• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor"

Copied!
265
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH PEDAGANG

MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL DAERAH SUBURBAN

KABUPATEN BOGOR

RIZKA AMALIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Rizka Amalia

(4)

ABSTRAK

RIZKA AMALIA. Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN

Strategi nafkah selalu dilakukan oleh manusia untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupan mereka. Sementara itu, penelitian ini memfokuskan kajian pada strategi nafkah salah satu sektor informal yaitu usaha berdagang makanan. Penelitian ini dilakukan karena adanya pembangunan dan industrialisasi. Pembangunan dan industrialisasi ini berdampak pada proses pengkotaan sehingga terjadi pengalihan profesi dari dominasi petani menjadi pedagang makanan di sektor informal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survei menggunakan kuisioner dan pendekatan kualitatif menggunakan slip, studi kasus dan observasi sebagai penunjang data-data kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik pekerja sektor informal, struktur nafkah rumah tangga pedagang makanan, strategi-strategi nafkah yang dilakukan oleh pedagang makanan di sektor informal, alasan pedagang makanan berdagang di public area dan cara pengelolaan kapasitas menabung pedagang makanan di sektor informal.

Kata kunci: pembangunan, proses pengkotaan, kapasitas menabung

ABSTRACT

RIZKA AMALIA. Livelihoods Structure and Strategies of food seller in Informal Sector Bogor District Suburban Areas. Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN

Livelihood strategies are done by humans to maintain the sustainability of life. Meanwhile, this research is focused on livelihood strategies of food seller in informal sector. The study is conducted because industrialization and development. Affect of this industrialization and development are urbanizing process, so that is make profession conversion of domination farmer become food stall at informal sector. The method used in this study is survey research using questionnaires and qualitative approach using a slip, case studies and observations to support quantitative data. The results of this study is about characteristics of informal sector workers especially in food vendors, the structure of household income, livelihood strategies, the reason to trade in public areas and management saving capacity of informal sector workers.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH PEDAGANG

MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL DAERAH SUBURBAN

KABUPATEN BOGOR

RIZKA AMALIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor

Nama : Rizka Amalia NIM : I34090030

Disetujui oleh Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc. Agr NIP. 19630914 199003 1 002

Diketahui oleh

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah

livelihood, dengan judul Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc Agr selaku pembimbing studi pustaka dan skripsi; Ibu Prof. Aida V.S Hubeis selaku pembimbing akademik; Ibu Heru Purwandari, SP, Msi sebagai dosen penguji utama; Ibu Ir. Yatri Indah Kusumastuti, MS sebagai dosen penguji wakil departemen sain komunikasi dan pengembangan masyarakat; Bapak Ir. Fredian Tonny, MS sebagai penguji petik draft skripsi; serta Ibu Ir. Sugiah Mugneisyah Mahfud Msi, Ibu Ir. Melani Abdul Kadir Sunito Msi, dan Ibu Ir Hana Indriana Msi yang telah memotivasi penulis. Di samping itu, ucapan terima kasih pada beasiswa BUMN yang telah memberikan beasiswa dari semester lima sampai lulus sarjana dan beasiswa BUMN juga yang telah mendanai pelaksanaan penelitian ini; teman-teman Sain Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) angkatan 46 khususnya Firza Triana Zelaviori, Femy Amalia Arizi Putri, Rahayu Arizona, Indah Permatasari, Tiara Anjakusuma, Siska Oktavia dan Novia Fridayanti yang selalu memberikan semangat pada penulis; teman-teman SKPM 46 yang selalu berbagai ide dan motivasi; teman-teman program akselerasi SKPM 46 yang selalu mengingatkan deadline; dan teman-teman kosan Wisma Gajah khususnya Meliza Dita Utami dan Wirdania Ustadza yang selalu berusaha membuat penulis tertawa. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Nur Cholis almarhum yang wafat pada tanggal 20 Januari 2013, Ibunda Junaidah, Lek Ajih, Lek Ubab, Tante Layl, Lek Is, Lek Din, Lek Um, Pak De Kyai Hakim, Mas Muhammad Zulfi Ali, Mbak Siti Ulfatin, Adik Muhammad Ikmal Farih, Muhammad Zalfi Falcha, Mila Amalia serta seluruh keluarga besar Kyai H. Sarbini, H. Syafi’i, dan H. Umar atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian. 3

BAB II. PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Pengertian Strategi Nafkah. 5

Sumber-Sumber Strategi Nafkah 6

Migrasi Desa-Kota 7

Pengertian Sektor Informal 8

Terbentukya Sektor Informal 9

Jenis-Jenis Pekerjaan Sektor Informal 10 Perbedaan Ciri-Ciri Sektor Informal dan Formal 11

Kerangka Pemikiran 12

Hipotesis Penelitian 14

Definisi Konseptual 14

Definisi Operasional. 15

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 19

Jenis Penelitian 19

Jenis Data, Lokasi dan Waktu Penelitian 19 Kerangka Sampling ,Pemilihan Responden dan Informan 20

Teknik Pengumpulan Data 20

Teknik Pengolahan Data 22

BAB IV. KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANANDI SEKTOR INFORMAL

25

Umur dan Tingkat Pendidikan Responden 25

Jenis Kelamin Responden 27

(10)

Daerah Asal Responden 29

Ikhtisar 31

BAB V. STRUKTUR NAFKAH RUMAH TANGGA PEDAGANG MAKANAN

33 Struktur Pendapatan Berdasarkan Tenaga Kerja yang Dipekerjakan

oleh Pedagang Makanan di Jalan Dramaga

33 Struktur Pendapatan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Rumah

Tangga

36

Tingkat Kemiskinan Pedagang Makanan 40

Pengeluaran Rumah Tangga Pedagang Makanan 43 Kapasitas Menabung Pedagang Makanan di Sektor Informal 44

Ikhtisar 46

BAB VI. STRATEGI NAFKAH PEDAGANG MAKANAN 49

Sistem Penghidupan Rumah Tangga Pedagang Makanan 49

Sistem Usaha Berdagang Makanan 49

Sumber Nafkah Rumah Tangga Pedagang Makanan 52 Alasan Pedagang Makanan Bertahan di Lahan Umum 57

Strategi Pola Nafkah Ganda 61

Strategi Mengeksploitasi Diri 64

Strategi Menekan Biaya Berdagang 66

Strategi Pemanfaatan Lahan 67

Strategi Mempekerjakan Anggota Keluarga 68

Strategi Pembagian Kerja 69

Strategi Ekspansi Usaha 70

Strategi Berhutang dan Pencairan Investasi 71 Strategi Mengamankan Usaha Bisnis Makanan 73

Ikhtisar 74

BAB VII. PENGELOLAAN PENDAPATAN PEKERJA SEKTOR INFORMAL

79 Ragam Investasi Berdasarkan Tingkat Pendapatan Rumah Tangga

Responden

79 Ragam Investasi Berdasarkan Tingkat Kapasitas Menabung

Responden

81

Ikhtisar 83

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 85

Kesimpulan 85

(11)

DAFTAR PUSTAKA. 87

LAMPIRAN 89

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan karakteristik dari dua sektor ekonomi 11 Tabel 2. Perincian data berdasarkan jenis data dan teknik pengumpulan

data

21 Tabel 3. Frekuensi dan persentase responden pedagang makanan di Jalan

Babakan berdasarkan jenis kelamin, tahun 2012

27 Tabel 4. Frekuensi dan persentase responden pedagang makanan di Jalan

Babakan berdasarkan status perkawinan, tahun 2012

28 Tabel 5. Sebaran daerah asal responden pedagang makanan di Jalan

Babakan, tahun 2012

30 Tabel 6. Frekuensi dan persentase jumlah usaha berdasarkan jenis usaha di

Jalan Babakan, tahun 2012

33 Tabel 7. Matriks perbandingan pekerjaan sampingan pada golongan tingkat

pendapatan rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

37

Tabel 8. Frekuensi dan persentase kategori pendapatan rumah tangga pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

38 Tabel 9. Jumlah pendapatan rata-rata rumah tangga responden pedagang

makanan di Jalan Babakan berdasarkan jenis usaha, tahun 2012

42 Tabel 10. Jumlah pendapatan rata-rata rumah tangga responden pedagang

makanan di Jalan Babakan berdasarkan kategori tingkat pendapatan rumah tangga, tahun 2012

42

Tabel 11. Jumlah saving capacity rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut kategori tingkat pendapatan, tahun 2012

45

Tabel 12. Matriks perbedaan sistem usaha berdagang makanan contoh kasus pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

50 Tabel 13. Matriks perbandingan strategi nafkah rumah tangga berdasarkan

subyek penelitian.

