9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakikat IPA
Hakikat IPA di SD yang terdapat dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) Tahun 2006 menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pegetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Folwer (Trianto, 2014:136) “IPA adalah pengetahuan yang sistematis yang dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi”. Adapun Wahyana (2014:136) mengatakan bahwa “IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaanya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam”.
Dari berbagai pendapat yang telah dipaparkan di atas dapat dinyatakan bahwa pada hakekatnya IPA merupakan suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap siswa seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi yang edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA. Dalam KTSP 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA; c) Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat; d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan; e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam menjaga dan melestarikan lingkungan alam; f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala keturunannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
Dengan demikian, tujuan mata pelajaran IPA secara umum yaitu menciptakan ketaqwaan terhadap Tuhan sebagai pencipta alam semesta, memahami berbagai macam gejala alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa ingin tahu mengenal pengaruh IPA dengan lingkungan, meningkatkan kesadaran dalam menjaga lingkungan alam. Berdasarkan BNSP kurikulum 2006 (KTSP) ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
Tujuan dan ruang lingkup di atas mengisyaratkan bahwa pembelajaran IPA di SD, hendaknya tidak menitikberatkan pada upaya pencapaian akademik semesta, tetapi juga untuk mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Dengan demikian, semakin jelas bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Maka penyajian materi atau konsep tidak dilakukan secara informatif melalui ceramah. Pembelajaran IPA, sebaiknya melibatkan siswa dalam kegiatan yang memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuanya sendiri. Agar situasi ini terjadi maka pemilihan metode pembelajaran menjadi penentu penting. Dengan demikian, diharapkan dengan menerapkan metode discovery learning dalam pembelajaran tujuan pembelajaran IPA seperti yang
diharapkan dapat tercapai.
Dalam pembelajaran IPA demi tercapainya tujuan pembelajaran maka disusunlah acuan dalam standar kompetensi (SK) yang kemudian diperinci ke dalam kompetensi dasar (KD). Berdasarkan BNSP 2006 Tentang Standar Isi “Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun ke mampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
2.1.2. Metode Discovery Learning
“metode pembelajaran adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.
Dari pendapat di atas menitikberatkan metode pada cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dengan demikian pemaparan di atas menunjukkan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu strategi atau cara yang digunakan dalam pembelajaran melalui penyajian, penguraian materi pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penggunaan metode yang tepat akan berpengaruh pada penerimaan materi pembelajaran oleh siswa.
2.1.2.1. Pengertian Discovery Learning
Dalam menerapkan pembelajaran penemuan (discovery learning) guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif. Guru berperan sebagai pembimbing dan pengarah kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Menurut Sani (2014:97) “discovery learning adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan”. Sedangkan Sani dan Kurniasih (2014:64) “discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri”. Dalam discovery learning guru harus memberikan kesempatan kepada siswanya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, dan historin. Guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan
Pernyataan di atas menunjukkan metode discovery learning menuntut siswa untuk menggunakan kemampuannya mencari jawaban atas suatu masalah atau pertanyaan. Dengan demikian siswa diharapkan mampu menemukan konsep dan prinsip sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan. Proses discovery learning menuntut guru bertindak sebagai fasilitator, nara sumber dan penyuluh kelompok. Maka dapat dikatakan bahwa metode discovery learning adalah suatu metode pembelajaran yang berperan melibatkan atau mengatifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar di mana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri konsep-konsep atau prinsip-prinsip melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. Adapun tujuan yang spesifik dari pembelajaran penemuan (discovery learning) menurut Bell (Hosnan, 2014:284), yakni sebagai berikut:
a) Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dan siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan; b) Membantu siswa cara kerja yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain; c) Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, yang akan dipelajari; d) Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
Tujuan dari dilakukan pembelajaran menggunakan metode discovery learning di atas mengisyaratkan bahwa dalam pembelajaran discovery learning siswa dilatih menarik kesimpulan dari fakta hasil pengamatan melalui percobaan yang telah dilakukan. Selain tujuan adapun karakteristik dalam pembelajaran penemuan (discovery learning), yaitu: 1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan; 2) berpusat pada siswa; 3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada (Hosnan, 2014:284).
kegiatan belajar-mengajar. Menurut Kosasih (2014:84) “pembelajaran discovery mendorong siswa untuk berperan kreatif dan kritis”. Peranan guru tidak lagi menyuplai ilmu pengetahuan, guru lebih lebih memperhatikan perkembangan kognitif dan kreatif siswa. dalam hal inilah peran guru sebagai motivator, fasilitator, dan manajer pembelajaran sangat diharapkan. Berikut uraian peranan guru sebagai motivator, fasilitator, dan manajer pembelajaran menurut Kosasih (2014:84).
1) Motivator, yakni mendorong siswa untuk mau berpikir dan bekerja keras untuk bisa belajar dengan baik; 2) Fasilitator, yakni penyedia sumber belajar yang diperlukan para siswa di dalam mewujudkan penemuan-penemuannya; 3) Manajer pembelajaran, yakni menata hubungan antar siswa dan rencana pembelajaran yang akan mereka lakoni, misalnya dengan berpasang-pasangan, diskusi kelompok, dan mengunjungi tempat-tempat tertentu sehingga kegiatan mereka berlangsung efektif.
