• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekoleksi untuk melengkapi pembinaan katekumen di Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Rekoleksi untuk melengkapi pembinaan katekumen di Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
251
0
0

Teks penuh

(1)

REKOLEKSI UNTUK MELENGKAPI PEMBINAAN KATEKUMEN DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Disusun oleh: M. Indah Puspitarini

NIM: 031124025

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

REKOLEKSI UNTUK MELENGKAPI PEMBINAAN KATEKUMEN DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Disusun oleh: M. Indah Puspitarini

NIM: 031124025

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Gereja, secara khusus Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta yang telah memberiku tempat untuk belajar

Bapak, Ibu, Mas, Mbak, Ponakan, dan Sahabatku

yang selalu memberi semangat dan menguatkanku dalam berbagai keadaan

Para pemb imbing dan almamaterku tercinta

yang memberiku kepercayaan untuk bertindak secara bijaksana

(6)

v MOTTO

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : M. Indah Puspitarini

Nomor Mahasiswa : 031124025

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

REKOLEKSI UNTUK MELENGKAPI PEMBINAAN KATEKUMEN DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupaun memberikan royalty kepada saya selamA tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 31 Maret 2008 Yang menyatakan

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Februari 2008 Penulis,

(9)

vii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul REKOLEKSI UNTUK MELENGKAPI PEMBINAAN KATEKUMEN DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA. Penyusunan skripsi berawal dari pengalaman penulis yang melihat dan merasakan berbagai hal yang “aneh” pada Gereja, secara khusus umat yang banyak dijumpai. Penulis merasakan keanehan itu dan timbul pertanyaan ketika menyadari diri sebagai orang Katolik dan mendengar cerita orang Katolik lainnya yang mengalami berbagai tantangan dikarenakan agama nya Katolik. Kejadian seperti ini banyak terjadi, baik dalam dunia kerja maupun relasi antar pribadi di masyarakat, tetapi cukup mengherankan bahwa masih ada orang-orang yang ingin menjadi Katolik. Selain rasa heran terhadap keinginan orang menjadi Katolik, penulis juga melihat keadaan umat Katolik sendiri yang memprihatinkan, berkaitan dengan kurang terlibatnya mereka dalam kegiatan gerejawi.

Menjadi Katolik bukanlah sekedar menerima Sakramen Baptis dan dinyatakan resmi sebagai anggota Gereja, melainkan juga menerima dan menjalankan konsekuensinya. Umat Katolik juga harus menjalani hidup menggereja sesuai dengan yang diteladankan oleh para murid Kristus. Hidup menggereja merupakan hidup yang menampakkan karya Allah, baik di lingkungan Gereja maupun masyarakat. Dengan demikian, baik umat Katolik yang dibaptis saat bayi maupun setelahnya harus menjalankannya. Banyak orang Katolik menginginkan yang enak saja, semaunya sendiri dan mengabaikan orang lain bahkan menjadi kebiasaannya melakukan hal semacam itu. Hal semacam inilah yang ternyata sering menghambat keterlibatan umat Katolik lain dalam berbagai kegiatan. Kegiatan yang sebenarnya bermanfaat dan berdampak positif bagi kehidupan jasmani dan rohani umat Katolik, sekilas dilihat tidak menarik, sering dihindari bahkan ditolak. Hal semacam ini membuat umat Katolik yang bersangkutan semakin jarang berkegiatan bersama dan akibat buruk yang bisa terjadi, semakin lemahnya iman dan perasaan sendiri, ketika mengalami masalah yang pelik dalam hidup.

(10)

viii ABSTRACT

This thesis is titled THE RECOLLECTION FOR THE COMPLETION OF CATECHUMEN’S FORMATION IN CHRIST THE KING PARISH OF BACIRO, YOGYAKARTA. The writing started from the experience of the author when she saw and felt sorts of things in the Church that seem strange, especially among the people of God. She felt the strange and questioned since being realized as a Catholic and knowing other Catholic’s experiences of being challenged because of their being, as a catholic. The fact of being challenged happen many times, in work and in daily interpersonal relationship in the society, but it’s such a surprise that there are many people want to be a Catholic. Further, I saw the anxious condition within the church herself regarding to less of involving among Catholics in the church’ ministries.

Being a catholic is not merely accepting the Baptism and being declared formally to be a member of the church, but a catholic also accepts the consequences of being a catholic. Catholics must live out the church’ life as the Christ’ disciples did. Living out the Church’ Life is a life shows God’s work to the church and to the society. Thus, a catholic, whenever he or she was baptized, must live out the life. Many Catholics want a pleasant, egoist life, and therefore neglect other people. It often obstructs catholic to involve in varied activities, actually. The activity that is actually useful and positive for body and soul of a catholic is seen as an unattractive one and (is) avoided, even refused. This kind of fact makes catholic rarely involves in any activity, bad effect possibly happened, such as the weakness of faith when catholic faces problems in life.

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur dan pujian kepada Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus atas kasih melimpah yang boleh diterima. Secara khusus, kasih-Nya dirasakan penulis selama penyusunan skripsi ini, hingga ada akhirnya penulis berhasil menyelesaikannya. Penulis merasakan bimbingan-Nya dalam setiap langkah, ucapan, karya tangan, dan tindakan lainnya. Tanpa kesetiaan-Nya, penulis tidak dapat melakukan hal-hal yang berarti, positif, dan berguna baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

Skripsi ini disusun karena keprihatinan penulis terhadap ketidakaktivan banyak umat Katolik dalam kegiatan gerejawi. Banyak orang Katolik yang tidak menjalankan tugasnya sebagai orang Katolik. Setelah menemukan fakta hasil dari penelitian, akhirnya penulis berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Tindakan itu berupa usulan kegiatan pembinaan dengan model rekoleksi yang diberikan kepada katekumen sebagai penyempurnaan atas pembinaan yang biasanya dilaksanakan, agar mereka lebih terlibat dalam kegiatan gerejawi daripada baptisan baru yang dijumpai penulis.

(12)

x

1. Pastor dan umat Paroki Kristus Raja Baciro yang terbuka atas kehadiran penulis dan bersedia memberikan informasi yang diperlukan, secara khusus baptisan baru yang menyediakan waktunya dan hati dalam membagikan pengalamannya sehingga semakin memperkaya dan meneguhkan penulis akan imannya

2. Romo Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ yang senantiasa membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini, dengan segala kerelaan memberikan perhatian, waktu, motivasi, sumbangan pemikiran, dan hal- hal baru yang positif sehingga penulis semakin ”kaya ” dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan semangat 3. Bapak Y.H. Bintang Nusantara, SFK yang senantiasa membimbing dan

memotivasi secara tidak langsung sehingga penulis semakin terpacu untuk menyelesaikan skripsi

4. Ibu Dra. J. Sri Murtini, M.Si selaku dosen penguji dan yang masih menyediakan diri untuk mendampingi dalam penelitian

5. Romo Kaprodi, seluruh staf dosen-karyawan, dan almamater IPPAK-USD yang memberi semangat bagi penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir, penyusunan skripsi ini

(13)

xi

7. Teman-teman angkatan 2003 yang sebagian, ketika penulis dalam proses penyelesaian skripsi, telah meninggalkan kota Yogyakarta. Meskipun jauh secara fisik, tetapi penulis yakin bahwa persaudaraan sejati yang tetap tertanam dalam hati mereka selalu memberi dorongan untuk tetap semangat dan segera menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dengan penuh kasih, yang pada kesempatan ini tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga hati banyak orang senantiasa terbuka menerima dan membagikan kasih Allah yang diberikan kepada umat-Nya. Penulis juga mengharap saran dan kritik dari siapa pun juga yang membaca skripsi ini, karena penulis menyadari keterbatasannya. Semoga dengan saran dan kritikan tersebut, penulis semakin berkembang dan lebih baik dalam menyelesaikan karya-karya lainnya.

Yogyakarta, 27 Februari 2008 Penulis,

(14)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penulisan... 4

D. Manfaat Penulisan... 5

E. Metode Penulisan... 6

F. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II. SAKRAMEN BAPTIS DALAM GEREJA KATOLIK ... 8

A. Sakramen Secara Umum ... 8

1. Pengertian Sakramen... 8

2. Sakramen-Sakramen Dalam Gereja ... 10

3. Unsur-Unsur Sakramen... 14

B. Sakramen Baptis ... 19

1. Sakramen Inisiasi... 19

2. Pengertian dan Makna Sakramen Baptis ... 20

(15)

xiii

C. Persiapan Umum Menerima Baptis ... 27

1. Bagi Katekumen... 27

2. Katekumenat ... 29

D. Hidup Menggereja... 30

1. Tugas Umat Beriman Kristiani ... 30

2. Keterlibatan Dalam Hidup Menggereja ... 31

3. Lingkup Menggereja ... 32

BAB III. PEMBINAAN KATEKUMEN DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO ... 33

A. Persiapan Penelitian... 33

1. Persiapan Penelitian Tentang Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Baciro... 34

2. Persiapan Penelitian Tentang Pembinaan Katekumen... 36

B. Laporan Hasil Penelitian... 44

1. Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Baciro ... 44

2. Pembinaan Katekumen di Paroki Kristus Raja Baciro ... 56

C. Pembahasan Hasil Penelitian... 63

1. Pengelompokkan Inti Jawaban Responden... 64

2. Penilaian Terhadap Jawaban Responden... 68

3. Prosentase Jawaban Responden... 69

D. Kesimpulan Hasil Penelitian... 70

BAB IV. REKOLEKSI SEBAGAI USULAN PENYEMPURNAAN PEMBINAAN KATEKUMEN ... 74

A. Latar Belakang Penyempurnaan Pembinaan Katekumen... 74

B. Rekoleksi Sebagai Pilihan Penyempurnaan Pembinaan Katekumen... 76

C. Tema dan Tujuan Rekoleksi ... 80

1. Diri Sendiri... 82

2. Sakit Hati Karena Umat Lainnya ... 84

(16)

xiv

D. Penempatan Materi Dalam Rekoleksi... 88

E. Usulan Rekoleksi ... 90

1. Rekoleksi Pertama ... 91

2. Rekoleksi Kedua ... 121

3. Rekoleksi Ketiga ... 147

BAB V. PENUTUP ... 191

A. Kesimpulan ... 191

B. Saran... 193

C. Refleksi ... 195

DAFTAR PUSTAKA ... 197

LAMPIRAN ... 199

Lampiran 1: Jawaban Responden ... (1)

Lampiran 2: Foto-Foto ... (16)

Lampiran 3: Materi Cara Berdoa ... (19)

Lampiran 4: Lagu-lagu... (21)

Lampiran 5: Teks Kitab Suci ... (28)

(17)

xv

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan pengantar dan catatan singkat yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia. (2003). Teks Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam Bahasa Indonesia 1974. Ende: Arnoldus.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

IM : Inter Mirifica, Dekrit Tentang Upaya-Upaya Komunikasi Sosial

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja

C. Singkatan Lain

APP : Aksi Puasa Pembangunan ay. : Ayat

CIC : Convention International Catechetic

Depdikbud : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Drs. : Doctorandus / Sarjana Strata 1

GK : Gondo Kusuman GKS : Gedung Karya Sosial hal. : Halaman

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik J : Jawaban

Jl. : Jalan

KE : Kidung Ekaristi

(18)

xvi P : Pertanyaan

Pkl. : Pukul

Prodi : Program Studi Pr. : Projo

R : Responden Rm. : Romo

SJ : Societatis Jesu / Serikat Yesus St. : Santa/Santo

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab satu dengan judul ”pendahuluan” merupakan pengantar sebelum memasuki bab-bab selanjutnya yang lebih mendalam dalam skripsi ini. Bab satu akan membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Selanjutnya, bahasan tersebut akan diuraikan satu per satu.

A. Latar Belakang

(20)

2

Sakramen Baptis merupakan sakramen yang pertama kali diterimakan kepada orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebelum sakramen lainnya. Dengan pembaptisan, umat beriman Kristiani secara resmi menjadi anggota Gereja dan berhak mengikuti kegiatan gerejawi, salah satu yang penting yakni menghadiri perayaan Ekaristi. Dengan ikut serta merayakan Ekaristi, seorang umat beriman Kristiani mengalami persatuan dengan umat lainnya, mengenang peristiwa penyelamatan Yesus dan bersatu dalam penderitaan Yesus Kristus. Kehadiran umat dalam Ekaristi merupakan keinginan untuk semakin dekat dengan Tuhan Yesus Kristus, tetapi pada kenyataannya tidak semua umat Allah memiliki keinginan ini, mungkin karena kesibukannya atau perasaan tidak perlu. Ada lagi umat yang dalam meluangkan waktu untuk bersama-sama memuliakan Tuhan melalui perayaan Ekaristi hanya pada waktu tertentu, seperti hari raya Natal dan Paskah. Ini semua memberi kesan kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersamaan dalam menyambut Hari Tuhan lewat perayaan Ekaristi. Selain itu, keterlibatan umat dalam menanggapi tahapan-tahapan dalam perayaan Ekaristi juga kurang, hal ini tampak dengan sedikitnya suara umat yang menanggapi dialog Pastor pemimpin Ekaristi.

(21)

3

sebagai umat beriman Kristiani. Gereja berusaha untuk semakin mempersatukan umat dalam kegiatan bersama, tetapi ada kesan, kesadaran umat untuk menggunakan kesempatan tersebut masih kurang. Gereja tetap mengusahakan agar umat beriman Kristiani mengalami keselamatan. Untuk itu, umat diberi pembinaan seperti ketika akan menerima Sakramen Ekaristi atau akan menerima Sakramen Baptis.

(22)

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Bagaimana keterlibatan hidup menggereja para baptisan baru Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta?

2. Bagaimana pemahaman baptisan baru Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta atas makna Sakramen Baptis dalam Gereja Katolik?

3. Bagaimana pembinaan katekumen akan hidup menggereja yang sudah dilaksanakan di Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta?

4. Bagaimana usaha untuk mengembangkan kesadaran katekumen akan hidup menggereja di Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta?

C. Tujuan Penulisan

Dari rumusan permasalahan dan latar belakang, dapat dirumuskan tujuan yang ingin dicapai melalui skripsi ini, yaitu:

1. Mengungkapkan keterlibatan hidup menggereja para baptisan baru Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta

2. Menguraikan pemahaman baptisan baru Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta atas makna Sakramen Baptis dalam Gereja Katolik

3. Menjelaskan pembinaan katekumen, berkaitan dengan hidup menggereja, yang sudah dilaksanakan di Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta

(23)

5

5. Memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata 1 (S1) Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dengan menyusun skripsi ini ialah: 1. Bagi Umat Katolik

a. Supaya lebih memahami tugasnya sebagai umat beriman Kristiani b. Supaya semakin terlibat hidup menggereja

2. Bagi Katekis

a. Semakin terbantu dalam me refleksikan diri sehubungan dengan perannya sebagai fasilitator dalam pengembangan iman umat

b. Semakin kreatif dalam membina katekumen, seperti rencana dan program pembinaan, metode pembinaan, media yang digunakan, dan sebagainya.

3. Bagi Paroki Kristus Raja Baciro

a. Mengetahui manfaat pembinaan katekumenat

(24)

6

4. Bagi Penulis

a. Semakin mengenal umat, khususnya belajar dari baptisan baru untuk semakin memperdalam iman akan Yesus Kristus

b. Mendapatkan masukan yang membuat semakin yakin akan perannya sebagai seorang calon katekis

c. Semakin banyak pengalaman, baik yang berhubungan dengan skripsi maupun pengalaman lainnya yang mendukung untuk hidup yang lebih baik.

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode Deskriptif Analitis,

yaitu metode yang menggambarkan dan menganalisa data-data yang diperoleh melalui studi pustaka dan penelitian lapangan. Selain dari itu, penulis juga memanfaatkan hasil refleksi pengalaman sebagai anggota Gereja, khususnya sebagai calon katekis yang harus berperan memfasilitasi pengembangan iman umat.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri atas lima bab, yaitu:

Bab I dengan judul “Pendahuluan” menghantar pada isi skripsi, menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

(25)

7

katekumen, terdiri dari: sakramen secara umum, sakramen baptis, persiapan sebelum menerima sakramen baptis, dan hidup menggereja.

Bab III dengan judul “Pembinaan Katekumen di Paroki Kristus Raja Baciro” merupakan bab yang secara khusus melaporakan penelitian mulai dari persiapan sampai kesimpulan hasil penelitian. Hal-hal yang diuraikan dalam bab ini, yaitu: persiapan penelitian, laporan hasil penelitian, pembahasan hasil penelitan, dan kesimpulan hasil penelitian.

Bab IV dengan judul “Rekoleksi Sebagai Usulan Penyemp urnaan Pembinaan Katekumen” menguraikan usaha untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan melalui penelitian. Penulis mengajukan usulan pembinaan dalam bentuk “rekoleksi”. Adapun isi dari bab IV ialah: latar belakang penyempurnaan pembinaan katekumen, rekoleksi sebagai pilihan penyempurnaan pembinaan katekumen, tema dan tujuan rekoleksi, penempatan materi dalam rekoleksi, dan usulan rekoleksi.

(26)

8 BAB II

SAKRAMEN BAPTIS DALAM GEREJA KATOLIK

Bab II menampilkan teori dan pemahaman yang diperoleh dari buku-buku yang bersangkutan. Dengan adanya kepustakaan, dapat semakin memperkuat proses dan kesimpulan skripsi, karena dalam penyusunannya menjadi memiliki dasar dan landasan. Teori yang diambil penulis pun diungkapkan oleh para ahli dalam bidang yang sama dengan beberapa hal yang diangkat dan disusun oleh penulis.

A. Sakramen Secara Umum 1. Pengertian Sakramen

Sakramen dimengerti sebagai tanda dan sarana rahmat atau keselamatan. Pengertian tersebut tidak ada begitu saja, melainkan ada sejarahnya sehingga terciptalah pemahaman tersebut. Definisi sakramen yang telah disebutkan di atas tidaklah salah, tetapi masih sangat luas sehingga akan menyulitkan umat dalam memahami, khususnya umat yang tidak mempelajari secara khusus tentang sakramen dan ajaran Gereja. Mereka pasti akan bingung dalam memahami sakramen dan maknanya.

Dilihat dari asal katanya, istilah sakramen berasal dari Bahasa Latin

“sacramentum”, berakar pada kata sacr atau sacer yang berarti “kudus, suci, lingkungan orang kudus atau hidup yang suci”. Dengan demikian, sacramentum

(27)

9

Romawi Kuno, sacramentum juga digunakan untuk 2 hal, yakni menunjuk pada “sumpah (setia) prajurit dalam dunia militer” dan “uang jaminan”. Pemahaman tentang sakramen juga terdapat dalam buku Sakramen-Sakramen Gereja:

Pertama, kata sacramentum yang menunjuk “sumpah prajurit” digunakan untuk menyatakan kesediaan diri seseorang untuk mengabdikan diri kepada dewata dan negara. Kedua, kata sacramentum yang menunjuk pada uang jaminan atau denda yang ditaruh dalam kuil dewa oleh orang-orang atau pihak-pihak ya ng berperkara dalam pengadilan. (Martasudjita, Pr, 2003: 61-62)

Kedua hal tersebut berkaitan dengan hal yang kudus karena pelaksanaannya dalam peristiwa keagamaan. Karena itulah, sakramen dipahami sebagai hal yang berhubungan dengan yang kudus. Kata ini tidak terdapat dalam Kitab Suci terjemahan Bahasa Indonesia. Meskipun demikia n, terdapat istilah lain yang berhubungan dengan “sakramen”, yakni kata dari Bahasa Yunani “mysterion”

yang Bahasa Inggrisnya “mysteri” diterjemahkan dengan “rahasia” sebab kata tersebut menunjukkan sesuatu yang tersembunyi (Banawiratma, SJ, 1989: 12). Kerahasiaan tersebut berhubungan dengan Yang Ilahi dan janji-Nya akan akhir zaman. Martasudjita, Pr dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Liturgi” (1999: 160) mengatakan: “Dalam Perjanjian Lama “mysterion” menunjuk Allah sendiri yang mewahyukan diri baik dalam sejarah masa kini maupun masa yang akan datang (eskatologis)”.

(28)

10

berarti rencana Allah mengenai akhir zaman, khususnya cara dan saat hari akhirat, yang tersembunyi bagi manusia, tetapi diberitahukan oleh Allah kepada orang-orang tertentu” (Banawiratma, SJ, 1989: 12-13).

Adanya Gereja juga tidak terlepas dari kebiasaan orang-orang pada zaman dulu, secara khusus hidup Gereja Perdana di mana terdapat ritus-ritus yang mereka miliki, seperti ritus pembaptisan dan pemecahan roti dan ternyata isi ritus tersebut bersifat khas Kristiani. Pada akhirnya disusunlah rangkaian tindakan yang menjadi bagian dari ritus Gereja, salah satunya ialah adanya sakramen. Sakramen diberikan dengan tahapan-tahapan yang telah disepakati bersama. “Apa yang dimaksudkan ialah upacara-upacara simbolik yang menyertai pemasukan orang ke dalam kelompok orang yang bersatu dalam kepercayaannya kepada Yesus Kristus sebagai penyataan definitif Allah sebagai Juruselamat umat manusia” (Groenen, OFM, 1992: 19).

Dalam sakramen itu terdapat kasih Allah yang diberikan kepada manusia secara pribadi, yang dapat pula dikatakan sebagai “yang rahasia” karena apa yang dilakukan Allah kepada manusia, tidak dapat diperkirakan dan diketahui oleh manusia. Manusia hanya bisa mengusahakan untuk mendapatkan rahmat dari Allah sendiri, tetapi tidak dapat memaksakan hal tersebut. Manusia dapat secara bebas menanggapi kasih Allah, dan itulah yang disebut iman.

2. Sakramen-Sakramen Dalam Gereja

(29)

11

dalam Yesus sendiri sebagai seorang manusia. “Dalam diri manusia Yesus, Allah sendiri melawati umat-Nya” (Martasudjita, Pr, 1999: 163). Yesus menjadi simbol kasih Allah dan mengingatkan manusia bahwa tidak ada hal yang dapat diselesaikan tanpa bantuan Allah. Demikianlah tampak adanya kuasa Allah dengan segala kemisterian-Nya. “Perjanjian Baru menyampaikan pewahyuan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya mysterion atau sakramen. Dalam diri Yesus Kristus terlaksanalah karya keselamatan Allah secara historis dan bahkan personal” (Martasudjita, Pr, 1999: 163).

Kedatangan Yesus ke dunia menghadirkan diri Allah dan dengan demikian, “Yesus Kris tus itulah Sakramen Hidup Allah” (Martasudjita, Pr, 2003: 111). Yesus yang datang ke dunia tidak hanya berkata-kata kesana-kemari, tetapi juga dengan melakukan tindakan nyata yang membawa manusia kepada keselamatan bagi manusia sendiri. “Yesus mempergunakan tindakan simbolis, tindakan sakramental. Bahkan Ia sendiri adalah pernyataan-perwujudan-kehadiran Allah yang menyelamatkan” (Banawiratma, SJ, 1989: 34).

Ketika Yesus yang datang sebagai manusia secara fisik meninggalkan dunia, Dia tidak begitu saja meninggalkan manusia. Yesus Kristus tetap hadir dan menyertai manusia yang telah terhimpun menjadi umat-Nya dan Gerejalah tanda kehadiran Allah yang paling nyata. Di dalam Gereja, misteri dan karya penyelamatan Yesus dihadirkan dan dirayakan. “Secara khusus, Yesus dapat dijumpai dalam Gereja melalui liturgi sakramen” (Martasudjita, Pr, 1999: 162).

(30)

12

dalam arti tertentu sehubungan dengan tokoh-tokoh yang bersangkutan, bahkan pernah terjadi masa- masa dimana Gereja tidak cukup mencerminkan Kerajaan Allah, hal ini dikarenakan sikap tokoh-tokoh Gereja yang tidak baik. Meskipun demikian, Gereja tetap dapat bangkit dan me mperbaiki segala keburukannya. Peran Gereja tidak akan terasa oleh umat apabila Gereja menjalankan karyanya hanya untuk memperbesar gedung gereja atau memperkaya pihak-pihak tertentu sehingga karya Yesus yang seharusnya diperjuangkan, tidak lagi mereka perjuangkan dan umat tidak merasakan manfaat dari Gereja.

(31)

13

orang berdosa dan hal itu diajarkan kepada rasul-Nya. Praktek ini kemudian menjadi Sakraman Pengurapan Orang Sakit.

Memang tidak semua sakramen berasal dari sabda Yesus. Para ahli mengalami kesulitan untuk menentukan mana- mana yang diajarkan Yesus dan sabda Yesus yang tidak dimasukkan ke dalam ketujuh sakramen beserta alasannya. “Nyata di dalam sejarah Gereja bahwa tidak semua sakramen mempunyai dasar sabda yang asli dari Yesus sendiri, dan bahwa sakramen-sakramen Gereja tumbuh dalam proses yang panjang sampai akhirnya diyakini berjumlah tujuh dan berasal dari Yesus Kristus ” (Martasudjita, Pr, 2003: 155-156). Kenyataannya memang Gereja mengakui adanya ketujuh sakramen yang terdiri dari Sakramen Baptis, Sakramen Krisma, Sakramen Ekaristi, Sakramen Tobat, Sakramen Imamat, Sakramen Perkawinan, dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit.

(32)

14

membersihkan segala dosa manusia, namun diperlukan penyesalan dan niat untuk memperbaiki hidupnya dari pihak manusia maka melalui perantaraan imam, umat Allah dapat kembali hidup damai karena dosanya terampuni melalui “Sakramen Tobat”; “Sakramen Imamat” membuat Gereja memiliki banyak pemimpin secara rohani dan semakin banyak orang yang membantu umat secara umum untuk lebih mendalami imannya; melalui “Sakramen Perkawinan” dua orang manusia yang ingin bersatu akhirnya dapat disatukan dalam kasih dan nama Tuhan Yesus, selain itu secara tidak langsung membantu dalam mena mbah Gereja karena salah satu tujuan perkawinan ialah melanjutkan karya Allah dalam penciptaan manusia baru; “Sakramen Pengurapan Orang Sakit” menjadi pilihan seorang beriman Kristiani ketika dia ingin disembuhkan secara rohani (dan dapat juga jasmani) ataupun yang rela meninggalkan dunia secara fisik.

3. Unsur-Unsur Sakramen

Selain dari arti dan makna sakramen secara umum, ketujuh sakramen juga memiliki unsur yang sangat penting untuk dipelajari lebih dalam. Sama halnya dengan pembuktian ketujuh sakramen yang dikehendaki Yesus, demikian pula simbol yang digunakan untuk dapat menjadikan suatu sakramen, khususnya dalam perayaan liturginya, mengalami pembicaraan yang panjang dan lama. Dilihat dari perayaan liturginya, sakramen secara tradisional memiliki tiga unsur yang menjadi dekrit ajaran dari Konsili Firenze yakni, materia sacramenti, forma sacramenti,

(33)

15

dinamakan materia remota seperti air, minyak, dan lain- lain. Sedangkan tindakan dalam menggunakan unsur- unsur itu seperti mencurahkan air, mengolesi minyak, dan lain- lain dinamakan materia proxima. Forma sacramenti merupakan kata-kata yang diucapkan oleh pelaya n sakramen yang menjelaskan materia, sehingga materia mempunyai arti sakramental. Misalnya, dalam Sakramen Baptis ketika pelayan sakramen menuangkan (materia proxima) air (materia remota), mengatakan: “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus” sebagai formanya. Pelayan sakramen ialah orang yang melaksanakan penerimaan sakramen seperti Uskup, Imam, dan Diakon. Tidak boleh seseorang menerimakan sakramen untuk dirinya sendiri, kecuali Imam pada Perayaan Ekaristi dan kedua mempelai dalam Sakramen Perkawinan. Pelayan sakramen menentukan keabsahan materi dan forma sakramen. Dari segi Kristologi, pelayan sakramen dilihat sebagai in persona Christi (dalam pribadi Kristus), sebagai pelayan Kristus. Maka yang sebenarnya, Kristuslah yang berperanan. “Keabsahan penerimaan sakramen ditentukan oleh pelayan sakramen dan ketetapan yang menjadi materia dan forma sakramennya ” (Martasudjita, 2003: 168).

Unsur sakramen dari segi arti dibedakan menjadi dua hal, yaitu arti biasa manusiawi dan arti rohani. Arti biasa manusiawi dinilai dari unsur yang kelihatan dan terbentuk menurut budaya tertentu, seperti air sebagai materia remota

(34)

16

nampak jelas dalam materia Sakramen Baptis. Dalam hidup, air mempunyai arti pembersih, mengingatkan pembebasan Israel, sedangkan arti rohani menunjuk karya penyelamatan yang diterima oleh orang yang dibaptis. (Purwatma, Pr, 2006:5).

Sakramen menghasilkan beberapa hal, dengan kata lain terdapat tujuan dan akibat dengan diadakannya sakramen. Pertama, Sacramentum tantum (signum), yakni upacara yang kelihatan dimana didalamnya menggunakan unsur-unsur yang ada seperti tindakan dan forma sehingga manusia merasakan rahmat Allah.

Signum atau sacramentum menunjuk tanda lahiriah yang kelihatan” (E.

Martasudjita, 2003: 193). Kedua, Res tantum yakni, sakramen yang menandakan rahmat sakramental tersebut. Misalnya, Sakramen Baptis mempersatukan manusia dengan Allah “Res menunjuk isi rahmat atau apa yang dirayakan dan dianugerahkan dalam sakramen” (E. Martasudjita, 2003: 193). Ketiga,

Sacramentum et res yang berarti akibat dari sakramen yang diterima dan si

penerima memiliki status baru. Misalnya, dengan baptisan seseorang menjadi warga Gereja. “Dengan istilah res et sacramentum ini menunjuk semacam “akibat/hasil/buah” (Martasudjita, 2003: 193).

Sakramen Baptis, penguatan, dan imamat merupakan sakramen yang memiliki sebutan khusus, yaitu meterai (charakter indebilis) yang berarti untuk selamanya dan tidak dapat hilang, serta tidak dapat diulang untuk kedua kalinya.

(35)

17

dinyatakan bahwa sakramen-sakramen tersebut hanya diterimakan sekali dan tidak dapat diulangi lagi (Martasudjita, 2003: 195).

Sakramen yang diterima memang mengakibatkan perubahan, baik yang kedudukannya dalam umat seperti menjadi saudara dalam nama Tuhan maupun hubungannya dengan Allah dimana didalamnya terdapat ikatan roh. Normalnya kedua akibat itu terjadi bersama-sama tetapi ada kemungkinan kekecualian. Seseorang bisa saja memenuhi syarat-syarat yuridis dan mengalami perubahan status, tetapi tidak memiliki sikap jiwa yang semestinya sehingga tidak membawa akibat dalam hubungan dengan Allah. Misalnya, seseorang ingin dibaptis agar bisa masuk sekolah Katolik atau seseorang bersedia menjadi imam hanya untuk memiliki kedudukan yang tinggi dan hidup yang enak

Dari segi persyaratan, ada yang dinamakan syarat “demi syahnya ” (ad validitatem) yakni hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan upacara sakramen agar sakramen menjadi sah. Bidang yang berpengaruh meliputi: tanda sakramental sendiri misalnya, dalam baptisan harus ada pencurahan air; pelayan

misalnya saat upacara ekaristi harus dipimpin oleh imam dan dengan keinginan kuat mau menjalankan, apabila imam itu gadungan, sakramen tidak terjadi;

penerima, menunjukan peran si penerima sakramen sendiri. Misalnya, pada saat hendak menerima Sakramen Tobat, si penerima harus sungguh-sungguh menyesali dosanya.

(36)

18

memperhatikan hubungan personal dengan Allah. Misalnya, dua orang katolik yang acuh terhadap kegiatan Gerejawi telah memenuhi persyaratan dan layak menerima Sakramen Pernikahan. Secara yuridis kedua orang ini dapat menerima Sakramen Pernikahan tetapi sikap acuhnya terhadap Gereja itu tidak dapat diterima walaupun tidak mempengaruhi persyaratannya. “Yang diharapkan ialah supaya sakramen membawa baik akibat yuridis maupun persatuan dengan Allah” (Banawiratma, SJ, 1989: 32).

Dalam hal ini dipakai istilah ex opere operato (berkat karya yang dikerjakan) menunjukan peran Kristus (atau oleh Kristus dalam Gereja) dan terdapat istilah yang menjadi kebalikannya yaitu ex opere operantis yang merupakan usaha manusia untuk mendapatkan rahmat itu. “Dengan istilah ex opere operato

ditekankan bahwa keselamatan dikerjakan oleh Allah/Kristus, bukan oleh daya manusia. Sedangkan dengan istilah ex opere operantis ditekankan usaha manusia” (Banawiratma, SJ, 1989: 59). Namun, sering orang menganggap ajaran ini tidak masuk akal karena dari satu sisi nampak percuma manusia melakukan banyak hal untuk keselamatan dirinya karena semua tergantung Allah (ex opere operato) dan di sisi lain, dengan manusia yang berperan (ex opere operantis) seakan-akan manusia yang menentukan dan mengatur datangnya rahmat. Hal ini perlu dijelaskan kembali bahwa memang kedua hal ini dapat terjadi. Ketika Kristus bersedia disalib, itulah usaha-Nya menyelamatkan manusia (ex opere operato)

(37)

19

diberikan kepada peristiwa dimana lebih jelas terlihat dan terasalah segala tindakan Allah, sedangkan ex opere operantis menunjukan peristiwa dimana lebih terlihat usaha manusia” (Banawiratma, SJ, 1989: 60).

B. Sakramen Baptis 1. Sakramen Inisiasi

Seperti dalam masyarakat pada umumnya, misalnya ketika seseorang akan memasuki sekolah, perguruan tinggi, tempat kerja, dan lingkungan kehidupan, sering diawali dengan penyambutan dan pengenalan lingkungan serta hal- hal yang dirasa perlu diketahui demi kelancaran di masa yang akan datang. Proses ini sering disebut dengan istilah “inisiasi”. “Hampir semua kelompok sosial mengembangkan dan memiliki suatu upacara (entah profan-sipil entah religius-keagamaan) untuk secara resmi memasukkan orang yang dianggap “orang luar” menjadi anggota kelompok sosial itu” (Groenen, OFM, 1992: 20).

Masih menurut Dr. C. Groenen, OFM, inisiasi berasal dari Bahasa Latin: in-ire= masuk ke dalam, memulai; intitiatio= pemasukan ke dalam; intitiare=

(38)

20

Ketiga sakramen tersebut menjadi sakramen inisiasi karena adanya tahapan-tahapan yang selayaknya dilaksanakan. Akan tetapi, pada masa berikutnya keadaan konkret dari umat menjadi tidak cocok dengan adanya tahapan yang sebelumnya. Pada awalnya, orang yang ingin menjadi anggota Gereja harus mengikuti persiapan pembaptisan dan dibaptis. Selama masa persiapan baptis, orang tersebut tidak boleh menerima Ekaristi. Ketika sudah baptis itulah, orang dianggap sudah menjadi bagian dari Gereja dan dapat bersama-sama merayakan Ekaristi. Tahap selanjutnya, orang tersebut diurapi dengan minyak yang menyatakan kedewasaan imannya akan Yesus Kristus.

Tahapan itu tidak dilanjutkan karena dianggap tidak lagi sesuai. Baptisan tetap sebagai sakramen yang menjadi pintu masuk seseorang menjadi anggota Gereja dan tetap disebut sebagai sakramen inisiasi. Sesudahnya, orang tersebut diurapi dengan minyak yang oleh Gereja dinamakan Sakramen Krisma dan pada akhirnya dapat mengikuti Perayaan Ekaristi dan menerima komuni.

Sama seperti inisiasi pada lembaga lain, upacara inisiasi dalam Gereja Katolik juga memiliki proses yang tidak mudah. Ada beberapa hal yang harus dilakukan, bahkan dapat dikatakan berbelit-belit. Akan tetapi, jika seseorang memiliki kesungguhan untuk masuk ke kelompok tersebut maka proses yang seperti apapun akan dijalankan.

2. Pengertian dan Makna Sakramen Baptis

(39)

21

“baptisan” berasal dari Bahasa Yunani batizwin, baptismosi= mencelupkan ke dalam air ataupun membasuh dengan air. Dengan pembaptisan, umat beriman Kristiani secara resmi menjadi anggota Gereja dan berhak mengikuti kegiatan gerejawi.

Dilihat dari sejarahnya, Yesus juga pernah mengalami yang pada saat sekarang disebut Sakramen Baptis, yang pada waktu itu dengan cara ditenggelamkan ke Sungai Yordan oleh Yohanes Pemandi, tetapi tidak ditemukan catatan yang menunjukkan kegiatan Yesus dalam membaptis orang. Pembaptisan tersebut dilakukan oleh para rasul sesuai dengan perintah Yesus. Dalam buku Iman Katolik (KWI, 1996: 421) dikatakan:

Kiranya upacara pembaptisan diambil alih oleh Gereja dari Yohane s. Dalam Injil malah dikatakan bahwa “Yesus pergi ke Tanah Yudea dan membaptis” (Yoh 3: 33; lih. ay. 26), maksudnya bahwa “Yesus sendiri tidak membaptis, melainkan murid-murid-Nya” (Yoh 4: 2). Memang tidak ada berita tentang kegiatan Yesus yang membaptis. Tetapi pada hari Pentekosta, sesuai dengan perintah Yesus (Mat 28: 19; Mar 16: 16) Petrus berseru kepada orang: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing- masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. “ (Kis 2: 38).

Sampai sekarang upacara pembaptisan tersebut terdapat dalam Gereja Katolik dan dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya Gereja seperti uskup, pastor, dan diakon tertahbis, tetapi setiap orang tidak dapat membaptis dirinya sendiri. “Tidak seorang pun (dapat) membaptis dirinya, tetapi selalu dibaptis oleh orang lain, entah siapa” (Groenen, OFM, 1989: 83).

(40)

22

melakukan perbuatan dosa tetap akan diampuni dosanya karena setiap manusia yang terlahir di dunia memiliki dosa yang disebut dosa asal.

Sakramen Baptis memiliki makna teologis seperti diungkapkan dalam buku Sakramen-Sakramen Gereja (Martasudjita, Pr, 2003: 221-223).

a. Baptisan sebagai tanda iman. Baptisan sebagai tanda iman berarti bahwa di suatu pihak baptisan itu mengandaikan iman dan di lain pihak dari orang yang dibaptis harus dihidupi dan dikembangkan dalam seluruh hidupnya. Dalam teks Kis 2: 37-41, Mrk 16: 16, dan Mat 28: 19 tampaklah bahwa baptisan mengandaikan iman. Artinya, dalam teks-teks itu terlihat suatu struktur dengan urutan: pewartaan Injil à penerimaan melalui iman/pertobatan à baptisan. Dari sini tampaklah bahwa baptisan bisa dipandang sebagai tanda iman dan kesediaan diri untuk bertobat. Teks Rm 6: 1-14 sendiri lebih menunjukkan bahwa iman pada diri orang yang sudah dibaptis harus dikembangkan dan dihayati dalam seluruh hidupnya kemudian.

b. Baptisan sebagai penyerupaan pada Yesus Kristus, artinya dengan baptisan kita menjadi serupa dengan Yesus Kristus. Dengan baptisan, kita berpartisipasi dan mengambil bagian dalam seluruh hidup dan nasib Yesus Kristus. Melalui baptisan, kita bergerak masuk ke dalam misteri Tuhan Yesus Kristus dan berpartisipasi dalam peristiwa wafat dan kebangkitan-Nya. Makna ini dapat dilihat dari istilah Perjanjian Baru yang menyebut baptisan kita dilakukan “dalam nama Yesus Kristus” (Kis 2: 38; 10: 48; 19: 5). Secara khusus Rm 6: 1-14 menghubungkan peristiwa baptisan kita dengan peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus.

c. Baptisan sebagai pengampunan dosa. Makna ini tampak dalam kata-kata St.

Petrus, “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing- masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu” (Kis 2: 38). Di beberapa tempat lain, pengampunan dosa dihubungkan dengan kesediaan diri untuk beriman (Kis 10: 43) dan mengubah kehidupan (Kis 3: 19; 5: 31; 26: 18).

d. Baptisan mengaruniakan Roh Kudus. Melalui baptisan, kita menerima karunia Roh Kudus. Makna ini sebenarnya terdapat masih pada Kis 2: 38, “...maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.” Dalam konteks Kis 2 itu, karunia Roh Kudus memungkinkan para rasul mengalami Tuhan yang bangkit (Kis 2: 32), dan membuat mereka bisa bicara dengan macam- macam bahasa sehingga semua orang bisa mengerti pewartaan Injil itu (Kis 2: 4. 8-11). Selanjutnya, apabila orang-orang mau menyediakan diri dibaptis sebagai tanda pertobatan, maka dosa mereka akan diampuni dan mereka mendapat karunia Roh Kudus. Dengan karunia Roh Kudus itu, mereka juga akan mengalami pengalaman Paskah, yakni pengalaman akan Yesus Kristus yang bangkit dan menyelamatkan kita, seperti dialami oleh para murid.

e. Baptisan mempersatukan kita ke dalam satu tubuh: Gereja. Paulus berkata,

(41)

23

baik budak maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minuman dari satu Roh” (1 Kor 12: 13). Melalui baptisan, Gereja dibangun dan tumbuh. Hubungan dari orang-orang yang dibaptis itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan jumlah kuantitatif saja, tetapi yang penting lagi: hubungan itu memasukkan orang ke dalam suatu relasi orang-orang Kristiani yang memiliki martabat yang sama dan hidup menurut jiwa solidaritas sebagaimana tampak dalam Kis 2: 41-47.

f. Baptisan sebagai karunia hidup baru. Yohanes mengembangkan gagasan

baptisan sebagai kelahiran baru. Dalam percakapan dengan Nekodemus, Yesus bersabda, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah...Jangan engkau heran, Aku berkata kepadamu: kamu harus dilahirkan kembali” (Yoh 3: 5.7). Melalui baptisan, seseorang dilahirkan kembali dalam Roh. Ia dikaruniai hidup baru dan sepanjang hidupnya ia harus mewujudkannya dalam gaya hidup dan tindakannya sehari- hari.

Selain makna tersebut, baptisan memiliki makna lain dimana baptisan menjadikan seseorang terselamatkan karena masuk ke dalam jemaah yang mempercayai Sang Penyelamat yakni Yesus Kristus. Jemaah itu merupakan jemaah Kristen di mana didalamnya diajarkan kasih dengan mengajak orang menuju kepada keselamatan. Keselamatan bukan berarti mendatangi orang yang sudah dapat membaptis orang lain melainkan siapapun juga yang memiliki iman kepada Allah. Apabila melihat siapa yang dibaptis dan yang membaptis akan semakin meyakinkan bahwa jemaahlah yang menjadi perantara keselamatan karena dapat pula pembaptisan dilakukan oleh orang yang bukan anggota jemaah Kristen, mungkin karena alasan tertentu yang mendadak, tetapi keselamatan tetap dimiliki oleh yang dibaptis.

(42)

24

Baptisan juga merupakan suatu ungkapan iman jemaah dan iman pribadi. Iman tersebut merupakan iman akan Yesus Kristus yang sebenarnya telah merangkul orang yang sudah memiliki niat untuk mengimani-Nya. Keselamatan tersebut menjadi nyata pada saat adanya pembaptisan.

Penyelamatan itu tentu saja bukan kejadian seketika, melainkan sebuah proses yang berlangsung terus. Dalam baptisan seketika proses penyelamatan itu menjadi nyata nampak sebagai proses yang kini merangkul orang yang diinisiasikan dan selanjutnya tetap akan nampak baginya dalam jemaat penyelamat, yang kini dimasuki orang yang dibaptis. (Groenen, OFM, 1989: 86).

Baptisan merupakan sakramen perjanjian antara umat dengan Allah dimana umat yang beriman pada Yesus Kristus dijanjikan mendapat tempat dalam Kerajaan Surga. Dengan demikian, keselamatan berada di tangan umat yang telah dibaptis. “Allah, yang berprakarsa, menawarkan diri-Nya sebagai kehidupan sejati dan keselamatan manusia” (Groenen, OFM, 1989: 88). Sakramen Baptis juga tidak bisa terlepas dari “upacara simbolik” dan yang menjadi simbol serta tidak dapat terlepas dari upacara pembaptisan ialah “air”. Sakramen Baptis yang membawa jemaah kepada keselamatan dilihat dari segi negatif merupakan gambaran Allah yang membebaskan manusia dari dosa dimana manusia pernah menolak kasih Allah. Sedangkan dari segi positif menunjukkan ajakan dan pengikutsertaan jemaat kepada keselamatan dan kebahagiaan.

3. Perutusan Umat yang Telah Dibaptis

(43)

25

jawab orangtua untuk membawa anaknya kepada keselamatan, mau ataupun tidak, sampai saatnya si bayi sudah dewasa dan dapat menentukan sendiri iman kepada siapa yang dipilih. Dalam membaptiskan anaknya, hendaklah orangtua mengajarkan dan mengajak anak untuk melaksanakan ajaran Gereja dan mengikuti Kristus dengan meneladan tindakan-Nya. “Karena kamu semua, yang dibaptis dalam nama Kristus, telah mengenakan Kristus” (Gal 3: 27) dan menjadikan Kristus sebagai guru. Demikian juga orang yang baptis bukan saat bayi, tidak boleh berdiam diri setelah dibaptis, melainkan harus menjalankan tugas perutusan di dalam hidupnya bersama umat yang lain. Baptis merupakan meterai dan tidak dapat diterima untuk kedua kalinya sehingga berlaku untuk selamanya, meskipun pada kenyataan, terdapat orang-orang yang melepas perjanjian itu.

(44)

26

perbuatan, mereka bukan saja tidak diselamatkan, melainkan akan diadili lebih keras“ (LG 14).

Cara yang harus dilakukan umat Kristiani sebagai pelaksanaan tugas berbeda-beda sesuai dengan kedudukannya dalam Gereja. Kedudukan ini dikarenakan dalam Gereja Katolik Roma memiliki “hirarki” yang memungkinkan seseorang masuk dalam kedudukan tertentu dan menjalankan tugas sesuai dengan perannya. Walaupun masing- masing orang masuk dalam statusnya seperti sebagai imam, biarawan, dan kaum awam dengan tugasnya masing- masing, inti yang harus dicapai adalah sama yakni, perwujudan Kerajaan Allah. Sering umat yang menjadi kaum awam tidak cukup diperhatikan oleh Gereja, padahal kaum awam perlu mendapat pendidikan iman agar kaum awam menjadi “kaya ” dan semakin teguh imannya. “Karena itulah awam diangkat-Nya menjadi saksi dan dibekali-Nya dengan perasaan iman dan rahmat sabda” (LG 35).

(45)

27

dipersembahkan kepada Allah, itulah imamat yang dilakukan oleh umat awam. Tugas kenabian kaum awam dapat dilakukan tanpa menonjolkan statusnya sebagai orang beriman Kristiani melainkan dengan tindakan konkret yang baik. Pewartaan yang tidak langsung tersebut dengan membantu para awam untuk dapat membaur bersama umat lainnya, seperti halnya Kristus yang melayani banyak orang dapat diteladani kaum awam, dengan melayani Allah melalui pelayanan kepada manusia yang ada di sekitarnya.

C. Persiapan Sebelum Menerima Baptis 1. Bagi Katekumen

Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih agamanya dan diharapkan pilihannya itu sungguh dari hatinya, bukan karena keterpaksaan atau bukan kerelaan dirinya sendiri. Dalam masing- masing agama terdapat upacara untuk menyambut dan menjadikan tanda masuk dan diterimanya seseorang menjadi anggota jemaatnya. Demikian juga dalam Agama Katolik terdapat upacara pembaptisan yang disebut sebagai Sakramen Baptis, dimana seseorang yang percaya akan Yesus dicurahi air dan disertai kata-kata yang menjadi forma

pembaptisan. Umat yang hadir dalam upacara itu menjadi saksi bahwa orang tersebut telah menjadi anggota Gereja.

(46)

28

dibaptis sebagai anak, bukan sebagai orang dewasa yang mandiri, melainkan sebagai anak yang dalam segala hal bergantung pada orangtua mereka” (KWI, 1996: 425). Dengan demikian, bukan berarti Gereja atau orangtua anak memaksa anaknya untuk menjadi Katolik dan mengimani Yesus Kristus, melainkan mengusahakan agar anaknya pun diselamatkan karena dihapus dosa asalnya. Selain itu, menunjukkan adanya keterlibatan dan penerimaan Gereja terhadap umat (siapa pun juga) yang ingin menjadi anggotanya. “Pembaptisan kanak-kanak sebetulnya berarti menerima seluruh keluarga, termasuk anak-anak, ke dalam lingkungan Gereja” (KWI, 1996: 426). Tugas orangtua tidak hanya membaptiskan anaknya, tetapi juga mendidik imannya. Untuk itulah, orangtua perlu pembekalan dan pendidikan iman agar mengerti apa saja yang harus dilakukannya terhadap anak yang akan dibaptiskan. Orangtua harus sungguh-sungguh memiliki iman akan Yesus Kristus karena itulah yang pertama akan diajarkan dan diteladankan kepada anaknya. Orangtua juga harus memiliki pengetahuan yang cukup akan ajaran Gereja, karena pendidikan pertama bagi anak adalah dari keluarga dan orangtua adalah salah satunya dan yang penting. Untuk itulah, orangtua harus mengikuti pendampingan yang dilakukan beberapa kali dan bertahap. Pendampingan ini dapat dilakukan dalam model rekoleksi yang dipandu oleh orang-orang yang memiliki kompeten dalam hal ini. Setelah dari pihak orangtua dirasa cukup “faham”, maka anak mereka diberi izin untuk dibaptis.

(47)

29

dewasa untuk dibaptis menandakan keinginannya pula untuk masuk menjadi anggota Gereja, apapun motivasinya sebenarnya. Dengan pembaptisan, seseorang sudah harus siap menerima segala konsekuensinya terutama bersedia bersatu dalam hidup dan mati Kristus. Hal ini bukan sekedar ungkapan dan ancaman melainkan suatu rahmat dan tugas yang apabila dijalankan maka akan tercapailah keselamatan dan kebahagiaan untuk manusia yang dibaptis itu sendiri. “Pembaptisan merupakan langkah pertama ke arah kesatuan hidup dan mati dengan Kristus” (KWI, 1996: 418). Iman yang mendalam dapat menjamin seseorang masuk menjadi anggota Gereja. Iman dapat menggerakkan seseorang untuk aktif dan dengan hati terbuka mengikuti setiap pembinaan yang mengarahkan pada pencapaian pengetahuan dan iman yang semakin mendalam.

2. Katekumenat

Dalam Buku Ilmu Kateketik (Telambanua OFMCap., 1999: 6) dikatakan tentang katekumenat yaitu “masa persiapan calon baptis, umumnya selama satu tahun”. Sedangkan orang yang menjadi calon baptis disebut katekumen. Selama masa persiapan tersebut ada beberapa tahap dan masa yang harus ditempuh oleh katekumen. Dalam hal ini, katekumen yang dimaksud ialah setiap orang yang sudah dapat membuat pilihan sendiri dan mempunyai keputusan secara pribadi untuk menjadi Katolik, usia mereka yang dapat dikatakan baptis (atau calon baptis) dewasa mulai dari usia SD sampai usia tua.

(48)

30

Masa paling awal ialah masa “pra-katekumenat” di mana mereka yang ingin menjadi anggota Gereja dijernihkan motivasinya hingga dapat masuk dalam tahap pertama yakni, “upacara pelantikan menjadi katekumen”. Katekumen mulai memasuki “masa katekumenat” dan mendapatkan pembinaan iman untuk lebih memperdalam pengetahuan dan iman akan Yesus Kristus. Warga Gereja lainnya sudah memandang para katekumen sebagai warga Gereja dan melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan kegerejaan. Masa ini ditutup dengan “upacara pemilihan calon baptis” yang menjadi tahap kedua. Setelah itu, calon baptis dipersiapkan lebih sungguh lagi agar dapat benar-benar siap menjadi anggota Gereja dan setelah dirasa siap, calon baptis dapat “menerima Sakramen Baptis ” dan itulah tahap yang ketiga. Setelah menjadi baptisan baru atau orang-orang yang telah dibaptis, masih ada masa pendalaman iman (mistagogi) sehingga baptisan baru semakin yakin akan imannya dan lebih siap melaksanakan tugasnya dan memperoleh haknya sebagai anggota Gereja.

D. Hidup Menggereja

1. Tugas Umat Beriman Kristiani

(49)

31

sama beratnya bahkan lingkupnya lebih luas daripada kaum religius, karena kaum awam dapat dikatakan lebih dekat denga n kenyataan masyarakat yang ada. ”Kaum awam pun memiliki peran untuk memberi kesaksian dengan cara menunaikan tugas mereka masing- masing dengan penuh keahlian dan berjiwakan kerasulan” (IM 13). Secara nyata, dalam bertingkah laku, kaum awam harus sungguh berhati-hati dan berpegang teguh pada imannya akan Yesus Kristus sehingga tindakan sehari- harinya pun mencerminkan kasih Allah. Kaum awam dalam masyarakat merupakan cerminan Gereja. Apabila kaum awam bertingkah laku yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja, maka nama Gereja pun akan terbawa dan mendapat nilai ”kurang” bagi masyarakat non Katolik.

2. Keterlibatan Dalam Hidup Menggereja

Umat beriman Kristiani tidak hanya menjalani kehidupan dengan memiliki status Agama Katolik, tetapi harus aktif mengikuti kegiatan gerejawi. Dengan kata lain, umat Allah harus menjalani hidup menggereja, yakni hidup menampakkan iman kepada Yesus Kristus dalam dunia. Dapat dikatakan bahwa setiap tindakan yang menampakkan iman akan Yesus adalah hidup menggereja. Iman yang tidak diolah, didiamkan saja, dan tidak dikembangkan, tidak akan menghasilkan apa-apa. “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2: 17). Selain itu dengan terwujudnya iman seseorang menandakan terjalinlah relasi manusia dengan Allah

(bdk. Iman Katolik hal.15). Maka dari itu, iman perlu diwujudkan dengan

(50)

32

3. Lingkup Menggereja

Penghayatan iman meliputi “perwujudan iman” dan “pendalaman iman”. Iman yang dimiliki seseorang tidak dapat dinilai oleh orang lain, orang tersebut hanya menunjukkan pada dirinya sendiri dan Allah karena tindakan penghayatan iman berupa pendalaman iman dilakukan secara diam-diam seperti rajin berdoa, mengikuti perayaan ekaristi, dan tindakan yang intern. Pendalaman iman semacam ini hanya sesuai dengan agama dan kepercayaan masing- masing. Sedangkan perwujudan iman dapat dilakukan oleh seluruh umat manusia tidak memandang agama dan kepercayaan karena semua manusia memiliki hati dan nurani yang sama. Dengan demikian penghayatan seseorang tidak berhenti pada tindakan “memuji” Tuhan saja melainkan sungguh nyata dalam setiap tindakan sehari- harinya, misalnya menolong orang, membantu korban bencana alam, dan sebagainnya.

(51)

33 BAB III

PEMBINAAN KATEKUMEN

DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA

Bab III dalam skripsi ini menguraikan beberapa hal berkaitan dengan penelitian yang dilakukan di Paroki Kristus Raja Baciro. Penelitian dilakukan untuk mencari jawaban dari pertanyaan dan permasalahan dalam skripsi. Secara garis besar, bab III terdiri dari 4 bagian meliputi: persiapan penelitian, laporan hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian, dan kesimpulan penelitian. Masing-masing bagian diuraikan sebagai berikut.

A. Persiapan Penelitian

(52)

34

1. Persiapan Penelitian Tentang Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Baciro Selain melaksanakan penelitian untuk mendapatkan data tentang pembinaan katekumenat yang berlangsung di Paroki Kristus Raja Baciro, peneliti juga berusaha mendapatkan informasi gambaran umum paroki sebagai hal yang penting dan sangat mendukung proses dari inti penelitian. Gambaran umum yang ingin diketahui dari Paroki Kristus Raja Baciro ialah:

a. Sejarah Paroki, yakni proses berdirinya Paroki Kristus Raja Baciro dan pihak-pihak yang terkait di dalamnya serta peristiwa penting yang terjadi selama paroki ini berdiri.

b. Visi dan Misi Paroki. Untuk mendukung perole han data yang lengkap, peneliti mengadakan wawancara dengan pastor paroki dengan panduan wawancara sebagai berikut:

1). Terwujudnya Paroki Kristus Raja yang inovatif dan memiliki semangat berliturgi, bersaudara dan melayani dengan menjadi saksi Kristus

a). Apa yang mendasari disusunnya visi paroki? b). Sejauh ini, apakah visi tersebut sudah tercapai?

2). Umat Paroki Kristus Raja Baciro semakin inovatif dalam melaksanakan panggilan dan perutusan untuk berliturgi, membangun paguyuban yang hidup dan berkembang dalam pelayanan sejati baik di dalam Gereja maupun dalam masyarakat

a). Inovasi seperti apa yang telah dilakukan oleh umat paroki?

