• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
330
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA PEMBELAJARAN

MATEMATIKA SD MATERI PEMBAGIAN BILANGAN

BULAT BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)

Oleh:

Brigitta Ida Chrisna Murti NIM: 111134203

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan kepada:

1. Allah Bapa yang Maha Kuasa pencipta langit dan bumi yang selalu mencurahkan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Almamater Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Stephanus Bandiya & Ibu Susana Prihantini yang telah memberikan kepercayaan, dukungan moral dan material serta doa yang mengalir seperti air.

4. Keluarga besar A.K. Puspitosuwarno yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya.

5. Seluruh sahabat saya yang selalu memberi semangat dan dorongan agar skripsi ini segera selesai.

6. Teman-teman seperjuangan PGSD 2011.

7. Segala pihak yang telah membantu dan mendukung proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

(5)

v

HALAMAN MOTTO

“Kalau kita masih memperbincangkan perbedaan, mungkin kita belum bersahabat.” (Gabriel Possenti Sindhunata, S.J)

“Jangan jatuh terlalu dalam” (Anonim)

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwaskripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain. Kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 5 Januari 2015 Peneliti,

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Brigitta Ida Chrisna Murti

Nomor Mahasiswa : 111134203

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi

Pembagian Bilangan Bulat Berbasis Metode Montessori

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 5 Januari 2015

Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

Murti, Brigitta Ida Chrisna. (2015). Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Pembagian Berbasis Metode Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Pendidikan dasar berfungsi untuk menyiapkan peserta didik ke tingkat yang lebih tinggi. Tujuan pendidikan dasar adalah mengembangkan kemampuan yang paling dasar dari setiap siswa seperti membaca, menulis, dan berhitung yang dicapai dengan terselenggaranya pelayanan pendidikan yang memperhatikan perbedaan-perbedaan anak secara individual. Pada dasarnya setiap anak belajar melalui benda konkrit sebagai perantara visualisainya. Salah satu benda konkrit yang dapat menjadi perantara adalah alat peraga. Metode Montessori adalah salah satu metode pembelajaran yang selalu menggunakan alat peraga dalam pengajarannya. Alat peraga metode Montessori belum banyak dikembangkan di Indonesia, sehingga belum banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang menggunakan alat peraga tersebut.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat peraga papan pembagian untuk materi pembagian pada muatan pembelajaran matematika pada siswa kelas II. Alat peraga yang dikembangkan berbasis metode Montessori yang mengarah pada ciri dan kualitas alat peraga yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D). Langkah penelitian dibagi menjadi, (1) potensi masalah, (2) perencanaan, (3) pengembangan desain, (4) validasi dan revisi produk, dan (5) uji coba lapangan terbatas. Penelitian ini menghasilkan prototipe alat peraga papan pembagian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat peraga papan pembagian yang dihasilkan 1) memiliki lima ciri yaitu menarik, bergradasi, correction, auto-education dan kontekstual, serta 2) memiliki kualitas “sangat baik”. Pada pengujian lapangan terbatas, rerata hasil pretest adalah 4,62 sedangkan hasil posttest adalah 8,9. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan antara sebelum dan setelah menggunakan alat peraga. Dengan demikian alat peraga papan pembagian dapat digunakan pada tahap penelitian selanjutnya.

Kata kunci: penelitian dan pengembangan, Metode Montessori, alat peraga pembagian, dan matematika.

(9)

ix ABSTRACT

Murti, Brigitta Ida Chrisna. (2015). Development of Elementary School Mathematic Learning Material for Division Based on Montessori Method. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

The aims of Elementary education was to prepare students for higher level of education. The goals of elementary education include the development of the basic skills of the student, namely reading, writing, and counting, through educational services that respond to every student’s unique particularity.Every student learns particularly through a concrete object as visual aids. One of the concrete objects was the learning aids. Montessorian method is one of the learning methods that always involve learning aids in the learning process. Montessorian learning aids have not been developed in Indonesia. Many schools in Indonesia have not employed such learning aids.

The goals of this research was developed aids in learning mathematic division in mathematics class for the second grade elementary schools. The learning aids are treated under the Montessorian procedures for their standards and quality.This research employs the research and development (R&D) methods.The research procedures sequentially include (1) potential problems, (2) proposal, (3) development of the design, (4) product validation and revision, and (5) limited field test. The research results was a prototype of the division board as learning aids.

The result of the research showed that the product, i.e. the division board developed as learning aids for mathematical division, was 1) interesting, graded, auto-correction, auto-education, and contextual, and 2) of a very good quality. In the limited field test, as shown through comparison between the result of the pretest 4,62 and the posttest 8,9, the students’ learning outcomes showed a positive progress after the treatment. The research concludes that the division board may be continue at the next level of the research.

Key Words: research and development, Montessorian Method, props for division, and mathematics.

(10)

x PRAKATA

Puji syukur atas berkat dan rahmat yang melimpah dari Allah Bapa Yang Maha Kuasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul:

“Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Pembagian Berbasis Metode Montessori”

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik tak lepas dari dukungan dari berbagai pihak. Atas peran tersebut, perkenankanlah peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Perguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S,. BST., M.A. selaku dosen

pembimbing akademik selama semester 1 serta selaku Kaprodi PGSD. 3. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Wakaprodi PGSD.

4. Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik selama semester 2 sampai semester 6 dan selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan skripsi. 5. Elisabeth Desiana Mayasari, M.Psi. selaku dosen pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan skripsi

6. Maria Melani Ika Susanti, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik selama semester 7.

7. Lucianus Suharjanto, SJ yang telah memberi dukungan dan doa selama peneliti menyelesaikan penyusunan skripsi serta mendampingi peneliti dalam menyelesaikan pembuatan abstrak.

8. Sudariyah, S.Pd, selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri Brosot Kulonprogo yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di SD tersebut.

9. Bekti Widiasih, S.Pd, selaku guru kelas IIA SD N Brosot yang telah member dukungan selama peneliti melaksanakan penelitian.

10. Para dosen selaku ahli yang telah memberi kontribusi dalam penelitian ini. 11. Siswa SD N Brosot khususnya kelas IIA yang telah mendukung

(11)

xi

12. SD 1 Srandakan selaku SD setara yang telah memberi kontribusi dalam penelitian ini.

13. Kedua orang tuaku, Stephanus Bandiya & Susana Prihantini yang selalu memberi doa dan dukungan.

14. Keluarga besar A.K. Puspitosuwarno yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada peneliti.

15. Para sahabatku Sanlos’11 Agatha Gitty, Elrika Vani, Rebec April, Eli Reny, Dani Hoesodo, Dionysius Damar, Petrus Damianus, Agung K, Alexander Ade, Hanu Saraga, dan Agung P yang selalu memberikan dukungan dan semangat dengan cara yang misterius.

16. Sahabat-sahabat sekaligus teman PPL SD Negeri Brosot, Lilik Pradana, Resti Susanti, Aprilia Ayomi, dan Patricia Vita yang selalu memberi semangat saat peneliti merasa rapuh.

17. Teman-teman skripsi payung R & D Montessori, Fetra, Noi, Rindi, Charla, Mia, Dita, Bowo, dan Dina yang selalu memberikan semangat serta kejutan-kejutan perihal batas pengumpulan skripsi.

18. Sahabat-sahabat terkasih Nari, Evan, Hosea, dan seluruh teman-teman Avengers of Education serta seluruh warga PGSD yang rajin menanyakan perihal kabar keberlanjutan penulisan skripsi ini.

19. Segenap pihak yang telah membantu, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Peneliti mengharapkan adanya saran, maupun, kritik demi perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih baik. Peneliti berharap skripsi yang telah disusun ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak demi perkembangan di dunia pendidikan. Terima kasih.

