• Tidak ada hasil yang ditemukan

ATANIA RASBINA BR SEMBIRING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ATANIA RASBINA BR SEMBIRING"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALI SIS PER CEPATAN DAN PERLUASA N IMPLEMENTASI ELEKTRONIFI KA SI TR AN SA KSI PEMERINTAH D AERAH PROVINSI SUMATER A UTA RA (STUDI PADA PEMERINTAH

DAERAH WILAYAH KERJA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA)

OLEH

ATANIA RASBINA BR SEMBIRING 180502085

PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2022

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

ANALI SIS PER CEPATAN DAN PERLUASA N IMPLEMENTASI ELEKTRONIFI KA SI TR AN SA KSI PEMERINTAH D AERAH PROVINSI SUMATER A UTA RA (STUDI PADA PEMERINTAH

DAERAH WILAYAH KERJA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Analisis Percepatan dan Perluasan Implementasi Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Studi Pada Pemerintah Daerah yang menjadi wilayah kerja Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan jenis data yang digunakan adalah data kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara. Informan dalam penelitian ini berjumlah 13 orang yang terdiri dari 3 informan Sistem Pembayaran Nontunai, 1 Informan Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dan 9 Kepala BPKPAD Kabupaten/Kota. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bank Indonesia mendukung percepatan dan perluasan digitalisasi daerah diwujudkan dalam keanggotaan Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (Satgas P2DD) dan membentuk Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) serta menerapkan championship program untuk meningkatkan motivasi pemerintah daerah dalam percepatan digitalisasi.Dalam hal mendorong penerapan digitalisasi pada setiap daerah, Bank Pembangunan Daerah melakukan perluasan layanan digital dan pengembangan kanal pembayaran digital pada setiap daerah untuk menciptakan ekosistem digital.

Terdapat tantangan dalam penerapan terutama masih tingginya minat masyarakat menggunakan uang tunai, infrastruktur yang kurang memadai pada daerah-daerah terpencil dan kesiapan SDM pemerintah daerah belum merata. Namun, terdapat peluang dengan diterbitkannya Keppres No 3 Tahun 2021 dan SE Mendagri No 910/14005/SJ serta regulasi/ketentuan kepala daerah dalam pembentukan smart city dan pembentukan tim dalam percepatan, adanya perkembangan teknologi yang mudah dijangkau serta pendidikan yang semakin tinggi dapat memudahkan masyarakat untuk menyerap perkembangan digitalisasi.

Kata Kunci: Digitalisasi Daerah, Percepatan dan Perluasan, Transaksi Non Tunai, Transparansi, Good Governance

(6)

ii ABSTRACT

ANALY SIS ACCELE RAT ION A ND EXPAN SION ELECT RONIC TRANS ACTION OF THE REGIONAL GOVE RNMENT NORTH

SUMATRA PROV INCE (STUDY REGIONAL GOVERNMENT OF THE WORKING AREA PROVINCIAL BANK INDONESIA

REPRESENTATIVE OFFICE NORTH SUMATRA)

This study aims to determine the Analysis Of Acceleration and Expansion of the Implementation of Transaction Electronification of the Regional Government of North Sumatra Province. A case study on the Regional Government which is the working area of Bank Indonesia, North Sumatra Province. This research is a descriptive study and the type of data used is qualitative data. Data was collected by means of interviews. The informants in this study amounted to 13 people consisting of 3 informants of the Non-Cash Payment System, 1 informant of the Regional Development Bank of North Sumatra and 9 Heads of Regency/City BPKPAD. Determination of the sample in this study using purposive sampling.

The results of the study show that Bank Indonesia supports the acceleration and expansion of regional digitization, manifested in the membership of the Task Force for the Acceleration and Expansion of Regional Digitization (Satgas P2DD) and the formation of the Team for the Acceleration and Expansion of Regional Digitization (TP2DD) and implementing a championship program to increase local government motivation in accelerating digitization. In terms of encouraging the application of digitalization in each region, the Regional Development Bank expands digital services and develops digital payment channels in each region to create a digital ecosystem. There are challenges in implementation, especially the high public interest in using cash, inadequate infrastructure in remote areas and the uneven readiness of local government human resources. However, there is an opportunity with the issuance of Presidential Decree No. 3 of 2021 and SE Minister of Home Affairs No. 910/14005/SJ as well as regional head regulations/stipulations in the formation of smart cities and accelerated team formation, technological developments that are easily accessible and higher education can facilitate the community. to absorb the development of digitalization

Keywords: Regional Digitization, Acceleration and Expansion, Non-Cash Transactions, Transparency, Good Governance

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya peneliti masih diberikan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Percepatan dan Perluasan Implementasi Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Wilayah Kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara)”.

Tujuan penelitian skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada orang tua tercinta Bapak Johannes Sembiring dan Ibu Nurhany Lubis yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan dukungan dan doa yang tak henti-hentinya kepada peneliti. Selama proses penyusunan skripsi ini peneliti menyadari banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Fadli SE.,M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, Ak., MBA dan Ibu Inneke Qamariah SE.,M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Amlys Syahputra Silalahi SE.,M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu dan memberikan bimbingan, dukungan, arahan kepada peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.

(8)

iv

4. Ibu Dr. Khaira Amalia Fachrudin SE,Ak.,MBA, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan waktu, arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Aryanti Sariartha Sianipar SE.,M.Sc, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan waktu, arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Untuk seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara untuk setiap jasa-jasanya selama perkuliahan.

7. Kakanda tersayang Citra Sembiring dan Abangda Ridho Syahfitra Pribadi Sinulingga yang telah menjadi motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Rekan-rekan khususnya bagi Manajemen grup B dan konsentrasi Manajemen Keuangan yang telah memberikan semangat kepada peneliti.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala dapat memberikan balasan dan kebaikan-kebaikan yang telah diberikan kepada peneliti baik di dunia maupun di akhirat kelak. Peneliti menyadari sepenuhnya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Januari 2022 Peneliti,

Atania R Sembiring 180502085

(9)

