• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Kampanye Parma Dalam Pemenangan Calon Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan Raya 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Kampanye Parma Dalam Pemenangan Calon Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan Raya 2010"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KAMPANYE PARMA DALAM PEMENANGAN

CALON PRESIDEN BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA PADA PEMILIHAN RAYA 2010

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Donni Bhestadi Saputra NIM. 207051100503

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PERYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 24 Oktober 2013

(5)

i ABSTRAK Donni Bhestadi Saputra

Model Kampanye PARMA dalam Pemenangan Calon Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Pemilihan Raya 2010

Kampanye politik menjadi salah satu bagian yang tidak bisa terpisahkan dari proses berdemokrasi. Demokrasi adalah prinsip dasar tata kehidupan masyarakat sipil (civil society) baik dalam interaksi sesama komponen masyarakat maupun masyarakat dengan negara. Proses berdemokrasi juga diterapkan di Universitas Islam Negeri Jakarta

dengan istilah Student Goverment. Dalam penerapannya terdapat partai politik kampus

yang mewujudkan pertarungan politik penuh intrik. Di tengah suasana seperti itu, partai politik kampus terus berlomba-lomba meningkatkan model kampanye agar mampu menarik simpati khalayak. Maka dari itu PARMA sebagai salah satu partai politik kampus mencoba menerapkan model kampanye terbaik pada pemilihan raya 2010.

Dari penjelasan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana model kampanye PARMA dalam pemenangan calon presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada pemilihan raya 2010? Dari sini, peneliti mengeksplorasi beberapa rumusan yang dijalankan, mulai dari informasi kampanye, persuasi kampanye, tahap membuat keputusan, dan tahap konfirmasi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Peneliti ingin memaparkan secara sistematis fakta secara faktual dan cermat model kampanye yang dilakukan oleh PARMA. Berdasarkan pengamatan dan analisis peneliti, diketahui bahwa PARMA juga mempunyai dua konsep strategi kampanye politik yang secara umum dibagi menjadi 2, yakni: strategi kampanye politik melalui media dan strategi kampanye politik non media.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Difusi Inovasi. Dengan teori

ini, peneliti mencoba menelaah dan menguji kesesuaian praktik kampanye politik yang dilakukan oleh PARMA. Pada prinsipnya, PARMA menjalankannya sesuai dengan kaidah teori, namun tetap disesuaikan dengan realitas yang ada. Dalam praktiknya juga menambahkan beberapa inovasi lain sebagai pengembangan strategi kampanye politik yang mereka jalankan.

Dalam pelaksanaan kampanye politik, PARMA secara konsisten melebur pada

model kampanye diffusion of innovation. PARMA dalam hal ini melakukan penerapan

(6)

i

Puji serta syukur yang tidak terhingga dan dengan segala limpahan rahmat, nikmat, inayah yang tiada henti-hentinya seperti kasih sayang yang diberikan kepada umatnya. Tidak lupa pula shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan sampai zaman terang benderang seperti sekarang, beserta para keluarga dan sahabatnya dan kaum Muslim yang telah berjihad dijalannya mendirikan panji-panji Islam dan Risalahnya.

Alhamdulillahirrabil’alaminatas izin Allah SWT akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul ”Model Kampanye Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam Pemenangan Calon Presiden Badan Eksekutif Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan Raya 2010”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, bukan hanya karena kerja keras penulis, namun banyak pihak yang turut serta berjuang di dalamnya.karena tanpa adanya bantuan dari orang-orang tercinta tersebut, skripsi ini tidak akan selesai. Ucapan terima kasih ini penulis hanturkan kepada:

(7)

ii

umum, dan Drs. Wahidin Saputra MA, selaku Wakil Dekan III bidang kemahasiswaan.

2. Drs. Study Rizal, LK, MA, Selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, ilmu dan saran kepada penulis.

3. Dra.Asriati Jamil M. Hum (almh), yang telah memberikan dorongan morill bagi penulis.

4. Drs. Jumroni M. Si, Selaku ketua jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

5. Dra. Musfirah Nurlaily MA. Selaku sekretaris koordinator Program Non Reguler, sekaligus dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaian studi maupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan FakultasIlmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta stafnya.

8. Kanda Tb. Ace HasanSyadzily, kanda Ali Irfani, dan seluruh pengurus DPP PARMA periode 2009-2010 yang telah membantu penulis untuk mengumpulkan materi-materi dan bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan informasi dan bantuan kepada penulis.

(8)

iii

mendukung, menghibur dan memberikan masukan bagi penulis.

11.Skripsi ini penulis dedikasikan juga kepada Pipit Deviyanti sebagai hadiah ulang tahun pada 01 November nanti, karena telah meminjamkan semangatnya dan terus memberikan motivasi kepada penulis.

12.Kanda Muchlas Noor Hidayat, kanda Andi Fachri, kanda Erik Zaenal Muttaqien, kanda Yusuf, kanda Sirrajudin Ar-ridho, kanda Dhany Permadi, kanda Sabir Laluhu dan lainnya yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

13.Teman-teman Mahasiswa dan Mahasiswi Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan KPI Non-reguler 2007: Syaifullah, Mohamad Samlawi, Isnaanto Achmad Maulana, Ika Kartika, Siti Lulu Lutfiah, Ongko Prasetyo, Za Arasyirahma, Syahrul, Mutiara, Dahliana Syahri, RioAditama, Ade AlfanSyifa, Abdul Ghani, Aldy, Andy Widianto, Dhani, Rizka Ayustinandini, FerdyYulian, Indah, Nila, Neneng, Cahaya, Jeftri, H. Sulaiman, NurArdiansyah, Bima Suhardiman, Farida, Fadilah, beserta teman-teman lainnya yang belum tersebut, kakak dan adik-adik kelas yang telah memberikan semangat dan bantuannya dalam pembuatan skripsi ini. 14.Teman-teman satu atap kosan : Ega Maulana, Ubaidillah, Chairul Irfani,

Aditia Ramadhan, Muhammad Fauzi, Adi Komba, dan kanda Erik Hariyadi yang telah setia menemani, memberikan semangat dan saran kepada penulis.

15.Teman-teman HMI Cabang Ciputat dan HMI KOMFAKDA Cabang Ciputat yang telah menjadi tempat selama ini penulis berproses.

(9)

iv

Pratama, Deny Hidayat, Brian Muhammad serta adik-adik kelas lainnya yang belum tersebut dan telah memberikan semangat dan bantuannya dalam pembuatan skripsi ini.

Penulis senantiasa berdoa semoga amal baik yang telah diberikan, mendapatkan ridha dari Allah SWT. penulisserahkan semuanya dengan harpan semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar khusus bagi penulis dan umumnya bagi yang membacanya.

Jakarta, 24 Oktober 2013

(10)

v

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ……….. 9

E. Metodologi Penelitian ... 9

F. Sistimatika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Difusi Inovasi ... 14

B. Konseptualisasi Kampanye Politik ... 18

1. Pengertian dan Definisi Kampanye Politik ... 18

2. Model – Model Kampanye Politik ... 22

3. Varian Strategi Kampanye Politik ... 30

BAB III GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum, Sejarah Politik IAIN Jakarta... 38

B. Perkembangan Politik Kampus Era Student Goverment .... 42

C. Sekilas Pemilihan Raya 2010 UIN Syarif Hidayatullah ... 46

D. Profil Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) ... 50

E. Struktur Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) ... 51

F. Peran Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam Student Goverment dan Pemilihan Raya 2010 ... 54

G. Profil Kandidat Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) .... 56

(11)

vi

1. Penggunaan Media dalam Kampanye (tahap informasi) . 60 2. Kampanye PARMA Pada Pemilihan Raya 2010 (tahap

persuasif) ... 64

3. Perencanaann Kampanye PARMA (tahap penerimaan keputusan) ... 65

4. Kampanye PARMA Pada Pemilihan Raya 2010 (tahap evaluasi) ... 66

B. Analisis Model Kampanye PARMA dalam Pemilu Raya 2010 ... 68

1. Penggunaan Media dalam Kampanye ... 68

2. Faktor Pendukung dalam Kesuksesan Kampanye ... 76

3. Faktor Penghambat dalam Kesuksesan Kampanye ... 77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 81

(12)

vii BAB II

1. Bagan 1 Model Kampanye Difusi Inovasi BAB III

1. Gambar 1 Proses Kampanye Pada Pemilihan Raya 2010

2. Gambar 2 Debat Kandidat Capres dan Cawapres UIN Jakarta 2010 3. Gambar 3 Proses Pencoblosan Pada Pemilihan Raya 2010

4. Gambar 4 Keributan antar pendukung Partai Politik Kampus 5. Gambar 5 Lambang Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) BAB IV

1. Bagan 1 Tahap Perencanaan Kampanye PARMA 2. Gambar 1 Gambar Baligho PARMA

3. Gambar 2 Gambar Spanduk PARMA 4. Gambar 3 Gambar Stiker PARMA 5. Tabel 1 Kredibilitas Pelaku Kampanye 6. Tabel 2 Evaluasi Kampanye Politik

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kampanye merupakan salah satu bagian dari demokrasi. Kata demokrasi masih banyak disalahartikan, demokrasi menjadi kosakata umum bagi siapa saja yang hendak menyatakan pendapat. Demokrasi adalah prinsip dasar tata kehidupan masyarakat sipil (civil society), baik dalam interaksi sesama komponen masyarakat maupun masyarakat dengan negara.1 Dalam kampanye terdapat proses komunikasi politik yang harus dilakukan agar prosesnya dapat berjalan dengan baik.

Sejak Mei 1998, Indonesia memasuki era yang disebut oleh Samuel Huntington sebagai transisi menuju demokrasi2.Di Negara mana pun, era seperti ini senantiasa disambut gegap gempita karena diyakini akan member harapan baru berupa kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih manusiawi. Dikatakan lebih manusiawi karena demokratisasi yang hakiki merupakan proses peralihan sistem bernegara dari yang otoritarian (anti kemanusiaan) menuju Demokasi (yang menghargai dan menjungjung tinggi prinsip-prinsip dasar kemanusiaan).3

Untuk menjamin jalannya demokrasi dibutuhkan mekanisme perimbangan kekuasaan, tanpa perimbangan kekuasaan sulit membayangkan

1

Abdul Rozak dan A. Ubaedillah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 35.

2

Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat ( Jakarta: RMBooks, 2008 ), h. 1

3

(14)

demokrasi bisa berjalan. Sebuah kritikan adalah sesuatu yang sah dalam konteks demokrasi yang sedang ada di Negara ini.4

Tragisnya, kecenderungan mengabaikan akal sehat tak melulu mencemari dunia politik, dalam kehidupan beragama dan kebudayaan pun banyak sekali ditemukan fenomena yang mendistorsi akal sehat. Seperti kegiatan berpolitik, kegiatan ritual (keberagaman) dan berbudaya pun tak luput dari tangan-tangan kotor yang menjadikan agama dan budaya sebagai “Kuda

Troya”. Jika situasi seperti ini dibiarkan, kita tak bisa membayangkan, kearah manakah transisi demokrasi di negeri ini akan mengarah.

Dalam dunia politik, otonomi individu menjadi salah satu syarat tegaknya sistem demokrasi5. Dalam dunia ekonomi, otonomi individu menjadi penunjang utama tumbuhnya jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) bagi rakyat. Perpaduan demokrasi dan entrepreneurship dalam suatu Negara tidak diragukan lagi akan melahirkan kemajuan dan kesejahteraan.

Soekarno adalah proklamator Indonesia dan Presiden Pertama di Indonesia. Soekarno memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sampai menjadi Proklamator bersama-sama dengan Moh. Hatta. Saat memimpin Indonesia Soekarno mencoba berdiri di atas semua golongan dan memimpin mereka secara mutlak dengan alasan rakyat perlu dipimpin dalam memahami demokrasi yang benar.

Dalam alam demokrasi, tidak bisa membatasi atau melarang siapapun untuk tidak bicara, karena memang konstitusi kita menjamin warganya untuk berserikat, berkumpul dan berbicara sebebasnya asalkan tidak menabrak hak

4

Burhanuddin Napitupulu, Harakiri Politik Tokoh Nasional & elit GOLKAR ( Jakarta: RMBooks, 2007 ), h. 38

5

(15)

3

orang lain dan undang-undang yang ada. Pola pikir prediksi bermakna pilihan rasional dan hitung-hitungan matematis dan spekulatif dengan tujuan kemenangan6. Sedangkan tingkat pragmatisasi dimaknai sebagai pilihan jangka pendek tanpa harus terlalu dipusingkan oleh untung-rugi di masa depan.7

Melalui Amandemen UUD 1945, bangsa Indonesia mendirikan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dengan tujuan membangun demokrasi melalui pemilu yang jurdil, bersih, bebas, dan rahasia8. Sayangnya ketika pertama kali dipraktikan oleh KPU tahun 2004, pemilu legislatif maupun pilpres ini ditengarai banyak kecurangan, sarat politik uang dan pemilu yang paling KKN dalam penyelenggaraannya.

Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan salah satu bagian dari proses demokrasi yaitu kampanye. Kampanye merupakan element penting dan dapat menjadi alat memperkenalkan calon ataupun visi misi mereka kedepannya agar dapat diketahui khalayak secara utuh.

Ada beberapa model kampanye yang dapat dilakukan diantaranya,

Pertama, Model komponensial kampanye. Model ini mengambil

komponen-komponen pokok yang terdapat dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan kampanye. Model ini dapat mudah diidentifikasikan melalui pendekatan transmisi (transmission approach) daripada intraction approach.9

Komaruddin Hidayat & Haryono Yudhie, Manuver Politik Ulama, h. 3

8

Fuad Bawazier, Republik Keluh Kesah ( Jakarta: RMBooks, 2007), h. 118

9

(16)

Kedua, Model kampanye Ostergaard. Model ini dikembangkan oleh Leon Ostergaard, seorang teoritis dan praktisi kampanye kawakan dari Jerman (Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard telah terlibat dalam puluhan program kampanye perubahan sosial di negaranya. Jadi, model yang diciptakannya ini tidak muncul dari atas meja, tetapi dari pengalaman praktik di lapangan. Di antara berbagai model kampanye yang ada, model ini dianggap paling pekat sentuhan ilmiahnya.10

Ketiga, The five functional stages development model. Model ini dikembangkan oleh tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University AS pada awal tahun 1960-an (Larson, 1993). Model ini dianggap yang paling popular dan banyak diterapkan oleh berbagai belahan dunia. Kepopuleran ini tidak terlepas dari fleksibilitas model untuk diterapkan, baik pada candidate oriented campaign maupun kampanye lainnya. Focus model ini adalah pada tahapan kegiatan kampanye, bukan pada proses pertukaran pesan antara

campaigner dan campaignee.11

Keempat, The communicative functions model. Judith Trend dan Robert

Friendenberg adalah praktisi sekaligus pengamat kampanye politik di Amerika Serikat. Dalam bukunya yang bertajuk Political Campaign Communication, mereka merumuskan sebuah model kampanye yang dikonstruksi dari lingkungan politik. Sebagaimana model yang di kembangkan tim dari Yale University, model ini dan memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan

10

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 86

11

(17)

5

kampanye. Langkah-langkahnya dimulai dari surfacing, primary, nomination sampai election:12

Kelima, Model Kampanye nowark dan warneryd. Menurut McQuail &

Windahl (1993), model kampanye Nowak dan Warneryd merupakan salah satu contoh model tradisonal kampanye. Pada model ini, proses kampanye dimulai dari tujuan yang hendak dicapai dan diakhiri dengan efek yang diinginkan. Model ini merupakan deskripsi dari bermacam-macam proses kerja dalam kampanye. Di dalamnya juga terdapat sifat normatif, yang menyarankan bagaimana bertindak secara sistematis dalam meningkatkan efektifitas kampanye.13

Keenam, The diffusion of innovation model. Model difusi inovasi ini umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan (commercial campaign) dan kampanye yang beorientasi pada perubahan sosial (sosial change campaign). Penggagasnya adalah ilmuwan komunikasi kesohor, Everett M. Rogers.14

Pembinaan dan pencerdasan terhadap pemilih harusnya lahir dari golongan akademisi atau dunia perkuliahan. Kemudian ini menjadi suatu acuan bahwa di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta terdapat proses berdemokrasi dalam setiap pemilihan pemimpin mulai dari tingkat jurusan hingga universitas. Dalam pelaksanaannya setiap calon-calon yang telah lolos beberapa tahapan seleksi oleh pihak KPU UIN Jakarta di berbagai tingkatan untuk menjaring dengan beberapa syarat yang harus di penuhi dan bekerjasama dengan Panitia Pengawas Pemilu (PANWASLU) UIN Jakarta, Pihak Rektorat

12

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 91-92

13

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93

14

(18)

UIN Jakarta, beberapa UKM di Kampus UIN Jakarta yang bergerak dalam bidang Media Massa sebagai lembaga Independen dan sebagainya.

Alasan penulis tertarik melakukan penelitian ini dikarenakan sistem demokrasi di UIN Syarif Hidayatullah ini menjadi banyak bahan referensi dari universitas lainnya dalam melaksanakan demokrasi di masing-masing kampusnya khususnya kampus yang berada dibawah Departemen Agama. Dalam salah satu prosesnya terdapat sebuah kampanye yg merupakan bagian paling berperan dalam mengajak pemilih untuk memilih pasangan calon. Model kampanye inilah yang membuat penulis tertarik untuk menelitinya.

Dari gambaran tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap masalah ini yang dituangkan dalam skripsi dengan judul : “Model Kampanye Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) Dalam Pemenangan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan Raya 2010’’

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka model kampanye yang dimaksud oleh penulis yaitu hanya kepada Model Kampanye PARMA dalam pemenangan Badan Eksekutif Mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah pada Pemilihan Raya Tahun 2010 dalam perpektif Teori

(19)

7

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah dia tas maka menurut penulis merumuskan masalah adalah suatu pernyataan yang dirumuskan dalam kalimat tanya, bersifat padat isi, jelas maksudnya serta memberikan petunjuk tentang kemungkinan mengumpulkan data guna menjawab pernyataan yang terkandung di dalamnya.15

Rumusan masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana Model kampanye PARMA Dalam Pemenangan Badan

Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta pada Pemilihan Raya tahun 2010?

Rumusan tersebut dapat dirinci sebagai berikut : a. Bagaimana informasi kampanye?

b. Bagaimana persuasi kampanye?

c. Bagaimana tahap membuat keputusan untuk mencoba? d. Bagaimana tahap konfirmasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

15

(20)

1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Teoritis

Untuk dapat mengetahui model kampanye Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) Sebagai Partai Politik Kampus di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Tujuan Praktis

Untuk dapat menjadi acuan dan pedoman bagi sistem kelembagaan mahasiswa yang menganut partai politik kampus di universitas-universitas lain.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui model-model kampanye yang dilakukan oleh

Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam proses pemenangan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakartasehingga dapat menjadi wawasan pada proses demokrasi lainnya baik didalam maupun diluar lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(21)

9

D. Tinjuan Pustaka

Penelitian sebelumnya yang menjadi acuan atas tinjauan pustaka peneliti terkait strategi kampanye politik, yaitu:

Judul skripsi: Strategi Marketing Politik Lembaga Konsultan Komunikasi Fastcomm Dalam Pemenangan Partai Islam di Pemilu Legislatif 2009.

Penelitian dilakukan oleh Shulhan Rumaru, S.Sos.I, mahasiswa S1 Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta, tahun 2010.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah pembahasan mengenai strategi kampanye politik yang merupakan bagian dari proses pemenangan. Adapun perbedaannya, dalam penelitian Shulhan Rumaru, lebih membahas tentang Marketing Politik sebagai upaya pemenangan pada pemilu legislatif 2009. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan olehg peneliti, lebih terfokus pada model-model kampanye dalam proses pemenangannya.

E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

(22)

social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.16

Jenis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu paparan atau menggambarkan yang jelas bagaimana proses pemenangan dapat berjalan dengan baik dan memberikan kecerdasan berpolitik arahnya spesifik pada situasi atau peristiwa yang terjadi, artinya tidak mencari hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Pengertian metode penelitian deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara: Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan memperkuat data, maka peneliti melakukan wawancara bebas terpimpin (Semi Structured Interview) yaitu wawancara dengan menggunakan interview guide atau pedoman wawancara yang dibuat berupa daftar pertanyaan.17 Peneliti mewawancarai Tb. Ace Hasan Syadzily selaku presiden IAIN (sekarang UIN) ke-1 dan Ali Irfani selaku Ketua Umum PARMA Periode 1999-2000.

b. Dokumentasi: Peneliti melakukan proses pengumpulan dan pengambilan data berdasarkan tulisan-tulisan berbentuk file pemenangan, buku, foto, maupun arsip-arsip milik Partai Reformasi Mahasiswa ataupun tulisan lain yang berkaitan dengan bahasan penelitian ini.

16

Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif (Jakarta:UIN Jakarta Press,2006), Cet ke 1, h.7

17

(23)

11

3. Pengolahan Data

Peneliti menggunakan metode Deskritif Kualitatif untuk mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan. Peneliti menganalisis data yang telah didapat, baik dari hasil wawancara, dokumentasi, maupun buku-buku dengan cara menggambarkan dan menjelaskannya dalam bentuk kata-kata. Data yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini berupa tulisan dan lisan (Verbal) bukan berupa nominal yang menunjukan angka.

4. Analisis Data

Pada tahap ini penulis melakukan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Peneliti akan mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan menganalisa data kemudian yang terakhir adalah mengambil kesimpulan yang berwujud kata-kata. 5. Pedoman Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, peneliti mengacu pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang disusun oleh Hamid Nasuhi dkk, diterbitkan oleh CEQDA (Centre For Quality Development And Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

(24)

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahulu, yang berisi lima bab antara lain: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN TEORITIS

Kajian Teoritis mengenai Diffusi of Innovation, Konseptualisasi Pengertian dan definisi kampanye politik, Model-Model Kampanye, dan Varian strategi kampanye politik.

BAB III GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum dan Sejarah Politik IAIN Jakarta, Perkembangan politk kampus era student goverment, Sekilas Pemilihan Raya (PEMIRA) 2010 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Profil Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA), Struktur PARMA, Peran PARMA pada Student Goverment & PEMIRA 2010 dan Profil Kandidat PARMA

BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISI

Pada bab ini penulis membahas penyajian dan analisis data yang diperoleh dari PARMA dalam Pemilu Raya 2010 terkait model-model kampanye.

BAB V PENUTUP

(25)

14 BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Teori Difusi Inovasi (Diffusion of Innovations)

Teori Difusi Inovasi menjelaskan bagaimana inovasi-inovasi tertentu berkembang dan diadopsi oleh masyarakat. Teori ini berguna dalam menganalisis kolaborasi-kolaborasi yang tepat antara penggunaan komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi untuk membuat masyarakat mengadopsi suatu produk, prilaku, atau ide tertentu yang dianggap baru (inovasi).1

Artikel berjudul The People’s Choise yang ditulis oleh Paul Lazarsfeld, Bernard Berelson dan H Gaudet tahun 1944 menjadi titik awal munculnya teori difusi inovasi. Dalam teori difusi inovasi, dikatakan bahwa komunikator yang mendapatkan pesan dari media massa sangat kuat untuk mempengaruhi orang-orang.2

Dalam keterangan lain, difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori di abad ke-19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation”, Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Rogers menjelaskan gagasan Tarde mengenai teori kurva S sebagai berikut: pertama, hanya beberapa individu saja yang menerima ide baru tersebut, kemudian

1

Antar Venus, Manajemen Kampanye, (Bandung: Simbiosa Rekatman, 2004),h. 33.

2

(26)

sejumlah besar orang menerima inovasi tersebut, dan akhirnya tingkat penerimaan berkurang.3

Adanya produk, perilaku, atau ide terbaru akan membuat sebagian orang ingin menjadi pihak pertama yang mengapdopsi penemuan tersebut, sementara sebagian lainnya akan menunggu hingga sebagian besar kelompok mereka menerima dan mengapdopsi hal baru tersebut. Menurut teori ini, saluran komunikasi yang paling efektif yang dapat digunakan untuk menyampaikan ide-ide serta penemuan baru adalah opinion leaders dan jaringan sosial dalam kelompok masyarakat. Sebuah inovasi akan dapat diadopsi secara maksimal oleh masyarakat dengan menggunakan two-step flow communication. Langkah pertama adalah transmisi informasi melalui media kepada khalayak massa, selanjutnya untuk langkah kedua adalah validasi pesan oleh orang yang dihormati khalayak tersebut.4

Ada kolaborasi antara media massa dan kontak antarpribadi. Kolaborasi tersebut akan sangat membantu individu dalam membuat keputusan untuk menerima atau menolak. Pada dasarnya keputusan tersebut sangat dipengaruhi oleh pertanyaan-pertanyaan berikut ini:5

1. Apakah inovasi tersebut lebih baik daripada apa yang selama ini dipercaya atau digunakan?

2. Apakah inovasi tersebut mudah dipahami dan digunakan?

3. Apakah orang lain dalam kelompok utama menggunakan inovasi tersebut? Bagaimana pengalaman mereka selama mengapdopsi inovasi tersebut? 4. Apakah inovasi tersebut sesuai dengan norma-norma sosial yang dianut

masyarakat serta gambaran diri individu tersebut?

5. Apakah ada kemungkinan untuk mencoba inovasi tersebut terlebih dahulu sebelum benar-benar mengapdopsinya?

6. Seberapa besar komitmen yang diperlukan untuk mengunakan inovasi?

3

Morrisan, Teori Komunikasi Massa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 144.

4

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34.

5

(27)

16

Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership, yakni ide yang menjadi penting diantara para peneliti efek media beberapa decade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih berpengetahuan disbanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa mempengaruhi komunitasnya untuk mengapdopsi sebuah inovasi.6

Sebagaimana yang diungkapkan Rogers dan Singhal yang dikutip dalam buku Morrisan, difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide atau gagasan dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan melalui saluran penerimaan tertentu, pada waktu tertentu diantara anggota sistem sosial. Teori ini dipopulerkan oleh Everett M. Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of innovations.7

Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena berbagi situasi dimana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan kebijakan public, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya berada di luar jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik. Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi-inovasi umumnya petani dan masyarakat pedesaan. Praktik-praktik awal difusi-inovasi dilakukan di Amerika Serikat pada dasawarsa 20-an dan 30-an, dan sekarang banyak digunakan untuk program-program pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang.8

6

Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 144.

7

Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 141.

8

(28)

Studi yang dilakukan Rogers terhadap berbagai riset mengenai difusi inovasi yang tersebar dalam berbagai disiplin ilmu yang dilakukannya selama bertahun-tahun menemukan beberapa kesamaan bahwa seluruh studi atau riset yang dilakukan melibatkan empat hal, yaitu: (a) inovasi, (b) komunikasi antara satu orang dengan orang lainnya, (c) adanya masyarakat atau komunitas, (d) adanya elemen waktu.9

Kemudian Everett M. Rogers dan Floyd G yang dikutip dalam buku Elvinaro Erdianto, Shoemaker memutuskan kembali teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 4 tahap dalam suatu proses diffuse inovasi, yaitu:10

1. Pengetahuan: kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.

2. Persuasi: individu membentuk atau memiliki sikap yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut.

3. Keputusan: terlibat dalam aktifitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengapdopsi atau menolak inovasi.

4. Konfirmasi: individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah diambil sebelumnya jika pesan-pesan mengenai inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan lainnya.

Awal perkembangannya teori ini menduduki peran pimpinan opini dalam mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Tetapi difusi inovasi juga bisa langsung mengenai khalayaknya. Menurut teori ini sesuatu yang baru akan menimbulkan keingintahuan masyarakat untuk ingin mengetahuinya pula. Difusi mengacu pada penyebaran informasi baru, inovasi atau proses baru keseluruh masyarakat.11

Untuk inovasi-inovasi tertentu, individu dapat digolongkan berdasarkan waktu yang mereka perlukan untuk mengapdpsi suatu hal baru, yaitu:

9

Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 141.

10

Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 66.

11

(29)

18

inovator, pengapdopsi pertama, mayoritas pengapdopsi awal, mayoritas pengapdopsi akhir, dan kelompok tertinggal (laggard). Kelompok yang paling sulit untuk diyakinkan dan diubah perilakunya adalah mayoritas pengapdopsi akhir dan kelompok tertinggal.12

Inovasi adalah suatu ide karya atau objek yang dianggap baru oleh seseorang. Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota suatu sistem sosial menentukan tingkat adopsi:13

1. Relative adventage (keuntungan relatif) adalah suatu derajat di mana inovasi dirasakan lebih baik daripada ide lain yang menggantikannya. Derajat keuntungan relatif tersebut dapat diukur secara ekonomis, tetapi faktor prestasi sosial, kenyamanan, dan kepuasan juga merupakan unsur penting.

2. Compatibility (kesesuaian) adalah suatu derajat di mana inovasi dirasakan konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman, dan kebutuhan mereka yang melakukan adopsi.

3. Complexity (kerumitan) adalah mutu derajat di mana inovasi dirasakan sukar untuk dimengerti dan dipergunakan.

4. Trialability (kemungkinan dicoba) adalah mutu derajat di mana inovasi di eksperimentasikan pada landasan yang terbatas.

5. Observability (kemungkinan diamati) adalah suatu derajat di mana inovasi dapat disaksikan oleh orang lain.

B. Konseptualisasi Kampanye

1. Pengertian dan Definisi Kampanye Politik

Sebagai bagian dari proses demokrasi di Indonesia Kampanye politik saat ini dapat dirasakan sebagai sebuah keniscayaan, seiring dengan makin tingginya persaingan di ranah politik. Kampanye merupakan bagian dari ilmu komunikasi politik atau sering di sebut public relation politik dan memegang peranan penting dalam aktivitas yang dilakukan oleh para pelaku politik. Namun, kampanye dalam

12

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34.

13

(30)

penerapannya di dunia politik tentu mengalami sebuah redefinisi, dengan maksud bahwa apabila diterapkan dalam dunia politik sehingga dikenal dengan kampanye politik.

Politik, sebagai seni kemungkinan-kemungkinan, selalu menempatkan komunikasi sebagai salah satu unsur pokok di dalamnya. Kendati komunikasi bukanlah obat mujarab untuk semua penyakit, nyaris mustahil proses-proses politik bisa maksimal tanpa peran komunikasi di setiap tahapannya.14

Orang sering mempersamakan kampanye dengan propaganda. Hal ini tidak sepenuhnya salah karena keduanya memang merupakan wujud tindakan komunikasi yang terencana dan sama-sama ditujukan untuk mempengaruhi khalayak. Kampanye dan propaganda juga sama-sama menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk menyampaikan gagasan-gagasan mereka. Jadi pada kenyataannya memang ada beberapa kemiripan diantara kedua konsep tersebut. Bedanya, istilah propaganda telah dikenal lebih dulu dan memiliki konotasi yang negative, sementara istilah kampanye baru memasyarakat pada tujuh puluh tahun terakhir serta memiliki citra positif dan akademis.15

Pengertian secara umum tentang istilah kampanye yang dikenal sejak 1940-an campaign is generally exemply persuasion in action (kampanye secara umum menampilkan suatu kegiatan yang bertitik tolak

14

AntarVenus, Manajemen Kampanye, h. 4.

15

(31)

20

untuk membujuk), dan telah banyak dikemukakan beberapa ilmuwan, ahli dan praktisi komunikasi.16

kampanye sebagai “Serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu

tertentu”.17

Menurut Rajasundaram seperti dikutip dalam buku Rosady Ruslan, a campaign is a coordinated use of different methods of communication aimed at focusing attention on a particular problem and

its solution over a periode of time. Suatu kampanye merupakan

koordinasi dari berbagai perbedaan metode komunikasi yang memfokuskan perhatian pada permasalahan tertentu dan sekaligus cara pemecahannya dalam kurun waktu tertentu.18

Sementara itu, menurut Pfau dan Parrot dalam buku Gun Gun Heryanto, a campaign is conscious sustained and incremental process designed to be implemented over a specified period of time for purpose of

influencing a specified audience. kampanye adalah suatu proses yang

dirancang secara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu dengan tujuan memengaruhi khalayak sasaran yang telah ditetapkan.19

16

Rosady Ruslan, Kampanye Public Relations, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1997),h. 23

17

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h. 83

18

Rosady Ruslan, Kampanye Public Relations,h. 23-2

19

(32)

Adanya metode dan konsep kampanye yang diterapkan dalam dunia politik, terasa ada gairah tersendiri dalam pemahaman dan praktik politik saat ini. Politik menjadi lebih dekat dengan masyarakat, menjadi wacana yang sering didiskusikan, dibincangkan, didebatkan, bahkan dihadirkan dengan berbagai pendekatan ke masyarakat dan lebih disukai oleh kalangan manapun.

Selain definisi kampanye, kita perlu mengetahui definisi politik sebab kampanye politik secara mendasar ditopang oleh bidang ilmu politik. Delia noer mendefinisikan politik sebagaimana yang dikutip Gun Gun Heryanto bahwa politik merupakan aktifitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat.20

Dengan demikian, kampanye adalah tindakan komunikasi yang terorganisir yang diarahkan khalayak tertentu, dan pada periode waktu tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Menurut Charles U. Larson seperti yang dikutip dalam buku Gun-Gun Heryanto membagi tiga jenis kampanye sebagai berikut:21

a. Product-oriented campaigns. Kampanye yang berorientasi pada produk umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Motivasinya adalah memperoleh keuntungan financial.

b. Candidat-oriented campaigns. Kampanye yang berorientasi pada kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk memperoleh kekuasaan politik. Jenis ini sering juga disebut Political campaigns.

20

Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta: Lasswell Visitama, 2010), h. 5

21

(33)

22

c. Ideologically campaigns. Jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan sering kali berdimensi perubahan sosial. Disebut sebagai social change campaigns.

2. Model Kampanye Politik

Dalam buku Dedi Mulyana (2000) yang dikutip oleh Gun Gun Heryanto, Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut). Jadi model bukanlah fenomena itu sendiri. Model hanyalah gambaran tentang fenomena atau realitas yang telah disederhanakan. Model hanya mengambil aspek dan ciri-ciri tertentu dari realitas yang dianggap umum, penting, dan relevan. Karena alesan ini, maka sebuah konstruksi model tidak pernah sempurna. Namun begitu, model memiliki manfaat untuk memudahkan pemahaman tentang proses berlangsungnya suatu hal.22

Umumnya, model-model kampanye memusatkan perhatiannya pada penggambaran tahapan proses kegiatan kampanye. Boleh dikatakan tidak ada model yang berupaya menggambarkan proses kampanye berdasarkan unsur-unsurnya, sebagaimana terjadi dalam menjelaskan proses komunikasi. padahal, kegiatan kampanye pada intinya adalah kegiatan komunikasi. karena itu, menampilkan model kampanye dengan menggambarkan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya menjadi penting. Tujuan agar kita dapat memahami fenomena kampanye, bukan hanya

22

(34)

dari tahapan kegiatannya, melainkan juga interaksi antarkomponen yang terdapat di dalamnya.23

a. Model Komponensial Kampanye

Model ini mengambil komponen-komponen pokok yang terdapat dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan kampanye. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya meliputi: sumber kampanye, saluran, pesan, penerima kampanye, efek dan umpan balik. Unsur-unsur ini harus dipandang sebagai satu kesatuan yang mendeskripsikan dinamika proses kampanye.24

Model ini dapat mudah diidentifikasikan melalui pendekatan transmisi (transmission approach) daripada intraction approach. Alasan yang mendasarinya adalah bahwa kampanye merupakan kegiatan komunikasi yang direncanakan. Bersifat purposive (bertujuan), dan sedikit membuka peluang untuk saling bertukar informasi dengan khalayak (interactive). Lebih dari itu, kampanye merupakan kegiatan yang bersifat persuasive yang sumbernya (campaigner) secara aktif berupaya mempengaruhi penerima (campaignee) yang berada dalam posisi pasif. Karena, perbedaan posisi ini, maka proses bertukar peran selama kampanye berlangsung menjadi sangat terbatas.25

23

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85

24

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85

25

(35)

24

Model kampanye dengan pendekatan transmisi yang searah ini tidak memandang pendekatan interaktif sebagai hal yang tidak penting. Pada beberapa setting kampanye yang menggunakan saluran personal dan pendekatan interaktif dianggap lebih efektif dan realistis. Pada situasi yang demikian, maka perlu dikonstruksi model kampanye yang sesuai.26

Ketika pesan-pesan diterima khalayak diharapkan muncul efek perubahan pada diri mereka. Terjadi atau tidaknya efek perubahan tersebut dapat diidentifikasikan dari umpan balik yang diterima sumber. Umpan balik untuk mengukur efektivitas kampanye dapat muncul dari pesan itu sendiri, saluran yang digunakan atau respons penerima. Akhirnya dapat dikatakan bahwa keseluruhan proses keseluruhan proses kampanye tidak terlepas dari gangguan (noise). Sumber dapat mengidentifikasi potensi gangguan tersebut pada semua komponen kampanye yang ada.27

b. Model Kampanye Ostergaard

Dalam Buku Gun Gun Heryanto model ini dikembangkan oleh Leon Ostergaard, seorang teoritis dan praktisi kampanye kawakan dari Jerman (Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard telah terlibat dalam puluhan program kampanye perubahan sosial di negaranya. Jadi, model yang diciptakannya ini tidak muncul dari atas meja, tetapi dari pengalaman praktik di lapangan. Di antara berbagai

26

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 86

27

(36)

model kampanye yang ada, model ini dianggap paling pekat sentuhan ilmiahnya.28

Menurut Ostergaard yang dikutip Gun Gun Heryanto didalam bukunya, sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan sosial yang tidak didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidaklah layak untuk dilaksanakan. Alasannya, karena program semacam itu tidak akan menimbulkan efek apa pun dalam menanggulangi masalah sosial yang dihadapi. Karenanya, lanjut pakar kampanye ini, sebuah program kampanye hendaknya selalu dimulai dari identifikasi masalah secara jernih. Langkah ini disebut juga tahap prakampanye.29

Untuk mendapatkan rujukan teoretis-ilmiah tentang masalah yang ada kita dapat memanfaatkan ilmu-ilmu sosial murni seperti sosiologi dan psikologi. Bila dari analisis ini diyakini bahwa masalah tersebut dapat dikurangi lewat pelaksanakan kampanye maka kegiatan kampanye perlu dilaksanakan. Bila kenyataannya demikian maka kita dapat memasuki tahap kedua yakni perancangan program kampanye. Namun, pada kenyataannya banyak masalah yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan melaksanakan kampanye.30

c. The Five Functional Stages Development Model

Dalam buku Gun Gun Heryanto model ini dikembangkan oleh tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University AS pada awal tahun 1960-an (Larson, 1993). Model ini dianggap yang paling

28

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 86

29

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 87

30

(37)

26

popular dan banyak diterapkan oleh berbagai belahan dunia. Kepopuleran ini tidak terlepas dari fleksibilitas model untuk diterapkan, baik pada candidate oriented campaign maupun kampanye lainnya. Focus model ini adalah pada tahapan kegiatan kampanye, bukan pada proses pertukaran pesan antara campaigner dan campaignee.31

Pada kampanye produk, legitimasi seringkali ditunjukan melalui testimony atau pengakuan konsumen tentang keunggulan produk tersebut. Testimony tersebut dapat diberikan oleh public figure. Pada cause oriented campaign yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan.32

d. The Communicative Functions Model

Judith Trend dan Robert Friendenberg adalah praktisi sekaligus pengamat kampanye politik di Amerika Serikat. Dalam bukunya yang bertajuk Political Campaign Communication seperti yang dikutip oleh Gun Gun Heryanto, mereka merumuskan sebuah model kampanye yang di konstruksi dari lingkungan politik. Sebagaimana model yang di kembangkan tim dari Yale University, model ini dan memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan kampanye. Langkah-langkahnya dimulai dari surfacing, primary, nomination sampai election:33

1) Tahap surfacing (pemunculan). Tahap ini, lebih banyak berkaitan dengan membangun landasan tahap berikutnya, seperti; memetakan daerah-daerah yang akan dijadikan tempat

31

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 89

32

Antar Venus, Manajemen Kampanye,h. 18

33

(38)

kampanye, membangun kontak dengan tokoh-tokoh setempat atau orang-orang “kita” yang berada di daerah tersebut, mengorganisasikan pengumpulan dana, dan sebagainya. Tahap umumnya dimulai begitu seseorang secara resmi mencalonkan diri untuk jabatan politik tertentu. Pada tahap ini, khalayak akan melakukan evaluasi awal terhadap citra kandidat secara umum. 2) Tahap primary. Pada tahap ini, kita berupaya untuk

memfokuskan perhatian khalayak pada kandidat, gagasan, atau lembaga yang telah kita munculkan di arena persaingan. Pada tahap ini, kita mulai melibatkan khalayak untuk mendukung kampanye yang dilaksanakan. Dalam konteks politick, tahap ini merupakan yang paling kritis dan paling mahal. Dikatakan kritis karena disini kita secara ketat bersaing dengan kandidat-kandidat lain, yang dalam proses persaingan itu mungkin saja kita menghamburkan janji-janji yang kemudian tidak dapat terpenuhi. Dikatakan mahal, karena pada tahap inilah sesungguhnya kita bersaing untuk dapat nominator selanjutnya yang akan dipilih oleh khalayak.

3) Tahap nominasi. Tahap ini menempatkan kandidat kita mendapat pengakuan masyarakat, memperoleh liputan media secara luas, atau gagasan menjadi topik pembicaraan anggota-anggota masyarakat.

4) Tahap pemilihan. Pada tahap ini, biasanya masa kampanye telak berakhir. Namun, secara terselubung sering kali para kandidat

“membeli” ruang tertentu pada dari media massa agar kehadiran

mereka tetap dirasakan. Di beberapa negara dengan tingkat korupsi yang tergolong sangat tinggi seperti di Indonesia, maka

tahap pemilihan ini ada fenomena yang disebut “serangan fajar”.

e. Model Kampanye Nowark dan Warneryd

(39)

28

bertindak secara sistematis dalam meningkatkan efektifitas kampanye.34

Pada model Nowak dan Warneryd ini terdapat tujuh elemen kampanye yang harus diperhatikan, yakni sebagai berikut:35

1) Intended effect (efek yang diharapkan). Efek yang hendak dicapai harus dirumuskan dengan jelas. Dengan demikian, penentuan elemen-elemen lainnya akan lebih mudah dilakukan. Kesalahan umum yang sering terjadi adalah terlalu mengagung-agungkan potensi efek kampanye, sehingga efek yang ingin dicapai menjadi tidak jelas dan tegas.

2) Competiting communication (persaingan komunikasi). Agar

suatu kampanye menjadi efektif, maka perlu diperhitungkan potensi gangguang dari kampanye yang bertolak belakang (counter campaign).

3) Communication object (objek komunikasi). Objek kampanye

biasanya dipusatkan pada satu hal saja, karena untuk objek yang berbeda menghendaki metode komunikasi yang berbeda. Ketika objek kampanye telah ditentukan, pelaku kampanye akan dihadapkan lagi pada pilihan apa yang akan ditonjolkan atau ditekankan pada objek tersebut.

4) Target population & receiving group (populasi target dan kelompok penerima). Kelompok penerima adalah bagian dari populasi target. Agar penyebaran pesan lebih mudah dilakukan, maka pesan lebih baik ditujukan kepada opinion leader (pemuka pendapat) dari populasi target.

5) The channel (saluran). Saluran yang digunakan dapat

bermacam-macam bergantung pada karakteristik kelompok penerima dan jenis pesan kampanye.

6) The message (pesan). Pesan dapat dibentuk sesuai dengan karakteristik kelompok yang menerimanya. Pesan juga dapat dibagi ke dalam tiga fungsi, yakni menumbuhkan kesadaran, memengaruhi dan memperteguh, serta meyakinkan penerima pesan bahwa pilihan atau tindakan mereka adalah benar.

7) The communicator/sender (komunikator/pengirim pesan).

Komunikator dapat dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya seorang ahli atau seorang yang dipercaya khalayak, atau bahkan seseorang yang memiliki keduanya. Pendeknya, komunikator harus memiliki kredibilitas di mata penerima pesannya.

8) The obtained effect (efek yang dicapai). Efek kampanye meliputi: efek kognitif (perhatian, peningkatan pengetahuan dan

34

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93

35

(40)

kesadaran), efektif (berhubungan dengan perasaan, mood dan sikap), dan konatif (keputusan, bertindak dan penerapan).

f. The Diffusion of Innovation Model

Menurut Gun Gun Heryanto dalam bukunya, Model difusi inovasi ini umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan (commercial campaign) dan kampanye yang beorientasi pada perubahan sosial (sosial change campaign). Penggagasnya adalah ilmuwan komunikasi ke sohor, Everett M. Rogers.36

Dalam model ini, Rogers menggambarkan adanya empat tahap yang akan terjadi ketika proses kampanye berlangsung (Larson, 1993):37

1) Tahap informasi (information). Pada tahap ini, khalayak diterpa informasi tentang lembaga/kandidat atau gagasan yang dianggap baru. Terapan ini bertubi-tubi dan dikemas dalam bentuk pesan yang menarik akan menimbulkan rasa ingin tahu khalayak tentang produk atau gagasan tersebut.

2) Tahap persuasi (persuasion). Ketika khalayak tergerak mencari tahu dan mendapati bahwa produk tersebut menarik minat mereka, maka dimulailah tahap persuasi atau tahap mempengaruhi khalayak.

3) Tahap membuat keputusan untuk mencoba (decition, adoption and trial) yang di dahului oleh proses menimbang-nimbang tentang berbagai aspek produk tersebut.

4) Tahap konfirmasi atau reevaluasi. Tahap ini hanya dapat terjadi bila orang telah mencoba memilih partai atau kandidat yang ditawarkan. Berdasarkan pengalaman mencoba, khalayak mulai mengevaluasi dan mempertimbangkan kembali tentang produk tersebut.

36

Heryanto, Gun Gun & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 94

37

(41)

30

Bagan 2.1. Model Difusi Inovasi

Dalam model difusi inovasi ini tahap keempat menempati posisi yang sangat strategis karena akan menentukan apakah seseorang akan menjadi pemilih yang loyal atau sebaliknya. Rogers juga menyadari bahwa tidak semua tahapan yang ada akan dilalui khalayak. Bahkan pada beberapa kasus khalayak berhenti pada tahan pertama38

Dalam praktik kampanye, kesuksesan seseorang melakukan kampanye akan sangat tergantung pada kredibilitas pelaku kampanye. Kredibilitas itu sendiri memiliki beberapa aspek antara lain adalah: keterpercayaan, keahlian, daya tarik, dan tentunya adalah faktor pendukung lainn seperti keterbukaan, ketenangan dan kemampuan bersosialisasi.39

38

Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011),h.85.

39

Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik,h.85-86

INFORMASI

PERSUASI

KEPUTUSAN PENERIMAAN

PERCOBAAN

(42)

3. Varian Strategi Kampanye Politik

Untuk mencapai tujuan-tujuan politik yang ditargetkan setiap partai politik, institusi politik, bahkan target lakon politik perseorangan tentu tidak hanya membutuhkan konsep dan metode pada tataran teoritis yang mendukung misi tersebut. Dibutuhkan juga berbagai konsep dan metode terapan atau varian strategi pada tataran praktik yang sesuai dengan perkembangan dan mobilitas persaingan di ranah politik.

Dalam hal ini, munculnya kampanye politik dengan varian baru dalam ranah politik, juga menyodorkan bermacam strategi yang mampu membantu dan mendongkrak popularitas serta kemajuan kontestan politik untuk mencapai tujuan-tujuan politik yang diinginkan.

Segelontor program kerja dan janji-janji manis partai politik yang digulirkan lewat media massa sejatinya untuk melihat dan mengetahui respons atau feedback dari masyarakat, berbagai polesan dan konstruksi

image pun mempesona lewat media. Jor-joran kampanye dalam polesan

citra ini yang menjadi warna tersendiri, sebab masing-masing partai ikut andil dalam memoles citra kandidat dan program mereka.

Secara umum, peneliti mengelompokkan strategi kampanye politik menjadi dua varian, yaitu: strategi kampanye politik melalui media dan kampanye politik non media.

a. Strategi Kampanye Politik Melalui Media

(43)

32

mediator politik yang sangat efektif untuk mengkomunikasikan berbagai gagasan-gagasan maupun kritik-kritik diantara pelaku politik.40

Secara umum Schramm mengartikan saluran (kampanye) sebagai

“perantara apapun yang memungkinkan pesan-pesan sampai kepada penerima. Sementara Klingeman dan Rommele (2002) secara lebih spesifik mengartikan saluran kampanye sebagai segala bentuk media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. Bentuknya berupa kertas yang digunakan untuk menulis pesan, telepon, internet, radio atau bahkan televise. Para ahli kampanye umumnya tidak tertarik melakukan debat konseptual tentang perbedaan saluran dengan media. Mereka hanya berpendapat bahwa media adalah bagian dari saluran.41

Dalam kampanye politik, media masaa cenderung ditempatkan sebagai saluran komunikasi utama karena hanya lewat media inilah khalayak dalam jumlah besar dapat diraih. Terkait dengan kemampuan media massa dalam memengaruhi sikap, pendapat dan perilaku khalayak, Klapper (Mcquail, 1987) membedakan enam jenis perubahan yang mungkin terjadi akibat penggunaan media massa yakni: (a). Menyebabkan perubahan yang diinginkan, (b). Menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan, (c). Menyebabkan perubahan kecil,

40

Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56.

41

(44)

(d). Memperlancar perubahan, (e). Memperkuat apa yang ada, dan (f). Mencegah perubahan.42

Ada dua kecenderungan penyelenggaraan kampanye dalam memanfaatkan media:43

1) Kelompok pertama adalah mereka yang menerapkan strategi kampanye satu arah (uni-directional campaign). Dalam hal ini, tindakan memengaruhi khalayak dilakukan secara tidak langsung. Di sini, pelaku sepenuhnya mengendalikan media massa. Strategi ini disebut media oriented campaign.

2) Kelompok kedua menerapkan kampanye yang bersifat dua arah (bi-directional campaign). Dalam konteks ini, penyelenggara kampanye menyadari keterbatasan media massa dalam memengaruhi khalayak sasaran. Karena itu, pemanfaatan saluran komunikasi kelompok dan antar pribadi sangat dipentingkan untuk mengoptimalkan pesan-pesan yang disampaikan lewat media massa. Strategi ini disebut juga audience oriented campaign.

Terlepas dari kelebihan dan keterbatasan media massa dalam memengaruhi khalayak, menurut Rogers, peran media massa dalam kampanye tetap penting. Alasannya, lanjut Rogers, karena sasaran kampanye adalah orang banyak, publik dan masyarakat, dan untuk mencapai mereka maka kampanye lebih menggantungkan diri pada media massa sebagai saluran utamanya.44

Aplikasi strategi marketing politik melalui media dapat dikategorikan dalam tiga bentuk saluran media, yaitu melalui media lini atas (aboveline media), media lini bawah (belowline media), media baru

(New Media). Pada tahun PEMILU 2009 di Indonesia, praktik

42

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 84-85.

43

Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56

44

(45)

34

marketing politik dapat kita amati dalam proses kampanye politik

melalui saluran media tersebut.45

Jenis saluran media mempunyai karakteristik tersendiri. Aboveline media (surat kabar, TV, radio, film, dan majalah memiliki karakteristik:

penyebaran informasi yang sama dapat disebarkan bersifat serempak, khalayak penerima pesan cenderung akronim, dan mampu menjangkau khalayak secara luas. Sedangkan karakteristik belowline media (poster, leafet, folder, spanduk, baligho, point of purchase, bus stop, flyers, dsb), yaitu komunikan yang dijangkau tertentu, baik dalam jumlah maupun wilayah sasaran, mampu menjangkau khalayak yang dijangkau media lini atas, dan cenderung tidak serempak. Sedangkan new media dalam hal ini internet (direct email, blog, e-PR, website, dsb), hanya mampu menjangkau khalayak yang memiliki ketersediaan sarana internet dan khalayak yang melek teknologi tersebut, media unggul dalam kecepatan penyebaran informasi dan pengembangan wacana publik.46

Memasuki abad 21, para ahli komunikasi umumnya meyakini bahwa khalayak adalah kumpulan individu yang aktif. Mereka senantiasa mengolah berbagai pesan yang mereka terima dari media massa tertentu dan akan menafsirkan pesan tersebut dengan caranya masing-masing (secara individual). Dengan demikian khalayak yang

berbeda akan „membaca‟ media secara berbeda pula bergantung pada

45

Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56

46

(46)

latar belakang mereka, pengalaman, jenis media, usia, minat dan berbagai faktor lainnya yang mencirikan individualitas khalayak.47

Dalam buku Manajemen Kampanye Banyak sekali penelitian yang berusaha menjelaskan bagaimana orang menggunakan media massa yang berbeda-beda. Pola penggunaaan media yang beragam ini mengacu pada subjek permasalahan dan afiliasi demografis khalayak. Dalam penelitian yang dilakukannya, Roper (Shimp & Delozier,) membuktikan bahwa orang lebih senang menggunakan TV daripada radio untuk mendapatkan informasi yang umum.48

Tentu saja untuk mengefektifkan kampanye politik di media massa juga sangat perlu memerhatikan beberapa prinsip-prinsip umum yang diturukan dari riset mengenai pengaruh komunikator dalam keberhasilan usaha persuasive (dalam Dan Nimmo, 1993:50).49

Kampanye politik lewat media lini bawah (belowline media) hampir digunakan oleh semua partai politik karena cost yang dikeluarkan tak sebesar anggaran belanja iklan di TV, radio, dan koran. Selain murah, media lini bawah lebih bersifat personal sehingga proses propaganda dan persuasif dari partai politik langsung mengenai sasaran individu. Media yang digunakan sebagai sarana penyalur pesan, diantaranya papan reklame, brosur, baligho, spanduk, bulletin, poster, dan leaflet.

b. Strategi Kampanye Politik Non Media

47

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 86.

48

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 86.

49

(47)

36

Beberapa bentuk saluran komunikasi politik dalam pembahasan ini, sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk pemasaran produk-produk politik. Dalam hal ini, saluran komunikasi tersebut disajikan sarana atau unsur yang memungkinkan pesan-pesan politik dapat sampai kepada masyarakat. Almond dan Powell (1966) seperti yang dikutip Zulkarimein dalam bukunya mengemukakan beberapa struktur komunikasi yang juga dimaksudkan sebagai saluran komunikasi politik, yaitu:50

1) Face to Face Informal

Struktur wawanmuka informal (face to face informal), merupakan saluran yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan politik. Seterusnya, seperti yang ditemukan pada sistem organisasi manapun, ternyata disamping struktur yang formal dari suatu organisasi atau sistem, senantiasa terdapat pula struktur informal

yang “membayangi”-nya. Saluran ini bersifat bebas, dalam arti tidak terikat oleh struktur formal. Namun, tidak semua orang dapat akses ke saluran ini dalam kadar yang sama.

2) Struktur Sosial Tradisional

Struktur sosial tradisional seperti diketahui juga merupakan saluran komunikasi yang memiliki keampuhan-keampuhan tersendiri, karena pada masyarakat yang bersangkutan memang arus komunikasi ditentukan oleh posisi sosial pihak yang berkomunikasi (khalayak maupun sumber). Artinya, pada lapis yang mana yang bersangkutan berkedudukan dan (tentunya akan menentukan pula akses di susunan sosial masyarakat tersebut.

Dalam masyarakat tradisional, susunan struktur sosial yang ada menentukan siapa yang layak berkomunikasi dengan siapa, tentang masalah apa, dan dengan cara apa. Dengan kata lain, struktur sosial tradisional pada hakikatnya mempunyai aturan-aturan yang menentukan, baik pola maupun arus komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat tersebut. dapat disimpulkan bahwa dalam masyarakat tradisional terdapat suatu struktur sosial yang sekaligus berfungsi sebagai saluran komunikasi tempat lewatnya

50

(48)

informasi atau pesan-pesan, dari dan ke pihak-pihak yang telah ditentukan menurut ketentuan hierarki struktur sosial itu sendiri.

3) Struktur Input

Almond dan Powell mendefinisikan struktur input sebagai struktur yang memungkinkan terbentuknya/ dihasilkannya input bagi sistem politik yang dimaksud, mencakup transaksi antara sistem politik dengan komponen dari lingkungan domestik maupun luar. Menurut kedua ahli tersebut, dan partai politik, merupakan saluran komunikasi yang bermakna dalam komunikasi politik.

Organisasi-organisasi yang disebut di atas, memiliki sifat paling dasar yakni melakukan transmisi kepentingan, baik yang umum (populer) dan yang khusus, ke arah yang digariskan oleh kepemimpinan politik yang berkuasa. kehadiran struktur-struktur yang dimaksud ini,menurut mereka setidak-tidaknya pada sistem yang membolehkan mereka bebas dari kontrol pemerintah, merupakan kesempatan bagi warga negara biasa untuk mempunyai sejumlah besar saluran akses ke elit politik.

Dengan akses ke salah satu struktur itu, dan kebebasan untuk membentuk yang baru, bila diperlukan, maka warga negara dengan mudah dapat menyuarakan tuntutan-tuntutan mereka. Lebih dari itu, kelompok kepentingan yang terorganisir dan partai politik, merupakan suatu saluran penting untuk menyebarluaskan informasi mengenai aktivitas elit pada masyarakat yang bersangkutan.

4) Struktur OutPut

Struktur atau saluran output politik yang dimaksud adalah seperti legislatif dan birokrasi. Dengan kata lain, struktur output adalah struktur formal dari pemerintahan. memang struktur kepemerintahan, khususnya birokrasi, memungkinkan pemimpin-pemimpin politik mengomunikasikan petunjuk bagi pelaksanaan peraturan-peraturan untuk aneka macam pemegang jabatan politik dengan cara yang efisien dan jelas. Efisien karena jalur kepemerintahan tentunya dengan dukungan kewenangan dan wibawa yang dimilikinya dapat dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan secara cepat dan mudah.

(49)

38

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum, Sejarah Politik IAIN Jakarta

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam sistem perpolitikan kampus memiliki banyak catatan.Perubahan dari AIDA-IAIN-UIN yang mengiringi lebih dari setengah abad perjalanan kampus ini juga turut menyertai pergerakan mahasiswanya.Dalam konteks pemerintahan mahasiswa, berbagai jenis juga pernah berlaku diterapkan.Substansinya adalah sejauh mana mahasiswa memiliki wadah atau sarana aktualisasi aktivismenya, khususnya intra kampus.1

Sepanjang sejarahnya, organiasi kemahasiswan di UIN Jakarta banyak mengalami pasang surut dan perubahan bentuk. Sejak kelahirannya pada tahun 1960, organisasi kemahasiswaan UIN Jakarta berbentuk lembaga-lembaga kemahasiswaan yang terdiri atas :

1. Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) sebagai lembaga legistalif tingkat institut.

2. Dewan Mahasiswa (DEMA) sebagai lembaga eksekutif tingkat institut. 3. Musyawarah Komisariat (MUSKOMA) sebagai lembaga eksekutif

tingkat Fakultas.

4. Senat Mahasiswa (SEMA) sebagai lembaga eksekutif tingkat institut. 5. Komisariat Tingkat (KOMTING) sebagai pengurus kelas atau tingkat.

Sepintas terlihat bentuk kelembagaan organisasi kemahasiswaan kala itu belum cukup ideal.Namun, dengan wadah organisasi yang sedemikian rupa, mahasiswa IAIN tetap aktif menjalankan fungsinya, bukan saja wadah

1

(50)

kegiatan mahasiswa, namun juga sebagai kekuatan kontrol yang aktif merespon isu-isu nasional.Terlahir dalam situasi politik yang penuh bergejolak bersama dengan elemen-elemen gerakan pemuda dan pelajar lainnya, mahasiswa IAIN turut serta menorah sejarah tahun 1966 dengan TRITURA-nya.

Akhir dari keruntuhan Orde Lama awal-awal masa kekuatan Orde Baru adalah masa yang penuh dengan intrik dan gejolak.Dan secara perlahan tapi pasti, Soeharto menjalankan politik hegemoninya.Dengan alasan stabilitas politik dan pembangunan ekonomi, dominasi Soeharto yang ditopang oleh militer semakin kuat.Hingga pada tanggal 15 Januari 1974 terjadi malapetaka 15 Januari (MALARI).2

Peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari) adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan social yang terjadi pada tanggal 15 Januari 1974.Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka Kakuei sedang berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1947).Mahasiswa merencanakan menyambut kedatangannya dengan berdemontrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Tanggal 17 Januari 1974 pukul 08.00, Perdana Menteri (PM) Jepang itu berangkat dari istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden Soeharto dengan helicopter dari Bina Graha ke pangkalan Udara.3

Peristiwa MALARI ternyata membawa dampak yang sangat besar bagi organisasi kemahasiswaan intra kampus.Melalui Menteri Pendidikan dan

2

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 10

3

Gambar

GAMBARAN UMUM
Gambar Baligho PARMA
GAMBARAN UMUM
figure. Pada cause oriented campaign yang ditujukan untuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Satuan Kerja Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Aceh Tamiang Sumber Dana APBK Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2011 mengundang Penyedia

Hasil penelitian dan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa teknik pematangan/penyiapan pengikut dan teknik human relation secara simultan dan parsial berpengaruh

Projek ini dibina berdasarkan model kren menggunakan litar kawalan motor arus terus (AT) yang dikawal oleh PIC. Sehubungan dengan itu satu program khas untuk PIC

KA YU rotan adalah material terbaik sebagai pengganti tulang manusia karena struktur kayu rotan memiliki rongga di bagian dalam sehingga darah, serabut saraJ, dan materi lain

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan segala karunia, nikmat dan rahmat-Nya yang tak terhingga kepada penulis,

Tabel 4.28 Perubahan Tabel Transportasi Akibat Variabel x 12 Dijadikan Basic Variable – Iterasi 2

Makcik kamu ingin belikan buku untuk kamu.Beliau meminta kamu memilih buku yang kamu suka?. Tulis mesej bersama tiga sebab mengapa kamu memilih

(1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan minat belajar IPA materi Struktur Bumi dan Matahari pada siswa kelas V SD Negeri Pesayangan 01 antara pembelajaran