• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Albedo Jeruk Bali Merah ( Citrus Maxima Merr. )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Albedo Jeruk Bali Merah ( Citrus Maxima Merr. )"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI ALBEDO JERUK

BALI MERAH ( Citrus maxima Merr. )

SKRIPSI

MELDA DAMAYANTI LUBIS

090802019

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI ALBEDO JERUK BALI MERAH (Citrus maxima MERR.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

MELDA DAMAYANTI LUBIS

090802019

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI

ALBEDO JERUK BALI MERAH

(Citrus maxima Merr.)

Kategori : SKRIPSI

Nama Mahasiswa : MELDA DAMAYANTI LUBIS Nomor Induk Mahasiswa : 090802019

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM ( FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, September 2013

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dra. Frida Simanjuntak Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D NIP: 1958 0509 1986 012001 NIP: 1952 0828 1982 031001

Diketahui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI ALBEDO JERUK BALI MERAH

(Citrus maxima Merr.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa

kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2013

MELDA DAMAYANTI LUBIS

(5)

PENGHARGAAN

Segala Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan anugerahNya yang begitu besar, sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang indah yang telah ditetapkanNya.

(6)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoida yang terdapat pada albedo jeruk bali merah (Citrus maxima Merr.) telah dilakukan secara maserasi dengan pelarut metanol.

Ekstrak pekat metanol dilarutkan dengan etil asetat sampai larutan etil asetat bening. Ekstrak pekat etil asetat dilarutkan dengan metanol. Ekstrak metanol pekat kemudian dihidrolisa dengan HCl 2 N, kemudian filtratnya diekstraksi dengan kloroform. Ekstrak pekat kloroform dianalisis dengan KLT, kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel dan fasa gerak n-heksana : etil asetat dengan perbandingan (90:10)v/v, (80:20)v/v, (70:30)v/v dan (60:40)v/v. Fraksi dari perbandingan (80:20)v/v selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis preparatif dan direkristalisasi untuk mendapatkan senyawa murni. Senyawa murni yang diperoleh

dari hasil isolasi berbentuk kristal jarum, berwarna kuning kecoklatan dengan massa = 9,2 mg, titik lebur 146-148o C dan Rf = 0,72. Selanjutnya senyawa yang

(7)

ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUNDS FROM ALBEDO OF RED

BALI CITRUS ( Citrus maxima Merr.)

ABSTRACT

Isolation of flavonoid compound from albedo of red bali citrus (Citrus maximaMerr.) has been done with maceration by methanol solvent. The concentrated extract then dissolved with aethyl acetate until the solution clear. The concentrated extract of aethyl acetate then dissolved with methanol. The concentrated extract of methanol then hydrolized by HCl 2 N. Then, the filtrate was extracted with chloroform to get the flavonoid compound. The concentrated chloroform extract was analysed with thin layer chromatography, then separated with column chromatography with silica gel as the stationary phase and n-hexane : ethyl acetate (90:10)v/v, (80:20)v/v, (70:30)v/v dan (60:40)v/v as the mobile phase. The fractions from n-hexane : ethyl acetate (80:20)v/v were purified with TLC preparative and recrystallization to get a pure

coumpound. The pure coumpound is tawny crystal with weight = 9,2, melting point = 146-1480 C and Rf = 0,72 . The compound further identified analysis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Lampiran ix

Daftar Gambar x

Daftar Tabel xi

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 3

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Lokasi Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 5

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1 Tumbuhan Jeruk Bali Merah 5

2.1.1 Morfologi Tumbuhan Jeruk Bali Merah 5 2.1.2 Manfaat Buah Jeruk Bali Merah 6 2.1.3 Sistematika Tumbuhan Jeruk Bali Merah 6

2.2 Tumbuhan Jeruk Bali 6

2.3 Klasifikasi Bahan Alam 8 2.3.1 Senyawa Metabolit Primer 8

2.3.2 Senyawa Metabolit Sekunder 9

2.4 Senyawa Flavonoida 9

2.4.1 Struktur Dasar Flavonoida 11

2.4.2 Kegunaan Senyawa Flavonoida 12

2.4.3 Klasifikasi Senyawa Flavonoida 13 2.4.4 Sifat Kelarutan Senyawa Flavonoida 21

2.5 Teknik Pemisahan 22

2.5.1 Ekstraksi 22

2.5.2 Kromatografi 23

2.5.2.1 Kromatografi Lapis Tipis 23 2.5.2.2 Kromatografi Kolom 25 2.5.2.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif 26

2.6 Teknik Spektroskopi 27

2.6.1 Spektrofotometer Ultra-Violet (UV-Vis) 27 2.6.2 Spektrofotometer Inframerah (FT-IR) 29 2.6.3 Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) 30

Bab 3 Metedologi Penelitian 32

(9)

3.2 Bahan-bahan 33

3.3 Prosedur Penelitian 33

3.3.1 Penyediaan Sampel 33

3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Albedo Jeruk Bali Merah 33 3.3.2.1 Skrining Fitokimia 34 3.3.2.2 Analisis Kromatografi Lapis Tipis 34

3.3.3 Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol dari 35 Albedo Jeruk Bali

3.3.4 Pemblokan Tanin 35

3.3.5 Hidrolisis Gula 35

3.3.6 Ekstraksi Partisi dengan Kloroform 36 3.3.7 Isolasi Senyawa Flavonoida dengan kromatografi Kolom 36 3.3.8 Pemurnian Hasil Isolasi 37 3.3.8.1 Pemurnian Hasil Isolasi dengan 37 Kromatografi Lapis Tipis

3.3.8.2 Rekristalisasi 38 3.3.9 Uji Kemurnian Hasil Isolasi 38 3.3.9.1 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan 38 Kromatografi Lapis Tipis 3.3.9.2 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan 38

Penentuan Titik Lebur

3.3.10 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi 39 3.3.10.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer 39 Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)

3.3.10.2 Identifikasi dengan Spektrofotometer 39 Inframerah (FT-IR)

3.3.10.3 Identifikasi dengan Spektrofotometer 39 Resonansi Magnetik Inti Proton ( 1H-NMR)

3.4 Bagan Skrining Fitokimia 40 3.4.1 Bagan Skrining Fitokimia dengan Metanol 40 3.4.2 bagan Skrining Fitokima dengan Etil Asetat 41 3.5 Bagan Penelitian 42

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 44

4.1 Hasil 44

4.2 Pembahasan 49

Bab 5 Kesimpulan dan saran 52

5.1 Kesimpulan 52

5.2 Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 56

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Determinasi Buah Jeruk Bali Merah 57 (Citrus maximaMerr.)

Lampiran B. Gambar Albedo dan Buah Jeruk Bali Merah 58 (Citrus maximaMerr.)

Lampiran C. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Lapisan Metanol 59 Albedo Jeruk Bali Merah (Citrus maximaMerr.)

Lampiran D. Kromatogram Lapis Tipis Senyawa Hasil Isolasi 61 Penampakan Noda FeCl3 5% setelah kromatografi Kolom Lampiran E. Kromatogram Lapisan Tipis Senyawa Hasil Isolasi 62

Penampakan Noda FeCl3 dengan Uji Kemurnian

Lampiran F. Spektrum Ultra-Tampak (UV-Visible) Senyawa Pembanding 63 Lampiran G. Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 64 Lampiran H. Lampiran H. Spektrum Ekspansi 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 65

Pada δ = 7,3-7,4 dan Pada δ = 6,8-6,9

Lampiran I. Spektrum Ekspansi 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi Pada 66 δ = 3,1483-3,1742 ppm dan δ = 2,7514-2,7449 ppm

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Dasar Senyawa Flavonoida 12

Gambar 4.1 Spektrum UV-Visible Senyawa hasil Isolasi 45

Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi 46

Gambar 4.3 Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 48

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Golongan-golongan flavonoida menurut Harborne 20 Tabel 2.2 Tabel Rentang serapan spektrum UV-tampak flavonoida 28

(13)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoida yang terdapat pada albedo jeruk bali merah (Citrus maxima Merr.) telah dilakukan secara maserasi dengan pelarut metanol.

Ekstrak pekat metanol dilarutkan dengan etil asetat sampai larutan etil asetat bening. Ekstrak pekat etil asetat dilarutkan dengan metanol. Ekstrak metanol pekat kemudian dihidrolisa dengan HCl 2 N, kemudian filtratnya diekstraksi dengan kloroform. Ekstrak pekat kloroform dianalisis dengan KLT, kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel dan fasa gerak n-heksana : etil asetat dengan perbandingan (90:10)v/v, (80:20)v/v, (70:30)v/v dan (60:40)v/v. Fraksi dari perbandingan (80:20)v/v selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis preparatif dan direkristalisasi untuk mendapatkan senyawa murni. Senyawa murni yang diperoleh

dari hasil isolasi berbentuk kristal jarum, berwarna kuning kecoklatan dengan massa = 9,2 mg, titik lebur 146-148o C dan Rf = 0,72. Selanjutnya senyawa yang

(14)

ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUNDS FROM ALBEDO OF RED

BALI CITRUS ( Citrus maxima Merr.)