Bedasarkan pemaparan di atas dalam pembelajaran discovery guru mempunyai peranan penting dalam melaksanakan pembelajaran, yaitu sebagai motivator (mendorong siswa untuk berfikir), fasilitator (penyedia sumber belajar
yang diperlukan), dan manajer pembelajaran (menata hubungan antar siswa dan rencana pmbelajaran) dalam melaksanakan pembelajaran. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran disvovery learning guru hanya sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar aktif, dimana dalam pembelajaran siswa diarahkan untuk mencari data-data ataupun prinsip-prinsip baru melalui pengamatan terhadap percobaan yang telah dilakukan oleh siswa sehingga siswa dapat memukan ide/gagasan baru atau konsep-konsep baru mengenai materi yang telah dipelajari. Menurut sulistyowati dan Wisudawati (2014:80) discovery learning merupakan “model pembelajaran esensial dalam melaksanakan pembelajaran IPA”. Sulistyowati dan Wisudawati (2014:80) menyatakan bahwa
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dinyatakan metode discovery learning (penemuan) penting untuk diterapkan pada pembelajaran IPA yang pada dasarnya menitikberatkan pada suatu proses penemuan. Dengan demikian pembelajaran discovery learning dalam pembelajaran IPA merupakan proses pengalaman
dimana siswa dihadapkan ke dalam persoalan dan mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertannyaan di dalam suatu prosedur, sehingga siswa memperoleh pengalaman baru dimana dalam pembelajaran siswa diarahkan untuk mencari data-data ataupun prinsip-prinsip baru melalui pengalaman terhadap percobaan yang telah dilakukan.
2.1.2.2. Langkah-Langkah Metode Discovery Learning
Dalam mengaplikasikan metode discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif. Agar metode discovery learning tersebut dapat berjalan secara efektif, maka perlu diterapkan langkah-langkah metode discovery learning. Berikut langkah-langkah operasional metode dicovery learning menurut Sani dan Kurniasih (2014:68):
1) Langkah Persiapan, meliputi: a) Menentukan tujuan pembelajaran dan melakukan identifikasi karakteristik siswa; d) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif; e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh- contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa; f) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks; g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. 2) Pelaksanaan, meliputi: a) Stimulation; b) Problem statement; c) Data collection; d) Data Processing; e) Verification; (f) Generalization.
Langkah pelaksanaan discovery learning di atas meliputi enam tahap yaitu stimulation, problem statement, data collection, data processing, verification,
generalization Berikut uraian langkah metode discovery learning dalam
melaksanakan pembelajaran.
a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa. Menurut Dipl dan Hosnan (2014:39) “Mengamati (Observing) adalah salah satu strategi pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstektual dan media asli dalam rangka membelajarkan siswa yang mengutamakan kebermaknaan proses belajar”. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam permendikbud 81a, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca.
b) Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Dalam tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran melalui pertanyaan yang telah dilakukan kepada siswa. Menurut Hosnan (2014:50) Menanya (Questioning) “adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, siswa kepada guru, dan siswa kepada siswa”.
c) Data collection (Pengumpulan Data)
Kegiatan ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian siswa diberi kesempatan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Menurut Hosnan (2014:57) “Mengumpulkan informasi merupakan tidak lanjut dari bertanya”. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Dalam permendikbud No 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya.
d) Data Processing (Pengolahan Data)
yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
e) Verification (Pembuktian)
Pada kegiatan ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar/tidaknya hipotesis yang ditetapkan dihubungkan dengan hasil data processing. Pembuktian menurut Bruner (Hosnan, 2014:291) “bertujuan agar proses belajar akan belajar dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya”.
f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Menurut Syah (2004:244) “tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi”.
Uraian tentang langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran discovery learning di atas, menunjukkan dalam pelaksanaan pembelajaran siswa diarahkan
untuk aktif dalam melakukan pembelajaran, seperti pengamatan, percobaan, pengumpulan data, pengolahan data, minyimpulkan data sampai mempresentasikan data ataupun informasi yang telah diperoleh. Adapun langkah-langkah pembelajaran discovery menurut Kosasih (2014:85) dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Langkah-langkah pembelajaran discovery learning
Langkah-langkah Perilaku guru
1. Merumuskan masalah
Guru menyampaikan suatu permasalahan untuk mengunggah dan menimbulkan kepenasaran-kepenasaran tentang fenomena tertentu. Masalah ini mendorong siswa untuk melakukan suatu rangkaian pengamatan mendalam.
2. Membuat jawaban sementara
3. Mengumpulkan data
Hipotesis merupakan jawaban sementara. Maka, perlu ada pembuktian untuk merumuskan benar tidaknya. Caranya adalah dengan serangkaian pengumpulan data, yakni dengan: a) membaca berbagai dokumen; b) melakukan pengamatan lapangan; c) penelitian laboratorium; d) melakukan wawancara; e) menyebarkan angket. Dengan cara-cara tersebut, diharapkan siswa dapat memperoleh data yang benar-benar faktual, kuat, dan meyakinkan.
