaik yaitu dengan perbandingan (40:60), karena waktu tambatnya

dari kedua komponen relatif lebih singkat dan memberikan faktor tailing yang lebih

kecil.

Setelah didapatkan perbandingan fase gerak yang terbaik selanjutnya

dilakukan uji identifikasi.

4.2.2 Uji Kualitatif Sulfadoksin-Pirimetamin menggunakan KCKT

Hasil uji kualitatif Sulfadoksin dan Pirimetamin BPFI pada penyuntikan

terpisah masing-masing dengan konsentrasi 500 mcg/ml dan 25 mcg/ml diperoleh

kromatogram dengan waktu tambat Sulfadoksin 2,504 menit dan Pirimetamin 1,271

menit dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. Waktu tambat yang diperoleh dari

pengujian BPFI dibandingkan dengan waktu tambat yang diperoleh sampel yang akan

(49)

Gambar 6. Kromatogram hasil penyuntikan larutan 25 mcg/ml Pirimetamin BPFI,

dengan perbandingan asetonitril-asam asetat glasial dalam air 1%

(50)
[image:50.612.114.506.89.415.2]

Gambar 7. Kromatogram hasil penyuntikan larutan 500 mcg/ml Sulfadoksin BPFI,

dengan perbandingan asetonitril-asam asetat glasial dalam air 1%

(40:60)

Hasil pengujian untuk sampel diperoleh waktu tambat yang hampir sama

dengan Sulfadoksin-Pirimetamin BPFI. Waktu tambat rata-rata tablet Fansidar (PT.

Roche) Sulfadoksin 2,542 menit dan Pirimetamin 1,285 menit. Tablet Generik (PT.

Ifars) Sulfadoksin 2,548 menit dan Pirimetamin 1,311. Tablet Suldox (PT. Actavis)

(51)

4.2.3 Penentuan linieritas kurva kalibrasi

Penentuan linieritas kurva kalibrasi Sulfadoksin BPFI ditentukan berdasarkan

luas puncak, pada konsentrasi 300, 400, 500, 600, 700 mcg/ml, diperoleh hubungan

yang linier dengan koefisien korelasi (r) = 0,9996 dan persamaan regresi Y = 30931,2

X + 317656.

(52)

Gambar 8. Kurva kalibrasi larutan Sulfadoksin BPFI konsentrasi versus luas puncak

Penentuan linieritas kurva kalibrasi Pirimetamin BPFI ditentukan berdasarkan

luas puncak, pada konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50 mcg/ml, diperoleh hubungan yang

linier dengan koefisien korelasi (r) = 0,9997 dan persamaan regresi Y = 19319,1 X +

37454,2.

(53)

Gambar 9. Kurva kalibrasi larutan Pirimetamin BPFI konsentrasi versus luas

puncak.

[image:53.612.122.508.140.546.2]
(54)

Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Snyder dan Kirland (1979) yaitu

pengukuran kadar lebih baik dengan cara pengukuran luas puncak dibandingkan

dengan pengukuran tinggi puncak. Maka dalam hal ini yang digunakan adalah nilai

dari luas puncak.

Kadar dapat dihitung dengan mensubtitusikan luas puncak pada Y dari

persamaan regresi Sulfadoksin Y = 30931,2 X + 317656 dan Pirimetamin Y =

19319,1 X + 37454,2.

Hasil perhitungan kadar setelah dilakukan uji statistik dapat dilihat pada Tabel

2.