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Keuangan Daerah ... 10

2.1.1 Pengertian Keuangan Daerah ... 10

2.1.2 Perkembangan Manajemen Keuangan Daerah 11 2.1.3 Ruang Lingkup Keuangan Daerah ... 12

2.1.4 Pengelolaan Keuangan Daerah ... 13

2.2 Sistem Pembayaran ... 14

2.3 Elektronifikasi Transaksi Keuangan ... 16

2.4 Pendapatan Daerah ... 22

2.5 Pajak Daerah ... 23

2.6 Retribusi Daerah ... 24

2.7 Belanja Daerah ... 25

2.8 Transaksi Non Tunai ... 26

2.8.1 Pengertian Transaksi Non Tunai ... 26

2.8.2 Penerapan Transaksi Non Tunai Dalam Pelaksanaan Belanja Pemda ... 27

2.9 Penelitian Terdahulu ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

3.3 Subjek Penelitian ... 33

3.4 Objek Penelitian ... 34

3.5 Informan Penelitian... 34

3.6 Jenis Data dan Sumber Data ... 35

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.8 Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Gambaran Umum ... 38

4.2 Hasil Penelitian ... 41

(10)

vi

4.2.1 Karakteristik Informan ... 41

4.2.2 Bank Indonesia Mendukung Upaya Pemda Sumut Dalam Percepatan dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi ... 42

4.2.3 Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara Dalam Percepatan dan Perluasan Transaksi Belanja dan Pendapatan Menggunakan Kanal Digital ... 46

4.2.4 Percepatan dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi yang diterapkan Pemda Sumut ... 48

4.2.5 Peluang dan Tantangan yang Dihadapi Oleh Pemda Sumut Dalam Melakukan Percepatan dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi ... 54

4.3 Pembahasan ... 60

4.3.1 Bank Indonesia Mendukung Upaya Pemda Sumut Dalam Percepatan dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi ... 60

4.3.2 Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara Dalam Percepatan dan Perluasan Transaksi Belanja dan Pendapatan Menggunakan Kanal Digital ... 62

4.3.3 Percepatan dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi yang diterapkan Pemda Sumut ... 64

4.3.4 Peluang dan Tantangan yang Dihadapi Oleh Pemda Sumut Dalam Melakukan Percepatan dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 75

(11)

vii

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Hasil Pemetaan Indeks Elektronifikasi Transaksi Pemerintah ... 5

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 30

3.1 Kriteria Informan Ahli... 35

4.1 Realisasi PAD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2020 ... 40

4.2 Karakteristik Informan ... 42

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara Mendalam (In-Depth Interview) ... 75

2 Hasil Wawancara Mendalam (In-Depth Interview) ... 77

3 Daftar Singkatan ... 83

4 Penerapan Elektronifikasi Pajak dan Retribusi ... 84

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia dengan kondisi geografi dan jumlah populasi yang cukup besar, memiliki potensi untuk melakukan perluasan akses layanan sistem pembayaran. Kelancaran sistem pembayaran melalui transaksi non tunai merupakan faktor penentu keberhasilan terciptanya stabilitas sistem keuangan yang efektif. Mengacu kepada hal tersebut, Bank Indonesia sebagai regulator sekaligus bank sentral di Indonesia mengemukakan ide penggunaan instrumen pembayaran non tunai dengan membuat sebuah kampanye bertema “Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)”.

Salah satu tujuan Gerakan Nasional Non Tunai ialah mewujudkan “good governance clean government” pemerintah telah berupaya untuk memaksimalkan kebijakan transaksi non tunai. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara saat ini juga telah sepakat bekerja sama dengan Bank Indonesia dan Bank Pembangunan Daerah untuk mengembangkan transaksi keuangan non tunai di seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Provinsi Sumatera Utara untuk mewujudkan masyarakat tanpa transaksi tunai.

Pada tahun 2019, wabah coronavirus disease (Covid-19) mulai terdeteksi di Wuhan, China. WHO menyatakan penyakit tersebut sebagai pandemi dan mulai masuk ke Indonesia pada 2 Maret 2020. Tidak hanya di Indonesia, tetapi seluruh dunia merasakan dampaknya. Akibat adanya wabah pandemi Covid-19 secara nasional mengakibatkan pendapatan asli daerah mengalami penurunan.

(14)

Implementasi Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah selama pandemi menjadi momentum bagi pemerintah daerah dalam melakukan elektronifikasi dalam mendorong penerimaan pendapatan asli daerah. Kebijakan pemerintah yang memberlakukan pembatasan interaksi sosial, telah memaksa masyarakat untuk segera beralih ke tren transaksi ekonomi nirsentuh (contactless economy). Saat ini hampir seluruh layanan publik, transaksi perdagangan dan keuangan didorong untuk dilakukan dengan prosedur tanpa tatap muka (face to face). Hal ini tercermin pada sejumlah data yang menyatakan bahwa kegiatan pembayaran non tunai semakin meningkat di tengah pandemi Covid-19. Salah satunya adalah pencapaian target inklusi keuangan yang mencapai 76,19 persen pada tahun 2019 dan mengalami peningkatan pada tahun 2020 mencapai 84,1 persen, hal tersebut telah melebihi target yang telah ditetapkan sebesar 75 persen. Kegiatan elektronifikasi pada setiap transaksi pemerintah daerah menjadi salah satu strategi pemerintah dalam mencapai target tingkat inklusi keuangan pada tahun 2024 sebesar 90 persen. Pencapaian tersebut membutuhkan langkah koordinasi dan sinergitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Bank Indonesia memanfaatkan momentum ini sebagai peluang untuk percepatan dan perluasan elektronifikasi di pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dituntut untuk mampu memanfaatkan kemajuan teknologi melalui pelayanan publik berbasis digital. Perkembangan sistem informasi dan teknologi perlu dijadikan salah satu strategi bagi pemerintah daerah untuk memperoleh keunggulan kompetitif di era digitalisasi. Perluasan elektronifikasi transaksi di lingkungan pemerintah daerah merupakan salah satu program strategis Bank Indonesia bertujuan untuk

(15)

mendorong transaksi keuangan secara elektronik di lingkungan pemerintah daerah. Program ini diarahkan untuk mewujudkan tata kelola keuangan yang lebih baik dan meningkatkan potensi penerimaan pemerintah daerah.

Dengan diterbitkannya Keputusan Presiden No.3 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah, dinilai mampu membuka kesempatan bagi pemerintah daerah menuju era transaksi digital di perangkat birokrasi. Bersamaan dengan itu Bank Indonesia sebagai bank sentral membentuk strategi percepatan dan perluasan implementasi elektronifikasi transaksi daerah. Strategi percepatan dan perluasan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah sendiri diterapkan untuk membangun ekosistem digital di lingkungan pemerintahan daerah. Penentuan transaksi yang dilakukan elektronifikasi dapat dilakukan berdasarkan kontribusinya pada penerimaan asli daerah, frekuensi pembayaran, dan nominal transaksi. Perlu adanya kolaborasi dengan pengembangan elektronifikasi transaksi sesuai dengan kebutuhan daerah.

Guna meningkatkan optimalisasi penggunaan, perlu adanya dorongan dan komitmen dari seluruh pihak terkait.

Hal ini menjadi solusi dalam mewujudkan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) yang merupakan salah satu visi pemerintah daerah ke depan. Dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mendukung upaya percepatan dan perluasan digitalisasi daerah, terutama implementasi ETPD dengan membentuk Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi (TP2DD) Sumatera Utara. Tim ini berperan dalam mendukung pengembangan transaksi pembayaran digital.

(16)

Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) merupakan suatu upaya yang terpadu dan terintegrasi untuk mengubah transaksi belanja dan pendapatan pemerintah daerah dari tunai menjadi non tunai. Hal tersebut mulai masif dilakukan sejak pemerintah memberlakukan penyaluran bantuan sosial melalui mekanisme non tunai, antara lain berupa bantuan Program Kerja Harapan (PKH) dan bantuan sembako atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Pengalaman dalam penyaluran program bantuan melalui mekanisme non tunai telah meningkatkan tingkat inklusi keuangan di kalangan masyarakat prasejahtera yang selama ini menutup diri terhadap layanan jasa perbankan.

Dalam rangka mengukur tingkat capaian implementasi ETPD telah dikembangkan metode asesmen baru yakni Indeks Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (IETPD). Dalam pengimplementasiannya, elektronifikasi transaksi di lingkungan pemerintah daerah dipetakan berdasarkan 3 (tiga) indeks yakni tingkat implementasi, realisasi atau kontribusi terhadap pendapatan asli daerah, serta kesiapan dan dukungan strategis yang kemudian diukur dengan menggunakan skala 1-100 dan dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan diantaranya:

Inisiasi (0-10), Berkembang (>10-40), Maju (>40-70) dan Digital apabila telah mencapai (>70-100). Dalam hal mendukung transparansi dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara memiliki wilayah kerja beserta skor IETPD.

(17)

Tabel 1.1

Hasil Pemetaan Indeks Elektronifikasi Transaksi Pemerintah

No Nama Daerah Skor IETPD

1 Kota Medan 84.23%

2 Kota Binjai 80.03%

3 Kota Tebing Tinggi 80.03%

4 Kab.Dairi 84.23%

5 Kab.Deli Serdang 80.03%

6 Kab.Karo 80.03%

7 Kab.Langkat 80.03%

8 Kab.Pakpak Bharat 80.03%

9 Kab.Serdang Bedagai 80.03%

Sumber: Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara.2021

Saat ini seluruh kabupaten/kota wilayah kerja Bank Indonesia Sumatera Utara telah memasuki pada kategori digital. Secara umum, mayoritas transaksi pendapatan pajak dan retribusi daerah telah dilakukan secara non tunai dengan memanfaatkan kanal basic (teller, loket bank) dan medium (ATM, EDC, sms/mobile/internet banking). Meskipun demikian pemerintah daerah terus mendorong perluasan elektronifikasi dengan memanfaatkan kanal pembayaran advance (fintech, e-commerce, ritel, QRIS) di seluruh transaksi penerimaan.

Sementara itu, arah kebijakan bank sentral dalam mengatur pembayaran non tunai terbukti sebagai langkah konkrit dan efektif dalam mengakselerasi sistem pembayaran non tunai secara nasional. Sebagai satu-satunya otoritas di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia terus mendorong implementasi elektronifikasi transaksi keuangan di daerah. Salah satu wujud perluasan yang dilakukannya adalah rencana sentralisasi aktivitas transaksi pembayaran retribusi dan pajak melalui koordinasi perdagangan elektronik (e-commerce). Hal ini ditunjang oleh tingginya antusiasme masyarakat dalam melakukan pembelian

(18)

melalui aplikasi e-commerce sebagai langkah one step shopping dalam aktivitas pembayaran ritel.

Selain manfaat diatas, program elektronifikasi transaksi di lingkungan pemerintah daerah diawali dengan penerbitan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Strategi nasional pencegahan korupsi antara lain dilakukan melalui pemberantasan transaksi tunai sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden No.54 Tahun 2018. Salah satu besarnya kerugian negara diakibatkan adanya korupsi pada pemerintah daerah.

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, kasus pidana korupsi sejak 2016 sampai Juni 2021 di pemerintahan daerah mencapai 58 persen dari total kasus yang ditangani KPK. Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai Sumatera Utara menempati peringkat ketiga sebagai provinsi yang paling banyak terjadi kasus dugaan praktik korupsi dengan 49 kasus dan kerugian negara sekitar Rp 286 miliar. Salah satu penyebab menjamurnya korupsi di daerah adalah lemahnya pengawasan pemerintah pusat. Minimnya sistem check and balances mengakibatkan penyalahgunaan wewenang sering terjadi.

Dalam pengembangan serta perluasannya di lapangan, nyatanya masih ditemukan berbagai tantangan. Permasalahan klasik seperti keterbatasan infrastruktur dan jaringan masih menjadi kendala bagi sebagian pemerintah daerah, terutama yang berada di wilayah terpencil. Selain itu, masih rendahnya literasi masyarakat terhadap transaksi non tunai juga masih menjadi tantangan untuk mendorong penggunaan layanan pembayaran non tunai sehingga sampai saat ini peran ETPD dalam meningkatkan optimalisasi pendapatan asli daerah

(19)

belum dapat berjalan maksimal. Atas dasar permasalahan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan peneliti, maka peneliti tertarik untuk menulis penelitian dengan judul “Analisis Percepatan dan Perluasan Implementasi Elektronifikasi Transaksi Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Utara (Studi Pada Pemerintah Daerah Wilayah Kerja Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana Bank Indonesia mendukung upaya Pemerintah Daerah Sumatera Utara dalam percepatan dan perluasan elektronifikasi transaksi?

2. Bagaimana Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dalam percepatan dan perluasan transaksi belanja dan pendapatan menggunakan kanal digital?

3. Bagaimana percepatan dan perluasan elektronifikasi transaksi yang telah diterapkan Pemerintah Daerah Sumatera Utara?

4. Apa saja peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Sumatera Utara dalam melakukan percepatan dan perluasan elektronifikasi transaksi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis Bank Indonesia mendukung upaya Pemerintah Daerah Sumatera Utara dalam mempercepat dan memperluas elektronifikasi transaksi.

(20)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dalam melakukan percepatan dan perluasan transaksi belanja dan pendapatan menggunakan digital.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis percepatan dan perluasan elektronifikasi transaksi yang diterapkan Pemerintah Daerah Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam melakukan percepatan dan perluasan elektronifikasi transaksi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Bagi Pemerintah Daerah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi, masukan dan saran mengenai percepatan dan perluasan implementasi elektronifikasi transaksi daerah sehingga dapat digunakan untuk membangun ekosistem digital pada pemerintah daerah.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait perluasan transaksi dan menambah pengetahuan masyarakat dalam hal pemahaman bertransaksi menggunakan transaksi digital.

3. Bagi Bank Indonesia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan rujukan bagi Bank Indonesia dalam melihat peluang dan tantangan pemerintah daerah dalam menerapkan perluasan dan digitalisasi daerah.

(21)

4. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pengembangan ilmu pengetahuan bagi para akademisi dan para mahasiswa dalam pengetahuan mengenai percepatan dan perluasan implementasi transaksi terhadap pemerintah daerah.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam mendukung kajian percepatan dan perluasan implementasi transaksi terhadap pemerintah daerah, serta dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya.

(22)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keuangan Daerah

2.1.1 Pengertian Keuangan Daerah

Pengertian Keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 1 Ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam rangka APBD.

Menurut Halim (2008) menyatakan bahwa keuangan daerah memiliki ruang lingkup yang terdiri atas keuangan yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan, yang termasuk keuangan daerah dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari barang-barang inventaris milik daerah. Di lain pihak, keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Keuangan daerah dapat diartikan sebagai hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki atau dikuasai oleh negara.

Sedangkan menurut Kuswandi (2016) keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

(23)

2.1.2 Perkembangan Manajemen Keuangan Daerah

Mahmudi (2009) menyatakan bahwa perkembangan manajemen keuangan daerah di Indonesia dapat dikatakan cukup terlambat hampir dua dasawarsa dibandingkan dengan reformasi yang telah dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia juga termasuk terlambat jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Singapura, dan Selandia Baru yang sudah sejak tahun 1970 an dan 1980 an telah melakukan serangkaian reformasi di bidang manajemen keuangan publik. Singapura misalnya, telah menggunakan anggaran berbasis kinerja (performance budget) sejak tahun 1980 an, sedangkan pemerintah daerah di Indonesia baru menerapkannya tahun 2001. Pemerintah Inggris telah memulai mereformasi sektor publiknya dengan konsep New Public Management sejak tahun 1980 an.

Amerika Serikat menggunakan anggaran dengan pendekatan Planning Programming Budgeting System (PPBS) secara luas tahun 1965 dan Zero Base Budgeting (ZBB) tahun 1973. Selandia Baru secara radikal menggunakan akuntansi akrual sejak tahun 1990 an. Meskipun relatif terlambat, reformasi manajemen keuangan sektor publik di Indonesia dapat dikatakan mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Reformasi sistem keuangan daerah di Indonesia telah menerapkan prinsip tata kelola keuangan yang baik dan penerapan good governance dalam pengelolaan keuangan daerah dimana pemerintah daerah menerapkan prinsip akuntabilitas, transparansi, efektivitas dan efisiensi dalam proses pengelolaan keuangan daerah melalui laporan keuangan yang dapat dikonsumsi masyarakat

(24)

untuk melihat seberapa jauh tingkat pemakaian anggaran daerah terhadap kinerja aparatur pemerintah dalam pelayanan masyarakat (UU NO 17 Tahun 2003).

Sesuai dengan prinsip E-Government yang menempatkan teknologi diantara semua tingkatan pemerintah, warga negara dan komunitas bisnis, termasuk memperoleh dan menyediakan produk layanan, menyediakan dan mendapatkan informasi hingga transaksi keuangan. Maka yang menjadi fokus pengembangan reformasi sistem keuangan daerah yaitu dengan menyediakan infrastruktur pembayaran berdasarkan teknologi informasi dan komunikasi dengan penggunaan sistem transaksi non tunai pada pengelolaan keuangan daerah.

E-Government reformasi pengelolaan keuangan daerah dengan diterapkannya sistem transaksi non tunai sebagai bentuk Implementasi terbitnya Inpres No 10 tahun 2016 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dan SE Mendagri No 910/1866/SJ tahun 2017 tentang Implementasi Transaksi Non tunai pada Pemerintah Daerah. (Septiani & Kusumastuti, 2019).

2.1.3 Ruang Lingkup Keuangan Daerah

Ruang lingkup keuangan daerah berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah meliputi:

1. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman.

2. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintah daerah dan membayar tagihan pihak ketiga.

3. Penerimaan daerah 4. Pengeluaran daerah

(25)

5. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah.

6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah atau kepentingan umum.

2.1.4 Pengelolaan Keuangan Daerah

Halim (2008) mengungkapkan bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.

Dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Terwujudnya pelaksanaan desentralisasi fiskal secara efektif dan efisien salah satunya tergantung pada pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, tidak lagi bertumpu atau mengandalkan Bagian Keuangan Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten/Kota, tetapi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kini wajib menyusun dan melaporkan posisi keuangannya, yang kemudian dikonsolidasikan oleh PPKD.

2.2 Sistem Pembayaran

Bank Indonesia dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 menjelaskan sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan,

(26)

lembaga, dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.

Sistem pembayaran telah mengalami evolusi selama beberapa abad, sejalan dengan perubahan sifat dan penggunaan uang sebagai alat pembayaran.

Perkembangan peran uang sebagai alat pembayaran terus mengalami perubahan wujud yaitu dalam suatu bentuk alat pembayaran cek atau giral yang memungkinkan pembayaran dengan cara transfer dana dari saldo rekening antar institusi keuangan, khususnya bank. Seiring dengan perkembangan teknologi, berbagai instrumen pembayaran non tunai atau elektronik mulai bermunculan dalam berbagai wujud antara lain mobile banking, ATM, kartu debit, kartu kredit dan sebagainya.

Dengan semakin majunya teknologi dan adanya kebutuhan akan alat pembayaran yang praktis dan murah, di beberapa negara telah mulai dikembangkan produk pembayaran elektronis yang dikenal sebagai uang elektronik (e-money), yang karakteristiknya berbeda dengan pembayaran elektronis yang disebutkan sebelumnya, karena setiap pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan e-money tidak selalu memerlukan proses otorisasi dan online secara langsung dengan rekening nasabah di bank (pada saat melakukan pembayaran tidak dibebankan ke rekening nasabah di bank). E-money merupakan produk stored value dimana sejumlah nilai (monetary value) telah terekam dalam alat pembayaran yang digunakan (Bank Indonesia, 2006).

Dalam praktiknya sehari-hari, ada dua jenis sistem pembayaran yaitu pembayaran tunai (cash) dan pembayaran non tunai (non cash).

1. Pembayaran Tunai (Cash)

(27)

Alat pembayaran tunai dapat dilakukan dengan menggunakan uang, baik jenis uang logam maupun uang kertas. Dalam peredarannya, uang tersedia dalam berbagai jenis pecahan agar memudahkan untuk bertransaksi. Meskipun transaksi non tunai di satu sisi mengalami peningkatan dan di sisi lain transaksi tunai mengalami penurunan. Namun demikian, tetap saja banyak yang merasa lebih nyaman bertransaksi secara tunai. Terlebih dalam transaksi non tunai membutuhkan pengetahuan mengenai teknologi sebagai syarat bagi pengguna.

2. Pembayaran non tunai (non-cash)

Alat pembayaran non tunai dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni alat pembayaran untuk kredit transfer dan alat pembayaran untuk debit transfer. Perbedaan antara kredit transfer dan debit transfer terletak pada perintah pengiriman uang. Perkembangan sistem pembayaran non tunai diawali dengan instrumen pembayaran yang bersifat paper based seperti cek, bilyet, giro, dan warkat lainnya. Sejak perbankan mendorong penggunaan sistem elektronik serta penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu dengan segala bentuknya, berangsur-angsur pertumbuhan penggunaan alat pembayaran yang paper based semakin menurun. Apalagi sejak sistem elektronik, seperti transfer dan sistem kliring mulai banyak digunakan.

Selanjutnya berkembang instrumen pembayaran yang berbasis kartu sejalan dengan perkembangan teknologi. Saat ini, instrumen pembayaran berbasis kartu yang telah berkembang dengan berbagai varian. Mulai dari kartu kredit, kartu ATM, kartu debit dan berbagai macam jenis uang elektronik.

(28)

2.3 Elektronifikasi Transaksi Keuangan

Sebagai bentuk respon akan perkembangan dunia digital yang begitu massive, pemerintah melalui Bank Indonesia merancangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNTT) pada tahun 2014 yang bertujuan untuk menciptakan sistem pembayaran yang efektif dan efisien melalui penggunaan teknologi atau menciptakan sistem pembayaran yang efektif dan efisien melalui penggunaan teknologi atau menciptakan ekosistem cashless society. Lebih lanjut guna menindaklanjuti GNTT dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di tengah pandemi Covid-19, Pemerintah Indonesia pada tahun 2021 melalui Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2021 mencanangkan program elektronifikasi transaksi keuangan. Dilansir dari portal resmi Bank Indonesia, elektronifikasi transaksi keuangan merupakan perubahan cara pembayaran yang semula menggunakan tunai menjadi non tunai. Elektronifikasi transaksi keuangan merupakan salah satu bentuk GNTT yang dirancang oleh Bank Indonesia.

Program tersebut terdiri dari 4 (empat) jenis, diantaranya:

1. Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah

Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) adalah suatu upaya yang terpadu dan terintegrasi untuk mengubah pembayaran dari tunai menjadi non tunai dengan tujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan daerah. Elektronifikasi transaksi pemerintah daerah sendiri terbagi kedalam dua komponen, diantaranya:

a. Pengguna sistem layanan elektronifikasi transaksi keuangan yang terdiri dari pemerintah daerah dan masyarakat.

(29)

b. Penyedia layanan transaksi keuangan yang terdiri dari Bank Pengelola RKUD, Mitra Bank, Agen Bank, Point Payment dan Fintech.

Selain itu, terdapat beberapa hal yang juga perlu diperhatikan dalam keberlangsungan ekosistem elektronifikasi transaksi keuangan pemerintah daerah, seperti:

a. Sistem Informasi dan Keuangan Pemerintah Daerah memiliki konektivitas dengan sistem perbankan sebagai pengelola RKUD untuk mendukung transaksi non tunai sekurangnya meliputi aktivitas transfer/payment, payroll dan inquiry.

b. Ketersediaan instrumen dan kanal pembayaran diperluas melalui kerja sama Bank Pengelola RKUD dengan mitra kerja sama untuk mempermudah akses bagi masyarakat dalam melakukan transaksi non tunai dengan pemerintah daerah.

c. Pemerintah daerah dan perbankan bersinergi untuk melakukan edukasi kepada masyarakat dalam pengenalan dan perluasan akses keuangan melalui pemanfaatan instrumen dan kanal pembayaran non tunai.

Pengaturan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah diawali dengan GNNT yang diinisiasi oleh Bank Indonesia bersama pemerintah pada tahun 2014 dalam rangka menciptakan cashless society. Sejalan dengan GNNT, diterbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No.10/2016 yang salah satunya berisi arahan percepatan implementasi transaksi non tunai di seluruh Kementerian atau Lembaga (K/L) dan pemerintah daerah. Guna mendorong percepatan program elektronifikasi transaksi keuangan pemerintah daerah, diterbitkan Surat Edaran

(30)

Mendagri No.910/1866/SJ tentang Implementasi Transaksi Nontunai pada pemerintah daerah Provinsi dan Surat Edaran Mendagri No.910/1867/SJ tentang Implementasi Transaksi Non Tunai pada pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang dipertegas dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No.12/2019 Pasal 222 yang berisikan kewajiban Pemerintah daerah untuk menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik di bidang pengelolaan keuangan daerah. Peran elektronifikasi transaksi keuangan Pemerintah daerah dalam menopang berbagai kegiatan perekonomian antara lain:

a. Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan melakukan kerjasama antara pemerintah daerah bersama bank pengelola RKUD dan bank lainnya yang menyediakan berbagai kanal pembayaran untuk mempermudah penerimaan pendapatan secara non tunai yang bersumber dari pembayaran pajak maupun retribusi.

b. Perbaikan tata kelola keuangan pemerintah daerah tercermin pada penyediaan proses administrasi lebih sederhana, memiliki akses yang luas, mampu mencatat seluruh transaksi, meningkatkan efisiensi pengelolaan keuangan, dan mendukung perencanaan ekonomi yang lebih akurat. Seluruhnya merupakan dampak dari program elektronifikasi transaksi keuangan pemerintah daerah.

c. Peningkatan akses keuangan dapat dilihat dengan semakin merata dan beragamnya ketersediaan kanal dan instrumen pembayaran non tunai di seluruh wilayah, maka pada gilirannya akan meningkatkan peluang kepemilikan rekening.