4. Perumusan kesimpulan
Setelah data terkumpul dan dianalisis, kemudian dikoreksi dengan rumusan masalah yang dirumuskan sebelumnya. Data-data tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut. Kesimpulan itulah yang dimaksud sebagai penemuan di dalam rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh siswa.
5. Mengkomunikasikan
Masing-masing siswa, individu, atau kelompok melaporkan hasil kegiatannya di depan forum diskusi untuk ditanggapi oleh siswa lain.
Pada dasarnya kedua pendapat di atas hampir sama, karena dalam pembelajarn penemuan (discovery learning) sama-sama memuat penjelasan permasalahan, membuat hipotesis, pengumpulan data, perumusan kesimpulan, dan mengkomunikasikan. Adapun sintak pembelajaran discovery learning menurut Sani (2014:99) dapat dilihat pada tabel 2.1.1.
Tabel 2.1.1.
Sintak pembelajaran discovery learning
Langkah-langkah Perilaku guru
1. Guru memaparkan topik yang akan
dikaji, tujuan pembelajaran,
motivasi, memberikan penjelasan ringkas.
Guru masuk ke kelas menanyakan kabar siswa, guru mengucapkan salam dan berdoa, mengkondisikan siswa untuk menyiapkan alat tulis, dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Guru mengajukan permasalahan
atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji.
Guru menyediakan alat yang akan digunakan, kemudian menjelaskan materi yang akan pelajari
kelompok merumuskan hipotesis serta merancang percobaan atau mempelajari tahapan percobaan yang dipaparkan oleh guru, LKS, atau buku.
kelompok, menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan sebelum kelompok melakukan percobaan.
4. Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan percobaan.
Guru menyiapkan alat dan bahan kepada setiap kelompok melakukan untuk melakukan percobaan.
5. Kelompok melakukan percobaan untuk mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menguji
hipotesis.
Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan.
6. Kelompok mengorganisasikan
dan menganalisis data serta membuat laporan hasil percobaan atau pengamatan.
Guru meminta siswa untuk mengamati percobaan yang telah dilakukan, hasil pengamatan ditulis dalam buku untuk dianalisa.
7. Kelompok memaparkan hasil
investigasi dan mengemukakan konsep yang ditemukan.
Guru mengevaluasi data atau informasi yang telah telah dipaparkan oleh masing-masing kelompok, kemudian bersama siswa guru mengambil kesimpulan berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan.
Berdasarkan pemaparan di atas, untuk memulai pembelajaran dengan menggunakan metode discovery learning guru terlebih dahulu memaparkan topik serta tujuan pembelajaran yang akan dipelajari dilanjutkan dengan mengajukan permasalahan yang terkait dengan materi yang akan dipelajari. Setelah siswa menemukan suatu masalah guru membuat kelompok kepada siswa untuk melakukan percobaan dan mendiskusikan masalah yang telah diperoleh siswa dalam materi pembelajaran. Kemudian guru memfasilitasi siswa berupa alat dan bahan untuk melakukan percoban. Dalam melakukan percobaan siswa diminta untuk mengamati dan menuliskan data atau informasi dari hasil percobaan tersebut. Setelah siswa mendapatkan data atau informasi guru meminta siswa unuk membuat laporan sesuai dengan informasi yang telah diperoleh dan meminta siswa untuk menyampaikan laporan dari hasil percobaan tersebut.
Dengan demikian semakin jelas bahwa dalam langkah-langkah discovery learning lebih melibatkan dan mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran.
langkah perencanaan (persiapan untuk melaksanakan pembelajaran), dalam tahap ini guru harus merencenakan atau mempersiapkan dahulu sebelum melakukan proses pembelajaran supaya dalam pembelajaran lebih teratur sehingga akan memudahkan bagi guru dan siswa dalam melaksanaakan proses pembelajaran, meliputi: a) Menentukan Kompetensi Dasar dan mengembangkannya ke dalam tujuan pembelajaran beserta indikator-indikatornya; b) Melakukan identifikasi masalah yang layak ditemukan jawabannya oleh para siswa; c) Menyusun kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan siswa terkait dengan penemuan itu beserta perangkat-perangkat pembelajaran yang dibutuhkan. (2) langkah pelaksanaan, dalam tahap ini proses pembelajaran sedang berlangsung, artinya guru dan siswa sedang melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode discovery learning. Berdasarkan pendapat para pakar menganai sintak atau langkah pelaksanaan metode discovery learning di atas maka langkah yang harus dilakukan oleh guru dalam menerapkan metode discovery learning adalah sebagai berikut:
1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Guru menuntun siswa ke arah materi pembelajaran, untuk membangkitkan rasa ingin tau siswa, antusiasme, dan kesediaan belajar siswa.
2) Problem stetment (identifikasi masalah)
Memfokuskan perhatian siswa agar mengenali masalah yang akan dibahas. 3) Data collection (pengolahan data)
Pengumpulan data berdasarkan pendapat siswa melalui pengalaman atau pengamatan terhadap percobaan yang telah dilakukan, sehingga dapat menberikan hipotesis dari permasalahan yang diberikan.
4) Data processing (pengolahan data)
Siswa mengumpulkan iformasi atau data melalui percobaan yang telah dilakukan.