54 Tabel 14. Jumlah responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tingkat

sumber nafkah dan strategi nafkah, tahun 2012

55 Tabel 15. Matriks perbandingan sumber nafkah rumah tangga contoh kasus

responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan tingkat pendapatan rumah tangga, tahun 2012

56

Tabel 16. Jumlah dan persentase responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tenaga kerja yang dipekerjakan dan pemanfaatan lahan berdagang, tahun 2012

58

Tabel 17. Jumlah dan persentase responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut alasan bernafkah dan status penguasaan lahan, tahun 2012

58

Tabel 18. Jumlah responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tingkat alasan bernafkah dan tingkat strategi nafkah, tahun 2012

(13)

Tabel 19. Matriks perbandingan strategi nafkah contoh kasus rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

60 Tabel 20. Matriks perbandingan strategi nafkah ganda yang dilakukan contoh

kasus responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

63 Tabel 21. Frekuensi dan persentase waktu produksi yang dilakukan pedagang

makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

64 Tabel 22. Jumlah responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tingkat

pendapatan dan waktu produksi, tahun 2012

65 Tabel 23. Sebaran tempat tinggal responden pedagang makan di Jalan Babakan,

tahun 2012

66 Tabel 24. Frekuensi dan persentase status penguasaan lahan responden pedagang

makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

67 Tabel 25. Frekuensi dan persentase pemanfaatan tenaga kerja oleh responden

pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

68 Tabel 26. Frekuensi dan persentase pembagian kerja responden dalam usaha

berdagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

69 Tabel 27 Frekuensi dan persentase usaha yang dilakukan responden pedagang

makanan di Jalan Babakan dalam menghadapi masa sulit, tahun 2012

71 Tabel 28 Frekuensi pihak-pihak yang menjamin keamanan usaha bisnis

responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

73 Tabel 29 Jumlah responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tingkat

pendapatan dan ragam investasi, tahun 2012

80

Tabel 30 Matriks perbandingan cara investasi rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

81

Tabel 31 Jumlah responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tingkat pendapatan dan ragam investasi, tahun 2012

82

Tabel 32 Kerangka sampling berdasarkan nama tempat dagang dan letak tempat dagang

91 Tabel 33 Matriks daftar nama responden dan tempat berdagang 94 Tabel 34 Rekap data pengkategorian pendapatan rumah tangga 120

Tabel 35 Rekap data pengeluaran rumah tangga 122

Tabel 36 Rekap data saving capacity rumah tangga 123

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mobilisasi modal dan sumberdaya manusia (SDM) pedesaan di dua basis nafkah pada mazhab Bogor

(14)

Gambar 5. Tingkat pendidikan responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

25 Gambar 6. Grafik jumlah komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga

responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

34

Gambar 7. Grafik persentase komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

35

Gambar 8. Jumlah komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan kategori tingkat pendapatan dalam per juta rupiah, tahun 2012

36

Gambar 9. Grafik persentase komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan kategori tingkat pendapatan, tahun 2012

39

Gambar 10. Rata-rata pengeluaran rumah tangga per tahun menurut kategori tingkat pendapatan rumah tangga pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

43

Gambar 11. Grafik jumlah pendapatan dan pengeluaran per tahun rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan dalam per juta rupiah menurut kategori tingkat pendapatan, tahun 2012

44

Gambar 12. Peta Jalan Babakan 91

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar peta lokasi penelitian 91

Lampiran 2. Kerangka sampling 91

Lampiran 3. Data responden 94

Lampiran 4. Kuisioner 95

Lampiran 5. Pedoman wawancara 104

Lampiran 6. Catatan harian 105

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini meliputi latar belakang atau alasan kuat dilakukannya penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat. Masing-masing uraian tersebut ditulis dalam subbab-subbab di bawah ini.

Latar Belakang

Industrialisasi merupakan salah satu pemicu proses pengkotaan dan perubahan sosial. Pengkotaan dan perubahan sosial ini berpotensi pada adanya konflik dan sengketa, yang berkaitan dengan ketidakseimbangan distribusi resiko dan manfaat industri pada masyarakat sekitar industri. Salah satu bentuk industri adalah industri jasa pendidikan yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). Menurut PPW-LPPM (2002) dalam Tan (2006) menyatakan bahwa kehadiran IPB di Dramaga telah mendorong urbanisasi dan perubahan sosial. IPB mempunyai andil besar membawa masyarakat desa-desa lingkar kampus yang sebelumnya homogen petani dan didominasi oleh komunitas-komunitas Suku Sunda menjadi masyarakat suburban yang kian heterogen. Wilayah Lingkar Kampus (WLK) merupakan salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dan ruang terpenting di pinggir Kota Bogor.

Daerah suburban merupakan sebuah kawasan yang masyarakatnya telah terperangkap dalam suatu transformasi meninggalkan pertanian tetapi masih belum didominasi oleh kegiatan-kegiatan industrial, maka dari itu banyak masyarakat di daerah suburban yang mencari nafkah pada sektor informal yang tidak teratur. Ketidakteraturan ini terlihat bagaimana pekerja sektor informal khususnya pedagang makanan yang mengambil public area seperti pinggir jalan atau trotoar, dan menjual makanan yang tidak bersih.

Menurut McGee (1971) sektor informal merupakan objek eksploitasi dari kaum sirkuit atas. Pada dasarnya sektor informal ini menopang dan melayani kaum sirkuit bawah tetapi faktanya juga menopang eksistensi kaum sirkuit atas. Oleh karena itu, harga barang yang ditetapkan oleh sektor informal menjadi tinggi, kemudian hal ini, dapat mempengaruhi pendapatan dan tabungan mereka. Selain itu, menurut Hart (1973) sektor informal merupakan pelarian orang desa yang tidak tertampung pada sektor pertanian. Hart (1973) juga menyatakan bahwa pekerjaan informal menggambarkan luasnya kesempatan memperoleh penghasilan, yang mana terdapat arus pendapatan yang tidak tetap.

(16)

2

Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea. Desa Babakan dimungkinkan menampung keberadaan para migran, karena masyarakatnya mempunyai mobilitas spasial yang tinggi. Selain itu, di Desa Babakan terdapat industrialisasi pendidikan yaitu keberadaan Institut Pertanian Bogor yang memberi faktor penarik masyarakat di luar Desa Babakan untuk berusaha di sektor informal. Oleh karena itu, di Jalan Babakan yang terletak di Desa Babakan merupakan kawasan yang banyak menampung sektor informal khususnya pedagang makanan yang tidak teratur. Maka dari itu, penelitian ini akan menganalisis sejauhmana pedagang makanan berstrategi dalam mengeksistensikan kehidupan mereka.

Perumusan Masalah

Masalah-masalah yang diteliti yaitu adanya industrialisasi pendidikan yang merupakan salah satu pemicu proses pengkotaan dan perubahan sosial. Proses pengkotaan dan perubahan sosial ini berpotensi pada adanya konflik dan sengketa, yang berkaitan dengan ketidakseimbangan distribusi resiko dan manfaat industri pada masyarakat sekitar industri. Salah satu bentuk industri adalah industri jasa pendidikan yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berdampak pada pengalihan profesi dari dominasi petani menjadi pekerja sektor informal.

Salah satu sektor informal yang banyak ditemukan di sekitar IPB adalah pedagang makanan, biasanya pedagang makanan mendirikan usahanya di public area seperti jalan, dan trotoar. Keberadaan public area yang menyediakan konsumen potensial mengakibatkan para pedagang makanan mempertahankan

public area untuk tempat berjualan. Keberadaan pedagang makanan yang mengambil public area secara ilegal mengakibatkan sektor informal ini selalu berhadapan dengan petugas-petugas ketertiban. Oleh karena itu, pedagang makanan ini selalu mempunyai strategi agar tidak ada pengusiran. Maka dari itu, perlu diketahui bagaimana strategi yang dilakukan oleh para pekerja sektor informal khususnya pedagang makanan di Jalan Babakan untuk mempertahankan kehidupan?

Selain adanya pengusiran dari para petugas ketertiban, sektor informal ini juga mendapat beberapa tekanan dari pihak-pihak penguasa lahan seperti preman. Preman ini biasanya juga secara langsung meminta beberapa uang. Beberapa kendala dan tekanan ini tidak membuat sektor informal khusunya pedagang makan untuk pergi dari public area, bahkan sektor informal khususnya pedagang makanan selalu mengakar di public area. Sebenarnya sebab-sebab apa yang membuat para pekerja sektor informal khususnya pedagang makanan bertahan?

(17)

3 tinggi, kemudian hal ini yang dapat mempengaruhi pendapatan dan tabungan mereka. Maka dari itu, menarik untuk diketahui sejauhmana para pekerja sektor informal khususnya pedagang makanan mengelola surplus pendapatan (kapasitas menabung) mereka?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Menerangkan strategi yang dilakukan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan untuk mempertahankan kehidupan.

2. Menerangkan sebab-sebab pedagang makanan bertahan menjadi pedagang makanan di Jalan Babakan.

3. Menerangkan cara pengelolaan surplus pendapatan pedagang makanan di Jalan Babakan

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak, antara lain:

1. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan tentang strategi nafkah pekerja sektor informal khususnya para pedagang makanan di daerah suburban. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga menambah khazanah literatur kajian mengenai strategi nafkah khususnya strategi nafkah pedagang makanan di sektor informal daerah suburban.

(18)
(19)

5

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

Pendekatan teoritis yang melandasi penelitian ini terdiri dari tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, definisi konseptual, dan definisi operasional. Masing-masing uraian tersebut, ditulis dalam subbab-subbab di bawah ini.