(31)

d. Penguatan kontrol keuangan secara sistematis (tercatat dan terdokumentasi dengan baik) akan memudahkan berbagai pihak dalam melakukan kontrol dan evaluasi secara real time, serta memudahkan berbagai pihak dalam menyusun pelaporan transaksi keuangan sesuai kaidah akuntansi keuangan.

2. Elektronifikasi Bantuan Sosial

Elektronifikasi bantuan sosial (Bansos) adalah transformasi penyaluran bansos dari tunai menjadi non tunai yang bertujuan untuk mewujudkan pemenuhan prinsip 6T (Tepat waktu, Tepat sasaran, Tepat jumlah, Tepat kualitas, Tepat harga, dan Tepat administrasi) serta meningkatkan kesempatan dan kemampuan masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan layanan keuangan. Program elektronifikasi bansos meliputi Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Sembako (Bantuan Pangan Non Tunai) yang diintegrasikan ke dalam Kartu Kombo. Program ini juga telah tertuang dalam Peraturan Presiden RI No.63 tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Non Tunai. Secara teknis implementasi elektronifikasi bansos diawali dengan beberapa tahapan yakni:

a. Diawali dengan adanya arahan Presiden RI mengenai transformasi penyaluran bansos secara nontunai dalam Rapat Kabinet Terbatas tanggal 26 April 2016. Arahan tersebut telah sesuai dengan kebijakan BI terkait keuangan inklusif dan Strategi Peningkatan Akseptasi Implementasi Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah 10 Di Provinsi Sumatera Utara elektronifikasi melalui Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang

(32)

dicanangkan BI dan Pemerintah pada 14 Agustus 2014;

b. Selanjutnya BI menginisiasi penandatanganan Nota Kesepahaman tentang koordinasi pelaksanaan elektronifikasi penyaluran bansos bersama 5 Kementerian pada 26 Mei 2016. Penyaluran bansos tersebut selaras dengan salah satu pilar Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

c. Implementasi elektronifikasi bansos pada tahun 2016 dimulai dengan penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) dan selanjutnya pada tahun 2017 diluncurkan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang merupakan reformasi dari program Keluarga Sejahtera (Rastra).

d. Arahan Presiden dalam Nota Keuangan 16 Agustus 2019 pemerintah akan menyalurkan BPNT kepada 15,6 Juta keluarga melalui Kartu Sembako sehingga dapat membeli dan memilih bahan pangan yang lebih beragam serta jumlah bantuan meningkat menjadi Rp1,8 Juta/KPM/tahun. Selanjutnya hasil Rapat Tingkat Menteri (RTM) pada 17 Desember 2019 menyepakati bahwa terdapat pengembangan BPNT menjadi Program Sembako dan tetap menggunakan Kartu Kombo sebagai instrumen penyaluran.

3. Elektronifikasi Transportasi

Program elektronifikasi ketiga yakni program elektronifikasi transportasi secara nasional. Program ini telah didukung dengan ditandatanganinya Kesepakatan Bersama antara Bank Indonesia dengan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia No.19/8/NK/GBI/2017 tanggal 6 Januari

(33)

2017 tentang Kerja Sama dan Koordinasi dalam rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.

Penerapan elektronifikasi pembayaran di sektor transportasi juga telah diimplementasikan pada transportasi darat, penyeberangan, dan laut serta transportasi berbasis rel sesuai dengan prinsip GPN (interkoneksi dan interoperabilitas) dan terbuka untuk semua penerbit Uang Elektronik (non- eksklusif) sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik tanggal 3 Mei 2018. Dalam pelaksanaan elektronifikasi pembayaran moda transportasi, Bank Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Perhubungan, Pemprov/ Dishub setempat, operator moda transportasi dan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) untuk melakukan peningkatan awareness masyarakat, kemudahan akses perolehan instrumen pembayaran dan layanan top up, serta keandalan peralatan alat transaksi di masing-masing moda transportasi.

4. Elektronifikasi Jalan Tol

Bank Indonesia juga mengawal elektronifikasi transaksi jalan tol yang telah didukung dengan ditandatanganinya Kesepakatan Bersama antara Bank Indonesia dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No.19/5/NK/GBI/2017 tanggal 31 Mei 2017 tentang Kerja Sama dan Koordinasi dalam rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, Selain itu, melalui Permen PUPR No.16 tahun 2017, pembayaran tarif jalan tol secara serentak dilakukan secara non tunai menggunakan uang

(34)

elektronik berbasis chip pada 31 Oktober 2017. Secara bertahap, akan dilakukan migrasi pembayaran dari sebelumnya melalui mekanisme tapping menjadi nirsentuh/contactless.

2.4 Pendapatan Daerah

Menurut Permendagri No.13 tahun 2006, pendapatan daerah meliputi seluruh penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pada pendapatan asli daerah ini transaksi yang berhubungan dengan transaksi non tunai adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pendapatan daerah yang dilakukan oleh bendahara penerimaan/bendahara penerimaan pembantu berupa pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan bantuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak bumi bangunan (PBB) dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) wajib menggunakan transaksi non tunai. Pendapatan daerah terdiri dari:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), meliputi: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.

2. Dana Perimbangan, meliputi: dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.

3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah: hibah, dana darurat dari pemerintah, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kab/kota, dana penyesuaian dan otonomi khusus serta bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah.

(35)

2.5 Pajak Daerah

Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan Undang-Undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi uang pajak. Selain itu, pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang akan menjamin adanya keadilan dan kepastian hukum bagi pembayar pajak sehingga pemerintah tidak dapat sewenang-wenang menetapkan besarnya pajak.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari definisi diatas, penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerahnya tanpa imbalan yang langsung dapat dirasakan, yang bersifat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah setempat.

(36)

Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang jenis pajak terbagi atas dua, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pajak provinsi terbagi menjadi lima jenis dan Pajak Kabupaten/Kota terbagi menjadi sebelas jenis, terdiri dari:

1. Pajak Provinsi, meliputi: pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok.

2. Pajak Kabupaten/Kota, meliputi: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

2.6 Retribusi Daerah

Menurut Permendagri No. 7 tahun 2001, retribusi daerah yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah dibagi atas tiga golongan, yaitu: retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Pasal 149 ayat 2-4, penetapan jenis retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan dengan kewenangan daerah masing-masing sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Hal yang sama juga berlaku untuk penetapan jenis retribusi jasa usaha untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota, dilakukan sesuai dengan jasa/pelayanan yang diberikan oleh

(37)

daerah masing-masing. Rincian jenis objek dari setiap retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu diatur dalam peraturan daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang retribusi daerah terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

1. Retribusi jasa umum, meliputi: retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, retribusi pemakaman, retribusi parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta penyediaan, retribusi penyedotan kakus, retribusi limbah cair, retribusi tera ulang, retribusi pendidikan, retribusi pengendalian menara telekomunikasi, retribusi pengendalian lalu lintas.