5) Verification (pembuktian)
6) Generalization (menarik kesimpulan)
Menyimpulkan konsep sesuai dengan informasi yang telah diperoleh melalui percobaan.
Dengan demikian pembelajaran dengan mengunakan metode discovery learning adalah suatu pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk mencari
data-data serta informasi melalui suatu percobaan yang telah disediakan oleh guru untuk diolah sendiri oleh siswa dengan bimbingan guru, kemudian siswa sendiri menemukan sebuah prinsip umum dari data dan informasi yang disediakan tersebut.
2.1.2.3. Keuntungan dan Kelemahan Metode Discovery Learning
Dalam penggunaan metode discovery learning ini guru berusaha meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar yaitu, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengamatan dalam suatu percobaan. Tentunya metode ini memiliki kelebihan/keuntungan dalam proses pembelajaran. Adapun keuntungan metode discovery learning Menurut Hosnan (2014:287-288) adalah sebagai berikut:
1) Membantu siswa meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif; 2) Menimbulkan rasa senang pada siswa; 3) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri; 4) Dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya; 5) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan; 6) Mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru; 7) Mendorong siswa berfikir atas inisiatif sendiri; 8) Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri serta memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; 9) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
“Perbedaan hasil belajar matematika yang diajar dengan metode ekspositori dan metode discovery learning kelas V11 SMP Tuntang Kabupaten Semarang”. Menyatakan bahwa rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen pembelajaran dengan menggunakan metode discovery learning lebih tinggi daripada kelompok kontrol yang menggunakan metode konvensional/ekspositori. Dengan demikian metode discovery learning diyakini dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga sangat memungkinkan untuk digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Selain keuntungan menggunakan metode discovery learning dalam pembelajaran adapun kelemahannya. Menurut Hosnan
(2014:288-289) kelemahan metode discovery learning adalah sebagai berikut:
1) Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar; 2) Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak; 3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama; 4) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa; 5) Tidak menyediakan kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dalam pembelajaran menggunakan metode discovery learning masih terdapat beberapa kelemahan dalam pelaksanakan pembelajaran. Terutama bagi siswa yang kuarang pandai akan mengalami kesulitan dalam berfikir abstrak atau berfikir untuk mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep yang tertulis atau lisan, sehingga akan menimbulkan frustasi kepada siswa. Metode discovery learning juga tidak efisien untuk mengajar dengan jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. Menurut Herdian (https://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembelajaran-discovery-penemuan/) untuk mengurangi kelemahan tersebut maka
Dengan demikian untuk dapat mengatasi masalah metode discovery learning terlebih dahulu guru mengajukan beberapa pertanyaan dengan
memberikan informasi secara singkat, artinya sebelum pembelajaran dimulai guru terlebih dahulu menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran, serta guru harus menjelaskan langkah-langkah metode discovery learning kepada siswa melalui LKS yang telah dipersiapkan, sehingga siswa tidak mengalami kebingungan atau kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan metode discovry learning.
2.1.2.4 Penerapan Metode Discovery Learning Dalam Pembelajaran IPA
Berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang standar proses pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Berikut uraian pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang standar proses:
Berdasarkan uraian di atas tentang pelaksanaan pembelajaran, maka dapat dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran meliputi tiga tahap yang harus dilakukan, yaitu: tahap kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan penutup. Dalam kegiatan pendahuluan, langkah yang harus dilakukan guru meliputi, menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai, menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. Dalam kegiatan inti, harus menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Dalam kegiatan penutup, langkah yang harus dilakukan guru adalah bersama-sama dengan peserta didik simpulan pelajaran, melakukan penilaian, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Dengan demikian, langkah-langkah penerapan metode discovery learning dalam pembelajaran IPA harus dilakukan secara sistematis demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Menurut Sulistyawati dan Wisudawati (2014:80) “discovey learning merupakan metode pembelajaran esensial dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA”. Metode pembelajaran ini melandasi dan menjadi bagian dari model-model pembelajaran IPA yang lain. Proses pembelajaran IPA yang menitikberatkan pada suatu proses penemuan tentang alam sehingga diperlukan metode pembelajaran yang mampu meningkatkan proses mental, rasa ingin tau, dan berfikir logis-kritis peserta didik. Proses penemuan terhadap suatu objek dalam IPA mengarah pada suatu penyelidikan. Menurut Westwood (Sani, 2014:98) Pembelajaran dengan metode discovery learning akan efektif jika terjadi hal-hal sebagai berikut: a) Proses belajar dibuat
(2014:68) Metode pembelajaran discovery learning dapat diaplikasikan pada mata pelajaran IPA yang meliputi tahap persiapan/perencanaan dan tahap pelaksanaanya. Tahap persiapan/perencanaan, hal yang harus dilakukan guru sebelum mengaplikasikan metode discovery learning.