Yogyakarta, 5 Januari 2015 Peneliti

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

HALAMAN MOTTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

PRAKATA x

DAFTAR ISI xii

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR RUMUS xx

DAFTAR LAMPIRAN xxi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Penelitian 1

1.2 Rumusan Masalah 6

1.3 Tujuan Penelitian 6

1.4 Manfaat Penelitian 7

1.5 Spesifikasi Produk 7

1.6 Definisi Operasional 8

BAB II LANDASAN TEORI 10

2.1 Kajian Pustaka 10

2.1.1 Hakikat Belajar 10

2.1.2 Perkembangan Anak 12

2.1.3 Metode Montessori 15

2.1.3.1 Sejarah Montessori 15

(13)

xiii

2.1.4.1 Hakikat Alat Peraga 17

2.1.4.2 Manfaat Alat Peraga 18

2.1.4.3 Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori 20

2.1.4.4 Alat Peraga Papan Pembagian 22

2.1.5 Pembelajaran Matematika 25

2.1.5.1 Hakikat Pembelajaran 25

2.1.5.2 Hakikat Matematika 25

2.1.5.3 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 26

2.1.6 Kajian Penelitian yang Relevan 29

2.1.6.1 Penelitian tentang Metode Montessori 29

2.1.6.2 Penelitian tentang Materi Pembagian SD 30

2.2 Kerangka Berpikir 34

BAB III METODE PENELITIAN 35

3.1 Jenis Penelitian 35 3.2 Setting Penelitian 36 3.2.1 Objek Penelitian 36 3.2.2 Subjek Penelitian 36 3.2.3 Lokasi Penelitian 36 3.2.4 Waktu Penelitian 37 3.3 Rancangan Penelitian 37 3.4 Prosedur Pengembangan 40

3.4.1 Potensi dan Masalah 42

3.4.2 Perencanaan 43

3.4.3 Pengembangan Desain 43

3.4.4 Validasi Produk 43

3.4.5 Uji Coba Lapangan Terbatas 44

3.5 Instrumen Penelitian 44

3.5.1 Kuesioner 44

3.5.1.1 Kuesioner Analisis Kebutuhan 45

3.5.1.2 Kuesioner Penilaian Kelayakan Produk 46

(14)

xiv

3.5.2 Wawancara 48

3.5.3 Observasi 49

3.5.4 Tes 50

3.6 Teknik Pengumpulan Data 53

3.6.1 Jenis Data 53

3.6.2 Penyebaran Kuesioner 55

3.6.2.1 Kuesioner Analisis Kebutuhan 54

3.6.2.2 Kuesioner Penilaian Kelayakan Produk oleh Ahli 54 3.6.2.3 Kuesioner Penilaian Kelayakan Produk Melalui Uji Coba Terbatas 55

3.6.3 Wawancara 55

3.6.4 Observasi 56

3.6.5 Triangulasi 56

3.7 Teknik Analisis Data 57

3.7.1 Analisis Data Kualitatif 57

3.7.2 Analisis Data Kuanitatif 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 61

4.1 Hasil Penelitian 61

4.1.1 Potensi Masalah 61

4.1.1.1 Identifikasi Masalah 61

4.1.1.1.1 Wawancara 61

4.1.1.1.1.1.1 Wawancara Kepala Sekolah 63

4.1.1.1.1.1.2 Wawancara Guru 64

4.1.1.1.1.1.3 Wawancara Siswa 65

4.1.1.1.2 Observasi 67

4.1.1.2 Analisis Kebutuhan 70

4.1.1.2.1 Analisis Karakteristik Siswa 71

4.1.1.2.2 Analisis Karakteristik Alat Peraga Montessori 71 4.1.1.2.3 Uji Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan 71

4.1.1.2.3.1 Ahli Pembelajaran Matematika 72

4.1.1.2.3.2 Ahli Bahasa 75

(15)

xv

4.1.1.2.3.4 Siswa 79

4.1.1.2.4 Data Analisis Kebutuhan 81

4.1.1.2.4.1 Data Analisis Kebutuhan oleh Guru 81

4.1.1.2.4.2 Data Analisis Kebutuhan oleh Siswa 83

4.1.2 Perencanaan 86

4.1.2.1 Tes 87

4.1.2.1.1 Validitas Instrumen 87

4.1.2.1.1.1 Ahli Pembelajaran Matematika 87

4.1.2.1.1.2 Guru 89

4.1.2.1.1.3 Siswa 90

4.1.2.2 Kuesioner 93

4.1.2.2.1 Instrumen Validasi Kuesioner Validasi Produk Alat Peraga 93 4.1.2.2.1.1 Uji Validasi Instrumen Validasi Produk oleh Ahli Bahasa 93 4.1.2.2.1.2 Uji Validasi Instrumen Validasi Produk oleh Guru SD Setara 94 4.1.2.2.1.3 Uji Keterbacaan oleh Siswa SD Setara 94

4.1.2.2.2 Instrumen Kuesioner Validasi Album 95

4.1.2.2.2.1 Ahli Bahasa 95

4.1.3 Pengembangan Desain 96

4.1.3.1 Desain Alat Peraga 96

4.1.3.2 Pembuatan Alat Peraga 99

4.1.3.3 Pembuatan Album 101

4.1.4 Validasi Produk 102

4.1.4.1 Hasil Validasi Papan Pembagian 102

4.1.4.1.1 Ahli Pembelajaran Montessori 102

4.1.4.1.2 Ahli Pembelajaran Matematika 104

4.1.4.1.3 Guru Kelas II A SD N Brosot 105

4.1.4.1.4 Revisi Alat Peraga 106

4.1.4.2 Hasil Validasi Album Alat Pembelajaran 107

4.1.4.2.1 Ahli Pembelajaran Matematika Montessori 107

4.1.5 Uji Coba Lapangan Terbatas 108

(16)

xvi

4.1.5.2 Data dan Analisis Kuesioner 110

4.1.6 Proses 111

4.2 Pembahasan 114

4.2.1 Ciri-ciri Alat Peraga Papan Pembagian 114

4.2.2 Kualitas Alat Peraga Papan Pembagian 120

4.2.3 Implikasi Lanjut 121 BAB V PENUTUP 122 5.1 Kesimpulan 122 5.2 Keterbatasan Penelitian 123 5.3 Saran 123 DAFTAR REFERENSI 125 LAMPIRAN [1]

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Literature Map dari penelitian-penelitian sebelumnya 33

Gambar 3.1 Bagan Langkah R and D dari Sugiyono 38

Gambar 3.2Bagan Prosedur Pengembangan 41

Gambar 3.3 Bagan Triangulasi Teknik 57

Gambar 4.1 Bagan Triangulasi dalam Pengumpulan Data 66

Gambar 4.2 Desain Papan Pembagian 96

Gambar 4.3 Kotak Penyimpanan 97

Gambar 4.4 Kotak Kartu Soal 97

Gambar 4.5 Papan Pembagian 98

Gambar 4.6 Kotak Penyimpanan 99

Gambar 4.7 Kartu Soal 100

Gambar 4.8 Grafik Nilai Pretest dan Posttest Siswa 109

Gambar 4.9 Alat Peraga Papan Pembagian 114

Gambar 4.10 Kotak Penyimpanan 115

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner Analisis Kebutuhan 45 Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Penilaian Kelayakan Produk 46 Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner Produk Untuk Siswa 47

Tabel 3.4 Garis Besar Wawancara Kepala Sekolah 48

Tabel 3.5 Garis Besar Wawancara Guru 48

Tabel 3.6 Garis Besar Wawancara Siswa 49

Tabel 3.7 Kisi-kisi Pelaksanaan Observasi 50

Tabel 3.8 Kisi-kisi Butir Soal 51

Tabel 3.9 Kisi-kisi Soal Pretest dan Posttest 52

Tabel 3.10 Kategori Skor 59

Tabel 4.1 Hasil Validasi Instrumen Wawancara 62

Tabel 4.2 Rekapitulasi Komentar Validasi Instrumen Wawancara oleh Ahli 62 Tabel 4.3 Hasil Wawancara terhadap Kepala SD N Brosot 63 Tabel 4.4 Hasil Wawancara terhadap Guru Kelas IIA SD N Brosot 64 Tabel 4.5 Hasil Wawancara terhadap Siswa SD N Brosot 65

Tabel 4.6 Hasil Validasi Instrumen Observasi 67

Tabel 4.7 Rekapitulasi Komentar Validasi Instrumen Observasi oleh Ahli 68 Tabel 4.8 Hasil Observasi Pembelajaran Matematika 68

Tabel 4.9 Konversi Kategori Skor 72

Tabel 4.10 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh Ahli Matematika 72 Tabel 4.11 Komentar Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh Ahli Pembelajaran

Matematika 73

Tabel 4.12 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli Matematika 73 Tabel 4.13 Komentar Validasi Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli Pembelajaran

Matematika 74

Tabel 4.14 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh Ahli Bahasa 75 Tabel 4.15 Komentar Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh Ahli Bahasa 75 Tabel 4.16 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli Bahasa 76 Tabel 4.17 Komentar Validasi Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli Bahasa 77 Tabel 4.18 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Guru oleh Guru SD Setara 78

(19)

xix

Tabel 4.19 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh Guru SD Setara 78 Tabel 4.20 Skor Uji Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Siswa SD Setara 79 Tabel 4.21 Rekapitulasi Hasil Validasi Instrumen Analisis Kebutuhan Siswa 80 Tabel 4.22 Rekapitulasi Hasil Validasi Instrumen Analisis Kebutuhan Guru 80

Tabel 4.23 Data Analisis Kebutuhan oleh Guru 81

Tabel 4.24 Rekapitulasi Data Analisis Kebutuhan Siswa 83 Tabel 4.25 Rekapitulasi Skor Instrumen Tes oleh Ahli Matematika 87 Tabel 4.26 Rekapitulasi Komentar Para Ahli pada Instrumen Tes 87 Tabel 4.27 Rekapitulasi Skor Validasi Instrumen Tes oleh Guru 88 Tabel 4.28 Rekapitulasi Komentar Guru pada Instrumen Tes 89 Tabel 4.29 Rekapitulasi Data Hasil Uji Empiris oleh Siswa 89

Tabel 4.30 Hasil Reliabilitas 90

Tabel 4.31 Kisi-kisi Soal Pretest dan Posttest 91

Tabel 4.32 Hasil Uji Keterbacaan Instrumen Validasi Produk Siswa oleh Ahli

Bahasa 92

Tabel 4.33 Hasil Validasi Instrumen Validasi Produk oleh Guru 93 Tabel 4.34 Hasil Uji Keterbacaan Instrumen Validasi Produk oleh Siswa 93 Tabel 4.35 Hasil Validasi Instrumen Validasi Album oleh Ahli Bahasa 94 Tabel 4.36 Rincian Kartu Soal untuk Alat Peraga Papan Pembagian 100 Tabel 4.37 Rekapitulasi Hasil Validasi Alat Peraga 104 Tabel 4.38 Hasil Validasi Album Pembelajaran Papan Pembagian 106

Tabel 4.39 Rekapitulasi Hasil Nilai Siswa 108

Tabel 4.40 Hasil Rekapitulasi Validasi Alat Peraga oleh Siswa 109

(20)

xx

DAFTAR RUMUS

Rumus 3.1 Nilai Tes 60

(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN [1]

LAMPIRAN 1.INSTRUMEN IDENTIFIKASI POTENSI MASALAH [2]

1.1 Garis Besar Wawncara Kepala Sekolah [2]

1.2 Garis Besar Wawancara Guru [2]

1.3 Garis Besar Wawancara Siswa [2]

1.4 Hasil Validasi Pedoman Wawancara [3]

1.5 Transkrip Wawancara Kepala SD N Brosot [3]

1.6 Transkrip Wawancara Guru SD N Brosot [4]

1.7 Transkrip Wawancara Siswa SD N Brosot [5]

1.8 Kisi-kisi Pelaksanaan Observasi [6]

1.9 Komentar Hasil Validasi Pedoman Observasi [6]

1.10 Rekapitulasi Hasil Observasi [7]

LAMPIRAN 2. INSTRUMEN ANALISIS KEBUTUHAN [8]

2.1 Kisi-kisi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Siswa dan Guru [8] 2.2 Kuesioner Analisis Kebutuhan Sebelum Divalidasi [9]

2.2.1 Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru [9]

2.2.2 Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa [12]

2.3 Kuesioner Analisis Kebutuhan Sesudah Divalidasi [15]

2.3.1 Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru [15]

2.3.2 Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa [19]

2.4 Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru oleh Ahli [22] 2.5 Rekapitulasi Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru Oleh

Ahli [29]

2.6 Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Siswa oleh Ahli [33] 2.7 Rekapitulasi Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Siswa oleh

Ahli [75]

2.8 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Siswa SD Setara [43] 2.9 Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Guru SD Penelitian [48]

(22)

xxii

2.10 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Guru SD

Penelitian [51]

2.11 Pengkategorian Deskripsi Kuesioner Guru [56]

2.12 Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Siswa [51] 2.13 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Siswa SD

Penelitian [64]

LAMPIRAN 3. INSTRUMEN VALIDASI PRODUK [81]

3.1 Tes [81]

3.1.1 Instrumen Soal Tes Sebelum Divalidasi [81]

3.1.2 Instrumen Soal Tes Sesudah Divalidasi [87]

3.1.3 Instrumen Hasil Validasi Soal oleh Ahli [98] 3.1.4 Rekapitulasi Hasil Validasi Soal oleh Ahli [111]

3.1.5 Uji Keterbacaan Soal oleh Siswa [112]

3.1.6 Hasil Uji Validitas [129]

3.1.7 Hasil Uji Reliabilitas [130]

3.2 KUESIONER [131]

3.2.1 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Produk [131]

3.2.2 Hasil Validasi Kuesioner Validasi Produk oleh Ahli [132] 3.2.3 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Papan pembagian oleh Siswa SD

Setara [135]

LAMPIRAN 4. DESAIN [137]

4.1 Papan Pembagian [137]

4.2 Kotak Penyimpanan [137]

4.3 Kotak Kartu Soal [139]

4.4 Sampul Album [140]

LAMPIRAN 5. VALIDASI PRODUK [141]

LAMPIRAN 6. UJI COBA LAPANGAN TERBATAS [141]

6.1 Soal Prestest/Posttest [145]

6.2 Hasil Validasi Produk oleh Siswa [150]

LAMPIRAN 7. SURAT [152]

(23)

xxiii

7.2 Surat Ijin Melaksanakan Penelitian [153]

7.3 Surat Telah Melaksanakan Uji Validasi di SD Setara [154]

7.4 Surat Telah Melaksanakan Penelitian [155]

LAMPIRAN 8. DOKUMENTASI [156]

(24)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

Uraian dalam bab ini berisi tentang (1) Latar Belakang, (2) Rumusan Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Spesifikasi Produk yang Diharapkan, dan (6) Definisi Operasional.

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pendidikan dasar merupakan pendidikan dengan kelompok usia 6-12 tahun yang ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengelompokkan, menyusun, dan mengasosiasikan angka atau bilangan, Yusuf (2004) dalam Susanto (2013: 73). Angka merupakan lambang dari bilangan, sedangkan bilangan adalah konsep matematika yang menunjukkan nilai dari satuan tertentu (KBBI, 2011: 25&53). Menurut UU No.20 Tahun 2003 Pasal 17 Ayat 1, pendidikan dasar berfungsi untuk menyiapkan siswa ke tingkat yang lebih tinggi. Mirasa (2005) dalam Susanto (2013: 70) mengatakan bahwa tujuan pendidikan dasar merupakan proses pengembangan kemampuan yang paling dasar dari setiap siswa, dimana siswa terdorong aktif dalam proses pembelajaran karena adanya suasana yang kondusif. Keterampilan-keterampilan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung wajib dikuasai oleh siswa agar siswa dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, setiap siswa pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 12 Ayat 1b).

(25)

Pelayanan pendidikan tersebut dapat didukung dengan pengajaran yang memperhatikan perbedaan-perbedaan anak secara individual (Individualized

Instruction). Individualized Instruction memiliki peranan yang cukup penting

dalam membina dan menggali potensi siswa untuk mencapai kemajuan bangsanya (Suryosubroto, 2002: 86). Hal ini berarti individualized construction merupakan usaha untuk melengkapi kondisi belajar yang optimal bagi setiap individu dengan tujuan siswa dapat belajar sesuatu yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya (Suryosubroto, 2002: 86-87). Segala metode dan model pembelajaran serta fasilitas pendukung pembelajaran juga turut mempengaruhi tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan secara ideal. Ada berbagai macam model dan metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam penyampaian materi. Pendidik berhak memilih model pembelajaran yang hendak dipakai setiap menyampaiakan materi kepada siswa. Pemilihan model pembelajaran juga menyesuaikan tingkat kesulitan materi yang akan disampaikan.

Indonesia telah mengikuti studi Programme for International Student

Assesment (PISA) sejak tahun 2000 yang hasilnya digunakan untuk mengukur

kemampuan murid dan nantinya dijadikan dasar untuk pengambilan kebijakan pendidikan nasional. Hasil studi PISA tahun 2012 menunjukkan sistem pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Pasalnya, dari 65 negara anggota Pisa, pendidikan di Indonesia berada pada peringkat 64. Skor yang Indonesia dapatkan pada bidang matematika adalah 375 (Kompas, 5 Desember 2013). Masalah tersebut dapat diatasi dengan memperbaiki proses pembelajaran di kelas.