2. Retribusi jasa usaha, meliputi: retribusi pengendalian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parkir, retribusi penginapan/villa, retribusi potong hewan, retribusi pelayanan pelabuhan, retribusi rekreasi dan olahraga, retribusi penyeberangan air dan retribusi penjualan produksi usaha daerah.

3. Retribusi perizinan tertentu, meliputi: retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, retribusi izin gangguan, retribusi trayek dan retribusi izin usaha perikanan.

2.7 Belanja Daerah

Menurut Permendagri No. 13 tahun 2006, belanja daerah yaitu meliputi semua pengeluaran ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam

(38)

satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah pada satuan kerja ini meliputi belanja UP (Uang Persediaan), GU (Ganti Uang), TU (Tambah Uang) dan LS (Langsung).

Pelaksanaan transaksi non tunai pada pemerintah daerah berhubungan dengan transaksi non tunai serta menggunakan IBC (Internet Banking Corporate) adalah belanja langsung dan tidak langsung. Adapun untuk pembayaran gaji pegawai secara non tunai yaitu menggunakan SI (Standing Instruction).

Menurut Halim (2008), belanja pemerintah daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah maupun bendahara pengeluaran yang mengurangi ekuitas dana merupakan kewajiban pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran. Belanja daerah terdiri dari:

1. Belanja tidak langsung, meliputi: belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.

2. Belanja langsung, meliputi: belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal.

2.8 Transaksi Non Tunai

2.8.1 Pengertian Transaksi Non Tunai

Transaksi non tunai secara garis besar adalah pembayaran tidak lagi dengan uang tunai (cash) dari bendahara ke pihak lain, dengan mekanisme penyediaan uang tunai yang tersimpan di dalam brankas, namun melalui mekanisme transfer langsung dari kas daerah melalui cash management system dengan persetujuan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Surat Edaran Mendagri

(39)

nomor 910/1867/SJ mendefinisikan Transaksi Non Tunai (TNT) sebagai pemindahan sejumlah uang dari satu pihak kepada pihak lain menggunakan instrumen TNT. TNT paling lambat dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2018 dengan kewajiban kepala daerah melaporkan perkembangan kesiapan implementasi TNT pada masing-masing daerah. Dimana bahwa transaksi ini melingkupi seluruh transaksi baik penerimaan daerah yang dilakukan oleh bendahara penerimaan atau bendahara penerimaan pembantu dan pengeluaran oleh bendahara pengeluaran atau bendahara pengeluaran pembantu. Penerapan TNT harus didukung oleh kebijakan kepala daerah dan rencana aksi kebijakan serta keharusan kepala daerah berkoordinasi dengan lembaga keuangan bank daerah. Perkembangan kesiapan dilaporkan paling lambat 1 Oktober 2017 untuk Pemerintah Provinsi. Manfaat transaksi non tunai dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 910/1867/SJ dan sesuai Peraturan Presiden tahun 2016 tentang pencegahan korupsi, yaitu:

1. Mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

2. Mencegah peredaran uang palsu 3. Menghemat pengeluaran Negara 4. Menekan laju inflasi

5. Mencegah transaksi illegal (korupsi)

6. Meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian (velocity of money).

7. Mewujudkan tertib administrasi pengelolaan kas.

2.8.2 Penerapan Transaksi Non Tunai Dalam Pelaksanaan Belanja Pemda Penerapan transaksi non tunai dalam pelaksanaan belanja pemerintah

(40)

daerah sangat membantu dalam mewujudkan prinsip good governance terutama dalam mewujudkan prinsip akuntabilitas, transparansi, efektivitas dan efisiensi.

Sesuai dengan yang diamanatkan di dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Isi pada peraturan tersebut sesuai dengan setiap prinsip dalam good governance. Dengan adanya transaksi non tunai ini diharapkan dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat.

Transaksi non tunai ini sangat membantu dalam mewujudkan prinsip good governance dalam menekan tingkat jumlah korupsi di pemerintah daerah. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden nomor 10 tahun 2016 sebagai percepatan implementasi transaksi non tunai pada pemerintah daerah salah satunya adalah menerapkan prinsip akuntabilitas, transparansi, efektivitas dan efisiensi

1. Prinsip Akuntabilitas

Prinsip akuntabilitas pada dasarnya memiliki pengertian dapat dipertanggung jawabkan. Dengan adanya penerapan transaksi non tunai ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat serta pihak swasta kepada aparatur pemerintah yang dapat mempertanggungjawabkan semua hal yang berkaitan dengan proses pelaksanaan pemerintah daerah. Contohnya saat belum dilaksanakannya transaksi non tunai masih terjadi uang tunai yang beredar yang mengakibatkan tidak akuntabel. Dalam hal ini apabila terjadi transaksi belanja ke toko dengan menggunakan uang tunai kemungkinan terjadinya beberapa penyimpangan, seperti uang tidak sampai kepada pengusaha atau transaksi yang sebenarnya tidak sesuai dengan kwitansi. Dengan adanya

(41)

pembayaran non tunai dapat membantu pemerintah daerah dalam mengetahui mutasi saldo secara real time. Selain itu, penerapan transaksi non tunai juga dapat dengan mudah melihat informasi saldo dan mutasi dari seluruh transaksi dapat ditelusuri serta didukung bukti yang sah sehingga lebih akuntabel. Pada akhir tahun anggaran bendahara akan terbantu dengan adanya transaksi non tunai karena memberikan kemudahan dalam membuat laporan pertanggungjawaban secara akurat dan tepat waktu.

2. Prinsip Transparansi

Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Prinsip ini memiliki dua aspek yaitu komunikasi publik oleh pemerintah, dan hak masyarakat terhadap informasi akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya. dalam artian bagaimana pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lebih transparan dengan adanya jejak digital atau jejak bukti transfer akan terekam di perbankan.

Sehingga terlihat lebih jelas mengenai aliran uang.

3. Efektivitas dan Efisiensi

Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah diuraikan, pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan efisien yakni berdaya guna dan berhasil guna. Agar pemerintahan dikatakan efektif dan efisien.

(42)

2.9 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini, terdapat beberapa referensi dari penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini.