1. Tahap persiapan/perencanaan, hal yang harus dilakukan guru sebelum mengaplikasikan metode discovery learning, antara lain:
a) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya); b) Menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa; c) Menentukan materi yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi); d) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa; e) Mengatur materi pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yangkonkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik; f) Mempersiapkan penilaian proses dan hasil belajar siswa. (Sani dan Kurniasih, 2014:69)
2. Tahap pelaksanaan, hal yang harus dilakukan guru sebelum mengaplikasikan metode discovery learning, antara lain:
a. Stimulation (pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan (Sani dan kurniasih, 2014:69).
b. Problem statment (pertanyaan)
c. Data collection (pengumpulan data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. “Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya” (Sani dan Kurniasih, 2014:70).
d. Data processing (pengolahan data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan”. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Sani dan Kurniasih, 2014:70).
e. Verivication (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Verification menurut Bruner (2003), “bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya” (Sani dan Kurniasih, 2014:70). f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dalam menerapkan metode discovery learning guru harus mempersiapkan atau merencanakan pembelajaran sesuai meteri yang akan dipelajari, selanjutnya dalam pelaksanaan pembelajaran discovery guru siap membimbing siswa dalam melakukan pengamatan,
pertanyaan, pegumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan penarikkan kesimpulan. Dalam pembelajaran discovery siswa terlibat lebih aktif untuk menemukan suatu konsep melalui percobaan. Adapun sintak pelaksanaan pembelajaran discovery dalam pembelajaran IPA menurut Sulistyowati dan Wisudawati (2014:83) adalah sebagai berikut:
1) Mengamati, pesrta didik melakukan pengamatan pada persoalan yang akan dihadapi; 2) Menggolongkan, peserta didik mengklasifikasi dan melakukan inferensi terhadap data-data yang diperoleh; 3) Memprediksi, peserta didik di ajak untuk dapat memperkirakan mengapa suatu gejala dapat terjadi; 4) Mengukur, peserta didik melakukan pengukuran terhadap objek yang diamati sehingga memperoleh data yang lengkap dan akurat untuk dapat mengambil kesimpulan, 5) Menjelaskan: peserta didik dibantu untuk menjelaskan dari data hasil pengukuran yang dilakukan, 6) Menyimpulkan: peserta didik mengambil kesimpulan dari data-data yang didapatkan.
Berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang standar proses pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP yang dalam pelaksanaannya meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Maka setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dengan demikian untuk menerapkan metode discovery learning dalam pembelajaran IPA harus disesuaikan dengan Permendiknas No. 41
Tahun 2007 tentang standar proses yakni dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode disovery learning, ada beberapa langkah yang harus dipeerhatikan diantaranya kegiatan persiapan, kegiatan pelaksanaan pembelajaran discovery learning. Dalam penelitian ini kegiatan persiapan nantinya akan
dilakukan pescobaan sesuai dengan materi yang akan dipelajari. Untuk kegiatan pelaksanaan discovery learning mengacu pada penyampaian permasalahan melalui hipotesis awal yang dibuat siswa dan pelaksanaan percobaan untuk membuktikan hipotesis, serta kegiatan penutup akan mengacu pada penarikan kesimpulan hasil percobaan.
Berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 dan pendapat para ahli di atas, dalam penerapan metode discovery learning dalam pembelajaran IPA meliputi tahap persiapan pembelajaran dan tahap pelaksanaan pembelajaran. Berikut uraian tahap persiapan dan pelaksanaan discovery learning dalam pembelajaran IPA.
1) Rencana pembelajaran (persiapan) a. Menentukan tujuan pembelajaran;
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya);
c. Memilih materi belajar yang akan dipelajari;
d. Menentukan topik-topik yang haris dipelajarui peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi) atau merumuskan indikator yang akan dicapai;
e. Mengembangkan bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa;
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ko kompleks, dari yang kongkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ekonik, sampai ke simbolik;
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik. 2) Pelaksanaan Pembelajaran
1. kegiatan pendahuluan
2. Kegiatan inti Eksplorasi
Fase 1: Penciptaan situasi/stimulasi
a. Guru menunjukan alat peraga atau contoh benda sesuai dengan materi yang akan dipelajari.
b. Siswa memperhatikan (mengamati) alat atau contoh benda yang telah ditunjukkan oleh guru.
c. Siswa bertanya tentang alat atau contoh benda yang telah ditunjukan oleh guru.
d. Siswa mengidentifikasi (mengumpulkan informasi) persamaan dan perbedaan yang terdapat pada alat atau contoh benda yang telah ditunjukkan.
Pembahasan dan identifikasi masalah
a. Guru meminta siswa untuk mencari ciri-ciri benda yang telah diamati. b. Siswa mengidentifikasi benda ataupun alat peraga yang telah diamati. Elaborasi
Fase 2: Observasi
a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok setiap kelompok maksimal terdiri dari 5 siswa.
b. Guru membagikan alat dan bahan atau siswa mempersiapkan alat dan bahan untuk melakukan percobaan sesuai meteri atau topik yang telah diberikan.
c. Kelompok melakukan percobaan sesuai LKS pada masing-masing kelompok.
d. Siswa mengamati percobaan yang telah dilakukan oleh masing-masing kelompok.
Fase 3: Pengumpulan data
Fase 4: Verifikasi data
Siswa melakukan pencermatan data (mengasosiasi) yang diperoleh melalui percobaan yang dilakukan.