(26)

Menurut Suryosubroto (2002: 87), setiap anak memiliki bakat bawaan yang berbeda sehingga pendidikan yang diterima harus sesuai dengan kemampuan dasar bawaan tersebut. Ada anak yang dapat memahami hukum-hukum baku matematika dengan pengertian yang ia miliki sebelumnya, tetapi banyak juga yang sulit memahami walaupun telah dijelaskan berulang kali. Menurut Ruseffendi (1979: 1) pada dasarnya setiap anak belajar melalui benda yang konkrit sebagai perantara visualisasinya. Benda-benda konkrit yang menjadi perantara antara konsep dengan visualisai disebut alat peraga (Anitah, 2010: 83). Menurut Smaldino (2011: 14) alat peraga merupakan alat yang memeragakan konsep materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Pengajaran dengan menggunakan alat peraga juga menjadi lebih menarik sehingga menimbulkan minat belajar yang tinggi bagi anak. Dengan menggunakan alat peraga, konsep abstrak dalam matematika dapat tersaji secara konkrit. Selain itu, penggunaan alat peraga juga memiliki manfaat dalam melayani perbedaan yang ada dalam setiap individu (Ruseffendi, 1979: 1).

Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Suyamti (2012) tentang penggunaan media asli untuk peningkatan kemampuan pemahaman konsep pembagian di kelas III SDLB. Hasilnya adalah aktifitas siswa memperoleh skor 100% yang berarti memiliki kategori baik sekali. Penelitian lain dilakukan oleh Junaidah (2014) tentang penerapan pendekatan matematika realistik pembagian bilangan dua angka di kelas II suatu Sekolah Dasar. Hasilnya adalah terdapat peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hasil pada siklus II menunjukkan bahwa seluruh siswa dapat mencapai KKM bahkan ada 2 anak yang mendapat nilai 100.

(27)

Kedua penelitian tersebut menggunakan benda-benda konkret untuk menyampaikan konsep pembagian dan keduanya mendapatkan hasil yang positif.

Hasil dari kedua penelitian diatas menunjukkan bahwa prestasi belajar anak usia SD dapat ditingkatkan dengan menggunakan bantuan benda konkret. Hal ini senada dengan teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget (1969) dalam Suparno (2011: 26-100) bahwa anak pada usia 7 hingga 12 tahun atau setara dengan usia SD berada pada tahap operasional konkret. Anak pada tahap operasional konkret membutuhkan benda-benda konkret untuk memahami konsep abstrak. Materi pembagian pada muatan pembelajaran matematika SD termasuk kedalam materi yang abstrak. Menurut Heruman (2008: 26) pembagian termasuk topik yang sulit dimengerti siswa.Oleh karena itu, tidak jarang ditemukan bahwa siswa yang telah lulus dari SD dan melanjutkan ke SMP, kurang memiliki keterampilan dalam pembagian.

Pengalaman observasi oleh peneliti saat melaksanakan program pengakraban lingkungan (Probaling 1 & 2), serta program pengalaman lapangan (PPL) menemukan bahwa penggunaan alat peraga pada saat penyampaian konsep sangatlah kurang. Peneliti mendapatkan pengalaman tersebut pada tiga sekolah dasar yang berbeda-beda. Berdasarkan temuan tersebut, peneliti melakukan penggalian informasi lebih lanjut di SD tempat peneliti melaksanakan PPL yaitu SD N Brosot Kulonprogo. Berdasarkan wawancara, observasi dan analisis kebutuhan yang telah dilakukan di SD N Brosot pada bulan Agustus 2014, mendapatkan hasil bahwa siswa di SD tersebut membutuhkan alat peraga untuk membantu proses belajar mengajar yang berlangsung. Penggunaan alat peraga

(28)

dalam proses pembelajaran di SD tersebut juga sangat kurang, walaupun pengadaan alat peraga sudah diusahakan. Pengadaan alat peraga di SD tersebut mengandalkan program dari Dinas Pendidikan. Kualitas alat peraga yang telah ada pun belum pernah diperiksa. Alat-alat peraga tersebut hanya disimpan di dalam gudang dan belum pernah digunakan hingga ada beberapa alat peraga yang rusak dengan sendirinya. Selain kurangnya penggunaan alat peraga, materi pada mata pelajaran matematika yang dirasa sulit adalah materi pembagian.

Alat peraga yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat. Menurut Ruseffendi (1979: 2) beberapa persyaratan alat peraga diantaranya: (1) Tahan lama (dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat), (2) Bentuk dan warnanya menarik, (3) Sederhana dan mudah dikelola, (4) Ukurannya sesuai dengan ukuran fisik anak, (5) Dapat menyajikan konsep matematika dengan baik, (6) Sesuai dengan konsep, (7) Dapat menunjukkan konsep matematika dengan jelas, (8) Peragaan menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir abstrak pada siswa, (9) Agar siswa dapat belajar secara aktif, maka alat peraga dibuat agar dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dan lain-lain, (10) Bila mungkin alat peraga dapat memiliki banyak manfaat.

Tokoh yang hasil penelitiannya mengenai alat peraga dan telah mendunia adalah Maria Montessori. Maria Montessori menggunakan alat peraga untuk melatihkan beberapa keterampilan pada anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental. Saat diikutsertakan dalam ujian nasional, hasilnya lebih bagus dari anak-anak di sekolah normal. Alat peraga yang digunakan oleh Montessori memperhatikan beberapa ciri diantaranya (1) secara spontan menarik

(29)

perhatian anak, (2) mengandung gradasi rangsangan yang rasional, (3) dapat menunjukkan sendiri setiap kesalahan (auto-correction) sehingga anak tahu sendiri kalau membuat kekeliruan, (4) memungkinkan anak melakukan pendidikan diri (auto-education) sehingga pendidikan penginderaan dapat dilakukan anak sendiri dan campur tangan pendidik semakin diminimalisir (Montessori, 2002: 172-176).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang pengembangan alat peraga berbasis metode Montessori yang memperhatikan ciri-ciri alat peraga yang dikembangkan. Penelitian ini dibatasi pada pengembangan alat peraga Montessori yang diujicobakan secara terbatas untuk memberikan alternatif alat peraga bagi siswa kelas II dalam pelajaran matematika materi pembagian dengan kompetensi dasar 3.2 Mengenal operasi perkalian dan pembagian pada bilangan asli yang hasilnya kurang dari 100 melalui kegiatan eksplorasi menggunakan benda konkrit selama semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 dengan subjek penelitian SD N Brosot, Kulonprogo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran dari latar belakang tersebut maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana ciri-ciri secara spesifik alat peraga papan pembagian yang dikembangkan untuk siswa kelas II SD?

1.2.2 Bagaimana kualitas alat peraga yang dikembangkan untuk melatih keterampilan berhitung materi pembagian pada siswa kelas II SD?

(30)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1.3.1 Mengembangkan alat peraga papan pembagian dengan memperhatikan ciri-ciri alat peraga Montessori untuk siswa kelas II SD.

1.3.2 Mengembangkan alat peraga dengan memperhatikan kualitas untuk melatih keterampilan berhitung materi pembagian pada siswa kelas II SD.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Sekolah

Sekolah dapat meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penggunaan alat peraga.

1.4.2 Bagi Guru

Hasil penelitian dapat memberikan referensi baru dalam penggunaan alat peraga untuk penyampaian materi yang cukup abstrak.

1.4.3 Bagi Siswa

Hasil penelitian ini berupa alat peraga yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk memahami konsep operasi hitung pembagian.

1.5 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah alat peraga metode Montessori. Pengembangan produk pada penelitian ini diharapkan menghasilkan sebuah papan pembagian dengan warna yang menarik dan berat yang ringan sehingga mudah dioperasikan secara mandiri bagi anak. Papan pembagian yang

(31)

diharapkan memiliki ukuran 32 cm x 31 cm dengan bahan dasar kayu pinus yang ringan dengan seratnya yang menarik. Papan pembagian dilengkapi dengan kotak penyimpanan dan kartu soal. Kotak penyimpanan berisi 3 buah mangkok yang masing-masing berwarna hijau, biru, dan merah. Kotak penyimpanan juga berisi manik-manik berwarna hijau, biru, dan merah serta berisi pion-pion pembagi. Manik-manik berwarna hijau mewakili satuan, manik-manik biru mewakili puluhan, sedangkan manik-manik merah mewakili ratusan. Pion pembagi digunakan sebagai tanda pembagi.

Kartu soal pada papan pembagian dibedakan menjadi 3 bagian pembelajaran yaitu, (1) pembagian sebagai pengurangan berulang, (2) pembagian bilangan sampai dengan 100 dengan bilangan pembagi 1-10, dan (3) pembagian bilangan sampai dengan 500 dengan bilangan pembagi 1-20. Kartu soal dicetak dengan menggunakan kertas ivory 260 berukuran 6 cm x 9 cm.

Alat peraga papan pembagian juga dilengkapi dengan album. Album yang dimaksud bukanlah pengertian album pada kehidupan sehari-hari berupa kumpulan foto, melainkan berisi panduan penggunaan alat peraga yang telah tersusun secara sistematis. Album didesain semenarik mungkin dan dijilid dengan rapi. Tujuan dari adanya album adalah sebagai panduan bagi siswa untuk menggunakan papan pembagian. Harapannya papan pembagian tersebut dapat digunakan sesuai dengan fungsinya.

(32)

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Belajar merupakan proses yang dialami oleh setiap orang dimana proses tersebut terjadi sepanjang hayat. Seseorang dikatakan telah belajar adalah ketika terdapat perubahan tingkah laku baik dalam ranah kognitif, psikomotor dan afektif.

1.6.2 Alat peraga merupakan alat bantu yang digunakan untuk memperagakan suatu konsep atau materi serta menjembatani agar siswa dapat memahami atau menangkap pesan dari pembelajaran yang tengah berlangsung.

1.6.3 Pembelajaran adalah kegiatan yang dirancang dan memiliki tujuan, serta pelaksanaannya terkendali baik isinya, waktu, proses maupun hasilnya. 1.6.4 Matematika adalah ilmu tentang bilangan yang digunakan sebagai bekal

bagi manusia untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. 1.6.5 Pembagian merupakan salah satu operasi hitung dengan konsep

pengurangan berulang sampai habis.

1.6.6 Alat Peraga Metode Montessori adalah material yang didesain dan dikembangkan untuk sarana belajar yang memiliki unsur keindahan, bergradasi, memiliki nilai kemandirian dan pengendali kesalahan

1.6.7 Berhitung merupakan aktivitas mengerjakan hitungan seperti menjumlahkan, mengurangi, mengalikan, dan membagi.

(33)

10 BAB 2

LANDASAN TEORI

Pembahasan landasan teori dibagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) kajian pustaka, dan (2) kerangka berpikir

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Hakikat Belajar

Belajar adalah suatu aktivitas atau proses yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Serangkaian aktivitas atau proses tersebut disebut sebagai pengalaman. Pengalaman yang dialami oleh anak akan menghasilkan pengetahuan (Suyono & Hariyanto, 2011: 9). Pendapat lain mengenai teori belajar dikemukakan oleh Siregar & Nara. Belajar merupakan suatu proses yang dialami oleh semua orang dan berlangsung seumur hidup. Perubahan tingkah laku pada seseorang menjadi tanda bahwa ia telah belajar. Perubahan tingkah laku tersebut mencakup pada ranah kognitif, psikomotor dan afektif (Siregar & Nara, 2011:3). Menurut Hilgard (1962) dalam Suyono & Hariyanto (2011: 12) belajar adalah suatu proses dimana perilaku muncul dan berubah karena adanya respon dari suatu situasi. Belajar menurut DiVesta dan Thompson (1970) dalam Sukmadinata (2004: 156) adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil dari suatu pengalaman.

(34)

Menurut Siregar & Nara (2011: 6-7) ada delapan kecenderungan mengapa manusia mau belajar. Pertama, adanya dorongan rasa ingin tahu yang kuat. Biasanya hal ini diwujudkan dengan munculnya berbagai pertanyaan. Kedua, ada keinginan untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai tuntutan zaman dan lingkungan di sekitarnya. Faktor eksternal yang mendorong keinginan manusia untuk belajar. Ketiga, manusia memenuhi kebutuhan belajar sebagai pemahaman dari istilah dari Abraham Maslow bahwa segala aktivitas manusia didasari atas kebutuhan yang harus dipenuhi. Keempat, belajar untuk menyempurnakan pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya. Kelima, belajar untuk melakukan adaptasi atau penyesuaian dengan lingkungannya. Keenam, belajar untuk meningkatkan potensi diri dan menggali potensi dalam siri yang belum ia ketahui. Ketujuh, belajar untuk mencapai cita-cita. Kedelapan, belajar untuk mengisi waktu luang.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai pengertian belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses yang dialami oleh setiap orang dimana proses tersebut terjadi sepanjang hayat. Seseorang dikatakan telah belajar adalah ketika terdapat perubahan tingkah laku baik dalam ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Sedangkan proses belajar yang dialami oleh siswa SD termasuk kedalam kecenderungan belajar yang ketiga yaitu memenuhi kebutuhan. 2.1.2 Perkembangan Anak

Perkembangan dialami sejak manusia berada dalam kandungan, janin, hingga menjadi manusia dewasa. Perkembangan manusia terjadi terjadi secara bertahap salah satunya pada ranah kognitif. Perkembangan yang akan dibahas

(35)

lebih dalam adalah perkembangan anak. Tahap-tahap perkembangan anak menurut Montessori dalam Gutex (2013: 87) dan Holt (2008) adalah sebagai berikut:

1. Usia 0-6 tahun

Tahap pertama dari Montessori yaitu “otak penyerap”. Tahap ini dibagi menjadi 2 subfase yaitu 0-3 tahun kemudian 3-6 tahun. Pada tahap ini, anak-anak menyerap informasi melalui kegiatan-kegiatan eksplorasi lingkungan, membangun konseop-konsep mereka tentang apa saja yang pernah mereka lihat dan alami, mulai menggunakan bahasa dan mulai memasuki dunia yang lebih luas. Keberhasilan pada tahap ini sangat menentukan keberhasilan pada tahap-tahap berikutnya.

2. Usia 6-12 tahun

Pada tahap kedua, keterampilan-keterampilan dan kemampuan-kemampuan yang telah muncul masih terus berkembang dan dilatih, diperkuat dan disempurnakan. Keberhasilan perkembangan pada usia tahap kedua ini tergantung pada keberhasilan perkembangan pada tahap sebelumnya. Pada masa ini anak menjadi tenang dan bahagia. Anak memiliki ketertarikan untuk bersosialisasi dengan teman sebaya, memiliki energi secara fisik, serta periode belajar yang mendalam. Periode belajar yang mendalam ditandai dengan adanya ledakan kemampuan membaca dan menulis di usia enam tahun. Secara mental ia dalam keadaan sehat kuat dan stabil.

(36)

3. Usia 12-18 tahun

Tahap ketiga dibagi menjadi 2 subfase, usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun. Pada tahap ini, anak-anak sudah disebut sebagai remaja dan mereka berusaha untuk memahami peran dalam hidup bersosial serta kegiatan-kegiatan ekonomi serta berusaha menemukan posisinya ditengah-tengah masyarakat.

Selain tahap perkembangan anak menurut Montessori, adapula tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget. Berikut rangkuman tahap perkembangan kognitif menurut Jean Piaget (1969) dalam Suparno (2011: 26-100) dan Ormrod (2009: 44-47).

1. Tahap Sensorimotor

Tahap paling awal, disebut tahap sensorimotor, perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai berumur sekitar 2 tahun. Ciri-ciri dari tahap perkembangan ini adalah gagasan mengenai suatu benda berkembang dari “belum memiliki gagasan” menjadi “memiliki gagasan”. Tahap sensori motor ditandai dengan tingkah laku bayi lebih refleks. Tindakan refleks tersebut disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar. 2. Tahap Praoperasional

Tahap ini terjadi pada usia 2-7 tahun dengan ciri adanya fungsi semiotic yaitu penggunaan simbol atau tanda untuk menyatakan atau menjelaskan suatu objek yang saat itu tidak berada bersama subjek. Dengan menggunakan bahasa, anak dapat membicarakan macam-macam benda yang tidak sedang dilihat. Ia juga membicarakan sesuatu hal tanpa terkait pada

(37)

ruang dan waktu dimana hal tersebut terjadi. Dengan perkembangan ini jelas bahwa intelegensi anak makin berkembang.

3. Tahap Operasional Konkret

Tahap operasional konkret terjadi pada usia 7 hingga 12 tahun. Tahap ini ditandai dengan penalaran anak yang menyerupai orang dewasa, namun masih terbatas pada realitas konkret. Mereka juga mampu melakukan penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan logis mengenai sesuatu yang pasti benar, berdasarkan informasi yang sebelumnya telah diketahui benar. Sekalipun anak telah menunjukkan ciri pemikiran logis, perkembangan kognitif mereka belumlah sempurna. Mereka mengalami kesulitan dalam memahami gagasan-gagasan abstrak, serta mengalami kesulitan menghadapi soal-soal yang banyak sekali hipotesis atau variabelnya.

4. Tahap Operasional Formal

Tahap operasional formal terjadi pada usia 12 tahun hingga dewasa. Pada tahap terakhir dari teori perkembangan kognitif Piaget, ditandai dengan adanya proses-proses penalaran logis yang diterapkan ke ide-ide abstrak dan juga objek-objek konkret. Kemampuan matematika para siswa cenderung membaik saat pemikiran operasional formal mulai berkembang. Soal-soal abstrak seperti kalimat matematika menjadi lebih mudah dipecahkan.

