STUDI DESKRIPTIF TINGKAT KEMANDIRIAN EMOSIONAL SISWA KELAS IX SMP N 2 MLATI SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL
Chintya Sekar Septesa Dani Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dan membuat usulan topik-topik bimbingan klasikal.
Subjek penelitian adalah siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 107 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mengungkap kemandirian emosional yang terbagi dalam empat aspek, yaitu tidak mengidealkan orang tua,
dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya, bergantung kepada dirinya sendiri dan merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Teknik analisis data yang digunakan adalah kategorisasi tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan kriteria Azwar. Terdapat lima tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa: ada 4 (3, 74%) siswa yang tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang sangat tinggi, 68 (63, 55%) siswa tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang tinggi, 35 (32, 71%) siswa tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang sedang, dan tidak ada (0%) siswa yang tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang rendah dan sangat rendah.
ABSTRACT
DESKRIPTIVE STUDY LEVEL OF EMOTIONAL AUTONOMY OF THE NINETH GRADE STUDENTS AT 2 MLATI JUNIOR HIGH SCHOOL SLEMAN YOGYAKARTA
IN 2014/2015 ACADEMIC YEAR AND ITS IMPLICATION TOWARDS THE SUGGESTED TOPICS CLASSICAL GUIDANCE
Chintya Sekar Septesa Dani Sanata Dharma University
2014
This research aims to obtain a description of level of emotional autonomy of the nineth grade students at 2 Mlati Junior High School Sleman Yogyakarta in 2014/2015 academic year and its implication towards the suggested topics classical guidance.
The subject of this research is nineth grade students at 2 Mlati Junior High School Sleman Yogyakarta in 2014/2015 academic year, consisting of 107 students. The research instrument used is in the from of a quetionnaire that describes the emotional autonomy which was devided into four aspects, namely de-idealized, parents as people, nondependency and individuated. The technique of data analysis used is category of the level of emotional autonomy of the nineth grade students at 2 Mlati Junior High School Sleman Yogyakarta in 2014/2015 academic year based on Azwar’s criteria. There are five levels of students level of emotional autonomy, namely very high, high, moderate, low and very low.
The result shows that: 4 (3, 74%) students have very high level of emotional autonomy, 68 (63, 55%) students have high level of emotional autonomy, 35 (32, 71%) students have moderate level of emotional autonomy, and no one (0%) student have low and very high level of emotional autonomy.
SISWA KELAS IX SMP N 2 MLATI SLEMAN YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2014/2015 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh:
CHINTYA SEKAR SEPTESA DANI NIM: 101114020
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
STUDI DESKRIPTIF TINGKAT KEMANDIRIAN EMOSIONAL
SISWA KELAS IX SMP N 2 MLATI SLEMAN YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2014/2015 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL
SKRIPSIDiajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
CHINTYA SEKAR SEPTESA DANI NIM: 101114020
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Studi Deskriptif Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya terhadap
Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal
Oleh:
Chintya Sekar Septesa Dani NIM: 101114020
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
SKRIPSI
Studi Deskriptif Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya terhadap
Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal
Dipersiapkan dan ditulis oleh: Chintya Sekar Septesa Dani
NIM: 101114020
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 18 Desember 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Dr. Gendon Barus, M. Si ……….
Sekretaris : Juster Donal Sinaga, M. Pd ………..
Anggota : Dr. Gendon Barus, M. Si ………..
Anggota : Dr. M. M Sri Hastuti, M. Si ………..
Anggota : Dra. M. J Retno Priyani, M. Si ………..
Yogyakarta, 18 Desember 2014
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Dekan,
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang
telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan
kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula)
kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur”
(QS. Al Imran: 145)
Dari Abu Hurairah- Nashr berkata; yaitu dari Rasulullah SAW beliau bersabda:
“Berbaik sangka merupakan (pertanda) baiknya ibadah”
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
Kedua orang tuaku tercinta; mama Sri Mulyani dan papa Enget Yulianto
Adikku tersayang Sabda Girijati
Program Studi Bimbingan dan Konseling USD
Sahabat-sahabat BK 2010 A
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman Yogyakarta
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 18 Desember 2014
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Chintya Sekar Septesa Dani NIM : 101114020
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Studi Deskriptif Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempulikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap menantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 18 Desember 2014
ABSTRAK
STUDI DESKRIPTIF TINGKAT KEMANDIRIAN EMOSIONAL SISWA KELAS IX SMP N 2 MLATI SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN
2014/2015 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL
Chintya Sekar Septesa Dani Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dan membuat usulan topik-topik bimbingan klasikal.
Subjek penelitian adalah siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 107 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mengungkap kemandirian emosional yang terbagi dalam empat aspek, yaitu tidak mengidealkan orang tua, dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya, bergantung kepada dirinya sendiri dan merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Teknik analisis data yang digunakan adalah kategorisasi tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan kriteria Azwar. Terdapat lima tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa: ada 4 (3, 74%) siswa yang tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang sangat tinggi, 68 (63, 55%) siswa tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang tinggi, 35 (32, 71%) siswa tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang sedang, dan tidak ada (0%) siswa yang tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang rendah dan sangat rendah.
DESKRIPTIVE STUDY LEVEL OF EMOTIONAL AUTONOMY OF THE NINETH GRADE STUDENTS AT 2 MLATI JUNIOR HIGH SCHOOL SLEMAN YOGYAKARTA IN 2014/2015 ACADEMIC YEAR AND ITS IMPLICATION TOWARDS THE SUGGESTED TOPICS CLASSICAL
GUIDANCE
Chintya Sekar Septesa Dani Sanata Dharma University
2014
This research aims to obtain a description of level of emotional autonomy of the nineth grade students at 2 Mlati Junior High School Sleman Yogyakarta in 2014/2015 academic year and its implication towards the suggested topics classical guidance.
The subject of this research is nineth grade students at 2 Mlati Junior High School Sleman Yogyakarta in 2014/2015 academic year, consisting of 107 students. The research instrument used is in the from of a quetionnaire that describes the emotional autonomy which was devided into four aspects, namely de-idealized, parents as people, nondependency and individuated. The technique of data analysis used is category of the level of emotional autonomy of the nineth grade students at 2 Mlati Junior High School Sleman Yogyakarta in 2014/2015 academic year based on
Azwar’s criteria. There are five levels of students level of emotional autonomy, namely very high, high, moderate, low and very low.
The result shows that: 4 (3, 74%) students have very high level of emotional autonomy, 68 (63, 55%) students have high level of emotional autonomy, 35 (32, 71%) students have moderate level of emotional autonomy, and no one (0%) student have low and very high level of emotional autonomy.
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul Studi Deskriptif Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal.
Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan di FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian
ini dapat terselesaikan berkat bantuan, dukungan, saran-saran dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Dr. Gendon Barus, M. Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma.
3. R. H. Dj. Sinurat, M. A., selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan
petunjuk, pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Rini Trimurti, M. Pd., selaku Kepala SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang
telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian.
5. Sukemi, S. Pd., selaku Koordinator BK di SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta
kerjasama saat pelaksanaan penelitian.
7. Sri Mulyani dan Enget Yulianto; kedua orangtua yang selalu memberikan cinta,
kasih sayang, doa dan dukungan.
8. Sabda Girijati; adik yang selalu memberi semangat dan dukungan.
9. Keluarga besar R. Dulhadi dan keluarga besar Saguh S atas semua dukungannya.
10.Keluarga baru di Yogyakarta; Budhe, Pakdhe, Mbak Neri, Mbak Raras, Mbak
Dita yang selalu membantu penulis selama di Yogya.
11.Angela Rosari, Erni Kristi, Bernadeta, Yunni PS, Aneke, Rima, Prisca, Peni
Cristanti, Andria, Christian Hendra, Josaphat Joko, Anang Cahyono, Yosef Tri
yang selalu memberi semangat dan terima kasih atas persahabatan ini.
12.Teman-teman BK 2010 A yang selalu memberikan dukungan dan selalu kompak.
13.Keluarga baru kost “Mushala”; Mbak Ani, Mbak Wulan, Dek Nining, Dek
Wahyu, Dek Putri, Dek Dyah yang selalu memberi semangat.
14.Mitra Perpustakaan Paingan USD; Mbak Odil, Mbak Nasa, Mbak Prima, Mbak
Nisa, Mbak Anna, Mbak Lana, Mbak Rea, Mbak Tika, Mbak Lala, Mbak Herlina,
Mas Hani, Mas Fandra, Mas Yoha, Mas Agung, Iwan, Remma, Nia, Tata, Istri, Yovi, Erni, Agnes yang selalu memberi motivasi.
15.Semua rekan dan pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu; terima kasih
dukungannya.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiiiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
E. Definisi Operasional Variabel ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
A. Kemandirian ... 7
1. Pengertian Kemandirian ... 7
2. Aspek-Aspek Kemandirian... 8
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandiri... 9
B. Emosi ... 12
1. Arti Emosi... 12
2. Macam-Macam Emosi... 13
C. Kemandirian Emosional ... 14
D. Masa Remaja ... 18
1. Pengertian Masa Remaja ... 18
2. Karakteristik Masa Remaja ... 19
E. Bimbingan Klasikal ... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23
A. Jenis Penelitian ... 23
B. Subjek Penelitian ... 23
C. Instrumen Penelitian ... 24
D. Teknik Pengumpulan Data ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN TOPIK-
TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL………. 34
A. Tingkat Kemandirian Emosional Para Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015………. 34 B. Pembahasan ... . 36
C. Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal yang Sesuai untuk Meningkatkan Kemandirian Emosional Para Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang Kemandirian Emosionalnya Masih Rendah... 38
BAB V PENUTUP ... 44
A. Kesimpulan ... 44
B. Saran... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 46
Halaman
Tabel 1: Rincian Jumlah Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ... 24
Tabel 2: Hasil Penghitungan Koefisien Korelasi Item Instrumen Penelitian ... 28
Tabel 3: Kriteria Guilford ... 29
Tabel 4: Kisi-Kisi Kuesioner Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX Setelah Uji Coba ... 30
Tabel 5: Norma Kategorisasi ... 33
Tabel 6: Tingkat Kemandirian Emosional Para Siswa Kelas IX SMP N 2
Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ... 35
Tabel 7: Penggolongan Item Kemandirian Emosional Para Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015
Berdasarkan Tinggi Rendahnya Skor ... 39
Tabel 8: Item-Item Kuesioner Kemandirian Emosional Para Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 yang Menunjukkan bahwa Kemandirian Emosional Siswa Rendah dan Sedang ... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1: Hasil Penghitungan Taraf Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner Uji Coba ... 49
Lampiran 2: Kuesioner Siswa ... 54
Lampiran 3: Tabulasi Data Penelitian... 58
Lampiran 4: Satuan Pelayanan Bimbingan Klasikal ... 64
PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel.
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia terlahir dalam kondisi yang tidak berdaya dan akan
tergantung pada orang tua atau orang-orang yang berada di lingkungannya hingga
waktu tertentu. Seiring berlalunya waktu dan perkembangan selanjutnya, seorang
anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua
dan belajar untuk mandiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami
oleh semua makhluk hidup (Mutadin: 2002).
Pada masa remaja, terdapat tugas perkembangan yang harus diselesaikan
antara lain mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya. Remaja yang mencapai kemandirian emosional mampu mengembangkan
kasih sayang terhadap orang tua, menunjukkan perasaan hormat terhadap orang
tua dan orang dewasa lainnya serta membina ikatan emosional terhadap lawan
jenis (Prayitno, 2006: 45). Remaja terkadang harus menentang, berdebat,
bertarung pendapat dan mengkritik dengan pedas sikap-sikap orang tua dalam
mencapai kemandirian emosional. Hal ini menyebabkan konflik berkepanjangan
sehingga timbul sikap pertentangan dan hubungan yang semakin jauh antara
Di tengah berbagai gejolak perubahan yang terjadi di masa remaja, banyak
remaja yang mengalami kekecewaan dan rasa frustrasi mendalam terhadap orang
tua. Akibatnya remaja yang bersangkutan tidak memiliki motivasi belajar,
kehilangan gairah untuk sekolah dan tidak jarang justru berakhir dengan drop out
dari sekolah (Mutadin: 2002).
Mencermati kenyataan tersebut, dibutuhkan dukungan dan dorongan dari
keluarga serta lingkungan di sekitarnya untuk dapat mencapai kemandirian
emosional. Guru pembimbing juga mempunyai peran yang besar dalam proses
pembentukan kemandirian emosional siswanya. Guru pembimbing diharapkan
dapat memberikan kesempatan pada siswa agar dapat mengembangkan
kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan
mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala
perbuatannya. Dengan demikian siswa akan dapat mengalami perubahan dari
keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi mandiri.
Jika kemandirian emosional tidak dicapai, hal ini bisa saja dapat
menghambat perkembangan psikologis remaja di masa mendatang (Mutadin:
2002). Apabila remaja masih bergantung pada orang tuanya dan belum memiliki
kemandirian yang sesuai dengan usianya, remaja akan mengalami kesulitan
membangun hubungan heteroseksual, mengejar pekerjaan dengan rasa percaya
diri atau mendapatkan identitas diri yang jelas (Conger: 1991 dalam Permana,
dirinya selalu merasa enak, mereka terlihat kurang kompeten, kurang percaya diri,
kurang berhasil dalam belajar dan bekerja dibanding dengan remaja yang
mencapai kebebasan emosional.