Fase 5: Generalisasi
Siswa menyimpulkan data atau informasi sesuai dengan percobaan yang dilakukan, kemudian melakukan presentasi untuk menyampaikan data atau informasi yang telah diperoleh.
Konfirmasi
a. Guru meluruskan konsep yang deiperoleh siswa terkait dengan materi yang dipelajari.
b. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas.
c. Guru memberikan umpan balik dan penguatan. c. Penutup
a. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa untuk membuat rangkuman atau kesimpulan materi yang telah dipelajari.
b. Guru melakukan evaluasi untuk mengetahui berhasil tidaknya dalam pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa langkah-langkah discovery learning dalam pembelajaran IPA yaitu kegiatan persiapan (menyampaikan
materi, alat, dan bahan percobaan, persiapan LKS atau penilaian yang akan dilakukan untuk mengetahui keberhasilan siswa ataupun guru terhadap materi yang telah dipelajari), dan kegiatan pelaksanaan mencakup kegiatan pembukaan/pendahuluan (apresiasi, motivasi, penyampaian tujuan), kegiatan inti (penjelasan materi, pembagian kelompok, stimulasi, observasi, pengumpilan data, verivikasi data, generalisasi), kegiatan penutup (merangkum, menarik kesimpulan, mengadakan evaluasi atau tes, tindak lanjut).
antusias dalam mengikuti pembelajaran, dimana dalam pembelajaran discovery learning siswa diperkenankan untuk menemukan sendiri konsep-konsep atau prinsip-prinsip melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan dari percobaan yang telah dilakukan. Sedangkan IPA pada dasarnya didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan dedukasi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Dengan demikian pembelajaran menggunakan metode discovery Learning tepat untuk diterapkan pada pelajaran IPA yang membutuhkan percobaan atau eksperimen dalam proses pembelajaran.
2.1.3. Hasil Belajar
2.1.3.1. Pengertian Hasil Belajar
Dunia pendidikan selalu berkaitan dengan belajar dan hasil belajar. Menurut Rusman (2012:123) “hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang dipeloreh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Hal tersebut senada dengan pendapat Omar Hamalik (2002:45) yang menyatakan bahwa “hasil belajar dapat terlihat dari terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perubahan perilaku”. Menurut Gagne & Briggs (Suprihatiningrum Jamil, 2014:37) “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa (learner performance)”.
Uraian yang telah dipaparkan tentang pengertian hasil belajar di atas, menyatakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Reigeluth (Suprihatiningrum Jamil, 2014:38) berpendapat bahwa
Rusman (2012:123-124) menyatakan “hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran, yaitu proses penilaian terhadap hasil belajar”. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Menurut Bloom (Rusman, 2012:125) tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan kedalam tiga ranah (domain), yaitu:
a) Domain kognitif, berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berfikir; b) Domain afektif, berkenaan dengan sikap, kemampuan, dan penguasaan segi-segi emosional, yaitu perasaan, sikap, dan nilai; c) Domain psikomotor. Berkenaan dengan suatu keterampilan-keterampilan atau gerakan-gerakan fisik.
Menurut Arikunto (2008:8) “guru maupun pendidik lainnya perlu mengadakan penilaian terhadap hasil belajar siswa karena dalam dunia pendidikan khususnya dunia persekolahan penilaian hasil belajar mempunyai makna yang penting, baik bagi siswa, guru maupun sekolah”. Adapun makna penilaian bagi ketiga pihak tersebut adalah
1) Makna bagi siswa, siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang disajikan oleh guru; 2) Makna bagi guru, guru dapat mengetahui siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajaran karena sudah mencapai KKM, serta apakah strategi pembelajaran yang digunakan sudah tepat atau belum. 3) Makna bagi sekolah, apabila guru-guru mengadakan penilaian dan diketahui bagaimana hasil belajar siswa, maka akan dapat diketahui pula apakah kondisi belajar maupun kultur akademik yang diciptakan sesui dengan harapan.
masa-masa mendatang. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sehingga akan diketahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam mengikuti pelajaran yang disajikan oleh guru. Apabila tujuan pembelajaran telah tercapai maka guru berhak melanjutkan materi selanjutnya dalam pembelajaran. Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk. (2010:28) instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Menurut Rusman (2012:1260 “hasil belajar yang diharapkan sangat bergantung pada jenis dan karakteristik materi dan mata pelajaran yang disampaikan, ada mata pelajaran yang lebih dominan ketujuan kognitif, afektif, ataupun ketujuan psikomotorik”.
Dalam penelitian ini hasil belajar difokuskan pada aspek kognitif (untuk mengetahi pengetahuan atau pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari) pada siswa kelas V SDN Bringin 01 Kabupaten Semarang. Menurut Arikunto (2013:33) “aspek kognitif dalam hasil belajar siswa bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap pengetahuan yang telah dikuasai dan menjadi miliknya”. Krathwohl, Blom, & Masia (Suprihatiningrum Jamil, 2014:39) menyatakan bahwa “hasil belajar aspek kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah, seperti pengetahuan komprehensif, aplikatif, sintetis, analisis, dan pengetahuan evaluatif”. Taksonomi tujuan pengajaran dalam ranah kognitif menurut Krathwolh (Kosasih, 2014:21) terdiri atas enam tingkatan dengan istilah serta urutan sebagai berikut:
berdasarkan kriteria tertentu; 5) Creating, kemampuan ideal yang dimiliki oleh seseorang peserta didik setelah mempelajari kompetensi tertentu.