Siswa SD umumnya berusia antara 6 atau 7 tahun hingga 12 atau 13 tahun. Menurut Montessori, anak usia SD termasuk kedalam tahap kedua dengan ciri periode belajar yang mendalam. Periode ini ditandai dengan adanya ledakan

(38)

kemampuan membaca dan menulis di usia enam tahun. Secara mental ia dalam keadaan sehat kuat dan stabil. Sedangkan menurut Piaget, siswa SD berada dalam tahap operasional konkret yang ditandai dengan kemampuan dalam proses berpikir logis meskipun masih terkait dengan objek yang bersifat konkret. Menurut Imron (2008: 1), dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh pancaindera.

2.1.3 Metode Montessori

2.1.3.1 Sejarah Metode Montessori

Metode Montessori pertama kali diperkenalkan oleh Maria Montessori. Maria Montessori lahir pada tahun 1870, ia merupakan dokter sekaligus antropolog wanita pertama dari Italia (Holt, 2008: ix). Montessori mencoba mengembangkan metode mereka untuk mengajar membaca dan menulis pada anak-anak dengan keterbelakangan mental di distrik-distrik kumuh di Roma. Montessori mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan metode pendidikannya dari temuan-temuan yang dilakukan oleh Edward Séguin dan Jean Marc Gaspard Itard yang berhasil mendidik anak-anak yang terbelakang mentalnya maupun yang memiliki cacat indera semi permanen. Anak-anak tersebut diikutsertakan dalam ujian bersama dengan anak-anak normal dari sekolah negeri. Ternyata hasilnya sangat sukses seakan seperti mukjizat. Hasil yang dicapai oleh anak-anak bermental terbelakang malah lebih baik dibanding anak-anak normal hanya karena mereka dididik dengan cara yang berbeda dengan cara yang diterapkan untuk anak-anak normal (Motessori, 2002: 38).

(39)

Pada tahun 1906 Montessori diminta oleh Edoardo Talamo, Direktur Jenderal Asosiasi Roma untuk mengambil alih organisasi sekolah-sekolah untuk anak-anak usia 3-7 tahun di perumahan-perumahan susun kumuh di Roma. Sekolah pertama didirikan pada tanggal 6 Januari 1907 di distrik San Lorenzo yang diberi nama Casa dei Bambini (“Rumah Anak-Anak”). Beberapa waktu kemudian “Rumah Anak-Anak” juga dibuka di tempat-tempat lain diantaranya San Lorenzo, dan Via Famagosta. Sekolah ini biasanya didirikan di dalam suatu rumah susun di mana Montessori menerapkan metodenya bagi anak-anak normal. Pada Januari 1909 “Rumah Anak-Anak” di Swiss mengadopsi metode dan material Montessori untuk kepentingan belajar mengajar di sekolah mereka (Montessori, 2002: 43-44).

Menurut Montessori pendidikan penginderaan merupakan dasar bagi pembentukan konsep-konsep intelektual. Untuk itu Montessori mengikuti metode dari Séguin yang menyebut adanya 3 periode yang perlu diperhatikan. (1) Asosiasi persepsi inderawi dengan nama. Misalnya, anak diberi 2 benda berwarna merah dan biru. Pendidik cukup mengatakan “Ini merah” dan “Ini biru”. Kedua benda itu diletakkan di depan meja beberapa saat agar diamati anak. (2) Mengenali objek sesuai dengan nama objek itu. Pendidik mengatakan “Berikan pada saya yang berwarna merah” dan “Berikan pada saya yang berwarna biru.” (3) Memberi nama dari objek yang bersangkutan. Pendidik mesti bertanya, “Ini berwarna apa?” dan anak semestinya menjawab, “Merah” (Montessori, 2002: 177-178).

(40)

2.1.4 Alat Peraga Montessori 2.1.4.1 Hakikat Alat Peraga

Alat peraga merupakan alat yang digunakan untuk memperagakan sesuatu supaya mudah dimengerti (KBBI, 2011: 14). Banyak orang menggunakan istilah media dan alat peraga untuk menunjuk benda yang sama. Namun, sebenarnya media dan alat peraga adalah dua hal yang berbeda. Perbedaan media dan alat peraga ada pada fungsi dari benda itu sendiri (Anitah, 2009: 6). Alat peraga merupakan bagian dari media pembelajaran. Media adalah semua sarana untuk memperlancar proses pembelajaran, sedangkan alat peraga adalah alat yang memeragakan konsep materi pembelajaran yang akan disampaikan oleh guru (Smaldino, 2011: 14). Suatu benda disebut media jika benda tersebut menjadi bagian dari seluruh kegiatan pembelajaran sedangkan benda yang disebut alat peraga adalah benda yang hanya digunakan sebagai alat bantu pada suatu proses pembelajaran (Anitah, 2009: 6). Ali (1989) dalam Sundayana (2014: 7) menyatakan bahwa alat peraga merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan, merangsang pikiran, perasaan dan perhatian serta kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar. Alat peraga sebaiknya digunakan apabila alat peraga tersebut mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan (Anitah, 2010: 83).

Alat peraga yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran juga harus memenuhi beberapa syarat. Menurut Ruseffendi (1979: 2) beberapa persyaratan alat peraga diantaranya: (1) Tahan lama (dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat), (2) Bentuk dan warnanya menarik, (3) Sederhana dan mudah

(41)

dikelola, (4) Ukurannya sesuai dengan ukuran fisik anak, (5) Dapat menyajikan konsep matematika dengan baik, (6) Sesuai dengan konsep, (7) Dapat menunjukkan konsep matematika dengan jelas, (8) Peragaan menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir abstrak pada siswa, (9) Agar siswa dapat belajar secara aktif, maka alat peraga dibuat agar dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dan lain-lain, (10) Bila mungkin alat peraga dapat memiliki banyak manfaat.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa alat peraga merupakan alat bantu yang digunakan untuk memperagakan suatu konsep atau materi serta menjembatani agar siswa dapat memahami atau menangkap pesan dari pembelajaran yang tengah berlangsung. Singkatnya alat peraga dapat menyederhanakan suatu konsep pada materi suatu pembelajaran. Alat peraga yang baik juga harus memenuhi beberapa syarat yang telah disebutkan diatas.

2.1.4.2 Manfaat Alat Peraga

Alat peraga yang digunakan pada proses belajar mengajar memiliki beberapa manfaat. Menurut Montessori dalam Lillard (1996: 84) Alat peraga yang digunakan di sekolah dasar dapat membantu dan memberi keuntungan bagi siswa yang melanjutkan ke jenjang berikutnya. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran juga dapat membawa anak-anak untuk meraih level pemahaman lebih tinggi mengenai materi yang abstrak (Lillard, 1996: 80). Ruseffendi (1979: 1) memaparkan beberapa manfaat penggunaan alat peraga diantaranya: (1) Minat mengikuti proses belajar mengajar baik pada murid maupun guru akan timbul, (2) Konsep abstrak khususnya pada mata pelajaran matematika dapat disajikan dalam bentuk konkrit sehingga lebih mudah dipahami dan dimengerti, (3) Hubungan

(42)

konsep abstrak matematika dengan benda-benda di alam sekitar akan lebih mudah dipahami, (4) Konsep-konsep abstrak yang tersajikan secara konkrit dapat menjadi obyek penelitian atau sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru.

Hal tersebut senada dengan manfaat alat peraga yang dipaparkan oleh Sudjana & Rifai (1998: 2) dalam Sundayana (2014: 12-13) yaitu: (1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, (2) Makna pembelajaran akan lebih jelas sehingga lebih mudah dipahami, (3) Metode mengajar akan lebih bervariasi sehingga tidak selalu datang dari komunikasi verbal dari guru, (4) Siswa lebih dapat melakukan kegiatan belajar karena tidak hanya mendengarkan penjelasan guru.

Montessori beranggapan bahwa siswa membutuhkan seperangkat peralatan pendidikan (didactic apparatus) yang berguna untuk perkembangan siswa tersebut (Hainstock, 1997: 80). Materi-materi didaktis yang dipilih semestinya memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) secara spontan menarik perhatian anak, (2) mengandung gradasi rangsangan yang rasional, (3) dapat menunjukkan sendiri setiap kesalahan (auto-correction) sehingga anak tahu sendiri kalau membuat kekeliruan, (4) memungkinkan anak melakukan pendidikan diri (auto-education) sehingga pendidikan penginderaan dapat dilakukan anak sendiri dan campur tangan pendidik semakin diminimalisir (Montessori, 2002: 172-176).