Perkembangan kemandirian emosional pada remaja merupakan salah satu
isu yang sama penting dan menarik untuk diuji secara serius. Pentingnya kajian
secara serius terhadap isu perkembangan kemandirian remaja didasarkan pada
pertimbangan bahwa bagi remaja, pencapaian kemandirian merupakan dasar
untuk menjadi orang dewasa. Kemandirian dapat mendasari orang dewasa dalam
menentukan sikap, mengambil keputusan dengan tepat, serta keajegan dalam
menentukan dan melakukan prinsip-prinsip kebenaran dan kebaikan. Pentingnya
kemandirian dimiliki oleh remaja juga tampak dari komitmen profesi bimbingan
dan konseling yang menyarankan bahwa bimbingan dan konseling pada jalur
pendidikan formal adalah bimbingan dan konseling yang memandirikan (Ditjen
PMPTK 2007 dalam Budiman: 2012). Guru pembimbing hendaknya mampu
membuat program yang relevan untuk mengembangkan kemandirian siswa,
karena bimbingan dan konseling di sekolah juga berfungsi dalam memandirikan
siswanya.
Banyak siswa yang masih tergantung kepada orang tua dalam
memutuskan sesuatu dan siswa merasa cemas dan takut jika ia tidak mengikuti
Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 pada kelas IX. Untuk itu guru
pembimbing perlu mampu menyajikan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk
mengembangkan kemandirian emosional siswa. Hal ini perlu dilakukan karena
para siswa juga perlu mampu mengembangkan kemandirian emosionalnya
sebagai bekal menghadapi tantangan dan tugas perkembangan di masa dewasa.
Maka diperlukanlah sebuah penelitian untuk menjawab seberapa tinggi tingkat
kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Yogyakarta tahun ajaran
2014/2015 guna mendukung perkembangannya sebagai pribadi.
B. Rumusan Masalah
Penelitan ini difokuskan untuk mengetahui tingkat kemandirian emosional
siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015. Pertanyaan
yang dijawab adalah sebagai berikut:
1. Seberapa tinggi tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati
Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015?
2. Topik-topik bimbingan klasikal mana yang sesuai untuk membantu siswa
kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang masih tergolong rendah
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati
Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.
2. Merumuskan topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai untuk meningkatkan
kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta,
yang masih termasuk rendah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Sekolah:
a. Sebagai bahan informasi dan refleksi bagi tenaga pendidik mengenai
tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman
Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.
b. Sebagai bahan informasi dan refleksi bagi konselor dalam memberikan
topik-topik bimbingan klasikal yang berkaitan dengan kemandirian
emosional.
2. Peneliti:
a. Sebagai bahan informasi bagi peneliti tentang tingkat kemandirian
emosional pada siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun
b. Dapat mengetahui topik-topik bimbingan klasikal yang relevan untuk
mengembangkan kemandirian emosional siswa.
E. Definisi Operasional Variabel
1. Kemandirian adalah kemampuan orang tanpa tergantung pada orang lain.
2. Kemandirian emosional siswa adalah kemampuan siswa untuk tidak
tergantung pada orang lain dengan tidak mengidealkan orang tuanya, dapat
memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya, bergantung kepada
dirinya sendiri, danbertanggung jawab atas dirinya sendiri.
3. Bimbingan klasikal adalah bimbingan yang akan diberikan guru BK kepada
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi uraian tentang kemandirian, emosi, kemandirian emosional,
remaja dan bimbingan klasikal.
A. Kemandirian
1. Pengertian Kemandirian
Kemandirian berasal dari kata “autonomy” yaitu kesanggupan untuk berdiri sendiri dengan keberanian dan tanggung jawab atas segala tingkah
laku sebagai manusia dewasa dalam melaksanakan kewajibannya guna
memenuhi kebutuhannya sendiri (Kartono, 1990 dalam Rini, 2012: 62-63).
Orang yang mandiri adalah individu yang mampu mengekspresikan dirinya
secara bebas tanpa adanya kontrol dari luar (Kartono, 1999 dalam Yessica,
2008: 8).
Mu’tadin (2002) juga mengatakan bahwa kemandirian mengandung
pengertian suatu keadaan dimana seorang individu memiliki hasrat untuk
bersaing demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan berusaha
untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam
mengerjakan tugas-tugasnya dan bertanggung jawab terhadap apa yang
dilakukannya. Djiwandono (2002: 102-103) mengatakan bahwa dengan
mengajarkan kemandirian remaja dibantu untuk memenuhi kebutuhannya.
Jadi kemandirian merupakan kemampuan orang untuk tidak tergantung pada
Kemandirian penting dimiliki remaja dan harus dicapai dalam proses perkembangan remaja. Steinberg (2002: 288) menjelaskan bahwa “for most adolescents, establishing a sense of autonomy is as important a part of becoming an adult as is establishing a sense of identity. Becoming an autonomous person –a self governing person- is one of the fundamental tasks of the adolescent years”.
Steinberg (2002: 290) menyatakan bahwa terdapat tiga jenis
kemandirian remaja, yaitu kemandirian emosional, kemandirian tingkah laku
dan kemandirian nilai. Kemandirian emosional adalah kemampuan orang
untuk tidak tergantung pada orang tua dengan tidak mengidealkan orang
tuanya, dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya,
bergantung kepada dirinya sendiri, dan bertanggung jawab atas dirinya
sendiri. Kemandirian tingkah laku adalah kemampuan seorang dalam
membuat keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya
secara bertanggungjawab. Kemandirian nilai merupakan kemampuan untuk
menentukan mana yang benar dan mana yang salah, apa yang penting dan apa
yang tidak penting.
2. Aspek-Aspek Kemandirian
Havighurst (Mu’tadin: 2002) menyatakan bahwa kemandirian terdiri
dari beberapa aspek yaitu:
a. Emosi: aspek ini merupakan kemampuan mengontrol emosi dan tidak
b. Ekonomi: aspek ini merupakan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak
bergantung kepada kebutuhan ekonomi pada orang tua.
c. Intelektual: aspek ini merupakan kemampuan untuk mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi.
d. Sosial: aspek ini merupakan kemampuan untuk mengadakan interaksi
dengan orang lain dan tidak bergantung atau menunggu aksi dari orang
lain.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian
(Masrun dkk: 1986, dalam Listyaningrum, 2007: 26) adalah sebagai berikut:
a. Usia
Sarwono (2009, dalam Listyaningrum, 2007: 26) mengatakan bahwa
anak-anak terutama pada fase pertama perkembangannya berada dalam
keadaan yang selalu tergantung dan selalu meminta tolong pada orang
tuanya. Tanpa ada pertolongan, anak tidak dapat melanjutkan hidupnya.