Pernyataan diatas menunjukan bahwa aspek perilaku dalam ranah kognitif terdiri dari 6 (enam) jenjang meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Krathwohl (Rusman, 2012:126) menyatakan masing-masing kategori masing diurutkan secara hierarkis, dari urutan terendah keurutan yang lebih tinggi. Berikut taksonomi ranah kognitif yang disampaikan oleh Krathwohl pada tabel 2.1.3.
Tabel 2.1.3. Taksonomi Ranah Kognitif
a. Mengingat Mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi, menemukan kembali. b. Memahami Menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan,
membandingkan, menjelaskan, memaparkan. c. Menerapkan
Melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktikkan, memilih, menyusun, memulai,
menyelesaikan. d. Menganalisis
Menguraikan, membandingkan, mengorganisasikan, menyusun ulang, mengubah struktur, menggerakkan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan
e. Mengevaluasi Menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.
f. Berkreasi
Merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan,
memperkuat, memperindah, mengubah.
kemampuan siswa”. Dilihat dari waktu pelaksanaanya tes dapat dibedakan menjadi: 1) pre-test dan post-test: 2) tes formatif dan tes sumatif diuraikan sebagai berikut:
1) Pre-test dan post-test, Pre-test merupakan salah satu bentuk tes yang dilaksanakan pada awal proses pembelajaran, dan post-test merupakan salah satu bentuk tes yang dilaksanakan setelah kegiatan inti; 2) Tes formatif dan tes sumatif, Tes formatif merupakan satu bentuk tes yang dilaksanakan setelah siswa menyelesaikan satu unit pembelajaran. Sedangkan tes sumatif merupakan tes yeng dilakukan pada setiap akhir pembelajaran atau akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup satu pokok bahasan. (Widoyoko, 2014:51)
Berdasarkan pemaparan di atas dan halaman sebelumnya semakin jelas bahwa hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pebelajaran. Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Untuk mengetahui seberapa ketercapaian hasil belajar siswa dilakukan pengukuran atau penilaian dalam kegiatan belajar melalui tes dan nontes. Berdasarkan waktu pelaksanaannya tes dapat dibedakan menjadi dua yaitu pretest-postest dan tes formatif dan sumatif. Untuk selanjutnya yang dimaksud hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil tes formatif yang diambil dari mata pelajaran IPA siswa kelas V SDN Bringin 01 Kabupaten Semarang.
2.1.3.2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dilakukan tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Hamdani (2011:60) menyebutkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut:
Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2010:19) “secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal”. Berikut uraian faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar:
1.) Faktor Internal, faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, meliputi: faktor fisiologis dan faktor psikologis; 2) Faktor-faktor eksogen/eksternal, Faktor-faktor yang ada di luar individu yang sedang belajar, meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah ,dan faktor masyarakat, faktor instrumental.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas dapat nyatakan bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks,artinya bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung, yaitu: 1) faktor internal meliputi: faktor fisiologis dan faktor psikologis; 2) faktor eksternal meliputi: faktor lingkungan sosial dan non lingkungan sosial, serta peran siswa, peran guru, serta model yang digunakan dalam pembelajaran. Maka untuk memaksimalkan situasi, kondisi, dan kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa, penelitian ini mencoba menggunakan metode discovery learning dalam pembelajaran IPA. discovery learning merupakan metode pembelajaran yang berperan untuk mengaktifkan siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar (PBM) berlangsung, siswa lebih diarahkan untuk berusaha menemukan konsep sendiri melalui percobaan baik dalam individu maupun kelompok. Sehingga dengan mendapatkan peluang yang lebih banyak untuk melakukan percobaan maka pengetahuan yang didapatkan akan tersimpan lebih lama dalam ingatan siswa. Dengan demikian, penelitian dengan mengunakan discovery learning dalam pembelajaran, sangat memungkinkan siswa merasa senang dan
tertarik dalam pembelajaran, sehingga siswa akan lebih aktif dan mudah dalam menguasai meteri yeng telah diberikan oleh guru, yang tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa.
2.1.3.3. Hubungan Discovery Learning dengan Hasil Belajar IPA
siswa-siswanya untuk menemukan sendiri konsep-konsep atau prinsip-prinsip melalui pengamatan dari percobaan yang dilakukan, melalui percobaan tersebut siswa akan lebih mudah memahami materi yang telah dipelajari. Sedangkan hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajaranya, kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Hamdani (2011:60) “hasil belajar dipengaruhi oleh model ataupun metode pembelajaran untuk mencapai ketuntasan hasil belajar dan peran guru serta siswa dalam proses pembelajaran”. Dengan demikian pemilihan metode yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa serta materi yang dipelajari dapat mempermudah pemahaman siswa dalam mempelajari materi yang tentunya berpengaruh pada hasil belajar siswa.