ABSTRACT

Isolation of flavonoid compound from albedo of red bali citrus (Citrus maximaMerr.) has been done with maceration by methanol solvent. The concentrated extract then dissolved with aethyl acetate until the solution clear. The concentrated extract of aethyl acetate then dissolved with methanol. The concentrated extract of methanol then hydrolized by HCl 2 N. Then, the filtrate was extracted with chloroform to get the flavonoid compound. The concentrated chloroform extract was analysed with thin layer chromatography, then separated with column chromatography with silica gel as the stationary phase and n-hexane : ethyl acetate (90:10)v/v, (80:20)v/v, (70:30)v/v dan (60:40)v/v as the mobile phase. The fractions from n-hexane : ethyl acetate (80:20)v/v were purified with TLC preparative and recrystallization to get a pure

coumpound. The pure coumpound is tawny crystal with weight = 9,2, melting point = 146-1480 C and Rf = 0,72 . The compound further identified analysis

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Menurut

perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah

menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan erat dengannya. Senyawa flavonoid

terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari,

bunga, buah dan biji. Kebanyakan flavonoida ini berada dalam tumbuhan, kecuali

alga. Flavonoida yang terdapat didalam tumbuhan dapat digunakan sebagai pelindung

tubuh manusia dari radikal bebas dan dapat mengurangi resiko penyakit kanker dan

peradangan (Markham,1988).

Flavonoid juga disebut sebagai bioflavonoid, yang merupakan anggota terbesar

dari suatu grup polifenol dan merupakan metabolit sekunder yang diekstraksi dari

tanaman dan ditemukan paling banyak pada makanan anggur merah, teh hitam,

bawang dan apel. Secara umum ditemukan pada tumbuhan dari bunga-bunga dan

buah untuk melindungi diri dari predator. Pada buah jeruk juga terdapat senyawa

flavonoida. Bagian terpenting senyawa flavonoida juga mempunyai aktivitas untuk

mengobati rekasi alergi, antikanker, mengobati diabetes dan infeksi virus. Flavonoid

juga mencegah oksidasi, stimulasi sistem imun, mencegah pembentukan dari

karsinogenik dan melindungi dari bakteri dan virus (Yongping, 2004).

Menurut buku The Handbook of Natural Flavonoids bahwa tumbuhan jeruk

(Citrus) ini mengandung senyawa golongan flavonoida yang mempunyai aktivitas.

Harbone dan Herber Baxter melaporkan bahwa beberapa jenis jeruk (Citrus)

mengandung beberapa jenis senyawa flavonoida yaitu: C.funadoko, C.limettioide,

(16)

Menurut K.Heyne dan J.B.Harborne bahwa ada beberapa jenis jeruk (Citrus)

yang telah dikenal yaitu : C.aurantifolia, C.Hystrix DC, C.Japonica Thunb,

C.Maxima Merr, C.Medica Linn, C.nobilis Lour (Heyne, 1950). Dari genus Citrus terdapat 16 spesies anggota Citrus, salah satunya adalah Citrus maxima Merr.

(Setiawan, 2000). Pada buku The Handbook of Natural Flavonoids dikatakan bahwa

jenis Citrus ini memiliki manfaat sebagai antiperoksidatif, antioksidan, antibakteri,

antivirus (Harborne,1999) dan antikanker (Evans, 1998).

C. maxima Merr. adalah jenis jeruk besar yang tanamannya berbentuk pohon dan berkayu. Tingginya bergantung pada varietas dan umur tanaman. Jeruk ini

berumur 16 tahun tingginya sekitar 5 m. Batangnya ada yang berduri dan ada yang

mulus tidak berduri. Daun berbentuk bulat telur dan lebih besar dari jenis jeruk lain.

Tepi daunnya agak rata, sedang dekat ujungnya agak berombak dan ujungnya tumpul.

Bunganya merupakan bunga tunggal atau majemuk yang bertandan. Berat buahnya

bervariasi antara 0,75-1,5 kg per buah dengan diameter 10-20 cm. Kulit buah jeruk

terdiri menjadi tiga lapisan, yaitu kulit luar, kulit bagian tengah dan kulit bagian dalam

(Ade, 2000).

Albedo, lapisan spon di bawah kulit, terdiri dari selulosa, karbohidrat yang

mudah larut, pektin, flavonoid dan asam amino. Flavonoid pada albedo disebut

naringin ditemukan oleh De Vry pada tahun 1886 pada tanaman buah grape dari Jawa

dan pada bunga dan kulit buah C. decumana (Midian, 2007).

Kandungan metabolit sekunder dari kulit (peel) dari jeruk bali merah

(C.maximaMerr.) ini telah pernah diteliti oleh Teng bersama rekan-rekannya, mereka memperoleh senyawa kumarin dengan metode ekstraksi cairan supercritical dan

HPLC ( Teng et all , 2005).

O

O O

O

O O

OMe

(17)

Dari uraian diatas dan beberapa literatur penelitian yang telah dilakukan

terhadap buah jeruk bali merah maka peneliti tertarik untuk meneliti albedo jeruk bali

merah (Citrus maxima Merr.) yang merupakan salah satu Genus Citrus, khususnya mengenai senyawa flavonoida yang terkandung dalam tumbuhan ini.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana cara mengisolasi senyawa

flavonoida yang terdapat pada albedo jeruk bali merah.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui senyawa flavonoida yang terdapat

dalam albedo jeruk bali merah.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian dapat memberikan informasi ilmiah pada bidang Kimia Bahan

Alam bahwa dari albedo jeruk bali merah terkandung senyawa flavonoida.

1.5. Lokasi penelitian

1. Tempat pengambilan sampel

Sampel yang digunakan diperoleh dari daerah Rambung Baru, Sembahe, Kecamatan

Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.

2. Tempat melakukan penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Bahan Alam Hayati FMIPA Universitas

(18)

3. Lokasi Identifikasi Kristal Hasil Isolasi

Analisis Spektrofotometer Inframerah (FT-IR), Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel

(UV-Vis) dan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) dilakukan di Pusat Penelitian Kimia – LIPI, kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang.

1.6. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap albedo jeruk bali

merah (C. maximaMerr.) berupa serbuk halus yang kering sebanyak 1030 gram. Tahap awal dilakukan uji skrining fitokimia untuk senyawa flavonoida, yaitu dengan

menggunakan pereaksi FeCl3 5 %, NaOH 10%, Mg-HCl dan H2SO 4(p) . Tahap isolasi yang dilakukan :

1. Ekstraksi Maserasi

2. Pemisahan Tanin

3. Ekstraksi Partisi

4. Hidrolisa

5. Analisis Kromatografi Lapis Tipis

6. Analisis Kromatografi Kolom

7. Analisis Kromatografi Preparatif

8. Rekristalisasi

9. Analisis Senyawa Hasil Isolasi

Tahap analisis senyawa hasil isolasi yang dilakukan adalah :

1. Analisis Kromatografi Lapis tipis

2. Pengukuran Titik Lebur

3. Identifikasi dengan menggunakan spektrofotometer Infra Merah (FT-IR),

spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis) dan spektrofotometer Resonansi

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Jeruk Bali Merah

2.1.1 Morfologi Jeruk Bali Merah (Citrus maximaMerr.)

Tanaman jeruk bali merah berbentuk pohon dan berkayu. Tingginya tergantung

varietas dan umur tanaman. Jeruk ini yang berumur 16 tahun tingginya sekitar 5 m.

Batang tanaman keras, kuat dan bengkok-bengkok. Diameternya sekitar 10-15 cm.

Batang diselimuti oleh oleh kulit batang yang cukup tebal. Batangnya ada yang

berduri dan ada yang mulus tidak berduri. Daun berbentuk bulat telur dan lebih besar

dari jenis lain. Tepi daunnya agak rata, sedang dekat ujungnya agak berombak dan

ujungnya tumpul. Bunganya merupakan bunga tunggal atau majemuk yang bertandan.

Tiap tangkai jeruk bali menghasilkan satu buah dan bakal buah berkerucut. Setelah tua

buah berubah menjadi bulat besar. Berat buahnya bervariasi antara 0,75-1,5 kg per

buah dengan diameter 10-20 cm. Ketebalan kulit buah bergantung pada varietasnya.