Tinjauan Pustaka

Pengertian Strategi Nafkah

Konsep strategi bertahan hidup di kalangan ilmuwan barat pertama kali digunakan oleh Duque dan Pastrana pada tahun 1973, kemudian konsep tersebut digunakan dalam referensi untuk rasionalitas strategi dalam meminimalkan resiko di dalam ekonomi yang tidak menentu (Crow 1989 dikutip Widiyanto 2009). Ellis (2000) mendefinisikan bahwa nafkah mengarah pada perhatian hubungan antara aset dan pilihan orang untuk kegiatan alternatif yang dapat menghasilkan tingkat pendapatan untuk bertahan hidup, yang mana sebuah nafkah terdiri dari aset, (alam, fisik, manusia, modal keuangan, dan sosial) kegiatan dan akses (dimediasi oleh lembaga dan hubungan sosial) yang bersama-sama menentukan hidup individu atau rumah tangga. Sementara itu, Dharmawan (2007) menyatakan bahwa strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Strategi nafkah dilakukan melalui pola jaringan keamanan sosial berlapis dilakukan untuk menghadapi beberapa kemungkinan buruk yang menimpa individu atau rumah tangga yaitu dengan menyusun formasi keamanan sosial sebagai berikut: keamanan sosial berbasis keluarga, keamanan sosial berbasis pertemanan, keamanan sosial berbasis patron-klien, keamanan sosial berbasis kelembagaan lokal, dan keamanan sosial berbasis pertetanggaan (Iqbal 2004).

(20)

6 maup terha meng strate pun krisis. adap kondis gurangi bia egi koping. Sumb Gam Menu term mem survi Sum berpi meng 1. M m ke 2. M pr 3. M in 4. M m 5. M be ko tangg perta ber: (Dharmaw Pada situa si ekologi m aya. Semen

asi normal maupun da ntara pada

, strategi i alam upaya situasi kris ini merupak meningkat sis, strategi kan sebaga tkan penda i ini dapat

ai adaptasi apatan atau dikatakan

mbar 1. Mob basi urut Redcli arjinalkan s miliki strateg

ival” atau” s

mber-Sumbe Ellis (200 ikir tentan gidentifikas Modal alam menghasilkan elangsungan Modal fisik roduksi eko Modal manu ndividu dan Modal finan membeli baik Modal sosia erpartisipasi ontribusi un Sementara ga petani anian, yang

wan 2007: 179 ilisasi moda s nafkah pa ft (1986) da seperti petan gi di dalam

strategi cop

er Strategi

00), menya ng kehidup si lima kateg m mengacu n produk n hidup mer

mengacu onomi.

usia menga populasi. nsial menga

k barang pro al mengacu

i, dan mer ntuk mata pe

a itu, menu adalah seg g mana seti 9)

al dan sumb ada mazhab alam Widiy ni, kelompo m bertahan h

ping”.

Nafkah

atakan bahw pan (misa gori modal u

pada sum yang dig reka.

pada aset acu pada acu pada st

oduksi atau u pada jari

reka dapat encaharian m urut Dharm gala aktivita iap individu

ber daya ma bogor yanto (2009)

ok usaha ke hidup yang

wa pengiku alnya Scoo

utama sebag mber daya

gunakan o dibawa u tingkat pe tok uang t konsumsi, ingan sosia memperole mereka. mawan (200 as ekonom u atau rum

anusia (SDMM) pedesaann di dua

), orang-ora cil dan kelu sering dise

ang dalam p uarga petani ebut sebaga

posisi yang i dikatakan ai “strategi

ut garis Ch ones 1998 gai basis na alam (tana oleh popul hambers dan 8) cenderu afkah yaitu: n Conway ung untuk ah, air, poh

lasi manu

hon) yang sia untuk untuk menggeksistensikkan proses

kesehatan endidikan ddan status

tunai yang dan akses p al dan aso

eh dukunga 07) bahwa mi pertanian mah tangga dapat diak pada kredit.

(21)

7 peluang nafkah dengan “memainkan” kombinasi “modal-keras” (tanah, finansial, dan fisik) dan “modal-lembut” berupa intelektualitas dan keterampilan sumberdaya manusia (SDM) yang tersedia, untuk menghasilkan sejumlah strategi-penghidupan (livelihoods strategies). Strategi nafkah rumah tangga lebih mengacu kepada sarana untuk memperoleh kehidupan, termasuk kemampuan berupa

tangible assets dan intangible assets. Inti dari livelihooh dapat dinyatakan sebagai kehidupan (a living). Melalui campur tangan manusia, asset-asset nyata (tangible assets) dan asset tidak nyata (intangible assets) berkontribusi terhadap kehidupan (a living) (Chambers 1995 dikutip Widiyanto 2009)

Migrasi Desa-Kota

Kebijakan pembangunan yang berbasis peningkatan perekonomian meng

takan bahwa kemandekan ekono

akibatkan adanya pengabaian sektor pertanian. Pengabaian sektor pertanian ini mengakibatkan adanya banyak lahan pertanian yang dikonversi untuk lahan-lahan industri atau perumahan dan insfrastruktur lainnya yang letaknya bukan hanya di kota tetapi sudah mulai menjalar di wilayah pedesaan. Konversi lahan ini akhirnya mengakibatkan adanya pengangguran di wilayah pedesaan. Sajogyo (1982) dalam Widodo (2009) menyatakan bahwa transformasi agraria yang terjadi di Jawa telah mengguncang kelestarian sistem sosial desa. Transformasi agraria tersebut memberikan beberapa persoalan besar di pedesaan, yaitu ketimpangan penguasaan sumber nafkah agraria yang semakin tajam dan hilangnya berbagai sumber nafkah tradisional yang digantikan oleh struktur nafkah baru yang berada di sektor non pertanian. Struktur nafkah baru ini ternyata tidak juga memberikan kesempatan pada peningkatan kesejahteraan. Dampak lebih jauh dari proses transformasi ini adalah terjadinya ketidakpastian nafkah dan kelumpuhan struktur kelembagaan jaminan asli yang mapan di perdesaan.

Menurut Todaro dan Stilkind (1981) menya

mi di desa serta adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi memaksa para masyarakat desa untuk mencari jalan lain dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya. Lebih lanjut, Todaro dan Stilkind (1981) menyatakan bahwa keadaan pertanian yang menyedihkan mendorong untuk migrasi ke kota, kemudian mereka mengisi sektor informal di kota seperti sektor informal yang produktif (memperbaiki peralatan rumah tangga) atau sektor informal yang tidak produktif yang sering bersifat parasit (pedagang kaki lima, tukang parkir, pelacur, dan lain-lain). Selain itu, adanya pertumbuhan penduduk yang terus meningkat sedangkan lahan yang tersedia semakin sempit menjadikan masyarakat di desa dan kota semakin terstratifikasi. Pada umumnya stratifikasi masyarakat digolongkan menjadi masyarakat atas, menengah dan bawah. Masyarakat atas mempunyai akses yang mudah untuk memasuki sektor formal, sedangkan masyarakat menengah dan bawah mempunyai akses terbatas untuk memasuki sektor formal (Hariyono 2007). Berbagai kondisi atau situasi seperti itu, membuat rumah tangga petani terdorong atau tertarik memasuki domain lainnya, seperti

(22)

8

dilakukan secara mulus seperti halnya migrasi yang dapat memadati daerah perkotaan yang akhirnya mereka yang tidak terserap pada lapangan kerja di sektor industri maupun jasa menjadi beban tambahan bagi kota yang mengakibatkan jumlah pengangguran dan kemiskinan meningkat. Mereka yang tidak mau menganggur terpaksa melakukan pekerjaan apa saja sekedar untuk bertahan hidup, sehingga berdampak pada semakin menurunnya daya dukung ekonomi kota yang membuat semakin banyak pula orang-orang yang terlempar di sektor informal (Musyarofah 2006).

“The factor which enter into the decision to migrate and the process of migration

ut Lee (1889) migrasi ini akibat daera

Pengertian sektor informal

Adanya pemisahan antara sektor formal dan informal menunjukkan adanya perma

beskala kecil yang menghasilkan dan

ha informal dalam sistem yang lebih luas ditent

n informalitas dalam may be summarized under four headings, as follow: (1) factors associated with the area of origin, (2) factors associated with the area of destination, (3) intervening obstacles, (4) personal factors” ( Lee 1889: 16-17).

Dari keempat faktor migrasi di atas, Menur

h asal yang mempunyai tanda-tanda negatif seperti masyarakat tertekan karena berkurangnya lahan pertanian dan kesempatan bekerja yang menurun, sedangkan di daerah tujuan dapat memberikan peluang untuk bekerja. Pada kenyataannya daerah tujuan menjadi terpuruk karena banyaknya orang yang bermigrasi sehingga akhirnya mengakibatkan keterpurukan di daerah tujuan yang terwujud adanya kesemrawutan sektor informal dan kriminalitas. Maka dari itu, Todaro dan Stilkind (1981) menyatakan bahwa pertumbuhan sektor informal bukan merupakan obat mujarab untuk mengobati pengangguran di perkotaan.

salahan tenaga kerja yaitu status informal yang produktifitasnya rendah (Arfida 2003). Konsep sektor informal yang dikemukakan pertama kali oleh Hart (1991) dalam Thomas (1992) dalam Suwartika (2003) adalah konsep unit usaha dengan ciri-ciri padat karya, pengelolaan usaha bersifat kekeluargaan, tingkat pendidikan formal yang rendah, mudah dimasuki oleh pedagang baru, serta sifat usaha yang berubah-ubah dan tidak stabil.