Semakin anak berkembang menuju arah kedewasaan, sifat
menggantungkan diri pada orang lain semakin berkurang dan akhirnya
dapat berdiri sendiri.
b. Jenis kelamin
Penelitian yang dilakukan Masrun (1986, Listyaningrum, 2007: 26)
kelamin. Sesuai dengan peranannya, laki-laki diharapkan menjadi kuat,
mandiri, agresif, mampu memanipulasi lingkungan, berprestasi serta dapat
membuat keputusan. Dalam kehidupan sosial, laki-laki diharapkan mampu
berkompetisi, tegas dan dominan, sedangkan perempuan diharapkan lebih
tergantung, sensitif dan keibuan.
c. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sika dan tata laku
seseorang/kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pngajaran dan pelatihan (KBBI 4). Dengan belajar, seseorang dapat
memajukan dirinya sendiri sehingga orang yang bersangkutan memiliki
keinginan memutuskan sesuatu secara tepat tanpa bergantung pada orang
lain.
d. Perlakuan orang tua
Cara orang tua membiasakan anak untuk bertindak mandiri pada usia
awal, telah banyak mempengaruhi kemandiriannya pada masa remaja dan
dewasa. Jika sejak kecil orang tua sudah membiasakan anak untuk
bersikap mandiri, membiasakan anak untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri, memberi dorongan, pujian terhadap sikap mandiri anak, maka
e. Intelegensi
Intelegensi membuat individu cenderung menetapkan tujuan tertentu
sehingga individu akan semakin memiliki inisiatif dalam menentukan
tujuan dan tidak mudah dipengaruhi orang lain. Semakin cerdas
seseorang, semakin mandiri ia dalam menentukan keputusan.
f. Urutan kelahiran
Anak dengan urutan kelahiran tertentu dalam keluarga cenderung
memiliki kepribadian yang khas. Hurlock (1980, Listyaningrum, 2007:
26) menyatakan bahwa orang tua dan saudara cenderung memberi
perlakuan pada anak sulung, anak tengah, anak bungsu maupun anak
tunggal serta anak kembar secara berbeda-beda. Demikian pula
harapan-harapan yang diberikan kepada masing-masing anak, sehingga
kemandirian yang dimiliki anak pun berbeda-beda.
g. Interaksi sosial
Kemampuan seorang remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan
sosial dengan melakukan penyesuaian diri yang baik akan mendukung
perilaku bertanggung jawab, mempunyai perasaan aman dan mampu
menyelesaikan permasalahan dengan tidak mudah menyerah akan
mendukung tingkah laku untuk mandiri (Hurlock: 1980, dalam
B. Emosi
1. Arti Emosi
Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e-“ untuk memberi arti
“bergerak menjauh” (Goleman, 2007:7). Oxford English Dictionary
mendefinisikan emosi sebagai “setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,
perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap”
(Goleman, 2007: 411).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 4) emosi diartikan
sebagai keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan,
kesedihan, keharuan, kecintaan). Emosi adalah cara bersikap dari tubuh
karena berada dalam kondisi tertentu (Sartre: 2002). Emosi juga didefinisikan
sebagai reaksi penilaian (positif dan negatif) yang kompleks dari sistem syaraf
seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam dirinya sendiri
(Sarwono, 2009: 124). King (2010) menjelaskan bahwa emosi (emotion) adalah perasaan atau afeksi yang dapat melibatkan rangsangan fisiologis,
pengalaman disadari dan ekspresi perilaku.
Perbedaan antara emosi dan perasaan tidak dapat dinyatakan dengan
tegas, karena keduanya merupakan suatu kelangsungan kualitatif yang tidak
disimpulkan emosi adalah suatu perasaan yang sedemikian intensif sehingga
timbul perubahan fisiologis dan dorongan untuk berperilaku tertentu.
2. Macam-Macam Emosi
Menurut Goleman (2007: 411) ada beberapa golongan emosi yaitu:
a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,
terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan,
benci.
b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri,
kesepian, ditolak dan putus asa.
c. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, waspada, sedih, tidak
tenang, ngeri, takut sekali.
d. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, terhibur, bangga,
kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, dll.
e. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,
bakti, hormat, kasmaran, kasih.
f. Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.
g. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
h. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati yang
Winkel dan Sri Hastuti (2004: 384) mengelompokkan emosi/perasaan
ke dalam dua golongan, yaitu perasaan senang dan perasaan tidak senang.
Perasaan senang meliputi: merasa akrab, antusias, bahagia, bebas, bergairah
atau bersemangat, bangga, bersukacita, cocok, cinta, diakui, damai, enak, geli,
kagum, betah, lega, mantap, nyaman, nikmat, optimis, pantas, puas, penuh
harapan, penuh harga diri, riang, rindu, syukur, santai, simpati, sabar,
terlindung, terhibur, tenang, tertarik, terharu, tabah, terpukau, terpesona,
tergugah dan suka. Sedangkan perasaan tidak senang meliputi: apatis, antipati,
asing, benci, bingung, bosan, berat hati, berdukacita, bersalah, curiga,
cemburu, canggung, diabaikan, dihina, dendam, dingin, dikerjai, gugup,
heran, hampa, hancur, iri hati, jengkel, jera, jauh, khawatir, kecewa, kesepian,
kehilangan, iba, kecil hati, lesu, lemah, malu, marah, malas, merana, muak,
jijik, pesimis, putus asa, pasrah, panik, patah hati, panas hati, ragu-ragu,
prihatin, risih, rendah, sedih, sakit hati, segan, masgul, terancam, tertipu,
takut, terkejut, terpukul, tertekan, terpakas, tidak tega, tidak mampu,
tersinggung, tersiksa, terganggu, tersayat, terpojok, tersesat, tercekam, tak
berdaya, tegang, goyah, terasing dan duka.
C. Kemandirian Emosional
Kemandirian emosional merupakan kemampuan orang untuk tidak
tergantung pada orang tua dengan tidak mengidealkan orang tuanya, dapat
sendiri, dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri (Steinberg: 2002: 290).
Kemandirian emosional berhubungan dengan perubahan kedekatan atau
keterikatan hubungan emosional antara anak dengan orangtua. Remaja berusaha
untuk melepaskan diri dari ikatan kekanak-kanakan dengan orangtua. Rice (1996,
dalam Dini: 2010) berpendapat bahwa hubungan antara orangtua dan anak akan
mengalami perubahan sangat cepat, terutama sekali pada saat anak memasuki usia
remaja pada saat mana anak sudah dapat mengurus dirinya sendiri, sehingga
waktu yang diluangkan orang tua untuk anak remajanya akan semakin berkurang.
Beyers & Goosens (Dini: 2010) menjelaskan bahwa kemandirian emosional harus
dicapai oleh remaja dengan melepaskan diri dari ketergantungan kepada orang
lain, belajar mengontrol diri sendiri dan mengenali orang tua sebagai teman yang
dapat dipercaya, bukan lagi sebagai model yang harus ditiru.
Sesungguhnya tidak mudah bagi remaja dalam memperjuangkan
kemandirian emosionalnya. Kesulitannya terletak pada upaya pemutusan ikatan
infantile (sifat kekanak-kanakan) yang telah berkembang dan dinikmati dengan penuh rasa nyaman selama masa kanak-kanak. Bahkan pemutusan ikatan infantile
itu seringkali menimbulkan reaksi yang sulit dipahami (misunderstood) bagi kedua belah pihak, yaitu remaja dan orang tua (Rice, 1996 dalam Budiman:
2012). Terkadang remaja sering kali kesulitan dalam memutuskan simpul-simpul
itu mereka kadang-kadang harus menentang keinginan dan aturan orang tua
(Budiman: 2012).
Ada empat aspek kemandirian emosional (Steinberg: 2002: 292), yaitu:
1. Remaja tidak Mengidealkan Orang Tuanya
Remaja tidak mengidealkan orang tuanya atau disebut juga dengan de-idealized; dapat juga diartikan bahwa remaja memiliki pandangan bahwa ia tidak harus selalu sama seperti dengan keinginan orang tuanya. Remaja tidak
lagi memandang orang tua sebagai orang yang mengetahui dan menguasai
segalanya (Steinberg: 2002: 291), sehingga remaja tidak lagi tergantung
kepada orang tua saat menentukan sesuatu. Remaja dapat memandang orang
tua bahwa orang tua juga terkadang membuat kesalahan. Remaja tidak lagi
memandang orangtua sebagai orang yang serba tahu, benar dan memiliki
kekuasaan. Oleh karena itu, pada saat menentukan sesuatu mereka tidak lagi
bergantung kepada dukungan emosional orangtuanya. Remaja juga dapat
mengerti keterbatasan orang tuanya.
Penelitian yang dilakukan Smollar dan Younis tahun 1985 (Budiman:
2012) menyatakan bahwa tidak mudah bagi remaja untuk melakukan de-idealized. Mereka masih menganggap orang tua sebagai orang yang serba tahu, benar, dan berkuasa atas dirinya. Mereka terkadang sulit untuk
2. Remaja Dapat Memandang Orang Tua sebagai Orang Dewasa Lainnya
Remaja dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya
berartiremaja memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan orangtua, baik
sebagai orangtua sesungguhnya maupun sebagai teman dalam mendiskusikan
berbagai hal (Steinberg, 2002: 291). Remaja melihat orang tua sebagai
individu selain sebagai orang tuanya dan berinteraksi dengan orang tua tidak
hanya dalam hubungan orang tua-anak tetapi juga dalam hubungan antar
individu (Budiman, 2012: 7). Remaja juga dapat menolak pendapat orang tua
dan remaja dapat mengungkapkan perasaannya dengan bebas pada orang
tuanya. Selain itu, dalam berinteraksi dengan orang tua, remaja tetap dapat
menampilkan emosi cinta kepada orang tua.
3. Remaja Bergantung kepada Dirinya Sendiri
Remaja bergantung kepada dirinya sendiri (non-dependency)
merupakan suatu tingkat dimana remaja memiliki sikap yang lebih bergantung
kepada kemampuan sendiri daripada meminta bantuan orangtua. (Steinberg,
2002: 292). Remaja pada umumnya memiliki kekuatan emosi yang hebat
untuk dapat menyelesaikan berbagai permasalahan di luar keluarga dan dalam
kenyataannya remaja merasa lebih dekat dengan teman dibanding dengan
orangtua (Steinberg, 2002: 291).
Remaja yang memiliki kemandirian emosional yang tinggi, mampu
orangtua atau orang dewasa lain ketika menghadapi masalah. Saat remaja
memiliki suatu kesalahan, mereka tidak selalu bergantung kepada orang tua
untuk mencari jalan keluar.
4. Remaja Merasa Bertanggung Jawab Atas Dirinya Sendiri
Remaja merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri (individuated)
artinya remaja merasa mampu menampilkan perilaku yang lebih
bertanggungjawab dalam hubungannya dengan orangtua. Remaja tidak begitu
saja datang ataupun meminta bantuan kepada orang tua jika mendapat
kesulitan, kesedihan, kekecewaan dan kekhawatiran (Steinberg, 2002: 292).
Remaja mampu melihat perbedaan antara pandangan orang tua dengan
pandangannya sendiri tentang dirinya dan menunjukkan perilaku yang lebih
bertanggung jawab. Ia mampu bertanggung jawab sehingga dapat mengatasi
perasaannya sendiri dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya
sendiri. Remaja juga dapat mengontrol dan mengendalikan emosi yang
ditampilkannya.
D. Masa Remaja
Bahasan mengenai masa remaja sangat penting dalam penelitian ini karena
kemandirian emosional juga berkaitan dengan tugas perkembangan remaja. Salah
satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai kemandirian emosional dari
orang tua dan orang dewasa lainnya. Selain itu, kebanyakan remaja melewati
1. Pengertian Masa Remaja
Istilah adolescence atau masa remaja berasal dari kata Latin
adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence mempunyai arti
yang lebih luas yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan
fisik (Hurlock, 1995: 206).
Masa remaja adalah tahapan yang dilalui sesudah tahap kanak-kanak
menuju masa dewasa. Masa remaja berada dalam kisaran usia 11-19 tahun.
Masa ini juga disebut usia sekolah dan merupakan masa perubahan dan masa
menghadapi berbagai pengalaman baru. Masa remaja adalah masa peralihan
dari masa anak ke masa dewasa yang tidak lagi dapat digolongkan ke dalam
golongan anak, tetapi juga belum sepenuhnya ada dalam golongan orang
dewasa (Haditono: 2006).
Masa remaja menjadi dua periode, yaitu periode awal dan akhir
(Santrock, 2007: 6-7). Masa remaja awal (early adolescence) kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah
akhir. Masa remaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan.
2. Karakteristik Masa Remaja
Desmita (2009: 37) menjelaskan bahwa masa remaja (12-21 tahun)
kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian
jati diri (ego identity). Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu:
a. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.
b. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
c. Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif.
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya.
e. Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat
dan kemampuannya.
f. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan
memiliki anak.
g. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang
diperlukan sebagai warga negara.
h. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.
i. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam
bertingkah laku.
Disamping karakteristik remaja yang telah dikemukakan di atas, dalam
masa remaja terdapat gejala-gejala yang sering disebut dengan gejala negative phase. Hurlock menguraikan tentang negative phase sebagai berikut: keinginan untuk menyendiri (desire of isolation), berkurang kemauan untuk bekerja (disinclination to work), kurangnya koordinasi fungsi-fungsi tubuh
(incoordination), kejemuan (boredom), kegelisahan (restlessness),
pertentangan sosial (social antagonism), penantangan terhadap kewibawaan orang dewasa (resistance to authority), kepekaan perasaan (heightened emotionality), kurang percaya diri (lock of self-confidence), mulai timbul minat pada lawan jenis (preoccupation with sex), kepekaan perasaan susila (excessive modesty), dan kesukaan berkhayal (day dreaming) (Mappiare, 1982: 32).
E. Bimbingan Klasikal
Bimbingan adalah proses membantu individu untuk memahami
dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya (Winkel dan Hastuti, 2004: 1).
Bimbingan klasikal merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal
masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari
pengalaman pendidikan bagi dirinya sendiri (Winkel, 1997:519). Bimbingan
klasikal bermanfaat bagi tenaga bimbingan dan juga bagi para siswa (Winkel dan
Hastuti, 2004: 565-566). Manfaat bimbingan klasikal bagi tenaga bimbingan
1. Mendapat kesempatan dapat berkontak langsung dengan para siswa sekaligus
mengenal banyak siswa.
2. Kegiatan yang dilakukan dalam kelompok sangat menghemat waktu dan
tenaga dalam memberikan informasi yang diperlukan.
3. Memperluas ruang geraknya, terlebih jika tenaga pembimbingnya hanya satu
atau dua orang.
Bagi para siswa manfaat bimbingan klasikal antara lain:
1. Menjadi lebih sadar akan tantangan yang dihadapi sehingga mereka
memutuskan untuk berwawancara dengan konselor. Dalam hal ini siswa
diajak untuk terbuka kepada konselor.
2. Lebih rela menerima dirinya sendiri, setelah menyadari bahwa
teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerap
kali sama.
3. Lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri.
4. Siswa mendapat kesempatan untuk mendiskusikan suatu hal bersama.
5. Siswa menjadi lebih menerima suatu pandangan atau pendapat bila
dikemukakan oleh seorang teman. Dalam kegiatan ini siswa diberi
kesempatan oleh konselor untuk memberi nasehat kepada temannya.
6. Siswa tertolong untuk mengatasi suatu masalah yang dirasa sulit untuk
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab III ini berisi uraian mengenai jenis penelitian, subjek penelitian,
instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas dan teknik pengumpulan data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang
diolah dengan metode statistika (Azwar, 2013: 7). Dari kedalaman
analisisnya, penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif deskriptif.
Penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran secara
sistematik dan akurat fakta serta karakteristik mengenai populasi atau
mengenai bidang tertentu (Azwar, 2013: 7). Sejalan dengan pengertian
tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tingkat
kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta
tahun ajaran 2014/2015. Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, akan
diusulkan topik-topik bimbingan klasikal untuk mengembangkan
kemandirian emosional siswa.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman
Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015. Jumlah kelas IX di SMP N 2 Mlati
Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 sebanyak empat kelas, yaitu kelas
semua siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun 2014/2015
menjadi subjek penelitian.
Ada tiga alasan dipilihnya SMP N Mlati Sleman Yogyakarta sebagai
tempat penelitian, yaitu: (1) SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta mudah
dijangkau oleh peneliti, (2) SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta pernah
menjadi tempat bagi peneliti melaksanakan Program Pengalaman Lapangan
Bimbingan dan Konseling (PPLBK), (3) siswa SMP N 2 Mlati Sleman
Yogyakarta tergolong remaja yang berusia 13 sampai 15 tahun. Rincian
jumlah siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran
2014/2015 ada pada tabel 1.
Tabel 1
Rincian Jumlah Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015
Kelas Jumlah
IX A 32
IX B 32
IX C 32
IX D 30
Total 126
C. Instrumen Penelitian
1. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Kuesioner Kemandirian Emosional. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya
berdasarkan aspek-aspek kemandirian emosional yang dikemukakan
Steinberg (2002: 292). Kuesioner terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian
pertama memuat tujuan kuesioner dan petunjuk kuesioner. Bagian kedua
memuat pernyataan-pernyataan tentang kemandirian emosional siswa
kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian menggunakan empat opsi atau
alternatif jawaban yaitu “Selalu” (S), “Sering” (Sr), “Jarang” (J) dan
“Tidak Pernah” (TP).
2. Pemberian Skor
Pemberian skor untuk setiap alternatif jawaban untuk
masing-masing item pernyataan adalah sebagai berikut:
a. Untuk pernyataan yang bersifat favorable (pernyataan positif), alternatif jawaban S (Selalu) diberi skor 4, alternatif jawaban Sr
(Sering) diberi skor 3, alternatif jawaban J (Jarang) diberi skor 2 dan
alternatif jawaban TP (Tidak Pernah) diberi skor 1.
b. Untuk masing-masing pernyataan unfavorable (pernyataan negatif), alternatif jawaban S (Selalu) diberi skor 1, alternatif jawaban Sr
(Sering) diberi skor 2, alternatif jawaban J (Jarang) diberi skor 3 dan
3. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti kemampuan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur atau sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya (Azwar, 2009: 5). Validitas yang diperiksa dalam penelitian ini
adalah validitas isi (content validity). Validitas isi merupakan validitas yang mengukur elevasi item kuesioner dengan indikator keperilakuan dan
tujuan ukur (Azwar, 2012: 132).
Validitas isi dilakukan melalui professional judgment, yaitu penilaian oleh ahli. Professional judgment dalam penelitian ini hanya diperoleh dari dosen pembimbing skripsi. Dosen pembimbing skripsi
memberikan penilaian mengenai isi dan struktur kalimat yang sesuai
dengan kaidah ejaan yang disempurnakan (EYD). Untuk menguji validitas
instrumen digunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson. Formula yang digunakan dalam analisis konsistensi internal butir item
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
: koefisien korelasi antara skor item dengan skor total
: jumlah perkalian antara skor item dengan skor total
: jumlah skor total
: jumlah subjek
Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30
dianggap memuaskan dan jika kurang dari 0.30 item diinterpretasikan
sebagai item yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar: 2007: 65).
Pemeriksaan konsistensi internal dilakukan dengan komputer melalui
program SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 16.0. Dari hasil perhitungan, diperoleh 35 item yang memiliki korelasi ≥ 0.30,
sedangkan 5 item ≤ 0.30. Hasil penghitungan koefisien korelasi item
Tabel 2
Hasil Penghitungan Koefisien Korelasi Item Instrumen Penelitian
Remaja memandang orang tua bukan sebagai orang yang paling ideal.
1, 2, 3, 4 1, 2, 3, 4 -
Remaja memandang bahwa orang tua tidak selamanya benar, tahu dan punya kekuasaan.
5, 6, 7, 8 5, 6, 7, 8 -
Remaja tetap menganggap orang tua sebagai teladan bagi dirinya. orang tua untuk mencari jalan keluar.
27, 28 27, 28 -
Remaja tidak begitu saja datang kepada orang tua jika mendapat kesulitan, kesedihan, pandangan orang tua dan pandangan sendiri.
31, 32 31 32
Remaja menunjukkan perilaku yang lebih bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
33, 34, 35, 36,
Reliabilitas suatu alat ukur adalah derajat keajegan alat yang
bersangkutan dalam mengukur apa saja yang diukurnya (Furchan: 2011).
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran
dengan teknik belah dua. Perhitungan indeks reliabilitas kuesioner
penelitian ini menggunakan pendekatan koefisien Alpha Cronbach (α) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
: koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
dan : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
: varians skor skala
Setelah dihitung dengan menggunakan bantuan program komputer
SPSS 16.0, diperoleh perhitungan reliabilitas seluruh instrumen
menggunakan rumus koefisien alpha (α) yaitu 0,647. Hasil penghitungan
taraf validitas dan reliabilitas kuesioner kemandirian emosional disajikan
dalam lampiran 1. Setelah itu, hasil perhitungan dikonsultasikan ke kriteria Guilford yang dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Kriteria Guilford
Koefisien Korelasi Kualifikasi
0,91-1,00 Sangat Tinggi
0,71-0,90 Tinggi
0,41-0,70 Cukup Tinggi
1,21-0,40 Rendah
Negatif-0,20 Sangat Rendah
Berdasarkan kriteria Guilford diketahui bahwa koefisiensi
validitas dan reliabilitas kuesioner uji coba terdapat pada lampiran 1. Item kuesioner yang telah lolos uji validitas dan reliabilitas disusun kembali
menjadi kuesioner yang digunakan untuk pengambilan data penelitian.
Kisi-kisi kuesioner kemandirian emosional yang final dapat dilihat pada
tabel 4. Kuesioner yang final disajikan dalam lampiran 2.
Tabel 4
Kisi-Kisi Kuesioner Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX Setelah Uji Coba
Remaja memandang orang tua bukan sebagai orang yang paling ideal.
1, 2, 3, 4
Remaja memandang bahwa orang tua tidak selamanya benar, tahu dan punya kekuasaan.
5, 6 7, 8
Remaja tetap menganggap orang tua sebagai teladan bagi dirinya. orang tua untuk mencari jalan keluar.
24 25
Remaja tidak begitu saja datang kepada orang tua jika mendapat kesulitan, kesedihan, pandangan orang tua dan pandangan sendiri.
28
Remaja menunjukkan perilaku yang lebih bertanggung jawab
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Persiapan dan Pelaksanaan
a. Mempelajari buku-buku tentang kemandirian emosional.
b. Menyusun kuesioner tentang kemandirian emosional dengan
mengikuti beberapa langkah yaitu:
1) Menetapkan dan mendefinifikan variabel penelitian.
2) Menjabarkan variabel penelitian ke dalam aspek-aspek dan
indikator-indikatornya.
3) Menyusun item-item pernyataan sesuai dengan aspek dan indikator
yang telah dibuat.
4) Memperoleh expert judgment.
5) Bertemu dengan Kepala Sekolah dan guru BK SMP N 2 Mlati
Sleman Yogyakarta untuk meminta ijin mengadakan uji coba alat
penelitian dan melaksanakan penelitian.
6) Melaksanakan uji coba penelitian di SMP N 2 Mlati Sleman
Yogyakarta pada kelas IX A.
7) Pengumpulan data uji empirik terhadap validitas dan reliabilitas
kuesioner uji coba dan merevisi kuesioner.
8) Melaksanakan pengumpulan data (pengisian kuesioner) di SMP N
2 Mlati Sleman Yogyakarta pada kelas IX. 2. Tahap Pengumpulan Data
Kuesioner yang telah diujicobakan dan telah direvisi kemudian
(pengisian kuesioner) dilaksanakan pada semua siswa kelas IX SMP N 2
Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 pada tanggal 11 dan 12
Agustus 2014. Jumlah peserta didik yang menjadi subjek penelitian
sebanyak 107 orang.
E. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan analisis data yaitu:
1. Memberi skor pada setiap alternatif jawaban yang dipilih. Norma skoring
untuk pernyataan positif adalah: Selalu = 4, Sering = 3, Jarang = 2 dan
Tidak Pernah = 1. Norma skoring untuk pernyataan negatif adalah: Selalu
= 1, Sering = 2, Jarang = 3 dan Tidak Pernah = 4.
2. Mentabulasi dan menghitung skor total masing-masing responden maupun
item kuesioner dan skor rata-rata maupun rata-rata butir. Tabulasi data
penelitian terdapat pada lampiran 3.
3. Mengkategorisasikan Kemandirian Emosional
Kategorisasi kemandirian emosional dilakukan dengan cara
kategorisasi jenjang. Tujuan kategorisasi jenjang adalah menempatkan
individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara jenjang
menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur (Azwar, 2007: 107).
Norma kategorisasi adalah mengikuti norma kategorisasi yang
disusun oleh Azwar (2007: 109). Terdapat lima kategori dalam penelitian
ini yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi dengan
Tabel 5
Norma Kategorisasi
Skor Kategori
X≤ µ -1,5σ Sangat Rendah
µ - 1,5 σ <X≤ µ -0,5 σ Rendah µ -0,5 σ <X≤ µ +0,5 σ Sedang
µ +0,5 σ <X≤ µ +1,5 σ Tinggi
µ +1,5 σ <X Sangat Tinggi
Keterangan:
Skor maksimum teoritik: Skor tertinggi yang diperoleh subjek penelitian berdasarkan perhitungan skala Skor minimum teoritik: Skor terendah yang diperoleh subjek
penelitian menurut perhitungan skala Standar deviasi (σ / sd): Luas jarak rentangan yang dibagi dalam 6
satuan deviasi sebaran
µ (mean teoritik) : Rata-rata teoritis skor maksimum dan
minimum
BAB IV
HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL
Dalam bab ini disajikan hasil penelitian yang merupakan jawaban terhadap
pertanyaan mengenai seberapa tinggi tingkat kemandirian emosional para siswa
kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dan
topik-topik bimbingan klasikal mana yang sesuai untuk membantu siswa kelas IX di
SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta dalam meningkatkan kemandirian
emosionalnya. Penyajian hasil penelitian dilanjutkan dengan pembahasan dan
usulan topik-topik bimbingan klasikal.
A. Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015
Kategorisasi skor subjek penelitian dilakukan dengan tujuan untuk
memetakan tinggi rendahnya kemandirian emosional subjek penelitan. Norma
kategorisasinya adalah sebagai berikut:
X maksimum teoritik : 4 x 35 = 140
X minimum teoritik : 1 x 35 = 35
Luas jarak : 140 – 35 = 105
σ (standar deviasi) : 105 : 6 = 17, 5 dibulatkan menjadi 18
μ (mean teoritik) : (140 + 35): 2 = 87, 5 dibulatkan menjadi 88
Setelah dilakukan perhitungan, diketahui bahwa tingkat kemandirian
emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran
Tabel 6
Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015
Norma/Kriteria
Dari tabel 6 terlihat bahwa:
a. Ada 4 (3, 74 %) siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional yang
sangat tinggi.
b. Ada 68 (63, 55 %) siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional
yang tinggi.
c. Ada 35 (32, 71%) siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional
yang sedang.
d. Tidak ada (0 %) siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional yang
rendah dan sangat rendah.
Peneliti menyimpulkan bahwa kebanyakan siswa kelas IX SMP N 2
Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 memiliki kemandirian
B. Pembahasan
Untuk membatasi pembahasan dan untuk menghindari pengulangan
yang tidak perlu, tingkat kemandirian emosional yang tinggi dan sangat tinggi
disatukan saja menjadi tinggi. Tingkat kemandirian emosional yang sedang
peneliti anggap sebagai tingkat kemandirian emosional yang kurang tinggi.
Hal-hal yang menyebabkan tingkat kemandirian emosional para siswa
SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tinggi dapat tercermin dari pendapat siswa
bahwa siswa-siswa tidak harus menjadi seperti orang tuanya. Siswa juga tidak
lagi memandang orang tua sebagai orang yang serba tahu. Selain itu, siswa
memiliki sikap yang menganggap orang tuanya sebagai teman dalam
mendiskusikan berbagai hal dan siswa juga dapat berbicara dengan leluasa
kepada orang tuanya.
Tingkat kemandirian emosional yang tinggi juga disebabkan 3 hal.
Pertama, para siswa merasa nyaman dalam mengungkapkan pendapatnya kepada orang tua. Kedua, siswa memiliki sikap tergantung kepada diri sendiri yang tercermin dari kemampuan siswa yang dapat menyelesaikan masalahnya
sendiri tanpa melibatkan orang tuanya. Selain itu, sikap bergantung pada diri
sendiri terlihat dari kemampuan siswa dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler
antara lain seni tari, futsal, basket dan seni musik sesuai dengan pilihannya
sendiri; bukan tergantung dari orang tuanya. Ketiga, siswa juga merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Hal ini tercermin dari sikap siswa
itu, siswa sudah dapat menanggung resiko jika ia tidak mengerjakan tugas
sesuai yang telah ditetapkan oleh guru.
Tingkat kemandirian emosional yang tinggi juga dipengaruhi oleh usia
para siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta. Usia siswa kelas IX
rata-rata 15 tahun yang masuk dalam usia remaja. Di usia remaja ini, sifat
menggantungkan diri pada orang lain semakin berkurang dan akhirnya
menjadi makhluk yang dapat berdiri sendiri.
Siswa yang memiliki kemandirian emosional yang tinggi memiliki dua
keuntungan, yaitu: Pertama, ia sudah mampu memutuskan hal mengenai dirinya sendiri, sehingga ia mulai terlepas dari ketergantungan orang tuanya.
Kedua, siswa juga dapat mendiskusikan berbagai hal dengan leluasa kepada orang tuanya.
Pada awal penelitian, peneliti menduga bahwa tingkat kemandirian
emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran
2014/2015 memiliki tingkat kemandirian emosional yang rendah. Namun
setelah diadakan penelitian, ternyata hasil penelitian tak sejalan dugaan
semula. Hal ini bisa jadi disebabkan karena pada saat peneliti melakukan
obsevasi, banyak siswa yang mengungkapkan bahwa mereka masih sangat
tergantung kepada orang tua dalam memutuskan sesuatu.
Dari hasil penelitian 35 siswa masih memilki tingkat kemandirian
emosional sedang dalam hal ini termasuk kategori kurang tinggi. Menurut
peneliti, ada tiga hal yang menyebabkan kemandirian emosional siswa
yang ada di lapangan saat peneliti melakukan observasi dan wawancara
kepada beberapa siswa. Pertama, siswa kurang mampu dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang tua. Beberapa siswa mengatakan bahwa mereka
kurang akrab dengan orang tuanya, sehingga siswa merasa cemas dan takut
jika ia tidak mengikuti keinginan orang tuanya. Kedua, ada beberapa siswa juga yang masih mengandalkan orang tuanya dalam mengambil keputusan
bagi siswa itu sendiri. Ketiga, beberapa siswa juga sering mengalami emosi marah karena tidak sejalan dengan orang tua. Tiga hal ini yang mengakibatkan
siswa memiliki tingkat kemandirian emosional yang kurang tinggi. Jika ini
dibiarkan terus menerus akan membuat siswa menjadi tidak berkembang.
C. Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal yang Sesuai untuk Meningkatkan Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang Kemandirian Emosionalnya Masih Rendah
Kategorisasi item kuesioner penelitian dilakukan berdasarkan
perhitungan (dengan jumlah subjek 107) sebagai berikut:
X maksimum teoritik : 4 x 107 = 428
X minimum teoritik : 1 x 107 = 107
Luas jarak : 428 – 107 = 321
σ (standar deviasi) : 321 : 6 = 53, 5 dibulatkan menjadi 54
Setelah dilakukan perhitungan, penggolongan item kemandirian emosional
siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015
berdasarkan tinggi rendahnya skor dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7
Penggolongan Item Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 Berdasarkan
Tinggi Rendahnya Skor
Dari tabel 7 tampak bahwa item-item kemandirian emosional siswa
kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015
menurut tinggi rendahnya skor adalah sebagai berikut:
a. Ada 6 (17, 14 %) item yang menunjukkan kemandirian emosional
b. Ada 15 (42, 85 %) item yang menunjukkan kemandirian emosional
tinggi.
c. Ada 12 (34, 28 %) item yang menunjukkan kemandirian emosional
sedang.
d. Ada 2 (5, 71 %) item yang menunjukkan kemandirian emosional
rendah.
e. Tidak ada item yang menunjukkan kemandirian emosional sangat
rendah.
Item-item yang menunjukkan bahwa kemandirian emosional siswa