Kulit buah jeruk ini terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu kulit luar, kulit bagian tengah

dan kulit bagian dalam. Kulit luar ada yang berwarna hijau, hijau kekuningan atau

kuning. Sedang kulit buah bagian tengah berwarna putih bersih dan kulit bagian dalam

berwarna pink muda. Tiap buah jeruk ini biasanya berisi 11-16 ruang atau sisir. Di

dalam kulit buah bagian dalam inilah bias dijumpai daging buahnya yang segar dan

banyak mengandung air. Daging buah ada yang putih, merah muda dan merah

(20)

2.1.2 Manfaat Jeruk Bali Merah

Manfaat dari jeruk bali merah pada beberapa literatur yaitu dinyatakan memiliki

kandungan flavonoida yang mempunyai aktivitas sebagai poliferation, sitotoksik dan

apoptosis terhadap kanker colon (Daniel et all, 1999). Literatur lain juga melaporkan

bahwa flavonoida yang terkandung dalam tumbuhan jeruk (Citrus) mempunyai

aktivitas sebagai antikanker (Evans, 1998).

2.1.3 Sistematika Jeruk Bali Merah (Citrus maximaMerr.)

Sistematika buah jeruk bali merah adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Rutales

Genus : Citrus

Spesies : Citrus maxima Merr. Nama Lokal : Jeruk Bali Merah

2.2 Tumbuhan Jeruk Bali

Jeruk Besar dalam bahasa Inggris disebut pummelos, bahasa Indonesia jeruk besar dan bahasa Jawa jeruk gulung. Jenis jeruk ini dapat tumbuh dengan baik didataran rendah hingga ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Jenis jeruk ini lebih menyukai

daerah yang bertopografi datar (tidak bervariasi), permukaan air tanahnya dalam dan

tidak tergenang air. Jenis jeruk berasal daerah kepulauan Polynesia sampai

semenanjung Malaka. Berarti jenis jeruk ini asli berasal dari Indonesia. Setiap pohon

yang besar dapat menghasilkan buah sebanyak 200 buah dalam satu musim. Waktu

berbunga sama seperti jenis jeruk lain. Waktu pembentukan bunga sampai buah masak

membutuhkan waktu sekitar 7-8 bulan. Jeruk besar terdiri dari berbagai macam jenis,

(21)

Jeruk Silempang, Jeruk Oyod Gondong, Jeruk Delima Kepyar (Kanisius, 1994), Jeruk Nambangan-Madiun, Jeruk Bali, Jeruk Gulung, Jeruk Pandanwangi (Soelarso, 1996).

Pomelo adalah sebutan untuk jeruk besar. Di Indonesia lebih dikenal sebagai

jeruk bali atau jeruk gulung. Meskipun popular dengan sebutan jeruk bali, sentra jeruk

ini bukan dipulau Bali, melainkan di Nambangan, Magetan (Jawa Timur). Tanaman

jeruk bali tidak hanya terdapat di Nambangan. Tanaman asli Indonesia sudah

menyebar di Iran, Pakistan, India, Malaysia, RRC dan Australia. Salah satu

varietasnya, yaitu pomelo sudah dikembangkan di Negara-negara subtropis dan

popular dengan sebutan grapefruit. Ukuran grapefruit sedikit lebih kecil dari jeruk bali

dan kegunaannya hanya untuk konsentrat. Konsentrat grapefruit yang didinginkan

biasa diminum pada pagi hari sebelum masyarakat menyantap roti, kentang, daging

dan sarapan lainnya.

Jeruk bali merupakan terna pohon dengan pertumbuhan cabang mulai dari

pangkal batang. Ketinggian tajuk hanya sekitar 10 m. Batang jeruk bali berkayu keras

dan liat. Daun jeruk bali berbentuk jorong dengan ujung meruncing dan bersayap pada

bagian tangkainya. Warna daun hijau muda, tebal dan mengilap. Bunga berwarna

putih dan dan beraroma sangat harum, tumbuh pada ujung ranting. Bentuk buah

bervariasi mulai dari bundar agak pipih hingga bundar sempurna. Warna kulit buah

bervariasi dari hijau gelap sampai hijau kekuningan setelah masak. Diameter buah

rata-rata sekitar 20 cm. Biji berukuran sekitar 1 cm. Daging buah mudah diurai,

berwarna mulai dari putih, kekuningan merah jambu dan merah tua. Rasanya

bervariasi dari masam, manis masam, manis sampai manis bercampur getir (agak

pahit). Menteri pertanian RI melepas tujuh varietas jeruk bali. Ketujuh varietas

tersebut adalah nambangan, nambangan merah, nambangan putih, nagetan tanpa biji,

(22)

2.3 Klasifikasi Bahan Alam

Bahan alam didefenisikan di sini sebagai senyawa organik dengan bobot molekul

antara 100 hingga 2000. Dalam arti yang lebih luas, istilah bahan alam juga dapat

digunakan untuk senyawa ruahan dari alam, seperti bahan tanaman mentah, bahan

makanan, resin dan eksudat tanaman atau ekstrak bahan tanaman (Heinrich, 2005).

Senyawa kimia bermolekul besar merupakan bagian utama dalam organ

tanaman kering. Senyawa bermolekul besar ini berfungsi sebagai pembentuk struktur

tanaman (selulosa, kitin, lignin dan pektin), sebagai cadangan makanan amilum,

protein, lipoprotein) atau untuk memenuhi fungsi metabolisme penting lainnya

(protein dan enzim). Senyawa kimia dari tanaman yang berbeda-beda dapat disari

dengan pelarut umum; berupa senyawa kimia tanaman dengan molekul kecil.

Sejumlah kelompok bahan alam dapat dibuat dari asam amino fenilalanin, terutama

fenilpropana, lignin, kumarin dan flavonoid, semuanya memiliki substruktur umum

yang berbasis cincin 6-karbon aromati (unit C6) dengan rantai 3-karbon (unit C3)

yang melekat pada cincin aromatik. Dengan meningkatnya jenis dan tipe senyawa

yang ditentukan didalam berbagai bahan alam, senyawa yang terdapat dalam

tumbuhan adalah senyawa metabolit primer dan senyawa metabolit sekunder

(Heinrich, 2005).

2.3.1 Senyawa Metabolit Primer

Polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat merupakan penyusun utama dari

makhluk hidup, karena itu disebut metabolit primer. Keseluruhan proses sintesis dan

perombakan zat-zat ini, yang dilakukan oleh organisme untuk kelangsungan hidupnya,

disebut proses-proses metabolisme primer. Metabolisme primer dari semua organisme

(23)

2.3.2 Senyawa Metabolit Sekunder

Proses-proses kimia jenis lain terjadi hanya pada spesies tertentu sehingga

memberikan produk yang berlainan, sesuai dengan spesiesnya. Reaksi yang demikian

nampaknya tidak merupakan proses yang terpenting bagi eksistensi dari suatu

organisme, karena itu disebut proses metabolisme sekunder. Produk-produk

metabolisme sekunder, serupa dengan yang semula disebut sebagai produk alami oleh

para ahli kimia organik (Manitto, 1981).

Senyawa kimia bermolekul besar merupakan bagian utama dalam organ

tanaman kering. Senyawa bermolekul besar ini berfungsi sebagai pembentuk struktur

tanaman ( selulosa, kitin, lignin dan pektin), sebagai cadangan makanan amilum,

protein, lipoprotein) atau untuk memenuhi fungsi metabolisme penting lainnya

(protein dan enzim). Senyawa kimia dari tanaman yang berbeda-beda dapat disari

dengan pelarut umum; berupa senyawa kimia tanaman dengan molekul kecil. Di

antara senyawa kimia tanaman bermolekul kecil ini terdapat sekelompok senyawa

kimia yang banyak dijumpai dalam semua tanaman; dan kelompok senyawa kimia

yang khas untuk tanaman tertentu. Senyawa kimia molekul kecil dari kelompok yang

disebut terakhir dengan penyebaran terbatas; selanjutnya kelompok ini disebut sebagai

metabolit sekunder. Berikut ini beberapa penggolongan metabolit sekunder ; minyak

atsiri, alkaloid, flavonoid, tanin, resin, glikosida, kumarin, terpenoid dan steroid

(Midian, 2007).

Metabolit sekunder meskipun tidak sangat penting bagi eksistensi suatu

individu, sering berperan pada kelangsungan hidup suatu spesies dalam perjuangan

menghadapi spesies-spesies lain. Misalnya: zat kimia untuk pertahanan, penarik seks

dan feromon (Manitto, 1981).

(24)

Senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15

atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh

rantai linear yang terdiri dari tiga atom karbon. Kerangka ini dapat ditulis sebagai C6 -C3-C6. Jadi senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diarilpropana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 biarilpropana, sedang senyawa-senyawa

neoflavonoida adalah senyawa 1,1 diarilpropana (Manitto, 1992).

Senyawa flavonoid diturunkan dari unit C6 – C3 (fenilpropana) yang bersumber dari asam sikimat (via fenilalanin) dan unit C6 yang diturunkan dari jalur poliketida. Fragmen poliketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA, yang

bergabung dengan unit C6 – C3 ( sebagai KoA tioester) untuk membentuk unit awal triketida. Oleh karena itu, flavonoid yang berasal dari biosintesis gabungan terdiri atas

unit-unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur poliketida.

Unit awal triketida mengalami siklisasi oleh enzim kalkon sintase untuk

membentuk gugus kalkon pada flavonoid. Kemudian terjadi siklisasi untuk

menghasilkan cincin piranon yang mengandung inti flavanon, yang dapat memiliki

ikatan C2 – C3 teroksidasi (tak jenuh) untuk menghasilkan gugus flavon, atau dihidroksilasi pada posisi C3 cincin piranon untuk menghasilkan gugus flavanol pada

flavonoid. Flavanol ini selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan antosianin, yang

memberikan warna biru terang pada bunga dan anggur merah gelap (Heinrich, 2005).

Adapun struktur dari flavonoida adalah struktur yang mempunyai dua cincin

aromatik yang dihubungkan dengan tiga karbon yang membentuk suatu cincin yang

terdapat gugus eter (C-O-C) dan satu karbonil (C=O) yang dinotasikan cincin C.

Kedua cincin aromatik ini dinotasikan cincin A dan B. Pada cincin A dan B ada

dijumpai atau terdapat substituent hidroksil (OH) atau metoksi, juga gugus gula yang

bentuk C-glikosida atau O-glikosida. Tapi ada juga senyawa flavonoida tanpa adanya

gugus C=O yang disebut senyawa flavan (Ikan, 1969).

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan alga.

Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar,

(25)

melaporkan adanya flavonoid pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau

berang-berang, ‘propopolis’ (sekresi lebah) dan didalam sayap kupu-kupu ; itupun dengan

anggapan bahwa flavonoid tersebut berasal dari tumbuhan yang menjadi makanan

hewan tersebut dan tidak dibiosintesis didalam tubuh mereka (Markham, 1988).

Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu

menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak.

Akhirnya flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai

glikosida dan aglikon flavonoida yang mana pun mungkin saja terdapat dalam satu

tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Flavonoid terdapat dalam

semua tumbuhan berpembuluh, tetapi beberapa kelas lebih tersebar daripada yang

lainnya : flavon dan flavonol terdapat disemesta, sedangkan isoflavon dan biflavon

hanya terdapat pada beberapa suku tumbuhan (Harborne, 1996).

Struktur cincin flavonoid dan isoflavonoid berasal dari biosintesis campuran,

cincin A yang berasal dari tiga unit asetat dari kepala ke ekor, sedangkan cincin b dan

tiga karbon dari cincin pusat yang berasal dari asam sinamat. Sebagai unit asetat

terlebih dahulu dikonversikan ke malonyl CoA kedua asetat-malonat dan jalur asam

sikimat berkontribusi terhadap biosintesis flavonoid (Vickery, 1981).

Dalam tubuh manusia, flavonoid dapat berguna untuk mengobati gangguan

sirkulasi perifer, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan aquaresis. Banyak juga

obat-obat mengandung flavonoid yang dipasarkan di berbagai negara sebagai obat

anti-inflamasi, antispasmodik, antialergi dan antivirus ( Catherine, 1998).

2.4.1 Struktur Dasar senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti

fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon yang dapat atau tidak dapat

membentuk cincin ketiga. Struktur dasar flavonoida dapat digambarkan sebagai

(26)

C C C

A B

Gambar 2.1 Kerangka dasar senyawa flavonoida

( Sastrohamidjojo, 1988)

2.4.2 Kegunaan Flavonoida

Bagi tumbuhan untuk menarik serangga, yang membantu proses penyerbukan dan

untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji. Bagi manusia

dalam dosis kecil, flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, hesperidin

mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidroksilasi bekerja sebagai

diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak (Midian,2007).

Senyawa flavonoid juga berperan dalam memberikan banyak warna lain di

alam, terutama daun mahkota kuning dan jingga, bahkan flavonoid tidak berwarna

mengabsorb cahaya pada spektrum UV (karena banyak memiliki gugus kromofor) dan

dapat dilihat oleh banyak serangga. Senyawa ini diduga memiliki manfaat ekologi

yang besar di alam berkat warnanya sebagai penarik serangga dan burung untuk

membantu penyerbukan tanaman. Flavonoid tertentu juga mempengaruhi rasa

makanan secara signifikan; misalnya beberapa tanaman memiliki rasa pahit dan kesat

seperti flavanon naringin, pada kulit grapefruit ( Citrus paradisi ). Senyawa flavonoid diduga sangat bermanfaat dalam makanan karena, berupa senyawa fenolik, senyawa

ini yang bersifat antioksidan kuat. Banyak kondisi penyakit yang diketahui bertambah

parah oleh adanya radikal bebas seperti superoksida dan hidroksil. Dan flavonoid

memiliki kemampuan untuk menghilangkan dan secara efektif ‘menyapu’ spesies

pengoksidasi yang merusak ini. Oleh karena itu, makanan yang kaya flavonoid

dianggap penting untuk mengobati penyakit-penyakit, seperti kanker dan penyakit

(27)

Ada juga beberapa literatur melaporkan bahwa senyawa flavonoida ini

mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Nessa et all, 2004), sebagai inhibitor

aktivitas cyclcooxcigenase-2 (Dae et all, 2002), sebagai anti mikroba (Leo et all,

2004), sebagai sitotoksi (Shi et all, 2001), memiliki aktivitas sebagai anti HIV (

Meralgeman et all, 2001 ), sebagai poliferation, sitotoksik dan apoptosis terhadap

kanker colon (Daniel et all, 1999).

2.4.3 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

1. Flavonoida O-glikosida

Flavonoida biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida; pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula (atau

lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi

menyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam

air (cairan),misalnya 7-hidroksil pada flavon, isoflavon dan dihidroflavon.

2. Flavonoida C-glikosida

Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula

tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon

yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Sekarang gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam

inti flavonoid. Misalnya galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa.

3. Flavonoida Sulfat

Golongan flavonoid lain yang mudah larut dalam air yang mungkin ditemukan

hanya flavonoid sulfat. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih

yang terikat padahidroksil fenol atau gula. Secara teknis senyawa ini

sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam. Banyak yang berupa

glikosida bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja

yang masih bebas atau pada suatu gula.

4. Biflavonoida

Biflavonoid adalah flavonoid dimer walaupun prosianidin dimer biasanya

tidak dimasukkan kedalam golongan ini. Flavonoid yang biasanya terlibat

(28)

sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan karbon-karbon atau

ikatan eter. Monomer flavonoid yang digabungkan menjadi golongan

biflavonoid yang satu jenis atau berbeda dan letak ikatannya berbeda-beda.

Banyak sifat fisika dan kimia biflavonoid menyerupai sifat monoflavonoid

pembentuknya misalnya spektrum UV-tampak, uji warna dan lain-lain.

Biflavonoid jarang ditemukan sebagai glikosida dan penyebarannya terbatas,

terdapat terutama pada gimnospermae.

5. Aglikon Flavonoida

Sejumlah aglikon flavonoid mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan

demikian menunjukkan keaktifan optik. Yang termasuk dalam golongan

flavonoid ini ialah flavanon, dihidroflavonol , katekin, pterokarpan, rotenoid

dan beberapa biflavonoid (Markham, 1988).

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman

pada rantai C3 yaitu flavonol, flavon, isoflavon, flavanon, dihidrofavonol, katekin, leukoantosianidin, antosianidin, khalkon dan auron (Robinson, 1995).

1. Flavanon

Struktur senyawa ini terdiri dari 2 cincin aromatik (A dan B), cincin ini dihubungkan

dengan satu cincin siklis yang memiliki gugus eter dan keton dan pada atom C-2 dan

C-3 tidak terdapat ikatan rangkap (jenuh) yang disebut dengan cincin C. Spektrum UV

dari flavanon pada metanol terletak pada panjang gelombang band I 300-303 nm dan

band II 270-295 nm.

(29)

Flavanon biasanya sebagai glikosida, terdapat dalam kayu, daun dan bunga.

Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus Prunus dan buah

jeruk , dua glikosida yang paling lazim adalah naringin dan hesperetin, terdapat dalam

buah anggur dan jeruk (Sastrohamidjojo, 1996).

2. Flavon

Struktur senyawa ini juga terdiri dari 2 cincin aromatik (A dan B) dan dihubungkan

dengan cincin C, strukturnya cincin C nya sama dengan flavanon kecuali pada atom

C-2 dan C-3 terdapat ikatan rangkap yang disebut cincin tak jenuh. Senyawa flavon

ini mempunyai panjang gelombang (λmax) pada metanol dimana band I 304 nm dan

band II 240-285 nm.

O

O

1 2 3 4 5 6 1' 2' 3' 4' 5' 6' 7 8 Flavon

A

B

C

(Bhat, 2005)

Flavon merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua pigmen

tumbuhan kuning, beberapa flavon secara ekonomi masih penting dan luteolin

barangkali zat warna pertama yang dipakai di Eropa. Kuersetin adalah salah satu

senyawa yang paling umum pada tumbuhan berpembuluh, diikuti oleh kamferol

(Robinson, 1991).

(30)

3. Flavonol

Struktur senyawa ini mirip dengan struktur dari struktur flavon, kecuali dibedakan

dari cincin C pada atom C-3 adanya gugus hidroksil (OH) atau disebut juga

Flavon-3-O-l. Senyawa Flavonol ini mempunyai serapan UV pada metanol (λmax) pada band I

352 nm dan band II pada 240-285 nm.

O

O

1 2 3 4 5 6 1' 2' 3' 4' 5' 6' 7 8

OH

Flavonol

A

C

B

(Bhat, 2005)

Flavonol lazim sebagi konstituen tanaman tinggi dan terdapat dalam berbagai

bentuk terhidroksilasi. Flavonol alami yang paling sederhana adalah galangin, 3, 5, 7-

tri-hidroksiflavon, sedangkan yang paling rumit, hibissetin adalah 3, 5, 7, 8, 3’, 5’-

heptahidrosiflavon. Dua flavonol yang paling lazim yaitu kaempferol dan quersetin.

Flavanon pada umumnya terdistribusi melalui famili tanaman tinggi, genus melicope

mengandung melisimpleksin dan ternatin. Dan genus Citrus mengandung nobiletin,

tangeretin dan 3’, 4’, 5, 6, 7-pentametoksiflavon (Sastrohamijdojo, 1996).

4. Dihidroflavanol

Struktur dari senyawa ini mirip dengan struktur dari flavanon, kecuali pada cincin C

pada atom C-3 ada gugus hidroksil (-OH). Senyawa ini memberikan absorbsi pada

UV dengan (λmax) dalam metanol pada band I 300-320 nm band 270-295 nm. Senyawa

ini disebut juga Flavanon 3-O-1 ( Bhat, 2005).

(31)

5. Isoflavon

Struktur senyawa ini sama dengan struktur flavon kecuali pada cincin B terikat pada

cincin C pada atom C-3. Ini mungkin terjadi proses migrasi dari gugus aril dan ini

juga sebagai isomer dari senyawa Flavon. Senyawa ini menunjukkan serapan UV (λmax) pada metanol dimana band I 300-340 nm dan band II 245-270 nm (Bhat,2005).

O

O

1

2

3 4 5

6 1'

2' 3'

4'

5' 6' 7

8

Isoflavon

A

C

B

Senyawa-senyawa isoflavon terutama terdapat dalam spesies-spesies dari

famili Leguminosae, mereka tidak bewarna. Mereka semua menunjukkan daya

estrogenik lemah, karena terdapat bagian struktur stilbena fenolik. Ada dua senyawa

isoflavonoid yaitu senyawa-senyawa rotenoid dan senyawa homoisoflavonoid. Gugus

hidroksil pada kedudukan 2’ pada struktur isoflavon menyebabkan organisme mampu

untuk merubah struktur isoflavon menjadi lebih lanjut, misalnya senyawa-senyawa

pterokarpana seringkali dihasilkan sebgai fitoaleksin, yaitu senyawa anti fungi yang

dihasilkan oleh tumbuhan akibat serangan virus atau zat-zat jamur (Manitto, 1981).

Isoflavon menunjukkan aktivitas sebagai estrogeni, insektisida, beberapa diantaranya

(32)

6. Auron

Senyawa ini terdiri dari cincin aromatik (A dan B) tetapi dihubungkan dengan satu

cincin yang mengandung gugus eter dan karbonil juga dengan satu ikatan rangkap.

Senyawa ini memberikan serapan pada UV dengan λmax pada metanol dengan band I

370-430 nm dan band II 240-300 nm (Bhat, 2005).

1 2 3 5 6 1' 2' 3' 4' 5' 6' 7 8 O O C H Auron

A

C

B

Auron berupa pigmen kuning emas terdapat dalam bunga tertentu dan bryofita.

Dikenal hanya lima aglikon, tetapi pola hidroksilasi senyawa ini umumnya serupa

dengan pola pada flavonoid lain begitu pula bentuk yang dijumpai ialah bentuk

glikosida dan eter metal. Dalam larutan basa senyawa ini menjadi merah ros

(Robinson, 1991).

7. Kalkon

Kalkon ini juga turunan dari senyawa fenolik dan ini adalah sebagai prekursor

metabolisme untuk senyawa flavonoid. Struktur ini tidak terdiri dari sebuah cincin γ – pyron dan terdapat cincin terbuka yang terdiri dari 3 atom karbon α, β karbonil tak jenuh yang menghubungkan cincin aromatik. Senyawa ini menunjukkan serapan UV

pada (λmax) dalam metanol pada band I 340-390 nm band II 220-270 nm (Bhat, 2005).

(33)

Polihidroksi kalkon terdapat dalam sejumlah tanaman, namun terdistribusi

dialam tidak lazim. Alasan pokok bahwa kalkon cepat mengalami isomerisasi menjadi

flavanon dalam satuan keseimbangan. Kalkon terdapat dalam tanaman terutama

sebagai pigmen daun bunga bewarna kuning, dalam kebanyakan terdapat dalam

tanaman Heliantheaetribe, Coreopsidinae subtribe dan family Compositae

(Sastrohamidjojo, 1996).

8. Katekin

Katekin adalah senyawa flavon-3-ol yang paling banyak terdapat dalam alam dan

mudah sekali didapatkan dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering mengandung senyawa ini sekitar 30%, 60 % nya mengandung

epigalokatekin-3-galat, 15% adalah epikatekin 3-galat dan epikatekin. Dalam

kebanyakan buah, hanya satu flavan-3-ol yang sering ditemukan (Manitto, 1981).

O HO

OH

OH OH

OHO

9. Leukoantosianidin

Leukoantosianidin merupakan senyawa tanpa warna, terutama terdapat pada

tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya

melaksidin, apiferol.

O

HO OH

OH

Leukoantosianidin

10. Antosianidin

Antosianin ialah pigmen daun bunga merah samapi biru yang biasa, banyaknya

(34)

bagian lain tumbuhan tinggi dan diseluruh dunia tumbuhan kecuali fungi. Antosianin

paku-pakuan dan lumut, khas berupa glukosida apigeninidin dan luteolinidin.

Stafnorubin adalah antosianin yang tidak biasa yang terdapat dalam dinding sel

membran sphagnum dalam musim gugur (Robinson, 1991).

O

OH

Antosianin

Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua

flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan

[image:34.595.95.558.427.765.2]

semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:

Tabel 2.1. Golongan-golongan flavonoida menurut Harborne

Golongan flavonoida Penyebaran Ciri khas

Antosianin pigmen bunga merah

marak,dan biru juga

dalam daun dan jaringan

lain.

larut dalam air, λmaks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas.

Proantosianidin terutama tan warna,

dalam daun tumbuhan

berkayu.

menghasilkan antosianidin bila

jaringan dipanaskan dalam HCl 2M

selama setengah jam.

Flavonol terutama ko-pigmen

tanwarna dalam bunga

sianik dan asianik;

tersebar luas dalam daun.

setelah hidrolisis, berupa bercak

kuning murup pada kromatogram

Forestal bila disinari sinar UV;

(35)

setelah hidrolisis, berupa bercak coklat

redup pada kromatogram Forestal;

Glikoflavon seperti flavonol maksimal spektrum pada 330-350 nm.

mengandung gula yang terikat melalui

ikatan C-C; bergerak dengan

pengembang air, tidak seperti flavon

biasa.

pada kromatogram BAA beupa bercak

redup dengan RF tinggi .

dengan amonia berwarna merah,

maksimal spektrum 370-410 nm.