“Sektor informal adalah unit-unit usaha yang

mendistribusikan barang/jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri, dan dalam usahanya itu sangat dihadapkan pada berbagai kendala seperti modal fisik, pengetahuan dan ketetrampilan” (Sethurahman 1976 dikutip Suwartika 2003) .

Pada dasarnya posisi usa

ukan oleh hubungannya dengan pelaku-pelaku ekonomi lain dan negara, negara dalam hal ini bertindak sebagai perencana kebijakan dan penanganan pembangunan kota dan desa (Chandrakirana dan Sadoko, tidak ada tahun). Sektor informal dapat dilihat dan ditemukan di tempat-tempat umum seperti: jalanan dan lokasi keramaian. Dari hal tersebut sejalan dengan definisi Chandrakirana dan Sadoko (tidak ada tahun), tentang sektor informal yaitu:

“Definisi-definisi yang telah diajukan selama ini merumuska

(23)

9 penghasilan di luar sistem regulasi (Castells & Portes)” (Chandrakirana dan Sadoko tidak ada tahun: 16).

ntara itu, definisi sektor i

Seme nformal menurut Thomas (1990) dalam Suwartika

Terbentuknya Sektor Informal

Seiring adanya pembangunan dan modernisasi di pedesaan, telah membawa damp

mberikan tempat lagi bagi penduduk

Kemudian, Iqbal (2004) mengungkapkan bahwa akibat dari pertumbuhan

terhadap sumber daya ekonomi dan potensi lahan di pedesaan yang kan untuk

embutuhkan keahlian maupun modal yang tinggi, dan bisa dilakukan ntuan pemerintah setempat, karena sifatnya pada sektor relatif tinggi, karena sektor ini berkembang

mema

di sekitar kota merupakan sumber daya (2003) menyatakan bahwa sektor informal ditimbang berdasarkan ukuran usaha yang dikombinasikan dengan berbagai peraturan terkait, yang mana di sektor informal hanya mempekerjakan sedikit pekerja.

ak yang tidak diinginkan berupa ketimpangan (inequality) akses terhadap sumber-sumber nafkah bagi masyarakat di pedesaan dan lumpuhnya kelembagaan penjamin ketahanan-hidup asli, dengan arti lain bahwa pembangunan dan modernisasi telah menghancurkan tata-nilai asli dan meminggirkan mekanisme

social-security net sehingga tradisi tidak dapat bekerja optimal (Dharmawan 2007). Keberadaan industri mengakibatkan kecenderungan masyarakat yang bersifat individualis (Mardiyaningsih 2003).

“Dampak pembangunan kota ternyata tidak me

asli (dwellers) dalam proses produksi ekonomi kota yang tidak bertumpu pada lahan sawah. Akhirnya, mereka seperti terputus dari ikatan lahan sawah dan tradisi” (Budiyanto 2001: 15).

penduduk dan luapan tenaga kerja yang ada serta semakin pesatnya pembangunan di pedesaan memicu tumbuhnya sektor informal (underground economy) yang semakin beragam, faktor yang mendorong tumbuh kembangnya sektor informal adalah:

a. Akses

semakin langka, karena rasio lahan terhadap manusia semakin ciut. b. Tingkat pendidikan dan keahlian yang terbatas, tidak memungkin

bisa masuk dalam lapangan pekerjaan formal, karena daya tampungnya yang sedikit.

c. Tidak m

oleh semua kalangan masyarakat. d. Tidak terkait dengan berbagai kete

yang tidak terdata. e. Tingkat kebutuhan

seiring dengan tumbuhnya sektor lain yang menjadi sandaran sektor informal. Breman (1980) menyatakan bahwa adanya kecenderungan untuk ndang sektor informal sebagai “sisa” migran pedesaan, sehingga sektor informal ini dianggap bermula dari proses urbanisasi yang berlangsung terus menerus. Lebih lanjut, Hart (1973) mengungkapkan bahwa walaupun banyak alternatif kegiatan informal untuk memperoleh penghasilan, tapi kegiatan informal ini belum memperhatikan curahan waktu atau besarnya keuntungan yang diperoleh dari kegiatan informal tersebut.

“Bagi pelaku informal, tempat-tempat umum

(24)

10

terjangkau. Hal ini merupakan suatu peluang ekonomi yang penting, karena usaha-usaha informal umumnya bermodal kecil” (Chandrakirana dan Sadoko, tidak ada tahun: 80).

Dengan kata lain bahwa pembangunan dan pertumbuhan penduduk masy

Jenis-Jenis Pekerjaan Sektor Informal

Adanya gerak pembangunan memberikan kesempatan pada masyarakat

sekunder.

uka pada pekerja yang terampil.

r.

penuh, kegiatan ini dilakukan

an biasanya menetap di suatu tempat dan penyalur di

a misalnya montir, tukang cukur, tukang cuci merupakan arakat desa mengakibatkan urbanisasi, urbanisasi ini secara berkelanjutan menimbulkan adanya sektor informal, kemudian pertumbuhan penduduk alami kota mengakibatkan banyaknya penduduk juga terlempar di sektor informal. Hal ini menunjukkan bahwa terbatasnya daya dukung kota dalam menyediakan lapangan kerja formal sedangkan penduduk selalu meningkat, sehingga banyak penduduk yang terlempar di sektor informal.

untuk mencari tambahan penghasilan. Kebutuhan yang semakin meningkat, sementara pekerjaan yang menjadi sandaran utama mengalami penurunan. Dalam prakteknya, kegiatan-kegiatan informal meliputi bermacam-macam hal, mulai dari usaha-usaha marginal sampai perusahaan-perusahaan besar (Hart 1973). Lebih lanjut Hart (1973) menyatakan bahwa kesempatan memperoleh penghasilan informal yang sah berasal dari:

1. Kegiatan-kegiatan primer dan

Kegiatan primer dan sekunder terb

Keterampilan ini bisa diperoleh dengan cara magang secara informal (dengan bayaran sedikit) pada salah satu pekerja dalam waktu yang relatif lama. Contoh kegiatan primer dan sekunder adalah penjahit, kontraktor bangunan, pembuat sepatu, pertanian dan perkebunan.

2. Usaha tersier dengan modal yang relatif besa Usaha tersier merupakan pekerjaan yang tidak

pekerja yang sebelumnya telah mengumpulkan tabungan dengan berbagai cara yang kemudian diinvestasikan kembali dengan manajemen sendiri. Contoh usaha tersier adalah perumahan, transportasi, dan kegiatan sewa menyewa. 3. Distribusi kecil-kecilan.

Usaha eceran kecil-kecil

kota, mereka membentuk perserikatan dengan orang-orang lainnya untuk memadukan usaha. Adanya perserikatan ini mengakibatkan pemusatan kelompok etnis tertentu yang kemudian menjadi jaringan informal untuk mencegah masuknya orang lain ke dalam perdagangan komoditi tertentu. Contoh usaha eceran kecil-kecilan adalah pedagang kaki lima, penyalur, dan pedagang pasar. “Pedagang kaki lima berjualan dengan berbagai sarana: kios, tenda, dan secara gelar” (Chandrakirana dan Sadoko tidak ada tahun: 38). 4. Jasa yang lain.

Jasa-jasa lainny

(25)

11 5. ransaksi pribadi.

pribadi merupakan kemampuan individu untuk mencari

1973) penghasilan informal yang tidak sah dapat d

Perbedaan Ciri-Ciri Sektor Informal dan Formal

Perbedaan ciri-ciri sektor informal dan formal dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Sektor informal

T

Transaksi-transaksi

sumberdaya dari orang lain, secara tetap (seperti seorang klien pada patronnya) atau dalam keadaan darurat, menyangkut seluruh struktur hubungan desa-kota dan hubungan komunitas di kota. Contoh dari transaksi pribadi adalah pengemis dan pinjam meminjam.

Sementara itu, menurut Hart (

iperoleh berasal dari: (1) jasa (contoh: lintah darat, suap-menyuap, dan mucikari) dan (2) transaksi (contoh: pencopetan, perjudian, dan perampokan). Alternatif-alternatif kegiatan informal tersebut menggambarkan luasnya kesempatan memperoleh penghasilan bagi orang yang mempunyai sumber nafkah yang terbatas, tetapi yang perlu dipertimbangkan adalah pendapatan yang tidak tetap.

Tabel 1. Perbedaan karakteristik dari dua sektor ekonomi

Karakteristik Sektor Formal

1. Teknologi Capital intensive Labour Intensive

2. Organisasi Birokratis Hubungan

kekeluargaa Sedikit

n

3. Modal Berlebih

ja ratur

Teratur

aan tas

8. Kredit Dari bank atau

ma

ank

9. Keuntungan Tinggi Rendah

ngan klien ormal ibadi

12. Pemberitaan/advertising Penting ting

s guna

le

tahan ada

khususnya

4. Jam Ker Teratur Tidak te

5. Upah Normal : Tidak teratur

6. Kesedi Berkualitas Tidak berkuali

7. Harga Harga pas Cenderung bisa

dinegosiasikan Pribadi, bukan b institusi yang sa

dengan bank

10. Hubungan de Secara f Secara pr

11. Biaya tetap Besar Kecil (dapat

diabaikan) Kurang pen 13. Pemanfaatan barang beka Tidak ber Berguna 14. Modal tambahan Indispensible Dispensib

15. Perangkat pemerin Besar Hampir tidak 16. Ketergantungan terhadap

dunia luar

Besar :

untuk orientasi ekspor

Hampir tidak ada atau kecil Sumber: Chris Gerry (1987) dikutip Suwartika

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan perbedaan sektor formal dan informal berdasarkan karakteristik teknologi, organisasi, modal, jam kerja, upah, kesediaan,

(26)

12 harga

Kerangka Pemikiran

Daerah suburban meru yang masyarakatnya telah terperangkap dalam suatu transformasi meninggalkan pertanian tetapi masih belum

pengkotaan dan perubahan sosial

Pedagang makanan menggunakan sumber-sumber nafkah untuk menja

sumen n

2 menunjukkan kerangka berfikir penelitian strategi sektor informal daerah suburban.