Tabel 2.9

Penelitian Terdahulu yang Relevan

No Judul, Nama dan Tahun Penelitian

Metode Analisis Hasil Penelitian 1 Selly Septiani, Endah

Kusumastuti (2018)

“Penerapan Transaksi Non Tunai Dalam Belanja Pemerintah

Daerah Untuk

Mewujudkan Prinsip Good Governance (Studi Kasus Pada BPKAD Provinsi Jawa Barat)

Metode penelitian berupa wawancara, observasi, studi kepustakaan dan dokumentasi.

Peneliti menggunakan data primer yaitu hasil dari wawancara dengan narasumber terkait

Hasil penelitian menunjukkan penerapan Transaksi Non Tunai ini dirasakan dapat meningkatkan perwujudan prinsip good governance terutama prinsip akuntabilitas, transparansi, efektivitas dan efisiensi. Dengan adanya penerapan Transaksi Non Tunai dalam pelaksanaan belanja pemerintah dapat menekan tingkat penyelewengan terutama korupsi.

2 Lidanna Dian Kurnia (2020)

“Analisis Efisiensi Penerapan Transaksi Non Tunai Dalam Pengelolaan Keuangan

Daerah Pada

Sekretariat Daerah Kota Metro Provinsi Lampung”

Metode penelitian berupa metode analisis deskriptif persentase.Deskriptif persentase ini diolah dengan cara frekuensi dibagi dengan jumlah responden dikali 100 persen.

Hasil penelitian menunjukkan penerapan transaksi non tunai dalam pengelolaan keuangan daerah pada sekretariat daerah Lampung memberikan banyak manfaat transaksi menjadi sangat efisien dan juga efektif.

penggunaan aliran dana dapat ditelusuri lebih akuntabel, dikarenakan seluruh transaksi didukung dengan bukti yang sah.

3 Suluh Hendrawan, Nur Anisah (2019)

“Implementasi Transaksi Non Tunai Sebagai Dasar Tata Kelola Pemerintah yang Baik (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Jombang)

Metode penelitian berupa post- positivisme dengan model penelitian case study. Data penelitian dikumpulkan melalui interview baik tertulis maupun elektronik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas, transparansi serta tertib administrasi sudah berhasil dicapai dalam implementasi non tunai. Akan tetapi efisiensi dari penggunaan anggaran belum mampu tercapai.

4 Oktaviana Banda Saputri (2021) Analisis SWOT Transformasi digital Transaksi Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Inklusi Keuangan”

Metode penelitian berupa teknis analisis studi kepustakaan yaitu analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan data primer berupa jurnal peneliti sebelumnya dan data sekunder dari Kemendagri dan BI.

Hasil penelitian menunjukkan analisis berada pada Kuadran I artinya dari faktor internal dan eksternal yang dimiliki dan dihadapi, strategi yang harus diimplementasikan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. Dalam pengimplementasian membutuhkan dukungan baik dari sisi pemerintah pusat, bank sentral dan bank pembangunan daerah untuk mampu memberikan manfaat bagi setiap elemen yang menggunakannya.

(43)

Lanjutan Tabel 2.9

No Judul, Nama dan

Tahun Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian 5 Kirana Widyatuti, Iik

Wilarso (2017)

“Tantangan dan Hambatan

Implementasi Produk Uang Elektronik”

Metode penelitian berupa metode kuantitatif dan kualitatif.

Dikumpulkan melalui interview

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan yang dihadapi dalam pengelolaan uang elektronik meliputi keterbatasan merchant¸

kurangnya pengalaman dalam penggunaan metode digitalisasi pada kalangan masyarakat dan masih rendahnya literasi keuangan masyarakat terhadap penggunakan digital, ketersediaan infrastruktur juga masih menjadi penghambat utama dalam penerapan digitalisasi 6 Astuti,S.Y.W. (2005)

“Peluang dan

Tantangan Penerapan E-Governance dalam Otonomi Daerah.”

Metode penelitian berupa metode penelitian kualitatif.

Penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi

Hasil penelitian menunjukkan adanya tiga jenis tantangan dalam penerapan e-Gov yakni bersifat tangible, intangible dan very intangible. Tantangan seperti keterbatasan sarana dan prasarana fisik jaringan telekomunikasi dan listrik termasuk tangible.

Sedangkan intangible misalnya tantangan financial. Peluang dalam penerapan merupakan dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi keuangan daerah.

7 Rahayu

Widiyaningrum, Mia Rosmiati (2020)

“Penerapan Transaksi Non Tunai atas Pendapatan dan Belanja Daerah untuk Mewujudkan Prinsip Good Governance (Studi Kasus BPKD Kabupaten Bandung Barat)

Metode penelitian berupa pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan data primer hasil wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat telah menerapkan transaksi non tunai secara bertahap pada awal tahun 2018. Dengan adanya penerapan transaksi non tunai ini dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam transaksi sehingga lebih, akuntabilitas, transparansi dalam pengelolaan serta adanya efektivitas dan efisiensi dalam mengelola pendapatan dan belanja daerah, yang diyakini dapat meningkatkan pendapatan asli daerah

8 Angelina Pelealu, Grace B. Nangoi (2018)

“Analisis Penerapan Sistem Transaksi Non

Tunai Dalam

Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Dinas Lingkungan Hidup Kota Bitung.

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan deskriptif kualitatif. Dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lingkungan Dinas Kota Bitung telah menerapkan sistem transaksi non tunai secara bertahap di APBD berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 910.1866/SJ.NS. Kendala yang dihadapi adalah proses administrasi yang terkadang terhambat, sosialisasi proses penggunaan digitalisasi serta , masih rendahnya penerapannya pada penerimaan retribusi dengan nominal yang kecil

Referensi

Dokumen terkait

Untuk Mengetahui Pengaruh Tidak Langsung Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.. Untuk

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan pendapatan

Judul Skripsi : PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH

Meskipun penerapan PPN memiliki kekurangan tersendiri, kepastian atas pendapatan pajak bagi pemerintah lebih besar.Sistem pemungutan pajak atas transaksi online

digunakan untuk mengatur hubungan keuangan pada masa kolonial. Apabila ada perbedaan.. antara pengeluaran dan pendapatan, maka ditutup dengan cara Pemerintah

Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi terhadap Kesempatan Kerja, Pertumbuhan Ekonomi serta Ketimpangan Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.. Ekonomi

Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah, Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.. ..., Peraturan

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terkait pengaruh variabel Jumlah Penduduk, Investasi dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan Perkapita Kota dan Kabupaten