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa manfaat penggunaan alat peraga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, serta konsep-konsep

(43)

materi yang abstrak dapat tersaji secara konkrit. Selain itu, penggunaan alat peraga juga dapat menimbulkan variasi dalam proses belajar mengajar.

2.1.4.3 Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori

Alat peraga yang digunakan oleh Montessori secara spontan menarik perhatian anak, mengandung gradasi rangsangan yang rasional, dapat menunjukkan sendiri setiap kesalahan (auto-correction) sehingga anak tahu sendiri kalau membuat kekeliruan, memungkinkan anak melakukan pendidikan diri (auto-education) sehingga pendidikan penginderaan dapat dilakukan anak sendiri dan campur tangan pendidik semakin diminimalisir (Montessori, 2002: 172-176). Alat peraga yang dikembangkan oleh peneliti dalam penelitian ini juga mengadopsi keempat ciri yang ada pada alat peraga dari metode Montessori tersebut. Selain mengadopsi keempat ciri tersebut, peneliti juga menggunakan ciri kontekstual atau sesuai dengan konteks. Kelima ciri yang peneliti gunakan sebagai acuan dalam mengembangkan alat peraga akan diuraikan sebagai berikut.

1. Menarik

Alat peraga di “Rumah Anak-Anak” dibuat menarik baik dalam segi warna, bentuk, maupun tampilannya. Hal ini dibuktikan dengan anak-anak normal mengulang latihan berulang kali. Pengulangan ini tergantung pada stiap individu. Beberapa anak mengulangi sebanyak lima atau enam kali sampai merasa lelah (Montessori, 2002: 172). Ada 10 kubus berwarna pink dengan ukuran mulai dari 10 sentimeter hingga 1 sentimeter. Kubus-kubus tersebut disusun hingga membentuk menara berwarna pink diatas karpet

(44)

berwarna hijau. Kemudian ia mengulang lagi untuk merancang, membangun, dan merobohkan menara tersebut (Montessori, 2002: 174).

2. Bergradasi

Gradasi pada alat peraga Montessori ada pada berat, bentu, dan kesesuaian alat peraga dengan usia anak yang menggunakan alat peraga tersebut. Salah satu alat yang mengandung unsur gradasi adalah empat set silinder, masing-masing set terdiri dari 10 silinder dengan ukuran yang berbeda-beda. Ukuran yang berbeda-beda ini secara tidak langsung mengajarkan anak mengenai berat-ringan, besar-kecil, panjang-pendek, lebar-sempit. Gradasi alat akan membantu siswa mengembangkan kemampuannya berlogika dalam menyelesaikan masalah. (Montessori, 2002: 170-171).

3. Auto-correction

Setiap peralatan didaktis metode Montessori dapat mengontrol kesalahan yang mungkin muncul. Misalnya pada penggunaan empat set silinder beserta tempatnya. Ketika anak salah memasukkan satu silinder maka akan menyebabkan silinder lain tidak mendapatkan tempat. Apabila terjadi, anak harus mengulangi proses dari awal sehingga memperoleh langkah dan hasil yang tepat (Montessori, 2002: 170-171).

4. Auto-education

Peralatan didaktis pada metode Montessori mengandung ciri auto-education atau memberi pendidikan secara mandiri. Peran guru adalah mengamati berapa lama siswa mampu memasukkan silinder-silinder pada

(45)

tempat yang tepat. Fungsi guru adalah mengamati siswa secara psikologis. Guru lebih banyak mengamati daripada mengajari siswa. Perintah-perintah yang digunakan juga dipersingkat namun jelas (Montessori, 2002: 172-173). Hal ini menumbuhkan kemandirian pada siswa.

5. Kontekstual

Montessori mendesain seperangkat material dan sistem pembelajaran yang dapat memberikan makna bagi anak-anak. Anak-anak juga belajar melalui apa yang mereka lakukan, pembelajaran mereka disesuaikan dengan konteks sutu peristiwa atau suatu benda. Misalnya, anak yang tertarik dengan sebuah jembatan, maka ia mencari teknisi local yang dapat ditemui. Melalui teknisi tersebut mereka dapat belajar bagaimana desain jembatan tersebut (Lillard, 2005: 32). Ketertarikan siswa ditentukan oleh konteks yang tengah didalami dan hubungan satu dengan yang lain (Lillard, 1996: 81).

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa alat peraga metode Montessori adalah alat peraga yang mengandung ciri-ciri menarik, bergradasi, dapat menunjukkan sendiri setiap kesalahan, dan memiliki nilai kemandirian sehingga anak dapat menggunakannya sendiri.

2.1.4.4 Alat Peraga Papan Pembagian

Alat peraga matematika Montessori tidak didesain untuk mengajarkan matematika, namun untuk mengembangkan pikiran matematis anak. Alat peraga matematika Montessori menghadirkan kuantitas dan simbol, sistem desimal, dan keempat operasi hitung matematika. Alat peraga matematika Montessori didesain agar anak-anak dapat menggunakan secara berulang-ulang hingga mereka

(46)

memahami materi yang abstrak (Lillard, 1997: 137). Hal ini mendasari pengembangan alat peraga yang digunakan pada penelitian ini. Alat peraga yang dikembangkan juga didesain untuk memenuhi tiga langkah pembelajaran matematika di Sekolah Dasar yaitu, penanaman konsep, pemahaman konsep, serta pembinaan keterampilan (Imron, 2008: 3)

Alat peraga papan pembagian dikembangkan dari alat peraga metode Montessori yaitu Unit Division Board. Alat peraga ini digunakan pada materi pembagian, bilangan pembagi pada Unit Division Board adalah 1-9 dengan jumlah maksimal bilangan yang dibagi 81. Papan pembagian yang dikembangkan memiliki bilangan pembagi 1-20 dengan bilangan yang dibagi sampai dengan 500. Bilangan yang dibagi dibatasi hanya sampai 500 karena menyesuaikan dengan Kompetensi Dasar bagi siswa kelas II SD yaitu mengenal bilangan sampai dengan 500. Papan pembagian juga dilengkapi dengan 3 macam manik-manik yang dibedakan menjadi manik satuan, puluhan, dan ratusan. Selain itu, set manik-manik juga dilengkapi dengan mangkok dengan warna yang sama. Alat peraga yang dikembangkan disesuaikan dengan 3 langkah pembelajaran matematika yang telah disebutkan diatas. Selain itu alat peraga papan pembagian juga mempertahankan 5 ciri alat peraga Montessori.

Alat peraga papan pembagian dibuat menarik dengan pemberian warna-warna yang cerah yaitu merah, biru, dan hijau pada manik-manik dan mangkok, serta warna kuning pada pion-pion pembagi. Papan pembagian dan kotak penyimpanan manik-manik juga menggunakan warna alami dari kayu sehingga tampak lebih menarik. Papan pembagian dilengkapi dengan bilangan pembagi

(47)

1-20, sehingga dapat digunakan pada jenjang yang lebih tinggi. Papan pembagian juga dapat digunakan untuk Kompetensi Dasar yang berbeda misalnya penjumlahan, pengurangan dan perkalian. Beberapa hal ini menyatakan gradasi pada alat peraga papan pembagian yang dikembangkan. Ciri auto-correction juga terdapat pada alat peraga papan pembagian. Hal ini dapat dilihat dari lubang-lubang pada papan pembagian hanya dapat dimasuki satu manik. Selain itu, jika siswa salah mengambil jumlah manik-manik, maka manik yang didapat oleh masing-masing pion tidak sama. Papan pembagian memiliki ukuran dan berat yang sesuai dengan karakteristik anak usia kelas II SD sehingga dapat digunakan secara mandiri oleh setiap anak. Hal ini menjadikan papan pembagian memiliki ciri auto-education. Ciri yang terakhir adalah kontekstual, papan pembagian dibuat dari bahan-bahan yang mudah ditemui di lingkungan sekitar. Bahan yang digunakan adalah kayu pinus, papan tripleks, serta manik-manik berwarna yang dapat dijumpai di toko-toko bahan aksesoris. Selain itu konsep pembelajaran yang diajarkan melalui papan pembagian juga sesuai dengan kegiatan pembagian dalam kehidupan sehari-hari.

Alat peraga papan pembagian dikembangkan dari Unit Division Board, salah satu alat peraga pada metode Montessori. Papan pembagian yang dikembangkan mengadopsi kelima ciri alat peraga metode Montessori yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, auto-education, dan kontekstual.