Tabel 2. Kadar hasil penetapan kadar Sulfadoksin dan Pirimetamin dalam tablet

No Nama Sampel

Kadar tablet (%)

Sulfadoksin Pirimetamin

[image:54.612.112.532.386.619.2]

1

Tablet Fansidar

99,66 ± 0,11 104,09 ± 0,13 500 mg Sulfadoksin dan 25 mg Pirimetamin

2

Tablet Generik

90,39 ± 0,17 99,99 ± 0,88 500 mg Sulfadoksin dan 25 mg Pirimetamin

3

Teblet Suldox

85,12 ± 0,22 96,26 ± 2,11 500 mg Sulfadoksin dan 25 mg Pirimetamin

Dari tabel diatas terlihat bahwa dari ketiga sampel yang diteliti terdapat satu

(55)

diperoleh Sulfadoksin kurang dari 90%, sedangkan persyaratan kadar yang tertera

dalam USP edisi 30 tahun 2007 adalah tablet Sulfadoksin-Pirimetamin tidak kurang

dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

4.4 Hasil uji validasi

Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode, dengan metode

penambahan bahan baku (Standard Addition Method) terhadap sampel tablet Fansidar

(PT. Roche). Uji ini meliputi uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali

(% recovery) dan uji presisi dengan parameter RSD (Relatif Standar Deviasi), batas

deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ).

Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali dilakukan dengan

membuat 3 konsentrasi analit dengan rentang spesifik 80%, 100%, 120%,

masing-masing dengan 3 replikasi dan setiap rentang spesifik mengandung 70% analit dan

30% bahan baku. Data hasil pengujian perolehan kembali tablet Fansidar dengan

metode penambahan bahan baku (Standar Addition Method) dapat dilihat pada Tabel

[image:55.612.114.507.552.699.2]

3 di bawah ini.

Tabel 3. Data hasil perolehan kembali Sulfadoksin-Pirimetamin dengan metode

penambahan bahan baku (Standard Addition Method)

No Rentang Spesifik (%)

Luas area % Recovery

S P S P

1

80

12899960 428949 105.79 91.49

2 12897714 427830 105.73 90.55

(56)

4

100

15908128 527126 103.39 92.56

5 15873431 529186 102.64 93.94

6 15899481 528702 103.20 93.62

7

120

18841766 628138 100.47 94.54

8 18872960 629466 101.03 95.28

9 18859348 628000 100.78 94.46

Kadar rata-rata (%) 103.13 93.17

Standar Deviasi (SD) 2.09 1.65

Relatif Standar Deviasi 2.03 1.66

Keterangan :

- S = Sulfadoksin - P = Pirimetamin

Dari tabel diatas diperoleh persen perolehan kembali Sulfadoksin 103,13%

dengan standar deviasi (SD) 2,09%, sedangkan Pirimetamin 93,17% dengan standar

deviasi 1,65%. Syarat persen perolehan kembali yang diizinkan terletak pada rentang

90 – 107 % (Harmita, 2004).

Dari hasil uji presisi dengan parameter Relatif Standar Deviasi (RSD) untuk

Sulfadoksin 2,03% dan Pirimetamin 1,66%. Nilai RSD yang diizinkan adalah ≤ 2,5%.

Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) yang diperoleh dari

penelitian ini untuk Sulfadoksin sebasar 35,99 mcg/ml dan 119,95 mcg/ml,

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penetapan kadar Sulfadoksin dan Pirimetamin dalam sediaan tablet dapat

dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan metoda baku

luar (Eksternal standar), menggunakan fase gerak asetonitril-asam asetat glasial

dalam air 1% dengan perbandingan (40:60), laju alir 2 ml/menit, pada panjang

gelombang 254 nm. Dari hasil uji validitas menunjukkan bahwa metode yang

dilakukan memenuhi persyaratan validasi, meliputi uji akurasi dan presisi.

Hasil penetapan kadar tablet Sulfadoksin dan Pirimetamin dari tiga sampel

dengan nama dagang dan generik, terdapat satu sampel dengan nama dagang yaitu

Suldox yang tidak memenuhi persyaratan kadar yang tertera dalam USP edisi 30

tahun 2007, yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah

yang tertera pada etiket.

5.2 Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan kolom fase

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2008). Pedoman Penulisan Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas

Sumatera Utara.

Anonim. (2007). The United States Pharmacopeia 30th Edition. National Formulary.

United States Pharmacopeia Convention. Hal. 3243.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.

Reviw Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian, Volume I (3). Hal.117-135.

Harvey, R.A, Mycek, M. J. (2001) Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi II. Editior

Pamela C. Champe. Penerbit Widya Medika. Jakarta. Hal. 357.

Moffat, A.C. (2005). Clarke’S Analysis Of Drug And Poisons. Thirth edition.

London: Pharmaceutical Press. Electronic version.

Munson, J. W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Penerbit Air langga

Univercity Press. Surabaya. Hal. 46.

Prabowo, A. (2004). Malaria mencegah dan mengatasinya. Penerbit: Puspa Swara,

Jakarta. Hal 2-5.

Rohman, A. (2007). Kimia Faramasi Analisis. Yogyakarta. Penerbit: Pustaka pelajar.

Hal.18.

Snyder, L. And Kirkland, J. (1979). Introduction to Modern Liquid Chromatography.

2nd edition, By Jhon Wiley and Son. London. Page. 554.

WHO. (1992). The International Pharmacopoeia. Fourth Edition. Electronic Version

Geneva: World Health Organization.

Wibisono, Y. (2005). Metode Statistik. Yogyakarta. Gajah mada. Univercity Press.

(59)
[image:59.612.114.511.115.411.2]

Lampiran 1. Gambar alat KCKT dan syringe 100 µ l

(60)
[image:60.612.114.512.95.249.2]

Gambar 11. Syringe 100 µ l (SGE)

Lampiran 2. Gambar Sonifikator (Branson 1510) dan Penyaring

[image:60.612.177.484.373.643.2]
(61)
[image:61.612.176.481.112.353.2]

Gambar Penyaring

Gambar 13. Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan alat

(62)

Lampiran 3. Spektrum Inframerah Sulfadoksin pada literatur Pharmaceutical Sub

(63)
(64)

Gambar 14. Spektrum Inframerah Sulfadoksin

Lampiran 4. Spektrum Inframerah Pirimetamin pada literatur Pharmaceutical Sub

(65)
[image:65.612.123.512.86.652.2]
(66)

Lampiran 5. Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi Sulfadoksin

N

o X Y XY

1 300 9,692,420.8 2,907,726,240 90,000 93,943,020,964,272.7

2 400 12,707,450.4 5,082,980,160 160,000 161,479,295,668,460.0

3 500 15,556,742.6 7,778,371,300 250,000 242,012,240,322,655.0

4 600 18,895,768.3

11,337,460,98

0 360,000 357,050,059,647,285.0

5 700 22,063,852.9

15,444,697,03

0 490,000 486,813,604,792,838.0

2,500 78,916,235.0

42,551,235,71 0 1,350,00 0 6,227,772,146,575,220. 0 b aX Y= +

( ) ( )( )

( )

2

( )

2 X X n Y X XY n a Σ − Σ Σ Σ − Σ =

(

)

(

)

(

) (

)

2

2500 000 . 350 . 1 5 235 . 916 . 78 500 . 2 710 . 235 . 551 . 42 5 − − =

=30.931,18 aX Y b= −

=15.783.247−

(

30.931,18

)( )

500 =317.656

( ) ( )( )

( ) ( )

[

2 2

]

[

( )

2

( )

2

]

Y Y n X X n Y X XY n r Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =

(

) (

)(

)

(

) (

)

[

2

]

[

(

) (

)

2

]

235 . 916 . 78 510 . 395 . 221 . 298 . 341 . 1 5 500 . 2 000 . 350 . 1 5 235 . 916 . 78 2500 710 . 235 . 551 . 42 5 − − − = r 9996344 , 0 = r

(67)

317656 2 , 30931 + = X Y

Lampiran 6. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Sulfadoksin

No Consentrasi

Luas

Puncak Yi Y – Yi ( Y - Yi )²

X (mcg/ml) Y

1 300 9692420.8 9597016 95404.8 9102075863.04

2 400 12707450.4 12372480 334970.4 112205168876.16

3 500 15556742.6 15465600 91142.6 8306973534.76

4 600 18895768.3 18558720 337048.3 113601556532.89

5 700 22063852.9 21651840 412012.9 169754629766.41

412970404573.26

2 ) ( 2 − − =

n Yi Y SB 2 5 ) 26 , 73 4129704045 ( − = SB 29 , 371021 = SB Slope SB x LOD=3
(68)

2 , 30931 29 , 371021 10 x LOQ= 95 , 119 = LOQ mcg/ml

Lampiran 7. Perhitungan Persamaan Regresi dari kurva kalibrasi Pirimetamin

No X Y XY

1 10 222.979,80 2.229.798 100 49.719.991.208,04

2 20 426.477,50 8.529.550 400 181.883.058.006,25

3 30 627.237,50 18.817.125 900 393.426.881.406,25

4 40 812.527,50 32.501.100 1.600 660.200.938.256,25

5 50 995.907,80 49.795.390 2.500 991.832.346.100,84

150 3.085.130,10 111.872.963 5.500 2.277.063.214.977,63

b aX Y= +

( ) ( )( )

( )

2

( )

2 X X n Y X XY n a Σ − Σ Σ Σ − Σ =

(

)

(

)

(

) ( )

2

150 500 . 5 5 1 , 130 . 085 . 3 150 963 . 872 . 111 5 − − =

=19.319,1 aX Y b= −

=617.026,02−

(

19.319

)( )

30 =37454,2

( ) ( )( )

( ) ( )

[

2 2

]

[

( )

2

( )

2

]

Y Y n X X n Y X XY n r Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =

(

) ( )(

)

(

) ( )

[

2

]

[

(

) (

)

2

]

(69)

Jadi Persamaannya didapat : 2 , 37454 1 , 19319 + = X Y

Lampiran 8. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Pirimetamin

No

Consentrasi Luas Puncak

Yi Y - Yi ( Y - Yi )² X (mcg/ml) Y

1 10 222979.8 230645.2 -7665.4 58758357.16

2 20 426477.5 423836.2 2641.3 6976465.69

3 30 627237.5 617027.2 10210.3 104250226.09

4 40 812527.5 810218.2

Gambar

Gambar 2. Struktur Pirimetamin
Gambar 2. Bagan alat KCKT
Gambar 4. Kromatogram
Gambar 1 dan 2 di bawah ini:
+7

Referensi

Dokumen terkait

J, K, L adalah kromatogram hasil penyuntikan dari persen perolehan dengan rentang 150% yang dianalisis secara KCKT dengan perbandingan fase gerak metanol-air (55:45), laju alir

Penentuan asam benzoat dalam sediaan obat batuk tradisional dilakukan secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak pentana : asam asetat glasial

Melakukan optimasi fase gerak (jenis campuran fase gerak, perbandingan fase gerak, laju alir fase gerak) sehingga diperoleh kondisi yang optimum dari metode kromatografi

Penetapan kadar alprazolam dalam sediaan tablet dengan nama dagang yaitu Xanax ® dan Apo-Alparaz ® telah dilakukan secara KCKT menggunakan fase gerak metanol-air (90:10),

Konsentrasi hidrokortison asetat larutan A x 1000 g = 500 g/ml Kemudian dari larutan A, dipipet 0,5 ml dan dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL dan diencerkan

Terdapat keragaman yang luas dari fase gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase

Analisis Data Statistik untuk Mencari Kadar Sebenarnya dari Larutan kapsul Librocef (PT Hexpharm Jaya) ... Kromatogram dari Larutan kapsul Alxil

PENETAPAN KADAR SIMVASTATIN DALAM SEDIAAN TABLET SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DENGAN FASE