, kredit, keuntungan, hubungan dengan klien, biaya tetap, pemeritaan, pemanfaatan barang-barang bekas, modal tambahan, perangkat pemerintahan, dan ketergantungan terhadap dunia luar.

pakan sebuah kawasan

didominasi oleh kegiatan-kegiatan industrial, maka dari itu banyak masyarakat di daerah suburban yang mencari nafkah pada sektor informal yang tidak teratur. Ketidakteraturan ini terlihat bagaimana pekerja sektor informal khususnya pedagang makanan yang mengambil public area seperti pinggir jalan atau trotoar, dan menjual makanan yang tidak bersih.

Terbentuknya daerah suburban dapat disebabkan adanya industrialisasi. Industrialisasi ini merupakan salah satu pemicu proses

. Proses pengkotaan dan perubahan sosial ini berpotensi pada adanya konflik dan sengketa, yang berkaitan dengan ketidakseimbangan distribusi resiko dan manfaat industri pada masyarakat sekitar industri. Salah satu bentuk industri adalah industri jasa pendidikan yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berdampak pada pengalihan profesi dari dominasi petani menjadi pekerja sektor informal.

Salah satu sektor informal yang banyak ditemukan adalah pedagang makanan.

lankan usahanya. Sumber-sumber nafkah tersebut adalah modal sosial, sumber daya manusia, finansial, fisik, dan alam. Sumber-sumber nafkah ini dapat direkayasa sesuai dengan kondisi yang dialami masing-masing individu atau rumah tangga pedagang makanan. Sumber nafkah ini kemudian mempengaruhi strategi nafkah yang dilakukan oleh pedagang makanan. Beberapa strategi nafkah yang dilakukan oleh pedagang makan dapat dikategorikan sebagai berikut:

(1) Tingkat alokasi waktu (2) Tingkat reguleritas kerja (3) Tingkat pendapatan (4) Tingkat spesialisasi kerja (5) Tingkat investasi

(6) Tingkat siklus pekerjaan (7) Tingkat hutang

(27)

13

Daerah Suburban

(X1) Sumber nafkah

X1.2 Tingkat modal sosial

X1.1 Tingkat modal alam

eterangan:

: mempengaruhi searah

: saling mempengaruhi

sektor informal di daerah suburban

eterangan:

: mempengaruhi searah

: saling mempengaruhi

sektor informal di daerah suburban

K K

: : berhubungan berhubungan tidak tidak langsung langsung Gambar 2. Bagan alir strategi nafkah Gambar 2. Bagan alir strategi nafkah

X1.5 Tingkat modal

fisik

X1.4 Tingkat modal finansial

X1.3 Tingkat modal SDM

Y.1.2. Tingkat reguleritas kerja

Y.1.1. Tingkat alokasi waktu

Y.1.4. Tingkat Spesialisasi pekerjaan

(Y1) Strategi Nafkah

Y.1.6.

siklus pekerjaan Tingkat

Y.1.3. Tingkat pendapatan

Y.1.5. Tingkat investasi

Y.1.7. Tingkat hutang Y.1.8. Tingkat luas

jaringan

Y.1.9. tingkat luas konsumen Y.1.10. Tingkat

jaminan lahan

Kapasitas Menabung Alasan

Bertahan Hidup

(28)

14

Hipotes Penelitian

Sebagaimana dirumuska itian yaitu: (1) menerangkan

dita

Definisi Konseptual

1. Daerah suburban ad i antara desa dan kota serta is

n dalam tujuan penel

strategi yang dilakukan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan untuk mempertahankan kehidupan, (2) menerangkan sebab-sebab pedagang makanan bertahan menjadi pedagang makanan di Jalan Babakan, dan (3) menerangkan cara pengelolaan surplus pendapatan pedagang makanan di Jalan Babakan. Maka dari itu, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

(1).Diduga strategi nafkah yang dilakukan oleh pedagang makanan semakin bervariasi dengan bertambahnya sumber nafkah yang dimanfaatkan oleh pekerja informal.

(2).Diduga karena alasan bertahan hidup, maka pedagang makanan melanjutkan usaha berdagang makanan sekalipun di area publik.

(3).Diduga karena alasan bertahan hidup, maka semakin banyak strategi nafkah yang dilakukan oleh pedagang makanan.

(4).Diduga semakin tinggi kapasitas menabung, maka semakin bervariasi ragam investasi yang dilakukan oleh pedagang makanan.

Tujuan (1) ditajamkan dengan menjawab hipotesis (1), tujuan (2) jamkan dengan menjawab hipotesis (2) dan (3), serta tujuan (3) ditajamkan dengan menjawab hipotesis (4).

alah daerah yang terletak d

adanya proses pengkotaan, yang mana penduduk daerah suburban kurang mempunyai akses terhadap lahan sawah sehingga penduduknya menjalankan ekonomi campuran.

2. Sumber nafkah adalah suatu pijakan awal untuk mempertahankan kehidupan dan meningkatkan kondisi ekonomi.

3. Strategi nafkah adalah taktik yang dibangun oleh individu dan rumah tangga untuk mempertahankan kehidupan dan meningkatkan kondisi ekonomi.

4. Struktur pendapatan adalah komposisi pendapatan rumah tangga dari berbagai aktifitas nafkah seluruh anggota rumah tangga.

5. Pedagang makanan adalah orang yang menjual makanan olahan yang mempekerjakan dirinya sendiri atau mempekerjakan orang lain.

6. Rumah tangga adalah sekelompok orang yang tinggal bersama di bawah satu atap dan setiap anggota rumah tangga berkontribusi dalam aktivitas rumah tangga (produksi, konsumsi dan pengambilan keputusan) serta menyumbang pendapatan.

(29)

15 Definisi Operasional

1. Tingkat sumber nafkah adalah banyaknya sumber nafkah yang digunakan untuk membangun strategi nafkah.

a) Rendah: menggunakan area publik dan tempat berdagang selalu berpindah atau dibongkar setelah dagangan habis.

b) Sedang: menggunakan lahan sewa dan tempat berdagang menetap. c) Tinggi : menggunakan lahan sendiri dan tempat berdagang menetap. 2. Tingkat modal alam adalah luas dan kepemilikan terhadap lahan untuk

berusaha. Variabel kepemilikan lahan tersebut termasuk ke dalam jenis data ordinal, dengan kategori:

a) Rendah : area publik (pinggiran jalan atau trotoar). b) Sedang : lahan yang disewa.

c) Tinggi : lahan milik sendiri.

3. Tingkat modal sosial adalah jumlah jaringan sosial yang dibangun oleh pekerja sektor informal. Variabel jumlah jaringan sosial tersebut termasuk ke dalam jenis data data rasio.

4. Tingkat modal sumber daya manusia (SDM) adalah tingkat pendidikan terakhir yang dialami oleh responden dalam penelitian. Variabel tingkat pendidikan tersebut termasuk ke dalam jenis data ordinal, dengan kategori: a) Sangat rendah : tidak tamat sekolah SD/sederajat.

b) Rendah : tamat SD/sederajat. c) Sedang : tamat SMP/sederajat. d) Tinggi : tamat SMA/sederajat. e) Sangat tinggi : tamat perguruan tinggi.

5. Tingkat modal finansial adalah jumlah uang yang digunakan untuk menjalankan usaha berdagang makanan. Variabel tingkat modal finansial tersebut termasuk ke dalam jenis data rasio.

6. Tingkat modal fisik adalah jumlah kepemilikan tempat usaha serta tingkat permanen dari tempat yang digunakan untuk berusaha. Variabel tingkat permanen tempat berusaha tersebut termasuk ke dalam jenis data ordinal, dengan kategori:

a) Rendah : selalu berpindah tempat.

b) Sedang : menetap pada suatu tempat, tetapi tempat selalu dibongkar setelah dagangannya habis.

c) Tinggi : mendirikan tempat tetap dan permanen.

Sementara itu, variabel jumlah kepemilikan tempat usaha termasuk ke dalam jenis data rasio.

7. Tingkat strategi nafkah adalah banyaknya taktik yang dibangun oleh individu dan rumah tangga untuk mempertahankan kehidupan dan meningkatkan kondisi ekonomi.

a) Rendah : melakukan kurang dari enam strategi b) Sedang : melakukan enam strategi

c) Tinggi : melakukan lebih dari enam strategi

8. Tingkat alokasi waktu adalah cara untuk mendapatkan nafkah melalui pengaturan waktu yang digunakan untuk berkerja atau tidur. Data yang diperoleh adalah data nominal.

(30)

16

a) 24 jam nonstop

b) Pagi-malam (5.30-23.00) c) Pagi-siang (05.30-14.00) d) Siang-malam (12.00-24.00) e) Pagi saja (05.30-11.00) f) Siang saja (11.00-15.00) g) Malam saja (15.00-24.00) Tingkat alokasi waktu reproduksi.

a) Mengurangi waktu tidur b) Tidur secara bergantian c) Tidur pada pagi hari d) Tidur pada siang hari e) Tidur pada malam hari

9. Tingkat reguleritas kerja adalah cara untuk mendapatkan nafkah melalui kerutinan waktu bekerja. Data yang diperoleh adalah data nominal.

a) Setiap hari b) Setiap minggu c) Setiap bulan d) Setiap tahun

10.Tingkat spesialisasi kerja adalah cara untuk mendapatkan nafkah melalui sejumlah orang yang dikerahkan untuk mengerjakan pekerjaan tertentu. Data yang diperoleh adalah data nominal.

a) Satu orang mengerjakan semua pekerjaan

b) Fleksibel, yang mana beberapa orang bisa mengerjakan pekerjaan bergantian tergantung situasi

c) Ada yang bertugas memasak dan melayani konsumen

d) Ada yang bertugas memasak, melayani konsumen, dan bagian kasir. 11.Tingkat cara investasi adalah besarnya uang yang disimpan berupa uang atau

barang untuk dipergunakan pada kondisi darurat. Data yang diperoleh adalah nominal.

a) Menabung di rumah

b) Menabung di bank/lembaga lainnya c) Membeli alat elektronik

d) Membeli hewan e) Membeli perhiasan

f) Membeli/membangun rumah g) Membeli sawah

h) Ekspansi usaha

i) Menabung di rumah dan di bank

j) Menabung di rumah dan di bank serta membeli alat elektronik

k) Menabung di rumah dan di bank, membeli alat elektronik, dan membeli hewan

l) Menabung di rumah dan di bank, membeli alat elektronik, dan membeli perhiasan

m) Menabung di rumah dan di bank, membeli alat elektronik, membeli perhiasan, dan membeli rumah

(31)

17 o) Menabung di rumah dan di bank, membeli alat elektronik, membeli

perhiasan, membeli rumah dan sawah, serta ekspansi usaha.

12.Tingkat siklus pekerjaan adalah cara mendapatkan nafkah dengan mempekerjakan orang secara bergantian dengan pola pergantian tertentu. Data yang diperoleh adalah data nominal.

a) Permanen b) Setiap hari c) Setiap minggu d) Setiap tiga bulan e) Setiap enam bulan f) Setiap tahun

13.Tingkat hutang adalah cara untuk mempertahankan kehidupan melalui usaha mendapatkan pinjaman. Data yang diperoleh adalah data nominal.

a) Pencairan investasi

b) Hutan pada saudara/tetangga c) Hutang pada mitra usaha

d) Hutan pada bank keliling/lembaga nonformal lainnya e) Hutang pada bank/lembaga formal lainnya.

14.Tingkat luas jaringan adalah cara mendapatkan nafkah melalui pengembangan usaha di berbagai lokasi. Data yang diperoleh adalah data nominal.

a) Tidak ada jaringan b) Jaringan usaha antar RT c) Jaringan usaha antar desa d) Jaringan usaha antar kota

15.Tingkat luas konsumen adalah cara untuk mendapatkan nafkah melalui pelayanan dan kerjasama dengan konsumen. Data yang diperoleh adalah data nominal.

a) Melayani orang lokal dan mahasiswa b) Menerima pesanan jika ada yang memesan c) Memasok langganan tetap

d) Melayani orang lokal, mahasiswa dan pesanan

e) Melayani orang lokal, mahasiswa, pesanan, dan langganan tetap.

16.Tingkat jaminan lahan adalah cara untuk mendapatkan nafkah melalui adanya jaminan perlindungan atas lahan yang ditempati sebagai tempat berdagang. Data yang diperoleh adalah data nominal.

a) Jaminan perlindungan dari penguasa lahan b) Jaminan perlindungan dari aparat desa c) Jaminan perlindungan dari aparat IPB d) Jaminan perlindungan dari pemilik lahan

e) Jaminan perlindungan dari penguasa lahan dan aparat desa f) Jaminan perlindungan dari aparat desa dan aparat IPB g) Jaminan perlindungan dari aparat desa dan pemilik lahan h) Tidak mempunyai jaminan dan ijin menggunkan lahan.

(32)

18

a) Menambah kekayaan b) Tuntutan hidup.

18. Pendapatan berdagang adalah semua penerimaan dari berdagang makanan selama satu tahun dikurangi biaya-biaya produksi. Data yang diperoleh adalah data rasio.

(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini meliputi teknik penjelasan tentang jenis penelitian; jenis data, lokasi dan waktu penelitian; kerangka sampling, pemilihan responden dan informan; teknik pengumpulan data; dan teknik pengolahan data. Maksud dari perincian ini ialah untuk menjamin keberulangan hasil penelitian.

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang didukung pendekatan kualitatif. “Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok” (Singarimbun, 2008: 1). Dalam upaya memperkaya data sehingga dapat memahami fenomena sosial yang diteliti, peneliti berusaha menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitatif. “Data kualitatif ini dikumpulkan dengan menggunakan slip, yakni selembar kertas yang khusus disediakan, di samping penggunaan kuisioner” (Singarimbun, 2008: 10). Selain menggunakan slip, data kualitatif ini dikumpulkan melalui studi kasus dan observasi.

Jenis Data, Lokasi dan Waktu Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder, diperoleh dari literatur yang terkait dengan strategi nafkah dan sektor informal. Data primer, diperoleh dari hasil kuisioner, wawancara dan observasi.

(34)

20

TNI, 8 orang bermata pencaharian sebagai Polri, 23 orang bermata pencaharian sebagai pengusaha kecil dan menengah, 3 orang bermata pencaharian sebagai jasa pengobatan alternatif, dan 38 orang bermata pencaharian sebagai dosen swasta. Ketiga, ditandai oleh adanya industrialisasi pendidikan berupa berdirinya Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memiliki banyak mahasiswa dari berbagai daerah. Keberadaan IPB ini mengakibatkan banyaknya pembangunan fasilitas-fasilitas penunjang seperti fasilitas kesehatan, perumahan dan perbelanjaan di sekitar IPB.

Kerangka Sampling, Pemilihan Responden dan Informan

Kerangka sampling dalam penelitian ini terdiri dari 114 pedagang makanan yang berdagang di Jalan Babakan, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Kerangka sampling ini didapatkan berdasarkan sensus yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 7 September sampai 18 September 2012. Sensus ini dilakukan karena kerangka sampling (sampling frame) tidak tersedia pada data sekunder yang telah ditelusuri.

Dari kerangka sampling tersebut kemudian pada tanggal 19 September 2012 dilakukan pemilihan responden melalui teknik sampel random sederhana (simple random sampling) sebanyak 35 responden menggunakan microsoft office excel 2007 dengan rumus “=randbetween(1;114)” lalu dikursor ditarik ke bawah sampai menunjukkan jumlah sebanyak 35 responden. Alasan menggunakan teknik sampel random sederhana (simple random sampling) adalah populasi sasaran bersifat homogen yaitu rumah tangga pedagang makanan di Jalan Babakan. Kemudian, alasan mengambil 35 responden adalah pertama, jumlah tersebut sudah mampu merepresentasikan data yang diambil dalam penelitian ini; kedua, persyaratan minimal dalam penelitian strata satu adalah 30 responden.

Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan sistem bola salju (snowball) dan purposive. Metode sistem bola salju (snowball )

dan purposive digunakan untuk mendapatkan informan yang bisa memberikan informasi pendukung data kuantitatif. Informan yang diwawancara adalah kepala Desa Babakan, mantan kepala Desa Babakan, ketua paguyuban kios di Jalan Babakan, pedagang makanan di Jalan Babakan, dan penduduk Desa Dramaga.

Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder didapatkan dari penelusuran data profil Desa Babakan, literatur yang terkait dengan strategi nafkah yaitu berupa buku, jurnal, skripsi, tesis, disertasi dan penelusuran melalui internet. Data primer diperoleh dari hasil kuisioner, wawancara, dan observasi terhadap dua subyek penelitian yaitu responden1 dan informan2. Data penelitian kuantitatif diperoleh melalui kuisioner dengan menggunakan teknik wawancara langsung dengan responden. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi terhadap responden dan informan. Wawancara mendalam terhadap pedagang makanan dilakukan untuk memperkenalkan peneliti dan mengenal subyek tineliti.

1

Responden adalah orang yang memberikan informasi tentang dirinya sendiri. 2

(35)
[image:35.595.105.531.197.758.2]

21 Wawancara mendalam dilakukan dengan berkunjung secara resmi pada awal wawancara, dan kunjungan secara tidak resmi ke tempat usaha atau tempat tinggal subyek tineliti. Proses wawancara mendalam dibantu dengan menggunakan slip untuk mencatat poin-poin penting yang mendukung peneliti dalam membuat catatan harian. Observasi dilakukan untuk mengenal lebih dekat subyek tineliti dengan cara melihat seluruh aktivitas subyek yang diteliti dari dalam ruang dan waktu yang sama. Observasi ini dilakukan untuk menjaga kealamian kejadian atau pendapat subyek tineliti sehingga informasi yang didapat merupakan informasi yang sesuai dengan apa yang dilakukan subyek tineliti.

Tabel 2. Matriks perincian data berdasarkan jenis dan teknik pengumpulan data

Jenis data Teknik pengumpulan

data

Data yang akan dikumpulkan

Sekunder a) Penelusuran data profil Desa Babakan b) Literatur yang

terkait dengan strategi nafkah

a) Data terkait dengan Desa Babakan

b) Konsep dan teori tentang strategi nafkah

Primer a) Kuantitatif

(kuisioner)

a) Data karakteristik pedagang makanan yaitu: nama, usia, jenis kelamin, alamat tempat tinggal asal, alamat tempat tinggal sekarang, dan status perkawinan. b) Karakteristik rumah tangga yaitu: nama anggota

rumah tangga, jenis kelamin, umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.

c) Kepemilikan sumber nafkah yaitu modal sosial, modal sumberdaya manusia, modal fisik, modal alam, dan modal finansial.

d) Strategi nafkah yaitu tingkat alokasi waktu, tingkat regileritas kerja, tingkat spesialisasi pekerjaan, tingkat investasi, tingkat siklus pekerjaan, tingkat hutang, tingkat jaminan lahan, tingkat luas jaminan, dan tingkat luas konsumen.

e) Taraf hidup rumah tangga yaitu pengeluaran konsumsi, pengeluaran konsumsi non pangan, dan pemilikan barang berharga.

f) Jenis usaha, status tempat tinggal sekarang, pekerjaan sampingan, pendapatan pekerjaan sampingan, pendapatan pekerjaan utama, alasan bernafkah, dan peningkatan keadaan kehidupan

b) Wawancara mendalam

a) Sejarah perubahan Jalan Babakan menjadi area berdagang

b) Strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga pedagang makanan ketika masa normal dan masa sulit.

c) Sejarah migrasi yang dilakukan oleh pekerja sektor informal.

c) Observasi a) Aktivitas yang dilakukan oleh pedagang makanan

dalam menjalankan usahanya.

(36)

22

Teknik Pengolahan Data

Pengolahan dan analisis data bertujuan untuk dapat menjelaskan karakteristik pedagang makanan, struktur nafkah rumah tangga pedagang makanan di sektor informal, strategi nafkah rumah tangga pedagang makanan di sektor informal, alasan pedagang makanan di sektor informal bertahan di area publik, dan bentuk investasi pedagang makanan di sektor informal. Unit analisis yang digunakan dalam menganalisis strategi nafkah pedagang makanan di sektor informal adalah rumah tangga. Strategi nafkah dianalisis dari data hasil wawancara kuisioner serta wawancara mendalam dengan subyek tineliti dan informan. Dari data primer tersebut diolah dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, grafik, matriks, tabulasi silang, dan box cerita. Data primer tersebut dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Kuisioner yang dikumpulkan kemudian diolah dalam tiga tahapan, antara lain: (1) editing data, (2) pengkodean data, (3) membuat tabel frekuensi, grafik, matriks, dan tabulasi silang. Pertama peneliti melakukan editing data meliputi klarifikasi, keterbacaan, konsistensi, dan kelengkapan data yang sudah terkumpul. Data yang telah terkumpul kemudian diberi kode selanjutnya ditransfer ke dalam komputer dengan aplikasi statistic program for social sciences (SPSS versi 16.0) dan microsoft office excel 2007. Kemudian membuat statistik deskriptif variabel-variabel melalui tabel frekuensi, grafik, matriks, dan tabulasi silang. Kategorisasi tingkat pendapatan dilakukan dengan cara proses penghitungan melalui kaidah kurva sebaran normal. Selain itu, data juga diolah melalui rekap data (Lampiran 7) Data pendapatan yang diperoleh dari kuisioner diolah menggunakan aplikasi

microsoft office excel 2007. Pengolahan data pendapatan ini menggunakan rumus sebagai berikut:

1. Pendapatan berdagang Rp/tahun (c) = a - b, yang mana a adalah penerimaan dari berdagang dan b adalah biaya produksi berdagang

2. Pendapatan jasa tenaga rumah tangga Rp/tahun (f) = d + e, yang mana d adalah pendapatan sampingan dan e adalah upah anggota rumah tangga

3. Pendapatan rumah tangga Rp/tahun (g) = c + f, yang mana c adalah pendapatan berdagang Rp/tahun dan f adalah pendapatan jasa tenaga rumah tangga Rp/tahun

4. Pengeluaran rumah tangga Rp/tahun (j) = h + i, yang mana h adalah pengeluaran konsumsi dan i adalah pengeluaran konsumsi non pangan

5. Saving capacity Rp/tahun (k) = g – j, yang mana g adalah pendapatan rumah tangga Rp/tahun dan j adalah pengeluaran rumah tangga Rp/tahun.

6. Pendapatan per kapita per hari (m) = z : n, yang mana z adalah rata-rata pendapatan rumah tangga pedagang per hari dan n adalah rata-rata jumlah anggota keluarga.

(37)

23 23

≤ X – ( 1/2 Sd) X – ( 1/2 Sd) < Y < X + ( 1/2 Sd) ≥ X + ( 1/2 Sd)  Kurva Sebaran Normal Pendapatan Rumah Tangga

[image:37.595.108.515.55.478.2]

≤ 41.401.390,53 41.401.390,53 < Y < 134.334.152,3 ≥ 134.334.152,3  Gambar 3. Kurva normal penggolongan pendapatan rumah tangga Cara mendapatkan penggolongan tingkat saving capacity yaitu menggunakan kurva normal. Kurva normal dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini.

≤ X – ( 1/2 Sd) X – ( 1/2 Sd) < Y < X + ( 1/2 Sd) ≥ X + ( 1/2 Sd) Kurva Sebaran Normal Saving Capacity

≤ 7.280.933,43 7.280.933,43< Y < 74.068.975.15 ≥ 74.068.975.15 Gambar 4. Kurva normal penggolongan saving capacity

Hasil wawancara mendalam dan observasi lapang ditulis dalam catatan harian. Catatan harian ini kemudian dipilih berdasarkan ketegorisasi data sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Data yang telah dipilih tersebut menjadi bahan yang akan digunakan dalam menyusun tulisan.

(38)
(39)

25

BAB IV

KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR

INFORMAL

Umur dan Tingkat Pendidikan Responden

Data primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 responden pedagang makanan di Jalan Babakan, umur rata-rata pekerja sektor informal khususnya pedagang makanan di Jalan Babakan adalah 40 tahun dengan kisaran umur antara 22 sampai 74 tahun, yang sebagian besar berumur 30 tahun ke atas. Sementara itu, tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini dikategorikan menjadi lima, yaitu: kategori sangat rendah (tidak tamat SD/sederajat), rendah (tamat SD/sederajat), sedang (tamat SMP/sederajat), tinggi (tamat SMA/sederajat), dan sangat tinggi (tamat perguruan tinggi). Dari jumlah responden sebanyak 35 pedagang makanan, maka pada gambar 5 menunjukkan persentase tingkat pendidikan pedagang makanan di Jalan Babakan.

Sumber: data primer 11.40%

31.40%

17.10%

22.90%

17.10%

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35%

tidak tamat SD/sederajat

tamat SD/sederajat

tamat SMP/sederajat

tamat SMA/sederajat

tamat perguruan tinggi

Gambar 5. Tingkat pendidikan responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

(40)

26

terbatas tidak dapat dibenarkan karena sektor informal ini juga menampung pekerja yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi dan sangat tinggi.

Rendahnya tingkat pendidikan akhir yang ditempuh oleh pekerja sektor informal ini disebabkan keadaan ekonomi rumah tangga yang kurang mencukupi kehidupan masing-masing anggota rumah tangga. Sebagai contoh Mbak FTH (22 tahun) salah satu responden yang tidak dapat melanjutkan sekolah sampai jenjang perguruan tinggi.

“Bapak saya merupakan buruh tani Mbak, oleh karena itu, saya tidak sekolah

sampai jenjang pendidikan tinggi. Saya bisa berjualan ini karena ajakan kakak. Awalnya saya membantu kakak di warung ini, kemudian akhirnya warung ini diberikan kepada saya. Sebelum berdagang, saya sempat bekerja di pabrik garmen selama hampir satu tahun Mbak” (FTH, 22 tahun).

Penuturan Mbak FTH (22 tahun) menunjukkan bahwa ketidakmampuan orang tuanya untuk membiayainya menempuh jenjang pendidikan yang tinggi mengakibatkan dirinya masuk ke dunia kerja, sampai akhirnya masuk sebagai pedagang makanan di sektor informal. Sektor informal khususnya berdagang makanan ini membutuhkan keterampilan. Keterampilan ini didapatkan dengan cara magang sebelum mendirikan usaha berdagang makanan. Sebagai contoh kasus Ibu NEN (25 tahun) dan Bapak UL, 28 tahun.

“Ketika saya duduk di bangku SMA, saya ikut bekerja tante di Bara. Setelah itu, saya bekerja di warung makan milik anak tante selama dua tahun. Baru setelah menikah saya mendirikan warung ini bersama kakak, yang mempunyai warung juga di Bara. Setelah saya melahirkan dan anak saya berumur 2,5 tahun barulah saya mengelola warung ini sendiri”(NEN, 25 tahun).

“Awalnya saya ke sini diajak oleh kakak ipar saya. Saya dulu membantu

berdagang nasi goreng kakak ipar saya karena kakak ipar saya mempunyai empat

warung nasi goreng. Sekarang warung nasi gorengnya sudah berkurang dua, mungkin saja karena banyak saingan. Sebelum ke sini, saya sempat merantau ke Jakarta Selatan, di sana saya berjualan ayam bakar selama dua tahun. Kemudian, saya pindah ke Jakarta Utara untuk berjualan ikan selama dua setengah tahun” (UL, 28 tahun).

Penuturan dari Mbak FTH (22 tahun) menunjukkan bahwa pendidikan rendah menjadikannya sebagai pekerja di sektor informal, sedangkan pernyataan Ibu NEN (25 tahun) dan Bapak UL (28 tahun) menunjukkan bahwa keterampilan melalui magang menjadikan mereka bisa memasuki sektor informal yaitu sebagai pedagang makanan. Hal ini sejalan dengan penelitian Suwartika (2003) yang menyatakan bahwa sektor informal ini mudah dimasuki oleh orang-orang yang hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang didapat melalui pengalaman kerja bukan melalui pendidikan formal. Sektor informal ini merupakan solusi bagi masalah kemiskinan dan pengangguran.

Selain itu, terdapat juga pekerja sektor informal yang tergolong dalam pendidikan sangat tinggi. Walaupun pendidikan sangat tinggi ini memungkinkan mereka untuk bekerja di sektor formal tetapi mereka memilih untuk menjadi pekerja sektor informal karena mereka mempunyai prinsip kehidupan dan jiwa

entrepreneur. Contoh kasus Pak STN (29 tahun) dan Pak RA (29 tahun) merupakan lulusan perguruan tinggi tetapi memilih untuk menjadi pekerja sektor informal.

(41)

27 dari perusahaan tersebut. Setelah saya mendengar cerita sukses dari beberapa tetangga saya di bidang wirausaha, maka saya mencoba berdagang soto ini. Ya, usaha pertama saya ini merupakan wahana untuk belajar. Belum tentu toh Mbak usaha pertama merupakan jalan sukses di masa depan, siapa tahu akan sukses di bidang lain gitu lo maksudnya. Tapi Alhamdulillah saya sudah bisa mengekspansi soto ini ke Cikarang. Soto yang di Cikarang dikelola oleh adik saya. Soto yang di Cikarang baru berdiri seminggu jadi belum diketahui omset penjualannya Mbak” (STN, 29 tahun).

“Dulu sebelum mendirikan usaha ini, selama tujuh tahun saya merupakan karyawan even organiser sebuah perusahaan dan juga bekerja sebagai kontraktor. Setelah saya menikah, saya mengundurkan diri dan kemudian saya mendirikan usaha ini. Ya, usaha ini saya buka dengan misi mengurangi pengangguran pada tingkat pendidikan SMP karena karyawan yang saya pekerjakan rata-rata adalah lulusan SMP”(RA, 29 tahun).

Berdasarkan penuturan Pak STN (29 tahun) dan Pak RA (29 tahun) menunjukkan bahwa pada pekerja sektor informal yang tergolong pada tingkat pendidikan sangat tinggi, memilih untuk masuk ke dalam usaha sektor informal khususnya usaha berdagang makanan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (1) prinsip dan idealisme individu, (2) motivasi eksternal dari cerita sukses teman yang berusaha di sektor informal, dan (3) adanya jiwa entrepreneur.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa sektor informal dapat dimasuki oleh semua golongan umur dan tingkat pendidikan. Syarat yang dibutuhkan dalam memasuki sektor informal adalah pengetahuan dan keterampilan yang berasal dari pengalaman kerja.

Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan data primer di lapangan menunjukkan bahwa pedagang makanan yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada yang berjenis kelamin laki-laki. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Frekuensi dan persentase responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan jenis kelamin, tahun 2012

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

laki-laki 17 48,6

perempuan 18 51,4

Sumber: data primer

Total 35 100,0

Berdasarkan tabel 3, menunjukkan bahwa dari 35 responden terdapat 51,4% pedagang makanan berjenis kelamin perempuan dan 48,6% pedagang makanan berjenis kelamin laki-laki. Hal itu dapat diartikan bahwa pekerja sektor informal khususnya pedagang makanan banyak dilakukan oleh perempuan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian mengenai strategi nafkah rumah tangga nelayan oleh Iqbal (2004) yang menyatakan bahwa sektor informal dan perdagangan kecil, biasanya banyak ditekuni oleh para wanita. Contoh kasus Ibu NAR (41 tahun) dan Ibu SYH (47 tahun).

(42)

28

berjualan nasi kuning. Suami saya berjualan nasi kuning di pinggir jalan dekat dealer honda Cibanteng. Setelah saya selesai berjualan, biasanya saya masih harus mengerjakan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga seperti mencuci baju, masak, dan bersih-bersih rumah”(NAR, 41 tahun).

“Dahulu suami saya merupakan sopir angkot maka untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Saya pun bekerja sebagai buruh masak di suatu kosan kemudian karena tidak tahan dengan tingkah laku mahasiswi yang kos, akhirnya saya meminta ijin ke lurah untuk berdagang gado-gado menggunakan tenda, kemudian akhirnya dibuatkan kios oleh IPB. Suami saya kadang-kadang membantu usaha berdagang makanan, ketika tidak ada orang yang memintanya menjadi sopir. Sekarang mah jasa suami saya jarang digunakan atau disewa orang, oleh karena itu, suami saya membantu usaha warung ini” (SYH, 47 tahun) .

Berdasarkan penuturan Ibu NAR (41 tahun) dan SYH (47 tahun) menunjukkan bahwa perempuan yang berusaha di sektor informal sebagai pedagang makanan berusaha membantu suami untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Hal ini menunjukkan adanya pola nafkah ganda. Pekerjaan perempuan pada dua contoh kasus Ibu NAR dan SYH menunjukkan bahwa perempuan memilih pekerjaan yang dekat dengan kegiatan rumah seperti memasak. Maka dari itu, wajar jika jumlah pedagang makanan yang berjenis kelamin perempuan lebih besar dari pada laki-laki. Selain itu, penuturan tersebut menunjukkan bahwa perempuan mempunyai peran ganda yaitu menjadi ibu rumah tangga dan pedagang makanan di sektor informal. Pekerjaan perempuan ini hanya dianggap sebagai pekerjaan untuk membantu suami padahal berdasarkan data primer, Ibu NAR (41 tahun) dan Ibu SYH (47 tahun) memiliki penghasilan lebih tinggi di banding dengan penghasilan suaminya.

Status Perkawinan Responden

Status perkawinan menunjukkan banyaknya tanggungan dalam suatu rumah tangga. Jika berstatus sudah kawin maka jumlah yang ditanggung untuk dinafkahi lebih banyak dari pada berstatus belum kawin. Berdasarkan data primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 responden terdapat 85,7% pekerja sektor informal sebagai pedagang makanan berstatus sudah kawin dan 14,3% pekerja sektor informal sebagai pedagang makanan berstatus belum kawin.

Tabel 4. Frekuensi dan persentase responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan status perkawinan, tahun 2012

Status Perkawinan Frekuensi Persentase

kawin 30 85,7

belum kawin 5 14,3

Total 35 100,0

Sumber: data primer

(43)

29 sama dan komplementer (saling melengkapi). Contoh Ibu YAT (30 tahun) dan Ibu EP (28 tahun).

Saya biasanya pergi ke pasar dua hari sekali, kemudian ketika sele

Gambar

Tabel 2. Matriks perincian data berdasarkan jenis dan teknik pengumpulan data
Gambar 3. Kurva normal penggolongan pendapatan rumah tangga
Tabel 5. Sebaran daerah asal responden pedagang makanan di Jalan Babakan
Gambar 8 menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan pendapatan sampingan dan pendapatan berdagang makanan pada setiap golongan tingkat pendapatan rumah tangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 9 Persentase sumbangan sumber pendapatan terhadap struktur nafkah rumahtangga petani pada setiap lapisan pendapatan Tahun 2012 Berdasarkan Tabel 19 dan Gambar 9 di

Oleh karena itu, profit pedagang sektor informal yang ditinjau dari aspek demografi (jenis kelamin, umur, status keluarga, daerah asal, pekerjaan dari daerah asal, jumlah

Gambar 6 Persentase komposisi jumlah jenis zooplankton pada kedua stasiun pengamatan di perairan cekungan karst Cileungsi selama penelitian Berdasarkan komposisi

Pedagang sektor informal di Kawasan Waduk Mulur merupakan norma formalitas suatu bentuk saja bukan merupakan suatu keharusan yang diwajibkan, mengikat dan mempunyai sangsi

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan masalah dan solusi yang dihadapi oleh pedagang kaki lima dan juga menemukan strategi yang telah diterapkan sehubungan dengan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Modal Nafkah dan Strategi Nafkah Rumah Tangga Pembudidaya Lele di Kawasan Minapolitan, Kasus Di

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa, Pendapatan pedagang kaki lima yang sering kali tidak menentu dan relatif kecil untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga,

Seperti halnya rumah tangga nelayan miskin di Karang Agung, strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga nelayan miskin di Kwanyar Barat dibedakan menjadi