(48)

2.1.5 Pembelajaran Matematika 2.1.5.1 Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa dengan memperhitungkan kejadian-kejadian tak terduga yang berkaitan dengan aktivitas siswa (Winkel, 1991) dalam (Siregar & Nara, 2010:12). Menurut Miarso (1993) dalam (Siregar & Nara, 2010:12-13) pembelajaran adalah suatu usaha dalam dunia pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja dan memiliki tujuan yang telah dirumuskan sebelum terlaksana serta pelaksanaannya yang terkendali.

Adapun menurut Dimyati (2006) dalam (Susanto, 2013:186), pembelajaran adalah kegiatan guru secara terencana dalam suatu desain instruksional, dengan tujuan membuat siswa belajar secara aktif, dengan memperhatikan adanya sumber belajar. Pembelajaran dapat disimpulkan sebagai kegiatan yang dirancang dan memiliki tujuan, serta pelaksanaannya terkendali baik isinya, waktu, proses maupun hasilnya.

2.1.5.2 Hakikat Matematika

Matematika merupakan suatu komponen dari rangkaian mata pelajaran yang memiliki peran yang penting dalam pendidikan karena mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Sundayana, 2014:2). Matematika memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, namun hal tersebut bukan berarti menjadi penghalang bagi manusia untuk mempelajari matematika. Meskipun matematika memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, manusia perlu mempelajari sebagai sarana untuk memecahkan masalah sehari-hari. Misalnya, penggunaan informasi,

(49)

penggunaan pengetahuan tentang benda dan bentuk, pengetahuan untuk menghitung, serta melihat peluang munculnya kejadian.

Matematika merupakan ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (KBBI, 2011: 306). Bilangan menurut KBBI (2011: 53) adalah satuan atau jumlah dari banyaknya sesuatu. Matematika adalah bekal bagi siswa untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Menurut Marshall Walker (1955: 115) dalam Sundayana (2014: 3) matematika dapat didefinisikan sebagai bidang studi tentang struktur-struktur abstrak dengan berbagai hubungannya. Mrati (2010) dalam Sundayana (2014: 3) berpendapat bahwa obyek matematika yang bersifat abstrak tersebut merupakan kesulitan tersendiri yang harus dihadapi baik oleh siswa maupun guru. Konsep-konsep abstrak matematika akan mudah dipahami dengan bantuan benda konkret, oleh sebab itu pengajaran matematika harus dilakukan secara bertahap mulai dari tahapan konkret diarahkan menuju semi konkret hingga berakhir pada konsep abstrak.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan yang digunakan sebagai bekal bagi manusia untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Matematika juga memiliki konsep abstrak yang mudah dipahami oleh siswa dengan menggunakan bantuan berupa benda konkret.

2.1.5.3 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika Sekolah Dasar (SD) diharapkan terjadi suatu proses penemuan kembali atau reinvention. Penemuan kembali ini dimaksudkan

(50)

menemukan cara baru untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Penemuan tersebut bersifat sederhana dan bukanlah hal baru bagi yang telah mengetahuinya, namun penemuan tersebut merupakan hal yang baru bagi siswa SD. Tujuan dari metode penemuan tersebut adalah agar dapat melatihkan berbagai kemampuan intelektual pada siswa. Pembelajaran matematika di SD mempelajari konsep yang saling berkaitan satu sama lain (Imron, 2008: 4). Oleh karena itu proses pembelajaran harus dilaksanakan secara berkualitas agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Seringkali penyampaian materi yang bersifat konkret sulit disampaikan oleh guru, sehingga hal tersebut menyebabkan rendahnya hasil kualitas hasil yang dicapai oleh para siswa.

Hal tersebut akan terus terjadi jika guru masih menganggap bahwa dirinya merupakan satu-satunya sumber pembelajaran. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan dengan penggunaan media dan alat peraga (Sundayana, 2014: 3). Rendahnya kualitas hasil belajar juga termasuk pada pemahaman siswa pada suatu konsep yang menjadi dasar pada konsep berikutnya. Jika pemahaman siswa terhadap konsep sebelumnya belum terbentuk secara matang maka akan mempengaruhi pemahaman siswa pada konsep selanjutnya. Menurut Mujiono (1994: 31) dalam Sundayana (2014: 25) ada empat komponen penting dalam proses belajar mengajar yang berpengaruh pada keberhasilan belajar siswa, yaitu bahan belajar, suasana belajar, media dan sumber belajar, serta guru sebagai subyek pembelajaran. Komponen-komponen tersebut sangat penting dalam proses pembelajaran matematika sehingga jika salah satu komponen tersebut melemah

(51)

akan mempengaruhi kelangsungan proses belajar mengajar (Sundayana, 2014: 25).

Menurut Depdiknas (2001: 9) dalam Susanto (2013: 189) kemampuan umum pembelajaran matematika di SD salah satunya adalah melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian beserta operasi hitung campur dan melibatkan campuran. Salah satu materi atau konsep pada muatan pembelajaran matematika adalah pembagian. Pembagian merupakan salah satu operasi hitung dengan konsep pengurangan berulang sampai habis. Sebelum mempelajari konsep pembagian, terlebih dahulu anak harus menguasai pengurangan dan perkalian (Heruman, 2008: 26). Pembagian merupakan kebalikan dari perkalian. Pembagian mencari faktor yang belum diketahui ketika salah satu faktor telah diketahui (Reys, 1998: 165).

Penanaman konsep pembagian diawali dengan melakukan pengurangan berulang sampai habis. Penggunaan media pembelajaran untuk menanamkan konsep pembagian sangat dianjurkan (Heruman, 2008: 26). Penanaman konsep pembagian sebagai pengurangan berulang dilakukan dengan bantuan manik-manik.

Contoh soal: Bu Fitri mempunyai 6 buah manik-manik. Manik-manik tersebut akan dibagikan sama banyak kepada 2 orang anak. Berapa buah manik yang didapat oleh setiap anak?

Perintah peragaan: Ambil 2 manik, bagikan kepada setiap anak. Ambil lagi, bagikan. Ambil lagi, bagikan (habis). Dengan kata lain peragaan tersebut sama dengan 6 diambil 2, diambil 2, diambil 2 = habis. Apabila ditulis dalam bentuk

(52)

pengurangan, perintah diatas menjadi 6 – 2 – 2 – 2 = 0. Apabila ditulis dalam kalimat pembagian menjadi 6 : 2 = 3 (Heruman, 2008: 26-27).

Kesimpulan dari pembelajaran matematika di SD yaitu pembelajaran yang mempelajari konsep, dimana setiap konsep berkaitan satu dengan yang lain. Harapan pada setiap pembelajaran matematika adalah adanya penemuan kembali tentang cara penyelesaian suatu masalah. Empat komponen penting dalam pembelajaran matematika di SD adalah bahan belajar, suasana belajar, media dan sumber belajar, serta guru sebagai subyek pembelajaran.

2.1.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan 2.1.6.1 Penelitian tentang metode montessori

Berikut ini terdapat penelitian yang relevan tentang pendidikan Montessori dari Harris (2007), dan Wahyuningsih (2011).

Harris (2007) melakukan penelitian mengenai perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode Montessori secara tradisional dan dengan musik yang diperkaya dengan instruksi Montessori. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan membandingkan dua kelompok (two-group post-test), kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen menerima perlakuan dalam bentuk pembelajaran matematika dengan musik yang diperkaya dengan petunjuk-petunjuk program Montessori, sedangkan kelompok kontrol menerima perlakuan dalam bentuk pembelajaran tradisional Montessori. Sampel penelitian melibatkan 200 siswa Montessori yang diambil secara acak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang belajar Matematika dengan musik yang diperkaya dengan petunjuk-petunjuk program

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Menurut Sutrisno Hadi, metode interview adalah metode untuk mengumpulkan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan

maupun aset logik, namun masih banyak kejadian ancaman yang belum memiliki kontrol pencegahan dan kontrol deteksi dikarenakan kejadian ancaman tersebut belum pernah terjadi dan

[r]

“ STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SUBJECTIVE WELLBEING PADA LANSIA PENDERITA PENYAKIT KRONIS YANG MENGIKUTI PROLANIS DI PUSKESMAS ‘X’ KOTA BANDUNG “. Universitas Kristen

0 Sistem Informasi Penggajian 1 Pemeliharaan File Master 2 Pemeliharaan File Transaksi 3 Cetak Laporan 1.1 File Master Karyawan 1.2 File Master Absensi 2.1 File Transaksi Penggajian

Manfaat dari Penelitian ini adalah Sebagai bahan evaluasi dan masukan terhadap system pencatatan manual yang ada saat ini, serta memberikan efisiensi kerja terhadap