Menurut Trianto (2014:151) “IPA didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan dedukasi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya”. Dengan demikian pembelajaran menggunakan metode discovery Learning tepat untuk diterapkan pada pelajaran IPA yang membutuhkan percobaan atau eksperimen dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan menerapkan metode discovery learning dalam pembelajaran IPA, maka pembelajaran akan lebih efektif dan siswa akan lebih mudah untuk memahami materi yang dipelajari tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar siawa. Dengan demikian metode discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Kutowinangun Salatiga”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang menggunakan model penemuan terbimbing (guided discovery) dalam pembelajaran dengan siswa yang menggunakan model pemecahan masalah dalam pembelajaran. Penelitian tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata prestasi belajar siswa yang diberi perlakuan atau kelas eksperimen dengan menggunakan model penemuan terbimbing (guided discovery) adalah 91,05 sedangkan menggunakan model pemecahan masalah hasil
rata-rata adalah 76,87. Berdasarkan perbedaan nilai rata-rata antara kelas eksperimen (model guided discovery) dan kelas kontrol (model pemecahan masalah) dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) dengan siswa yang dalam pembelajaranya menggunakan model pemecahan masalah. Rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hal ini berarti pembelajaran melalui model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika.
Penelitian yang dilakukan Bambang Supriyanto (2014) yang berjudul “Penerapan discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI B mata pelajaran matematika pokok bahasan keliling dal luas lingkaran di SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember”. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendiskripsikan penerapan Discovery Learning pada pokok bahasan keliling dan luas lingkaran, dan untuk meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil analisis data pada siklus 1 aktivitas siswa secara klasikal adalah 61,86%. Pada siklus 2 mencapai 74,99%. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 30,30%, yakni dari siklus 1 mencapai 60,60% dan pada siklus 2 mencapai 90,90%, dengan hasil yang dicapai tersebut dapat dinyatakan tuntas.dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar pada siswa kelas VIB SDN Tanggul Wetan 02 dengan menggunakan penerapan Discovery Learning.
terhadap hasil belajar siswa mata pelajaran matematika kelas III SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang menggunakan model penemuan terbimbing (guided discovery) dalam pembelajaran dengan siswa yang menggunakan model konvensional dalam pembelajaran. Penelitian tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata prestasi belajar siswa yang diberi perlakuan atau kelas eksperimen dengan menggunakan model penemuan terbimbing (guided discovery) adalah 74,85 sedangkan menggunakan model konvensional atau kelas kontrol, hasil rata-rata adalah 62,93. Berdasarkan perbedaan nilai rata-rata antara kelas eksperimen (guided discovery) dan kelas kontrol (konvensional) dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) dengan siswa yang dalam pembelajaranya menggunakan model konvensional. Rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hal ini berarti pembelajaran melalui model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika di SD.
bahwa penggunaan model pembelajaran discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran discovery. Model pembelajaran discovery ini juga menarik antusias siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini ditunjukkan model pembelajaran discovery menuntut siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran seperti saat melakukan percobaan dan mengamati hasil percobaan tersebut, sehingga siswa dapat menemukan konsep atau prinsip pada materi yang telah dipelajari.
Dari beberapa penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan diperoleh persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada variabel bebas yaitu pembelajaran penemuan (discovery learning). Namum discovery learning dalam penelitian ini berfungsi sebagai metode ataupun setrategi pembelajaran untuk melibatkan siswa aktif atau antusias dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pada penelitian sebelumnya discovery lerning digunakan sebagai model pembelajaran. Perbedaanya terletak pada variabel terikat yaitu hasil belajar IPA. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian sebelumnya yaitu hasil belajar Matematika. Berdasarkan persamaan dan perbedaan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat persamaan yang dapat diyakini bahwa hasil belajar dapat mengalami peningkatan melalui berbagai macam metode dalam pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang diharapkan dapat menimbulkan antusias atau melibatkan siswa secara aktif dalam mengikuti proses pembelajaran yaitu pembelajaran penemuan (discovery learning).
2.3. Kerangka Pikir
antusias dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga menyababkan hasil belajar IPA siswa masih banyak yang belum mencapai KKM yang telah ditentukan.
Dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran dan memilih desain strategi yang sesuai melalui mempersiapkan ruangan kelas yang menarik, materi pokok bahasan, alat dan media serta metode pembelajaran yang disesuaikan karakteristik siswa serta materi yang akan dipelajari dapat mempermudah guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dan siswa dalam memahami materi yang telah dipelajari. Dalam mata pelajaran IPA identik dengan pembelajaran yang di dalamnya memuat adanya percobaan atau eksperimen secara langsung. Maka discovery learning merupakan metode yang tepat dalam pembelajaran IPA, dimana dalam discovery learning siswa akan dilatih dapat menemukan konsep ataupun informasi terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru, dengan cara melakukan sebuah percobaan atau praktek langsung. Dalam menyelesaikan percobaan ini siswa diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan sebuah masalah dengan cara mereka sendiri, hal ini dapat menimbulkan antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran yang tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa.
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, kajian pustaka, dan kerangka penlitian,maka dapat dirumuskan hipotesis:
H0 : X1 =X2
Keterangan: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan metode discovery learning dengan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semarang.
H1 : X1 > X2
Keterangan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan metode discovery learning dengan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA