• Tidak ada hasil yang ditemukan

K8408002 SKRIPSI diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "K8408002 SKRIPSI diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PERSEPSI DAN PERILAKU MAHASISWA

DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

(Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret)

SKRIPSI

Oleh:

DIPTASARI WIBAWANTI

K8408002

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Diptasari Wibawanti

NIM : K8408002

Jurusan/Program Studi : P.IPS/Pendidikan Sosiologi Antropologi

menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

MAHASISWA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER (Studi Kasus di

Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, 29 Januari 2013

Yang membuat pernyataan

(3)

commit to user

iii

PERSEPSI DAN PERILAKU MAHASISWA

DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

(Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret)

Oleh:

DIPTASARI WIBAWANTI

K8408002

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(4)

commit to user

iv

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Surakarta, 29 Januari 2013

Pembimbing I,

Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd

NIP. 19530826 198003 1 005

Pembimbing II,

Yosafat Hermawan T., S.Sos., M.A.

(5)

commit to user

v

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Senin

Tanggal : 4 Februari 2013

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. MH Sukarno, M.Pd ...

Sekertaris : Drs. Slamet Subagya, M.Pd ...

Anggota I : Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd ...

Anggota II : Yosafat Hermawan T., S.Sos., M.A ...

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.

(6)

commit to user

vi MOTTO

Sesempurna-sempurna iman seorang mukmin adalah mereka yang paling bagus

(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

1. Ibu Subambini dan Bapak Suharto, mbak Ning, mas

Bayu, mas Cahyo, dan Yoga, kalian keluarga yang

terbaik

2. Keluarga besar UKM Taekwondo UNS yang membuat

hidupku penuh warna

(8)

commit to user

viii ABSTRAK

Diptasari Wibawanti. K8408002, PERSEPSI DAN PERILAKU MAHASISWA

DALAM PENDIDIKAN KARAKTER (STUDI KASUS DI JURUSAN

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS

KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET). Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Februari 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui persepsi mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial terhadap pendidikan karakter sebagai pelaksanaan visi FKIP UNS, (2) strategi penerapan visi FKIP UNS berkarakter kuat dan cerdas di jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan (3) mengetahui perilaku mahasiswa di jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai proses dan hasil penerapan visi FKIP UNS tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan P IPS FKIP UNS. Penelitian menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif, dengan strategi studi kasus tunggal terpancang. Sumber data berasal dari mahasiswa, dosen dan pimpinan Jurusan P IPS, serta pimpinan FKIP. Teknik pengambilan informan yang digunakan yaitu teknik purposive sampling. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi langsung, dan analisis dokumen. Untuk meningkatkan kesahihan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi data atau triangulasi sumber. Tahapan analisis interaktif penelitian meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pemahaman informan mengenai penjabaran visi berkarakter kuat dan cerdas sangat beragam. Namun hal ini disepakati sebagai kriteria ideal yang harus ada dalam kepribadian pendidik, yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa FKIP sebagai calon guru. Berkarakter kuat dan cerdas dijabarkan sebagai keseimbangan antara IQ, SQ, dan EQ yang mampu diaplikasikan dalam pemikiran, sikap, maupun perilaku praksis dalam kehidupan sehari-hari, yang mengarah pada perubahan positif bagi dirinya dan orang lain. (2) Untuk membentuk calon pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas, pendidikan karakter dilaksanakan secara bertahap melalui kurikulum, program dan kebijakan, penciptaan lingkungan yang sehat dan kondusif, keteladanan serta pengawasan. Pendidikan karakter bukan merupakan mata kuliah khusus, melainkan terintegrasi dalam kurikulum. Dosen berperan penting sebagai figur teladan bagi mahasiswa. (3) Pendidikan karakter belum dilaksanakan secara optimal di jurusan P IPS, karena terlalu menekankan segi fisik yang diatur melalui kebijakan seragam, di mana hal ini masih menimbulkan pro kontra. FKIP belum menetapkan kriteria resmi evaluasi pendidikan karakter, sehingga penilaian keberhasilan hanya sampai pada pengamatan individual. Mahasiswa belum mengaplikasikan nilai-nilai berkarakter kuat dan cerdas secara optimal, karena kurang paham atas makna berkarakter kuat dan cerdas, belum terbentuknya kesadaran pribadi, belum ada contoh yang bisa diteladani, serta kurang ada sosialisasi lebih lanjut terkait dengan program dan kebijakan.

(9)

commit to user

ix ABSTRACT

Diptasari Wibawanti. K8408002,

BEHAVIOR IN CHARACTER EDUCATION (A CASE STUDY ON SOCIAL SCIENCE EDUCATION DEPARTMENT OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION FACULTY OF SEBELAS MARET UNIVERSITY). Thesis, Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. February 2013.

This research aims (1) to find out the perception of Social Science

applicat

strong and intelligence character in Social Science Education Department of Teacher Training and Education Faculty and (3) to find out the behavior of Social s students as the process and product of FKIP s vision application.

This research was taken place in Social Science Education Department of FKIP UNS. This study employed a descriptive qualitative approach, with a single embedded strategy. The data source derived from the students, lecturers and

techniques used were interview, direct observation, and document analysis. To improve the data validity, the author employed data triangulation technique encompassing source triangulation. The interactive analysis stage of this research included data collection, data reduction, data display, and conclusion drawing.

e explanation of strong and intelligence character-vision was very varied. But it was agreed as the ideal criterion that should exist in educator personality, that was expected to be possessed by the student FKIP as the prospect teacher. Having strong and intelligence character was defined as the balance between IQ, SQ, and EQ that could be applied to thinking, attitude, and practical behavior in daily life, leading to the positive change for the self and others. (2) To create a prospect educator with strong character and intelligence, the character education was carried out gradually through curriculum, program and policy, creating a healthy and conducive environment, precedence and supervision. Character education is not special course, but integrated into curriculum. The lecturer plays an important role as the model figure to the students. (3) Character education had not been undertaken optimally in Social Science Education department, because it emphasized mostly on physical aspect governed through uniform policies, in which it still resulted in pros and cons. The Teacher Training and Education Faculty had not applied yet the official criteria of character education evaluation, so that the success assessment was limited to individual observation only. The students had not applied yet the strong and intelligence character values optimally, because they understood poorly the meaning of having strong and intelligence character, personal awareness had not been created, and the lack of further socialization concerning the program and policy.

(10)

commit to user

x

KATA PENGANTAR

Segenap puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga proses penelitian dan

penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik. Shalawat serta salam semoga

senantiasa tercurahkan pada junjungan kita Rasullulah SAW.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak berjalan

dengan mudah, cukup banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan, dan berkat

karunia Allah SWT serta peran berbagai pihak, kesulitan tersebut dapat diatasi.

Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ketua Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd. selaku Pembimbing I yang telah

memberikan arahan, masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsi.

5. Yosafat Hermawan Trinugraha, S.Sos., M.A. selaku Pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam penyusunan skripsi.

6. Dr. Zaini Rohmad, M.Pd. selaku Pembimbing Akademik yang telah

mengawal selama peneliti menempuh studi.

7. Dewan Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS.

8. Teman-teman Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi angkatan 2008.

9. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga amal baik dan keikhlasan membantu peneliti mendapatkan

imbalan dari Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari

kekurangan. Semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat.

Surakarta, 29 Januari 2013

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERNYATAAN... ii

PENGAJUAN ... iii

PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan ... 9

Kajian Teori ... 9

1. Tinjauan Pendidikan Karakter ... 9

a. Pengertian Karakter ... 9

b. Pengertian Pendidikan Karakter... 12

c. Urgensi Pendidikan Karakter ... 18

d. Pilar Pendidikan Karakter ... 20

e. Teori Pendidikan Karakter ... 23

(12)

commit to user

xii

g. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter ... 33

2. Tinjauan Persepsi dan Perilaku ... 40

a. Persepsi ... 40

b. Perilaku ... 41

3. Tinjauan Visi FKIP UNS ... 45

a. Visi Berkarakter Kuat dan Cerdas ... 45

b. Guru Berkarakter Kuat dan Cerdas ... 52

Hasil Penelitian yang Relevan ... 61

B. Kerangka Berpikir ... 62

BAB III METODE PENELITIAN ... 66

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 66

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 68

C. Data dan Sumber Data ... 72

D. Teknik Pengambilan Informan ... 75

E. Teknik Pengumpulan Data ... 76

F. Uji Validitas Data... 78

G. Analisis Data ... 79

H. Prosedur Penelitian ... 82

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 84

A. Deskripsi Lokasi/Objek Penelitian... 84

B. Deskripsi Temuan Penelitian ... 89

1. Persepsi Konsep Berkarakter Kuat dan Cerdas ... 90

2. Strategi Penanaman Nilai Berkarakter Kuat dan Cerdas ... 97

a. Keteladanan ... 100

b. Program dan Kebijakan ... 104

c. Kontrol dan Pengawasan ... 110

d. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif ... 113

3. Perilaku Mahasiswa Terkait dengan Penerapan Berkarakter Kuat dan Cerdas ... 116

a. Indikator Nilai Karakter dan Perilaku ... 117

(13)

commit to user

xiii

C. Pembahasan ... 155

1. Rumusan Berkarakter Kuat dan Cerdas sebagai Konsep Pendidikan Karakter ... 155

2. Strategi Penanaman Nilai Berkarakter Kuat dan Cerdas ... 158

3. Perilaku Mahasiswa terkait dengan Indikator Nilai Berkarakter Kuat dan Cerdas ... 167

a. Nilai-nilai Karakter ... 167

b. Evaluasi Pendidikan Karakter ... 177

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 179

A. Simpulan ... 179

B. Implikasi... 181

C. Saran... 182

DAFTAR PUSTAKA ... 184

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Nilai-nilai Karakter dan Deskripsi ... 22

2.2. Karakteristik, Definisi, dan Indikator Budaya Kerja ... 60

3.1. Rincian Waktu Penelitian... 67

4.1. Indikator dan nilai karakter prioritas yang diterapkan di FKIP ... 119

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Metode Pendidikan Karakter ... 32

2.2. Indikator Guru dan Dosen Profesional... 58

2.3. Skema Kerangka Berpikir ... 65

3.1. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ... 80

4.1. Visi Berkarakter Kuat dan Cerdas di gedung F ... 95

4.2. Poster/anjuran yang terdapat di gedung F ... 113

4.3. Mahasiswa menggunakan seragam putih gelap hari Senin ... 134

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Field Note ... 187

2 Interview Guide... 255

3 Surat Permohonan Ijin Penyusunan Skripsi ... 259

4 Surat Permohonan Ijin Research dan Observasi ... 260

5 Surat Permohonan Ijin Research/Try Out ... 261

(17)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemendiknas telah mendeklarasikan tentang "Pendidikan Budaya dan

Karakter Bangsa" sebagai gerakan nasional pada 14 Januari 2010. Deklarasi

nasional tersebut harus diakui secara jujur, disebabkan oleh kondisi bangsa yang

semakin tidak stabil karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh

globalisasi. Dampak globalisasi yang terjadi telah menyebabkan masyarakat

Indonesia mengalami degradasi karakter dan moral. Berbagai peristiwa seperti

Kasus Gayus Tambunan, Angelina Sondakh dengan kasus Blackberry-nya hingga

John Kei dengan jaringan pembunuh bayarannya merupakan contoh lunturnya

karakter dan moral bangsa. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa masyarakat

ternyata mampu melakukan tindak kekerasan yang sebelumnya belum pernah

terbayangkan. Hal ini terjadi karena globalisasi telah membawa masyarakat pada

pemujaan materi sehingga terjadi ketimpangan antara pembangunan ekonomi

dengan kebudayaan masyarakat. Padahal, karakter merupakan suatu pondasi

bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak.

Salah satu alternatif yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, atau

paling tidak mengurangi, masalah degradasi moral dan karakter bangsa adalah

pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena

pendidikan membelajarkan dan membimbing generasi muda sebagai generasi

penerus bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif,

pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa

dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab

berbagai masalah degradasi moral dan karakter bangsa. Pendidikan merupakan

mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan dan pembangunan

karakter bangsa. Selain itu, pendidikan juga berfungsi sebagai sarana mencapai

tiga hal prinsipal dalam pembinaan karakter bangsa. Menurut Rajasa (2007) tiga

(18)

commit to user

1. Pendidikan sebagai arena untuk re-aktivasi karakter luhur bangsa Indonesia. Secara historis bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki karakter kepahlawanan, nasionalisme, sifat heroik, semangat kerja keras serta berani menghadapi tantangan. Kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lampau adalah bukti keberhasilan pembangunan karakter yang mencetak tatanan masyarakat maju, berbudaya, dan berpengaruh.

2. Pendidikan sebagai sarana untuk membangkitkan suatu karakter

bangsa yang dapat mengakselerasi pembangunan sekaligus

memobilisasi potensi domestik untuk meningkatkan daya saing bangsa.

3. Pendidikan sebagai sarana untuk menginternalisasi kedua aspek di atas yakni re-aktivasi sukses budaya masa lampau dan karakter inovatif serta kompetitif, ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan bangsa dan program pemerintah. Internalisasi ini harus berupa suatu concerted efforts dari seluruh masyarakat dan pemerintah.

Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan

nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau

pendidikan akhlak yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik

untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan

mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Pendidikan karakter sebagai satu konsep pendidikan yang menanamkan budi

pekerti yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), serta

tindakan (action) merupakan suatu solusi untuk memperbaiki karakter dan moral bangsa. Seperti yang dikemukakan Kementerian Pendidikan Nasional (2011:1)

pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus

Platform pendidikan karakter bangsa Indonesia telah dipelopori oleh

tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara yang tertuang dalam tiga kalimat, yaitu Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberikan teladan), Ing madya mangun karsa (di tengah membangun kehendak), dan Tut wuri handayani (di belakang memberikan dorongan). Ketiga prinsip ini ditujukan bagi seorang guru atau pendidik. Bahwa

(19)

commit to user

keteladanan bagi peserta didiknya. Selain itu, guru atau pendidik juga harus

memberikan bimbingan untuk membangun tujuan dan cita-cita peserta didiknya.

Dan yang terakhir, seorang guru atau pendidik harus mampu memberikan

dorongan dan motivasi, sehingga peserta didik memiliki semangat dan daya juang

dalam mengembangkan potensi dirinya.

Secara praktis, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman

nilai-nilai kebaikan kepada warga sekolah atau kampus yang meliputi komponen

pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan

nilai-nilai tersebut, baik dalam berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama

manusia, lingkungan, maupun nusa dan bangsa sehingga menjadi manusia yang

seutuhnya. Pendidikan karakter di perguruan tinggi perlu melibatkan berbagai

komponen terkait yang didukung oleh proses pendidikan itu sendiri, yaitu isi

kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan warga kampus,

pengelolaan perkuliahan, pengelolaan berbagai kegiatan mahasiswa,

pemberdayaan sarana dan prasarana, serta etos kerja seluruh warga kampus.

Pendidikan karakter meskipun sudah sering digembor-gemborkan

sebagai suatu hal yang mendesak untuk segera ditindaklanjuti dalam kinerja

pendidikan, tampaknya belum sehebat grand design yang telah dibentuk pemerintah dalam implementasinya di lapangan. Pendidikan karakter perlahan

mengalami kemunduran serta kurang mendapat perhatian serius. Hal ini

disebabkan oleh berbagai faktor. Koesoema (2007:119) menyebutkan bahwa

Kemunduran pendidikan karakter disebabkan adanya perbedaan pandangan dan

visi tentang pendidikan karakter. Perbedaan pemahaman tentang pendidikan

karakter ini bisa mempengaruhi penerapan pendidikan karakter di tingkat satuan

pendidikan bahkan di tingkat negara.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta merupakan sebuah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK),

yang didirikan untuk mencetak tenaga-tenaga pendidik yang handal dan

profesional. Untuk menghasilkan tenaga pendidik yang baik maka diperlukan

(20)

commit to user

lulusan LPTK, sehingga kualitas LPTK harus senantiasa dibangun dan

dikembangkan agar menghasilkan lulusan yang berkualitas pula. Dalam konteks

membangun karakter calon generasi bangsa, penyiapan calon tenaga pendidik

profesional yang berkarakter tentunya memiliki korelasi yang tinggi. Sebab setiap

calon pendidik dewasa ini dituntut memiliki kemampuan dalam membina karakter

peserta didiknya, sehingga pembinaan karakter mahasiswa calon tenaga pendidik

harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan profesional

tenaga pendidik selama di lingkungan kampus. Oleh karena itu FKIP UNS

mengusung visi menjadi LPTK penghasil dan pengembang tenaga kependidikan

berkarakter kuat dan cerdas.

Berkarakter kuat dan cerdas berarti bahwa pendidikan seharusnya

dapat menghasilkan orang baik dan juga pintar. Pendidikan tidak cukup hanya

berhenti pada memberikan pengetahuan paling mutakhir, namun juga harus

mampu membentuk dan membangun sistem keyakinan dan karakter kuat setiap

peserta didik sehingga mampu mengembangkan potensi diri dan menemukan

tujuan hidupnya. Pendidik harus memiliki komitmen yang kuat dalam

melaksanakan pendidikan secara holistik yang berpusat pada potensi dan

kebutuhan peserta didik. Pendidik juga harus mampu menyiapkan peserta didik

untuk bisa menangkap peluang dan kemajuan dunia dengan perkembangan ilmu

dan teknologi. Di sisi lain, pendidik juga harus mampu membuka mata hati

peserta didik untuk dapat melihat masalah-masalah bangsa dan dunia, seperti

kemiskinan, ketidakadilan, serta persoalan lingkungan hidup. Peserta didik harus

diarahkan untuk mampu mengembangkan dirinya, tetapi ia juga harus diajarkan

untuk memiliki panggilan hidup untuk menjadi bagian dari pemecahan

persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa dan dunia. Agar mampu menyelenggarakan

pendidikan tersebut, maka diperlukan sosok guru yang berkarakter kuat dan

cerdas.

digugu lan ditiru

secara tidak langsung memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya.

Profil dan penampilan guru seharusnya memiliki dan menunjukkan kepribadian

(21)

commit to user

karakter yang kuat pula. Dalam konteks ini guru berperan sebagai teladan atau

contoh bagi peserta didiknya. Guru yang berkarakter kuat dan cerdas adalah guru

yang berkualifikasi dan berkompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan

sosial. Mahasiswa sebagai bagian dari FKIP UNS sekaligus calon guru atau

pendidik harus mampu menampilkan sosok cerminan seorang guru yang

berkarakter kuat dan cerdas, sesuai dengan visi FKIP UNS.

Grand design berkarakter kuat dan cerdas yang ideal ternyata belum sepenuhnya dapat diaplikasikan secara optimal. Realita di lapangan masih banyak

ditemukan penyimpangan-penyimpangan sebagai bukti adanya kesenjangan

antara idealitas karakter kuat dan cerdas dengan realitas pelaksanaannya. Sebagai

contohnya adalah budaya instan, plagiarisme, dan konsumerisme mahasiswa.

Budaya instan adalah bahwa mahasiswa menginginkan proses yang serba

cepat/instan namun dapat menghasilkan produk yang maksimal. Mahasiswa

menginginkan nilai yang tinggi dengan instan, sehingga banyak dari mereka

malas untuk belajar, namun menggunakan jalan pintas seperti bertanya pada

teman, membuka buku atau catatan, hingga browsing di internet saat sedang ujian.

yang strategis (biasanya deretan meja belakang) dapat mempengaruhi hasil nilai

yang dicapai. Hal ini terkait dengan keleluasaan mahasiswa dalam melaksanakan

cara pintasnya. Pada posisi-posisi yang dianggap strategis, mahasiswa akan lebih

leluasa membuka catatan, browsing di google, maupun menyenggol teman di sebelahnya untuk bertanya.

Selanjutnya, budaya plagiarisme adalah bahwa mahasiswa melakukan

peniruan terhadap berbagai hasil karya orang lain, namun mengganti label dengan

namanya sendiri. Hal ini merupakan dampak negatif dari adanya kemajuan

teknologi informasi dan komunikasi yang pesat. Peniruan yang sering dilakukan

mahasiswa biasanya terkait dengan pengerjaan tugas dari dosen. Tugas-tugas

seperti membuat artikel, paper, maupun makalah seringkali hanya sekedar

copy/paste dari internet. Mahasiswa juga merupakan subjek konsumsi yang besar.

Hal ini dapat dilihat dari penampilan mahasiswa yang lebih senang dengan

(22)

commit to user

kesahajaan seorang calon pendidik. Penampilan mahasiswa yang suka

mengenakan pakaian bermerk, sepatu bermerk, tas dan berbagai aksesoris yang

bermerk pula, menunjukkan wujud konsumsi mahasiswa yang berlebihan, yang

jauh dari kesederhanaan seorang pendidik. Mahasiswa calon pendidik bukanlah

seorang artis yang harus selalu tampil fashionable dengan barang bermerk. Budaya konsumsi menghambat kreativitas dan produktivitas mahasiswa di mana

mereka malas untuk berpikir kritis, dan hanya suka mengonsumsi barang yang

sudah jadi. Berbagai kebijakan pemerintah yang sering tidak berpihak pada rakyat

seperti kenaikan BBM yang akan dilaksanakan pada bulan April misalnya, tidak

disikapi secara kritis oleh mahasiswa.

Kemudian, muncul berbagai pertanyaan terkait dengan budaya instan,

plagiarisme dan konsumerisme mahasiswa sebagai realitas yang berjalan dalam

kehidupan kampus, yang ternyata tidak sejalan dengan nilai-nilai berkarakter kuat

dan cerdas yang diharapkan dimiliki oleh pendidik. Visi FKIP UNS berkarakter

kuat dan cerdas yang ideal sepertinya belum mampu diaplikasikan dalam bentuk

pendidikan karakter bagi mahasiswa sebagai calon pendidik secara optimal.

Pendidikan karakter masih mengalami hambatan karena berbagai perilaku

non-edukatif yang dilakukan mahasiswa. Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penulis merasa tertarik untuk meneliti pelaksanaan visi FKIP UNS terkait dengan

bagaimana persepsi dan perilaku mahasiswa dalam mengaplikasikan nilai-nilai

karakter ideal yang diharapkan, serta strategi pelaksanaan pendidikan karakter

dalam kehidupan kampus. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul Persepsi

dan Perilaku Mahasiswa dalam Pendidikan Karakter (Studi Kasus di

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fak ultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret).

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana persepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

terhadap pendidikan karakter sebagai pelaksanaan visi FKIP UNS?

2. Bagaimana strategi penerapan pendidikan karakter dalam upaya mencapai visi

(23)

commit to user

3. Bagaimana perilaku mahasiswa di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial sebagai proses dan hasil penerapan pendidikan karakter dalam upaya

mencapai visi FKIP UNS tersebut?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial terhadap pendidikan karakter sebagai pelaksanaan visi FKIP UNS

2. Untuk mengetahui strategi penerapan pendidikan karakter dalam upaya

mencapai visi FKIP UNS di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

3. Untuk mengetahui perilaku mahasiswa di Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial sebagai proses dan hasil penerapan pendidikan karakter

dalam upaya mencapai visi FKIP UNS tersebut

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiwa jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial FKIP UNS ini diharapkan mempunyai manfaat:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis dapat menambah wawasan pengetahuan dalam

bidang ilmu sosial yaitu Sosiologi, karena merupakan deskripsi analisis tentang

persepsi dan perilaku mahasiswa dalam pelaksanaan pendidikan karakter dalam

upaya pencapaian visi FKIP UNS yang terjadi di jurusan P IPS FKIP UNS.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi mahasiswa

Dapat menambah wawasan, pengetahuan, mahasiswa sebagai calon guru

atau pendidik untuk mengaplikasikan pemikiran, sikap, dan perilaku yang

sesuai dengan nilai-nilai berkarakter kuat dan cerdas serta kemampuan

untuk mengembangkan karakter calon peserta didik.

b. Bagi institusi

Dapat menjadi bahan evaluasi terkait dengan pelaksanaan pendidikan

(24)

commit to user

c. Bagi masyarakat umum (akademisi)

Dapat memberikan kontribusi terhadap guru-guru yang berkarakter kuat

dan cerdas sebagai output yang berhasil dari FKIP UNS serta dapat membelajarkan dan mendidik peserta didik untuk mengembangkan

(25)

commit to user

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan

Kajian Teori

1. Tinjauan Pendidikan Karakter

a. Pengertian Karakter

Istilah karakter memiliki pengertian yang beragam. Secara etimologis

karakter berasal dari karasso

dasar, sidik (seperti dalam sidik jari). Koesoema (2007: 90) mengungkapkan

seperti ganasnya laut dengan gelombang pasang da

Dalam hal ini, masyarakat Yahudi melihat karakter seperti alam, atau lebih khusus

lautan, yakni sebagai sesuatu yang bebas, yang tidak dapat dikuasai manusia, yang

mrucut seperti menangkap asap. Karakter dideskripsikan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, namun tidak dapat dipisahkan dengan hal yang memiliki karakter

tersebut.

Setiap manusia memiliki ciri khas yang terwujud dalam ucapan

maupun sikap yang ditunjukkannya kepada manusia yang lain. Ciri khas inilah

yang disebut sebagai karakter, seperti yang dikemukakan oleh Kertajaya bahwa

tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut,

dan merupakan mesin yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap,

diasosiasikan sebagai kepribadian merupakan suatu ciri yang khas yang dimiliki

setiap individu yang memberikan kekhasan pada pribadinya, sehingga dapat

yang ditunjukkan oleh individu; sejumlah atribut yang dapat diamati pada

indivi

(26)

commit to user

dianut suatu masyarakat mempengaruhi pola pikir dan pola perilaku dari individu

yang menjadi anggotanya. Menurut

nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap, dan

moral yang kemudian ditinjau dengan ukuran baik-buruk serta benar-salah.

Terminologi karakter sedikitnya memuat dua hal yaitu values

(nilai-nilai) dan kepribadian. Karakter yang baik pada gilirannya merupakan suatu

penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu, di

luar persoalan apakah baik itu sebagai sesuatu yang asli atau sekadar kamuflase.

Menurut

yang melekat dalam sebuah entitas... Sedangkan sebagai aspek kepribadian,

karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang:

utuh, karakter mendasarkan diri pada tata nilai yang dianut masyarakat. Tata nilai

yang mendasari pemikiran serta perilaku individu tidak didapat secara serta merta,

namun membutuhkan suatu proses internalisasi nilai yang sesuai dengan budaya

yang dianut oleh masyarakat. Proses internalisasi inilah yang kemudian

membentuk karakter seorang individu. Hal ini sesuai dengan pendapat

Kementerian Pendidika

akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai

kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan

Selain memuat 2 aspek yaitu nilai-nilai (values) dan kepribadian,

istilah karakter memiliki pengertian sebagai temperamen, seperti yang

diungkapkan oleh Koesoema (2007: 79) bahwa

(27)

commit to user

Di sini, istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian.

Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari

diri seseorang yang bersumber dari bentukan/konstruksi yang diterima dari

lingkungan masyarakatnya, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan

seseorang sejak lahir. Maka, karakter merupakan perpaduan dua hal, yakni

sebagai bawaan yang dimiliki seorang individu sejak lahir dan bentukan dari

lingkungan masyarakat di mana seorang individu tinggal.

Adanya perbedaan pandangan terhadap istilah karakter tersebut

menyebabkan munculnya ambiguitas. Mounier dalam Koesoema (2007: 90)

mengajukan dua cara interpretasi atas ambiguitas terminologi karakter.

Ia melihat karakter sebagai dua hal, yaitu yang pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita. Karakter yang demikian ini dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dari

sononya (given). Kedua, karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed).

Dalam pemahaman yang pertama, karakter dipahami sebagai suatu

keadaan yang telah dimiliki oleh seorang individu, yang telah diberikan begitu

saja, sebagai sesuatu yang telah ada dari awal adanya individu, atau dengan kata

lain, telah dimiliki individu sejak lahir. Hal ini menyiratkan bahwa karakter ada

dengan dipaksakan begitu saja pada diri seseorang, mau ataupun tidak mau.

Sedangkan dalam pemahaman yang kedua, karakter dipahami sebagai suatu

kemampuan seorang individu untuk menguasai kondisi yang telah dimilikinya

sejak lahir itu. Maka, karakter merupakan usaha yang dikehendaki untuk

mengatasi keterbatasan keadaan yang dimiliki seorang individu. Melalui hal ini,

individu diajak untuk mengenali keterbatasan diri, potensi, serta kemungkinan-

kemungkinan bagi perkembangan dirinya.

Koesoema (2007: 104) memberikan pengertian karakter yang lebih

menekankan pada aspek willed sebagai usaha penyempurnaan diri yakni karakter

(28)

commit to user

hidup untuk menjadi semakin integral mengatasi determinasi alam dalam dirinya

dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah

hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga yang mengandung

nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan

dan tantangan. Maka, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan sebuah

kondisi dinamis struktur antropologis manusia yang khas dan berbeda sebagai

hasil keterpaduan olah hati, pikir, raga, rasa dan karsa sebagai kondisi bawaan

sejak lahir yang disertai dengan usaha menuju penyempurnaan diri, yang

dipengaruhi oleh lingkungan.

b. Pengertian Pendidikan Karakter

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan

nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di

Indonesia yang mengandung komitmen tentang pendidikan karakter yakni dalam

pasal 3 yang menyebutkan,

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas

manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan, di

mana pengembangan dan pembentukan watak (karakter) merupakan tujuan

mendasar. Sedangkan Kemendiknas (2011: 1) secara implisit menegaskan dalam

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun

(29)

commit to user

pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,

Dengan demikian, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(RPJPN) dan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) merupakan landasan yang kokoh untuk

melaksanakan pendidikan karakter bukan sebagai bentuk grand design saja

namun implementasi operasional secara nyata. Seperti yang dikemukakan

Kemendiknas (2011: 1) bahwa:

Pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter 2010: pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Atas dasar itulah maka pendidikan karakter bukan sekedar

mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, namun lebih dari itu,

pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang

baik sehingga individu menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan

salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik serta biasa melakukannya

(psikomotor). Hal ini sesuai dengan pendapat Kemendiknas (2011: 1) bahwa

(moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan

pada habit atau kebiasaan yang

terus-Pendidikan merupakan proses pembangunan karakter, seperti yang

dipahami sebelumnya bahwa karakter dapat dibangun dengan usaha untuk

karakter, dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik. Tergantung pada bekal

(30)

commit to user

seperti mengisi sebuah gelas kosong. Individu digambarkan sebagai sebuah gelas,

yang memiliki bekal potensi, jadi bersih atau kotornya sebuah gelas menjadi satu

unsur yang sangat penting. Kemudian, pendidikan merupakan air yang dituangkan

ke dalam gelas, yang mempengaruhi keadaan gelas yang awalnya kosong.

Pendidikan diharapkan seperti air yang jernih yang mampu mengisi individu

dengan kebajikan.

Mengingat bahwa karakter tidak diperoleh secara serta merta

namun melalui proses internalisasi nilai, maka kajian pendidikan karakter

sebagai pendidikan nilai menjadikan upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai,

untuk membantu individu mengembangkan pemikiran dan perilaku guna

bertindak dengan cara-cara yang pasti. Persoalan baik dan buruk,

kebajikan-kebajikan, dan keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting dalam

pendidikan karakter semacam ini. Sedangkan pendidikan karakter sebagai

aspek kepribadian lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Seperti

-krama, sopan

santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih

menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang

dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma

Pendapat yang hampir serupa disampaikan oleh Lickona (1991) bahwa

pendidikan karakter by definition

kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat

dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung

jawab, menghormati hak

3). Sehingga pendidikan karakter diharapkan dapat memberikan hasil

(31)

commit to user

Sedangkan menurut Winataputra (2010: 8) pendidikan karakter dapat dimaknai

watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk

memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan

kebaikan itu dalam kehidupan

sehari-Pendidikan karakter akan memperluas wawasan para pelajar tentang

nilai-nilai moral dan etis yang membuat mereka semakin mampu mengambil

keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Dalam konteks ini,

pendidikan karakter yang diterapkan dalam lembaga pendidikan kita bisa menjadi

salah satu sarana pembudayaan dan pemanusiaan. Kita ingin menciptakan sebuah

lingkungan hidup yang menghargai hidup manusia, menghargai keutuhan dan

keunikan ciptaan, serta menghasilkan sosok pribadi yang memiliki kemampuan

intelektual dan moral yang seimbang sehingga masyarakat akan menjadi semakin

manusiawi.

Pendidikan karakter bukan sekadar memiliki dimensi integratif, dalam

arti mengukuhkan moral intelektual anak didik sehingga menjadi pribadi yang

kokoh dan tahan uji, melainkan juga bersifat kuratif secara personal maupun

sosial. Pendidikan karakter bisa menjadi salah satu sarana penyembuh penyakit

sosial. Pendidikan karakter menjadi sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan

dalam masyarakat kita.

Pendidikan karakter merupakan bagian dari kinerja sebuah lembaga

pendidikan yang di dalamnya terdapat berbagai macam keterlibatan individu dan

tata aturan kelembagaan. Pendidikan karakter dapat dipahami melalui dua cara,

seperti pendapat yang dikemukakan oleh Koesoema (2007: 124-125) yakni yang

pertama memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang

sifatnya lebih sempit (narrow scope to moral education). Dalam pemahaman ini, pendidikan karakter lebih berkaitan dengan bagaimana menanamkan nilai-nilai

tertentu dalam diri anak didik di sekolah. Paradigma ini menekankan pentingnya

penanaman nilai-nilai tertentu yang menjadi prioritas kelembagaan yang ingin

ditanamkan dalam diri anak didik sesuai dengan profil lulusan yang ingin dicapai

(32)

commit to user

Paradigma kedua melihat pendidikan karakter dari sudut pandang

pemahaman isu-isu moral yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan dalam

peristiwa pendidikan itu sendiri (educational happenings). Paradigma kedua ini, membahas secara khusus bagaimana nilai kebebasan itu tampil dalam kerangka

keputusan yang sifatnya tidak saja personal, melainkan juga kelembagaan, dalam

relasinya dengan unsur-unsur pendidikan dalam lingkungan sekolah, dan dalam

kaitannya dengan lembaga lain yaitu keluarga, instansi pemerintah, dan

masyarakat. Maka, pendidikan karakter bukan saja sebagai pembentukan moral

yang melibatkan keputusan individu secara personal, namun juga hubungan

kelembagaan.

Pembentukan dan pengembangan karakter sebagai upaya pendidikan

diharapkan dapat memberikan dampak positif baik bagi individu secara personal

maupun bagi lingkungannya. Pendidikan karakter berusaha mendidik para peserta

didiknya agar mampu mengambil keputusan dengan bijak serta berkomitmen atas

segala dampak keputusannya tersebut. Hal ini sesuai pendapat Megawangi (2004)

-anak agar

dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif

Terkait dengan upaya mendidik karakter para peserta didik, tidak lepas

dari aspek moral dan etika. Pembentukan dan pengembangan karakter

memerlukan keterlibatan semua aspek dimensi manusia baik kognitif, emosi,

maupun fisik, sehingga sistem pendidikan yang terlalu menekankan pada aspek

hafalan dan orientasi untuk lulus ujian tidak relevan dengan konsep pendidikan

karakter secara holistik. Dalam hal ini, Megawangi (2007) juga mengemukakan

proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga

akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hand Husaini,

(33)

commit to user

Karakter memberikan kualifikasi tertentu terhadap individu atas

pilihan mana yang diambilnya. Karakter menjadi suatu identitas atas pengalaman

yang telah dialami oleh seorang individu, sehingga kematangan karakter menjadi

kualitas pribadi yang dapat diukur. Seperti yang dikatakan oleh Foerster yaitu

kesatuan esensial antara si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang

dimilikinya. Karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi,

(Koesoema, 2007: 42). Karakter memberikan kekuatan dan penguatan atas

keputusan seorang individu, yang kemudian ditambahkan oleh Foerster memiliki

empat ciri, yaitu

1) Keteraturan interior melalui mana setiap tindakan diukur berdasarkan

hierarki nilai. Ini tidak berarti bahwa karakter yang terbentuk dengan baik

tidak mengenal konflik, melainkan selalu merupakan sebuah kesediaan

dan keterbukaan untuk mengubah dari ketidakteraturan menuju

keteraturan nilai.

2) Koherensi yang memberikan keberanian melalui mana seseorang dapat

mengakarkan diri teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing

pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang

membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi

meruntuhkan kredibilitas seseorang.

3) Otonomi. Yang dimaksud dengan otonomi di sini adalah kemampuan

seseorang untuk menginternalisasikan aturan dari luar sehingga menjadi

nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat melalui penilaian atas keputusan

pribadi tanpa terpengaruh atau desakan dari pihak lain.

4) Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang

untuk mengingini apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan

merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Maka, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya

pembentukan dan pengembangan karakter yang melibatkan semua aspek dimensi

(34)

commit to user

merasakan, dan melaksanakan perilaku yang baik (knowing the good, loving the good, and acting the good) sehingga menjadi habit atau kebiasaan yang terus

menerus dipraktikkan yang bersifat personal maupun sosial sebagai tanggung

jawab bersama pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orangtua.

c. Urgensi Pendidikan Karakter

Winataputra (2010: 10) menyampaikan urgensi dari pengejawantahan

komitmen nasional pendidikan karakter, secara kolektif telah dinyatakan pada

Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa sebagai

Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa,

yang dibacakan pada akhir Sarasehan Tanggal 14 Januari 2010, sebagai berikut:

1) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.

2) Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.

3) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua. Oleh karena itu, pelaksanaan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.

4) Dalam upaya merevitalisasi pendidikan dan budaya karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.

Sistem pendidikan saat ini terlalu berorientasi pada pengembangan

otak kiri yaitu pada ranah kognitif, dan kurang memperhatikan pengembangan

otak kanan pada ranah afektif. Tanpa mengesampingkan peran ranah

pengetahuan, namun pengembangan karakter lebih berkaitan dengan optimalisasi

fungsi otak kanan, yakni pada ranah afektif. Pada sisi lain, pembentukan karakter

harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek

knowledge, feeling, dan action. Pembentukan karakter memerlukan latihan yang terus menerus atau kontinyu. Pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan dan

pengembangan karakter yang melibatkan semua aspek dimensi manusia baik

(35)

commit to user

melaksanakan perilaku yang baik sehingga menjadi kebiasaan yang terus menerus

dipraktikkan.

Pendidikan karakter meskipun sudah sering digembor-gemborkan

sebagai suatu hal yang mendesak untuk segera ditindaklanjuti dalam kinerja

pendidikan, tampaknya belum sehebat grand design yang telah dibentuk pemerintah dalam implementasinya di lapangan. Pendidikan karakter dinilai telah

mengalami kemunduran. Lickona dalam Koesoema (2007: 119-122) menyebutkan

bahwa kemunduran pendidikan karakter dipengaruhi oleh berbagai macam asumsi

teoritis-filosofis yang berkembang seiring dengan berjalannya historis pemikiran

mengenai pendidikan karakter itu sendiri, yaitu antara lain:

Asumsi pertama berasal dari pandangan Darwinian tentang moralitas.

Moralitas dalam kerangka pandangan evolusi Darwin mengalami perubahan

signifikan dari waktu ke waktu. Semuanya mengalir, tidak tetap, termasuk

nilai-nilai moral yang diyakini dalam masyarakat. Merosotnya nilai-nilai-nilai-nilai moral, entah

dalam keluarga, dalam masyarakat, dll, dianggap sebagai bagian dari proses

evolusi ini. Mereka yang memiliki pandangan moral ala Darwin berpendapat

bahwa tentang nilai-nilai moral tidak ada yang tetap. Atau terhadapnya tidak dapat

diambil sebuah kesepakatan bersama. Dengan demikian, usaha pendidikan

karakter menjadi tidak relevan diterapkan di sekolah karena tentang moral ini

tidak ada sesuatu yang stabil yang bisa diajarkan kepada mereka.

Asumsi kedua, filsafat positivisme yang membedakan antara

fakta-fakta ilmiah yang teruji dengan bukti-bukti, dengan nilai (value) yang oleh kaum positivis dipahami sekadar sebagai ekspresi perasaan, bukan sebagai kebenaran

-satunya data yang dapat

diobservasi. Yang dimaksud dengan fakta adalah apa yang kasat mata dan dapat

diamati. Penghayatan nilai-nilai moral bagi kaum positivis bukan merupakan

sebuah fakta yang bisa diverifikasi secara nyata. Oleh karena itu, pendidikan

karakter yang banyak berurusan dengan nilai-nilai moral tak dapat dijadikan

materi untuk diperdebatkan secara publik dan karena itu juga tidak dapat

(36)

commit to user

Asumsi ketiga, personalisme yang menjunjung nilai-nilai subjektivitas,

otonomi, dan rasa tanggung jawab. Personalisme menekankan kebebasan individu

atas tanggung jawab moral pribadi. Personalisme mencoba mengembalikan

makna dan hakikat keberadaan individu sebagai pribadi di tengah cengkeraman

arus komunitaris. Personalisme berusaha mengembalikan individu sebagai subjek

yang bebas, bertanggungjawab atas perilaku dan keputusannya, terbuka kepada

yang lain, berorientasi pada kebaikan, sehingga menjadi proses promosi pribadi

yang dinilai berdasarkan totalitas fungsi yang dimilikinya, melalui proses evolutif

yang menyertainya, di mana secara faktual ia mengakarkan dirinya dalam

kehidupan sosial. Kebebasan individu dan tanggung jawab moral pribadi individu

atas keputusannya membuat pendidikan karakter yang mencoba menumbuhkan

pemahaman akan nilai-nilai moral cenderung bersifat internal, personal, dan

individual. Oleh karena itu, proyek bersama bagi pendidikan karakter yang

diterapkan di sekolah bisa dianggap sebagai intervensi atas otonomi dan tanggung

jawab indiviu bagi perilakunya.

Asumsi keempat, pluralisme sosio-politik-kultural. Pluralisme

senantiasa berkaitan dengan gagasan tentang keragaman, kejamakan, kekayaan,

yang dilekatkan pada berbagai macam konteks. Pluralisme sosial kultural

mengacu pada situasi sosial sebuah masyarakat yang sangat kompleks, yang

memiliki beraneka ragam pandangan dunia, konsep-konsep nilai dan skema

perilaku yang ada dalam suatu situasi tertentu. Dalam kerangka pendidikan,

pluralisme berarti metode dan objek pedagogis yang menunjuk pada proses

pembelajaran dan penginternalisasian perilaku toleran dan menghasilkan rasa

hormat pada nilai-nilai lain yang berbeda. Tantangan pendidikan karakter

berhadapan dengan pluralisme moral adalah relativisme dan permisivisme ini.

Relativisme moral membuat pendidikan karakter yang memiliki dimensi personal

dan sosial macet. Sementara, permisivisme membuat skema perilaku bersama

yang tidak selaras dengan nilai-nilai dan norma moral bisa meruyak masuk dalam

pendidikan karakter. Jika ini terjadi, pendidikan karakter tidak dapat dilaksanakan

secara efektif sebagai sebuah program bersama sebab senantiasa menemui

(37)

commit to user

d. Pilar Pendidikan Karakter

Dalam pendidikan karakter, Lickona (1992) menekankan pentingnya

moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau

aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, yakni untuk mengetahui, merasakan, dan

mempraktikkan karakter yang baik.

Moral knowing terdiri dari enam hal, yaitu moral awareness

(kesadaran moral), knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral),

perspective taking, moral reasoning, decision making, dan self knowledge. Moral

feeling juga sebagai aspek yang harus ditanamkan, yang terdri dari enam hal, yaitu

conscience (nurani), self esteem (percaya diri), empathy (merasakan penderitaan orang lain), loving the good (mencintai kebenaran), self control (mampu mengontrol diri), dan humility (kerendahan hati). Moral action ialah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata.

Tindakan moral ini merupakan hasil dari dua komponen karakter lainnya yakni

moral knowing dan moral feeling. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik, maka harus dilihat tiga aspek yang lain dari

karakter, yakni kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit). Pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan dan pengembangan

karakter bukan saja mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, namun

lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan. Perbuatan baik

sebagai hasil dari pengetahuan dan perasaan tentang moral diharapkan tidak hanya

dijalankan sesekali atau kadang-kadang saja, namun terus menerus hingga

menjadi kebiasaan untuk berbuat baik. Untuk itu, para penggiat pendidikan

karakter berupaya merumuskan pilar-pilar penting dalam pendidikan karakter.

Menurut Indonesia Heritage Foundation (IHF) dalam Kesuma, Triatna & Permana

(2011: 14), nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan antara lain:

1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya: berarti melaksanakan ajaran agama

(38)

commit to user

2) Kemandirian dan tanggung jawab: berarti tidak tergantung kepada orang

lain dan berusaha melaksanakan tugas dan kewajibannya

3) Kejujuran/amanah, bijaksana: perilaku yang didasarkan pada upaya

menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam

perkataan dan tindakan

4) Hormat dan santun: menghargai dan sopan terhadap orang lain

5) Dermawan, suka menolong dan gotong royong: suka memberi pada orang

lain yang membutuhkan

6) Percaya diri, kreatif, dan pekerja keras: percaya pada kemampuan diri,

selalu berusaha berinovasi untuk menghasilkan sesuatu yang baru,

bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas dan tidak mudah menyerah

7) Kepemimpinan dan keadilan: kemampuan mengoordinasi orang lain dan

tidak membeda-bedakan

8) Baik dan rendah hati: bersikap tidak menyombongkan kemampuan diri

9) Toleransi, kedamaian, dan kesatuan: menghargai perbedaan agama, suku

bangsa, pendapat, dan tindakan yang berbeda dari dirinya

Kesembilan pilar pendidikan karakter tersebut saling terkait, dan

mengesampingkan salah satu pilar dari pilar yang lainnya akan berpengaruh

terhadap proses pendidikan karakter secara holistik.

Sedangkan Kemendiknas (2010: 8-10) berpendapat bahwa

pengembangan nilai-nilai karakter diidentifikasi dari beberapa sumber, yaitu

agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yang menghasilkan 18

nilai-nilai karakter dengan deskripsinya, yakni sebagai berikut:

Tabel 2.1. Nilai-nilai Karakter dan Deskripsi

No. Nilai Deskripsi

1 Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain

2 Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam

perkataan, tindakan, dan pekerjaan

(39)

commit to user

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan

5 Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya

6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara

atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki

7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung

pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas

8 Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain

9 Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar

10 Semangat

kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya

11 Cinta tanah air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa

12 Menghargai

prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain

13 Bersahabat/ komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain

14 Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang

lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya

15 Gemar

membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya

16 Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi

17 Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan

18 Tanggung

jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa

(Sumber: Kemendiknas, 2010: 8-10)

(40)

commit to user

Pendidikan karakter secara umum dapat dipahami melalui dua

paradigma, seperti yang disampaikan oleh Koesoema (2007:136-137), yaitu

pertama, memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang

lebih sempit (narrow scope to moral education). Pendidikan karakter dalam pandangan ini berkaitan dengan bagaimana menanamkan nilai-nilai moral tertentu

dalam diri anak didik, seperti nilai-nilai yang berguna bagi pengembangan

pribadinya sebagai makhluk individual sekaligus sosial. Kedua, melihat

pendidikan karakter dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas,

terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan itu sendiri

(educational happenings). Paradigma kedua membahas secara khusus bagaimana nilai kebebasan itu tampil dalam kerangka hubungan yang sifatnya lebih

struktural, misalnya dalam hal pengambilan keputusan yang bersifat kelembagaan,

dalam relasinya pelaku pendidikan lain, seperti keluarga, masyarakat (sekolah,

lembaga agama, asosiasi, yayasan, dll), dan negara.

Jika kedua paradigma tersebut digabungkan, maka akan muncul

sebuah pemahaman baru tentang pendidikan karakter sebagai pedagogi.

Pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi memberikan perhatian pada tiga hal

penting bagi pertumbuhan manusia, yaitu perkembangan kemampuan kodrati

manusia sebagaimana yang dimiliki secara berbeda oleh setiap individu. Dalam

mengembangkan kemampuan kodrat ini manusia tidak dapat mengabaikan

relasinya dengan lingkungan sosial, di mana dalam relasi antara individu dan

masyarakat ini, manusia mengarahkan diri pada nilai-nilai. Pendidikan karakter

sebagai sebuah pedagogi memberikan tiga matra penting setiap tindakan edukatif

maupun campur tangan intensional bagi sebuah kemajuan pendidikan. Seperti

Maka, pembaruan dalam dunia pendidikan, serta penerapan program pendidikan

karakter dalam setiap lembaga pendidikan tidak dapat melepaskan diri dari tiga

Pendidikan karakter yang memberikan perhatian pada perkembangan

individu membuat pendidikan karakter memiliki fungsi pedagogis. Melepaskan

(41)

commit to user

karakter membuat setiap usaha pengembangan pendidikan karakter menjadi

timpang, superfisial, dan tidak efektif. Maka, matra individu, sosial, dan moral

mengacu pada unsur-unsur yang menjadi faktor pembentuk pendidikan karakter,

yang dijelaskan oleh Koesoema (2007:146-147) sebagai berikut

Matra individu dalam pendidikan karakter menyiratkan dihargainya

nilai-nilai kebebasan dan tanggungjawab. Nilai-nilai kebebasan inilah yang

menjadi prasyarat utama sebuah perilaku bermoral. Yang menjadi subjek yang

bertindak dan subjek moral adalah pribadi itu sendiri. Matra sosial mengacu pada

corak relasional antara individu dengan individu lain, atau dengan lembaga lain

yang menjadi cerminan kebebasan individu dalam mengorganisir dirinya sendiri.

Kehidupan sosial dalam masyarakat bisa berjalan dengan baik dan stabil karena

ada relasi kekuasaan yang menjamin kebebasan individu yang menjadi

anggotanya. Matra moral menjadi jiwa yang menghidupi gerak dan dinamika

masyarakat sehingga masyarakat tersebut menjadi semakin berbudaya dan

bermartabat. Tanpa ada matra moral ini, masyarakat akan hidup dalam suatu tirani

kekuasaan yang melecehkan individu dan menghalangi kebebasan.

Selanjutnya, terdapat berbagai pendekatan untuk memahami

pendidikan karakter. Seperti yang dikemukakan oleh Muslich (2011:106), yaitu

Menurut Hersh setidaknya ada lima pendekatan, yaitu pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pengembangan perilaku sosial. Elias mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi ini menurut Rest didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yaitu perilaku, kognisi, dan afeksi.

Berbagai pendekatan yang dikemukakan oleh berbagai pakar untuk

memahami pendidikan karakter sangat bermacam-macam, sehingga untuk

alasan-alasan praktis dalam penggunaannya di lapangan, berbagai pendekatan tersebut

diringkas menjadi lima tipologi pendekatan, yaitu pendekatan penanaman nilai,

Gambar

Tabel Halaman
Gambar Halaman
Tabel 2.1. Nilai-nilai Karakter dan Deskripsi
Gambar 2.1. Metode Pendidikan Karakter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pri paliativnem zdravljenju je zelo pomemben zaupen odnos med umirajočim bolnikom in zdravnikom.. Lev Miličinski)' Zdravnikova temeljna naloga Ie prisotnost, pa naj

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyerapan hukum Islam oleh masyarakat Kampung Marunda Pulo lebih kaafah yang berkaitan dengan hukum keluarga

Production of crude palm oil inched up 1.1 percent to 1.83 million tons, while exports climbed 8.1 percent to 1.61 million tons, the highest since August 2016, the survey showed..

Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan Hukum yang dimaksudkan untuk Pembinaan,

• Adalah suatu bentuk fasilitas yang menunjang kegiatan perpustakaan, misalnya ruang diskusi (serbaguna) , ruang multi media, musholla, jamban, gudang, tempat parkir,

[r]

Manusia yang meyakini adanya malaikat, maka tidak perlu memiliki. perasaan takut pada saat berkumpul dengan orang lain maupun pada

2018, STIKOM kresnayana yahya, digital