Biflavonil tanwarna; hampir

seluruhnya terbatas pada

gimnospermae

pada kromatogram BAA beupa bercak

redup dengan RF tinggi .

dengan amonia berwarna merah,

Khalkon dan auron pigmen bunga kuning,

kadang-kadang terdapat

juga dalam jaringan lain

maksimal spektrum 370-410 nm.

berwarna merah kuat dengan Mg/HCl;

kadang – kadang sangat pahit .

Flavanon tanwarna; dalam daun

dan buah( terutama

dalam Citrus )

bergerak pada kertas dengan

pengembang air;

Isoflavon tanwarna; sering kali

dalam akar.

(36)

2.4.4 Sifat Kelarutan Senyawa Flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia seperti

fenol yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi bila didiamkan

dalam larutan basa dan disamping itu terdapat banyak oksigen maka akan banyak

yang terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu

gula, flavonoid merupakan senyawa polar maka pada umumnya flavonoida larut

dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida,

dimetilformadida, air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida

cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air. Dengan demikian

campuran pelarut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk

glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon

serta flavanol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti

eter dan kloroform (Markham, 1988).

2.5 Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang diinginkan

dalam keadaan murni, agar tidak bercampur dengan komponen-komponen lainnya

(Muldja, 1995).

2.5.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi atau zat dari campurannya dengan

menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk

campuran yang diekstraksi dan proses pelaksanaanya.

a. Bentuk campurannya

Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi dibedakan menjadi

(37)

1. Ekstraksi Padat-cair ; zat yang diekstraksi terdapat didalam campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan didalam usaha mengisolasi

zat berkhasiat yang terkandung didalam bahan alam seperti steroid, hormon,

antibiotika dan lipida pada biji-bijian.

2. Ekstraksi Cair-cair ; zat yang diekstraksi terdapat didalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut banyak untuk

memisahkan zat seperti iod atau logam-logam tertentu dalam larutan air.

b.Proses pelaksanaannya

Menurut proses pelaksanaannya ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi

berkesinambungan (kontinyu) dan ekstraksi bertahap.

1. Ekstraksi kontinyu (Continues Extraction)

Pada ekstraksi kontinyu, pelarut yang sama digunakan secara berulang-ulang sampai

proses ekstraksi selesai. Tersedia berbagai alat dari jenis ekstraksi seperti ini seperti

alat soklet atau Craig Countercurent.

2. Ekstraksi Bertahap (Batch)

Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan pelarut yang baru

sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang biasa digunakan adalah berupa corong pisah

(Estien, 2005).

2.5.2 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam

sampel terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat

berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan

yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase

gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka

prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga

kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair (Rohman, 2009).

Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara melihat langsung beberapa sifat

(38)

1) kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan, 2) kecenderungan molekul

untuk melekat pada permukaan serbuk halus dan 3) kecenderungan molekul untuk

menguap atau berubah kekeadaan uap (Gritter, 1991).

2.5.2.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi cair yang paling sederhana, yang mana

fase geraknya berupa zat cair dan fase padatnya berupa padatan yang disokong pada

sebuah penyangga (Gritter, 1991). KLT merupakan salah satu metode yang paling

banyak digunakan dan paling mudah untuk memurnikan sejumlah kecil komponen.

Metode ini menggunakan lempeng kaca atau aluminium yang telah dilapisi dengan

penyerap (misalnya silika gel) dengan ketebalan tertentu tergantung pada jumlah

bahan yang akan dimuat kedalam lempeng. Pelapisan ke dalam lempeng analis

biasanya memiliki ketebalan 0,2 mm. Campuran senyawa diisikan 1-2 cm dari tepi

dasar lempeng berupa bercak ataupun pita memanjang. Lempeng kemudian

dimasukkan ke dalam bejana kromatografi berisi pelarut yang telah ditentukan

sebelumnya yang akan meresap naik di dalam lempeng dan memisahkan campuran

senyawa berdasarkan polaritas komponennya (Heinrich, 2005).

Kelebihan KLT ialah keserbagunaan, kecepatan dan kepekaannya. Keserbagunaannya

dapat menggunakan sejumlah penyerap yang berbeda-beda yang disapitkan pada pelat

kaca atau penyangga lain seperti, silika gel, aluminium oksida, kalium hidroksida,

magnesium pospat dan lain sebagainya. Kecepatan KLT yang lebih besar disebabkan

oleh sifat penyerap yang lebih padat bila disaputkan pada plat dan merupakan

keuntungan apabila kita menelaah senyawa labil. Kepekaan dari KLT adalah dapat

memisahkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit dari ukuran µg (Harborne, 1973).

Metode ini memiliki sejumlah keuntungan untuk analisis dan isolasi bahan alam yang

aktif secara biologis :

• Biayanya murah dibandingkan metode instrumental dan hanya butuh sedikit

pelatihan atau pengetahuan tentang kromatografi.

(39)

dengan isolasi cepat bahan alam dalam jumlah milligram hingga gram.

• Fleksibilitas pilihan fase gerak dan fase diam.

• Pemisahan mudah dioptimalisasi dengan ‘membidik’ satu komponen dan

metode dapat segera dikembangkan.

• Secara praktis semua pemisahan dapat dicapai dengan fase gerak dan fase

diam yang tepat.

• Sejumlah besar sampel dapat dianalisis atau dipisahkan secara simultan

(Heinrich, 2005).

Untuk mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat

dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding, yang mana harga Rf

diidentifikasikan sebgai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan jarak

perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat

(Sastrohamidjojo,1985).

Laju pergerakan linarut

Rf =

Laju pergerakan pelarut (Gritter, 1991)

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam KLT yang juga mempengaruhi

harga Rf (Sastrohamijdojo, 1985) :

1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan

2. Sifat dari penyerap dan derajat aktivasi

3. Tebal kerataan dan lapisan penyerap

4. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak

5. Derajat kejenuhan dari uap

6. Jumlah cuplikan yang digunakan

7. Suhu

8. Kesetimbangan

2.5.2.2 Kromatografi Kolom

Dengan menggunakan cara ini skala isolasi flavonoid dapat ditingkatkan hampir ke

(40)

(berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulosa, silika atau

poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang

cocok (Markham, 1988).

Kromatografi cair yang dilakukan didalam kolom besar merupakan metode

kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar. Pada

kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada

bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau

bahkan tabung plastik. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena

aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa

linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan

berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom. Fase diam yang digunakan adalah silika

gel. Penyerap dapat dikemas kedalam tabung, baik dengan cara basah maupun dengan

cara kering. Pada umumnya, cara basah lebih mudah dan lebih sering dipakai untuk

silika gel, sedangkan cara kering lebih baik untuk alumina.

Pada cara basah, selapisan kapas dimasukkan ke dalam kolom dan tabung diisi

sepertiganya dengan pelarut. Pelarut yang dipakai dalam proses pengemasan mungkin

sama dengan pelarut yang akan dipakai untuk kromatografi atau mungkin pelarut yang

kepolarannya lebih rendah. Pelarut itu tidak boleh polar. Penyerap lumpuran dengan

bagian lain dari pelarut dan lumpuran ini dituangkan ke dalam pelarut dalam tabung.

Selama proses pengendapan, tabung dapat diketuk-ketuk pada semua sisi secara

perlahan-lahan agar diperoleh lapisan yang seragam. Lumpuran dapat dimasukkan

bagian demi bagian atau sekaligus. Keran dapat dibuka dan ditutup selama

penambahan asal permukaan pelarut tetap diatas permukaan penyerap (Gritter, 1991).

2.5.2.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Pada KLT preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada

salah satu sisi pelat lapisan besar (Gritter, 1991), ketebalan yang paling sering dipakai

(41)

Penotolan Cuplikan

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLTP. Pelarut

yang yang baik ialah pelarut atsiri, karena jika pelarut kurang atsiri terjadi pelebaran

pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%. Cuplikan ditotolkan berupa pita yang

harus sesempit mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita. Penotolan

dapat dilakukan dengan tangan (pipet) tetapi lebih baik dengan penotol otomatis.

Untuk pita yang terlalu lebar, dapat dilakukan pemekatan dengan cara pengembangan

memakai pelarut polar sampai kira-kira 2 cm diatas tempat penotolan. Kemudian pelat

dikeringkan dan dielusi dengan pelarut yang diinginkan (Marston, 1986) dan dapat

dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan

terpisah menjadi beberapa pita. Pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak jika

senyawa itu tanpa warna, dan penyerap yang mengandung pita dikerok dari pelat kaca.

Kemudian cuplikan dielusi dari penyerap dengan pelarut polar (Gritter, 1991).

Penyerap yang paling umum ialah silika gel (Marston, 1986).

Cara ini berguna untuk memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh senyawa

murni untuk telaah pendahuluan, untuk menyiapkan cuplikan analisis, untuk meneliti

bahan alam yang lazimnya berjumlah kecil dan campurannya rumit dan untuk

memperoleh cuplikan yang murni untuk mengkalibrasi KLT kuantitatif

(Gritter, 1991).

2.6 Teknik Spektroskopi

Penentuan struktur kimia senyawa organik secara spektroskopi dapat dilakukan jika

senyawa organik tersebut diperoleh dalam keadaan murni, adanya pengotor akan

dihasilkan spektra yang lebih kompleks sehingga akan menyulitkan dalam interpretasi

spektra. Selanjutnya dari spektra massa dan NMR akan diperoleh rumus formula dan

derajat ketidakjenuhan atau juga dikenal dengan ekuivalensi ikatan rangkap. Spektra

NMR, infra merah dan UV-Vis akan memberikan informasi adanya gugus fungsional,

selain itu dari spektra NMR akan memberikan adanya bagian-bagian struktur

(42)

2.6.1 Spektrofotometer Ultraviolet- Visibel (UV-Vis)

Asas

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik aromatik,

molekul yang mengandung elektron-π terkoyugasi dan atom yang mengadung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbit terluarnya dari tingkat enersi

elektron dasar ke tingkat enersi elektron tereksitasi lebih tinggi (Satiadarma, 2004).

Penyerapan sinar ultraviolet dan tampak oleh suatu molekul organik akan

menghasilkan transisi diantara tingkat energi elektronik pada molekul tersebut , dan

karenanya sering dinamakan Spektrometri elektronik. Transisi tersebut pada umumnya

antara orbital ikatan atau orbital pasangaan elektron bebas ke orbital anti ikatan.

Supaya elektron dalam ikatan sigma tereksitasi maka diperlukan energi paling tinggi

dan akan memberikan serapan pada panjang gelombang 120-200 nm. Panjang

gelombang di atas 200 nm merupakan daerah eksitasi elektron dari orbital π dan orbital d ,terutama untuk sistem ikatan π terkonyugasi, pengukurannya relatif mudah dan spektrumnya memberikan banyak keterangan, maka spektrometri ultraviolet

tampak biasa dilakukan pada α di atas 200 nm. Kegunaan spektrofotometer ini terletak

pada kemampuannya mengukur jumlah ikatan rangkap atau konjugasi aromatik

didalam suatu molekul (Unang, 2010).

Cara Spektroskopi Ultraviolet- Visibel (UV-Vis) merupakan cara tunggal yang paling

berguna untuk menganalisis struktur flavonoid, untuk membantu mengidentifikasi

jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasinya. Spektrum flavonoid biasanya

ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri

atas dua maksima pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I).

Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi

yang berharga mengenai sifat dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum adalah

kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol dan

isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang

terdapat pada panjang gelombang yang tinggi. Petunjuk mengenai rentang maksima

(43)
[image:43.595.119.513.126.396.2]

Tabel 2.2 Rentang serapan spektrum UV-tampak flavonoida

λ maksimum

utama (nm)

λ maksimum tambahan (nm) (dengan intensitas

nisbi) Jenis flavonoida 475-560 390-430 365-390 350-390 250-270 330-350 300-350 275-295 ± 225 310-330

± 275 (55%)

240-270 (32%)

240-260 (30%)

± 300 (40%)

± 300 (40%)

tidak ada tidak ada 310-330 (30%) 310-330 (30%) 310-330 (25%) Antosianin Auron Kalkol Flavonol Flavonol

Flavon dan biflavonil

Flavon dan biflavonil

Flavanon dan flavononol

Flavonon dan flavononon

Isoflavon

(Markham,1988)

2.6.2 Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR)

Asas

Apabila radiasi inframerah tengah mengenai molekul organik, frekuensi tertentu yang

enersinya sesuai dengan frekuensi energi vibrasi dan rotasi atom/gugus atom dalam

molekul, akan diabsorpsi dan digunakan untuk eksitasi pada tingkat enersi vibrasi dan

rotasi khas dari molekul. Spektrum absorpsi radiasi yang terbentuk, khas untuk

molekul senyawa organik yang bersangkutan (Satiadarma, 2004).

Spektrum Infra Merah hasil dari penyerapan energi yang mempengaruhi mode getaran

atom yang terikat satu sama lain. Untuk molekul organik yang khas, harus ada banyak

pita penyerapan, masing-masing dihasilkan oleh salah satu dari banyak kelompok

yang berbeda dari atom. karena hampir semua senyawa organik mengandung obligasi

(44)

substansi dan karena itu tidak informatif. Spektroskopi IR sangat berguna untuk

mengetahui kelompok gugus fungsional yang terdapat dalam molekul

(Thomas, 1998).

Pancaran infra-merah di julat antara 10.000-10 / cm (1-100µm), diserap oleh sebuah

molekul organik dan diubah menjadi energi getaran molekul. Penyerapan ini juga

tercatu , namun spektrum getaran tampak bukan sebagai garis melainkan berupa

pita-pita. Hal itu disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah

energi putaran. Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran

tekuk. Getaran ulur adalah suatu getaran berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga

jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena

perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom atau karena

gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom

didalam gugusan (Silverstein, 1986).

2.6.3 Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Spektroskopi RMI proton pada hakikatnya merupakan sarana untuk menentukan

struktur senyawa organik dengan mengukur momen magnet atom hidrogennya. Pada

kebanyakan senyawa, atom hidrogen terikat pada gugus yang berlainan dan spektrum

RMI proton merupakan rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam keadaan

lingkungan yang berlainan tersebut. Tetapi, tidak dapat memberikan keterangan

langsung mengenai sifat kerangka karbon molekul tersebut. Pelarut untuk pengukuran

RMI harus lembam dan tanpa proton.

Dalam praktek, larutan cuplikan dalam pelarut lembam ditempatkan diantara kutub

magnet yang kuat, dan proton mengalami geser kimia yang berlainan sesuai dengan

lingkungan molekulnya didalam molekul, biasanya menggunakan tetrametilsilan

(TMS), yaitu senyawa lembam yang dapat ditambahkan kedalam larutan cuplikan

(45)

Spektroskopi NMR didasarkan pada penerapan gelombang radio oleh inti tertentu

dalam molekul organik, bila molekul ini berada dalam magnet yang sangat kuat dan

homogen . Dari spektra resonansi magnet inti proton akan diperoleh informasi tentang

jenis hidrogen, jumlah hidrogen dan lingkungan hidrogen dalam suatu senyawa

(Unang, 2010)

Terperisai dan tak terperisai merupakan istilah relatif. Untuk memperoleh pengukuran

yang kuantitatif diperlukan suatu titik rujukan. Senyawa yang dipilih untuk rujukan

adalah Tetrametilsilana (CH3)4Si, yang proton-protonnya menyerap pada ujung kanan spektrum NMR (Fessenden, 1982).

Pada beberapa apektrum NMR akan terlihat sinyal TMS pada angka nol sehingga

sinyal ini tidak perlu dianalisa. TMS dipilih sebagai standart karena :

1. TMS mempunyai 12 atom hidrogen yang keseluruhannya mempunyai

lingkungan kimia yang sama, sehingga menghasilkan singlet yang kuat karena banyak mengandung atom hidrogen

2. Elektron-elektron pada ikatan C-H dalam senyawa ini berada dekat dengan

hidrogen jika dibanding dengan senyawa lain. Ini berarti inti hidrogen sangat

terlindungi dari medan magnet eksternal sehingga dibutuhkan medan magnet

yang besar untuk membawa atom hidrogen ke kondisi resonansi

(46)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat – Alat

1. Gelas ukur 50 ml/100 ml Pyrex

2. Gelas Beaker 250 ml/1000ml Pyrex

3. Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex

4. Corong kaca

5. Corong pisah 500 ml Pyrex

6. Kolom kromatografi Pyrex

7. Tabung reaksi Pyrex

8. Bejana maserasi 10 L Schott/Duran

9. Rotari evaporator Buchi R-114

10. Kertas aluminium 7,6 m x 300 mm Total Wrap

11. Statif dan klem

12. Lampu UV 254 nm/356 nm UVGL 58

13. Spatula

14. Neraca analitis Mettler AE 200

15. Pipet tetes

16. Penangas air Buchi B-480

17. Botol vial

18. Vakum Buchi B-169

19. Bejana Kromatografi Lapis Tipis

20. Spektrofotometer FT-IR Shimadzu

21. Spektrofotometer ‘H-NMR Jeol/Delta2NMR-500MHz

22. Spektrofotometer UV-Visible

(47)

3.2 Bahan – Bahan

1. Albedo jeruk bali merah ( Citrus maxima.Merr )

2. Metanol Teknis

3. n-Heksana Teknis

4. Etil asetat Teknis

5. Aquadest

6. Aseton Merck

7. Kloroform

8. Silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM E.Merck. KGaA

9. FeCl3 5% 10. NaOH 10%

11. Mg-HCl

12. H2SO4(p)

13. Pelat KLT silika gel 60 F254

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan Sampel

Sampel yang diteliti adalah albedo jeruk bali merah yang diperoleh dari daerah

Rambung Baru, Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang , Sumatera

Utara. Albedo jeruk bali merah dikeringkan di udara terbuka, lalu dihaluskan sampai

diperoleh serbuk albedo jeruk bali merah sebanyak 1030 gram.

3.3.2. Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Albedo Jeruk Bali Merah

Serbuk albedo jeruk bali merah diidentifikasi dengan menggunakan cara :

1. Skrining fitokimia

(48)

3.3.2.1 Skrining Fitokimia

Untuk mengetahui adanya senyawa flavonoida pada albedo jeruk bali merah, maka

dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif sebagai berikut :

- Dimasukkan ± 10 gram serbuk albedo jeruk bali merah (C Maxima Merr.) yang telah dikeringkan dan dipotong-potong kecil ke dalam Erlenmeyer

- Ditambahkan metanol ± 100 ml

- Didiamkan

- Disaring

- Dibagi ekstrak metanol kedalam 4 tabung reaksi

- Ditambahkan masing-masing pereaksi

a. Tabung I : dengan FeCl3 5 % menghasilkan larutan berwarna hitam. b. Tabung II : dengan H2SO49p) menghasilkan larutan berwarna orange

kekuningan.

c. Tabung III : dengan Mg-HCl menghasilkan larutan bewarna merah muda.

d. Tabung IV : dengan NaOH 10 % menghasilkan larutan bewarna biru violet.

3.3.2.2 Analisis Kromatografi Lapis Tipis

Analisis Kromatografi lapis tipis dilakukan terhadap ekstrak kloroform dengan

menggunakan fasa diam silika gel 60F254 Merck. Analisis ini dimaksudkan untuk mencari pelarut yang sesuai untuk kromatografi kolom. Fasa gerak yang digunakan

(90:10 ; 80:20 ; 70:30 ; 60:40 v/v).

Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak n-heksana : etil asetat (90:10 v/v) ke dalam

bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan ekstrak pekat kloroform pada

plat KLT yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat kedalam bejana yang telah berisi

pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang telah dielusi

dikeluarkan dari bejana, lalu dikeringkan dan difiksasi dengan perekasi FeCl3 5%. Diamati warna bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan

yang sama dilakukan untuk perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat dengan

perbandingan ( 80:20; 70:30; 60:40 v/v). Dari hasil analisis KLT menunjukkan bahwa

(49)

yang baik diberikan pada fase gerak n-heksana : etil asetat ( 80:20 v/v) LAMPIRAN

C.

3.3.3. Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol dari Albedo Jeruk

Bali Merah

Serbuk albedo jeruk bali merah ditimbang sebanyak 1030 g, kemudian dimaserasi

dengan metanol sebanyak 9 L sampai semua sampel terendam dan dibiarkan selama ±

72 jam. Maserat ditampung dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator

sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Kemudian diuapkan hingga semua pelarut

metanol menguap.

3.3.4. Pemisahan Tanin

Ekstrak pekat metanol dari serbuk albedo jeruk bali merah di diuapkan sampai pelarut

metanol menguap habis, kemudian dilarutkan dengan pelarut etil asetat untuk

memisahkan tanin dengan flavonoida, yang mana tanin tidak larut dalam pelarut etil

asetat. Kemudian disaring dan filtrat yang didapatkan dirotarievaporator dan diuapkan

sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol bebas tanin.

3.3.5. Hidrolisa

Ekstrak pekat metanol bebas tanin dihidrolisa yang bertujuan untuk memutuskan

ikatan gula pada senyawa flavonoida dengan menggunakan HCl 6%. Ekstrak pekat

metanol bebas tanin dilarutkan dengan HCL 6% dengan perbandingan sampel dan

HCl 2:5, dipanaskan diatas penangas air selama ± 30-40 menit, kemudian disaring dan

(50)

3.3.6. Ekstraksi Partisi dengan Kloroform

Filtrat yang sudah bebas gula diekstraksi partisi dengan kloroform secara

berulang-ulang, sehingga didapatkan ekstrak kloroform dan dipekatkan kembali dan dipanaskan

sampai kering sehingga diperoleh ekstrak pekat kloroform sebanyak 1,575 gr.

3.3.7. Pemisahan Komponen dengan Kromatografi Kolom

Pemisahan komponen secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat kloroform yang

telah diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM

dan fasa gerak yaitu n-heksana 100%, campuran pelarut n-heksana : etil asetat dengan

perbandingan (90:10 v/v, 80:20 v/v, 70:30 v/v dan 60:40 v/v). Dirangkai alat kolom

kromatografi. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM dengan

menggunakan n-heksan, diaduk-aduk hingga homogen lalu dimasukkan dalam kolom

kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan n-heksan 100% hingga silika

gel padat dan homogen. Dimasukkan 1,575 g ekstrak metanol albedo jeruk bali merah

kedalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel, lalu ditambahkan fasa

gerak n-heksan: etil asetat ( 90:10) v/v secara perlahan-lahan dan diatur sehingga

aliran fasa yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak

dari atas. Ditingkatkan kepolaran dengan menambahkan fasa gerak n-heksana : etil

asetat dengan perbandingan (80:20v/v,70:30v/v dan 60:40 v/v). Hasil yang diperoleh

ditampung dalam botol vial setiap 8 ml, lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga

Rf yang sama lalu diuji dengan FeCl3 5%. Kemudian diuapkan sampai terbentuk Kristal. Kristal yang diperoleh dari isolasi dengan kromatografi kolom dilarutkan

kembali dengan Me-OH lalu dianalisis KLT untuk mengetahui apakah senyawa yang

diperoleh sudah murni atau belum sekaligus mencari fasa gerak yang sesuai untuk

preparatif KLT.

Kristal yang telah dilarutkan tadi ditotolkan secara perlahan-lahan dan sama rata

disepanjang tepi bawah plat KLT yang berukuran 20x20 yang telah dibuat garis batas

bawah dan batas atas sepanjang 2 cm, plat yang digunakan harus sudah diaktifkan

(51)

kemudian ditutup. Setelah dielusi plat dikeluarkan dari bejana, dikeringkan dan

hasilnya diperiksa dibawah sinar UV. Tiap zona diberi tanda dan dikeruk lalu dielusi

dengan perbandingan pelarut metanol dan etil asetat 1:1. Hasil elusi diuapkan

sehingga diperoleh kristal.

3.3.8Pemurnian Hasil Isolasi

3.3.8.1 Pemurnian Hasil Isolasi Dengan Kromatografi L

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka dasar senyawa flavonoida
Tabel 2.1. Golongan-golongan flavonoida menurut Harborne
Tabel 2.2 Rentang serapan spektrum UV-tampak flavonoida
Gambar 4.1 Spektrum UV-Visible Senyawa Hasil Isolassi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam kulit Bawang Merah ( Allium cepa.. L.) dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi dengan menggunakan

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam daun tumbuhan Pidada merah ( Soneratia caseolaris (L) ) dilakukan dengan ekstraksi maserasi dengan pelarut metanol..

Isolasi senyawa flavonoida dari 820 gram bunga tumbuhan mawar merah (Rosa hybrida) telah dilakukan melalui tahap awal ekstraksi maserasi dengan pelarut metanol. Fraksi

Isolasi senyawa flavonoida dari 820 gram bunga tumbuhan mawar merah (Rosa hybrida) telah dilakukan melalui tahap awal ekstraksi maserasi dengan pelarut metanol.. Fraksi

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam kulit buah rambutan (Nephellium lappaceum L.) dilakukan dengan maserasi dengan pelarut metanol.. Ekstrak pekat metanol

Isolasi senyawa flavonoida yang terdapat pada daun tumbuhan situlan (Macaranga dipterocarpifolia Merrill) dilakukan secara ekstraksi maserasi dengan pelarut

Isolasi senyawa flavonoida yang terdapat pada daun tumbuhan jambu biji (Psidium guajava L.) dilakukan secara maserasi dengan pelarut metanol.. Ekstrak pekat metanol ditambahkan

Isolasi senyawa flavonoida yang terdapat pada daun tumbuhan Lagundi ( Vitex trifolia L.) dilakukan dengan ekstraksi maserasi dengan pelarut metanol.. Ekstrak metanol