(53)

35

c). Bagaimana bentuk pelayanan untuk Gereja dan masyarakat yang terlaksana selama ini?

c. Letak Geografis dan Luas Tanah Gereja Paroki.

d. Dinamika Umat Katolik sebagai gambaran jumlah umat paroki dari tahun ke tahun, walaupun tidak dituliskan secara terperinci.

e. Kebijaksanaan Paroki, dalam hal ini sehubungan dengan pembinaan katekumenat mulai dari pendaftaran calon baptis hingga proses pembinaan sampai pada masa sesudah penerimaan Sakramen Baptis. Dalam usaha perolehan data ini, peneliti juga melakukan wawancara kepada pastor paroki dengan panduan sebagai berikut:

1). Proses pembinaan

a). Bagaimana cara pembagian tugas antar katekis dalam mendampingi katekumen?

b). Bagaimana prosedur penerimaan calon katekumen?

c). Bagaimana proses persiapan materi para katekis sebelum mendampingi katekumen?

d). Bagaimana usaha pastor paroki untuk mengenal katekumen? 2). Penerimaan Sakramen Baptis

a). Kapan pelaksanaan penerimaan Sakramen Baptis di paroki?

b). Bagaimana kebijakan paroki terhadap penerimaan Sakramen Baptis bagi katekumen?

(54)

36

g. Baptisan Baru, dinilai dari apa yang telah dilakukannya selama ini. Menanggapi baptisan baru yang ada di paroki, peneliti bertanya kepada pastor paroki dengan pertanyaan: “Bagaimana tanggapan pastor melihat baptisan baru sehubungan dengan keterlibatan mereka dalam kegiatan di paroki?”. Peneliti mengharapkan jawaban pastor paroki dapat mewakili umat dalam menanggapi baptisan baru di paroki.

Jadi, pengumpulan data tentang gambaran umum paroki dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, studi data sekunder yang ada di perpustakaan paroki, dan wawancara dengan pastor paroki.

2. Persiapan Penelitian Tentang Pembinaan Katekumen

Persiapan penelitian bagian ini juga dipersiapkan sungguh-sungguh agar penelitian terarah dan memperoleh hasil yang diharapkan. Beberapa hal yang dimaksud ialah sebagai berikut:

a. Identifikasi Masalah

(55)

37

1). Dalam arus zaman yang serba sulit, secara khusus di Indonesia sehubungan dengan peran orang Katolik dalam bidang-bidang strategis di negara ini, ternyata masih ada orang non Katolik yang ingin menjadi Katolik.

2). Gereja mengusahakan pemahaman bagi orang yang ingin menjadi Katoilik serta mengusahakan agar iman mereka akan Yesus Kristus semakin mendalam, melalui pembinaan pada masa yang disebut masa katekumenat. 3). Orang yang telah tuntas mengikuti pembinaan dan dapat dibaptis, menjadi

baptisan baru dan memiliki tanggung jawab yang besar atas nama Gereja. Iman yang dimilikinya akan menjadi sia-sia apabila tidak diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari bersama orang-orang yang ada di sekitarnya. 4). Baptisan baru banyak yang tidak terlibat dalam kegiatan gerejawi padahal itu

menjadi salah satu tanggung jawabnya dan seharusnya mengetahui dan memahami setelah mengikuti pembinaan selama masa katekumenat, mungkin terdapat kekurangan dalam pembinaan katekumenat.

5). Keprihatinan yang tampak dari para baptisan baru yang kurang terlibat dalam hidup menggereja membalikkan perhatian kepada masa katekumenat dimana pada masa inilah dilakukan pembinaan yang salah satunya memberikan pemahama n akan tugas dan tanggung jawab orang Katolik, salah satunya dengan terlibat dalam hidup menggereja.

b. Pembatasan Masalah

(56)

38

baptisan baru berusia dewasa, atau dapat dikatakan orang yang baptis bukan bayi, periode 2003-2007 dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang beriman Kristiani. Meskipun sebelum dibaptis telah mengikuti pembinaan, masih ada baptisan baru yang entah kurang memahami tugasnya entah dengan sengaja melupakannya, sehingga mereka tidak aktif dan terlibat hidup menggereja baik dalam lingkup gereja maupun dalam lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Cap negatif bukan ditunjukkan sepenuhnya kepada baptisan baru, melainkan peneliti juga menyoroti proses pembinaan selama masa katekumenat. Dari pembinaan pada masa katekumenat, diharapkan terdapat sumbangan yang mendorong baptisan baru lebih terlibat dalam hidup menggereja. Apabila pembinaan tidak mengarahkan pada keterlibatan tersebut, masa pembinaan tidak memiliki arti bagi pemahaman para katekumen.

c. Rumusan Masalah

Permasalahan yang ada dapat terumuskan, sebagai berikut:

1). Seberapa jauh pemahaman baptisan baru akan makna pembinaan pada masa katekumenat?

2). Bagaimana tanggapan Anda terhadap proses pembinaan pada masa katekumenat di Paroki Kristus Raja Baciro?

3). Seberapa jauh keterlibatan baptisan baru Paroki Kristus Raja Baciro dalam hidup menggereja?

(57)

39

d. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ialah:

1). Menilai pemahaman baptisan baru akan makna masa katekumenat

2). Menguraikan tanggapan baptisan baru terhadap proses pembinaan pada masa katekumenat di Paroki Kristus Raja Baciro

3). Menunjukkan keterlibatan baptisan baru Paroki Kristus Raja Baciro dalam hidup menggereja

4). Menggambarkan hal-hal yang mempengaruhi aktif atau tidaknya baptisan baru dalam hidup menggereja.

e. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dengan melakukan penelitian ini ialah 1). Bagi Baptisan Baru

a). Lebih tersapa dengan kunjungan yang dilakukan oleh peneliti

b). Diingatkan kembali perannya dalam perkembangan iman Gereja dan terlibat dalam hidup menggereja

2). Bagi katekis

a). Mengetahui gambaran umum umat, secara khusus baptisan baru yang selama ini didampingi

(58)

40

3). Bagi Umat Paroki Kristus Raja Baciro

a). Mengetahui informasi tentang keadaan umat di parokinya

b). Lebih giat berkegiatan gerejawi dan mengajak umat yang kurang aktif 4). Bagi Peneliti

a). Semakin mengenal dan memahami situasi konkret umat

b). Menambah pengalaman berelasi dengan orang-orang yang baru dijumpai c). Tersemangati untuk lebih terlibat dalam hidup menggereja

f. Metodologi 1). Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif. “Kata deskriptif

(59)

41

2). Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta pada Bulan Oktober hingga Bulan Desember 2007.

3). Populasi dan Sampel

(60)

42

g. Teknik Pengumpulan Data 1). Instrumen

Dalam mengumpulkan data, peneliti merupakan instrumen utama yang memiliki senjata ”dapat- memutuskan” dan senantiasa dapat menilai keadaan dan dapat mengambil keputusan. (Moleong, 1991: 19). Dapat dikatakan pula bahwa, dengan peneliti sebagai instrumen utama dapat melihat dan merasakan yang terjadi sebenarnya dari subyek penelitian atau responden, baik secara verbal seperti jawaban berupa kata-kata maupun non verbal seperti tatapan mata dan kelancaran berbicara. Data diperoleh peneliti dengan menggunakan metode wawancara, yakni “percakapan dengan maksud tertentu” (Moleong, 1991: 135). Dalam hal ini maksud wawancara ialah untuk mencari data dari pengalaman responden berkaitan dengan pembinaan selama katekumenat dan keterlibatan dalam kegiatan gerejawi.

2) Pedoman Wawancara

(61)

43

a). Pembinaan Katekumenat

(1).Apa makna masa katekumenat bagi Anda?

(2).Bagaimana tanggapan Anda terhadap proses pembinaan pada masa katekumenat?

(3).Seberapa sering Anda hadir dalam pertemuan pembinaan?

(4).Bagaimana hasil yang Anda rasakan dari pembinaan pada masa katekumenat? b). Peran Katekis

(1).Bagaimana kesan Anda terhadap cara katekis dalam membina?

(2).Bagaimana usaha katekis dalam membantu Anda untuk terlibat dalam kegiatan gerejawi?

c). Keterlibatan Baptisan Baru

(1).Apakah di lingkungan/paroki Anda terdapat kegiatan yang melibatkan umat? (2).Sejauh mana Anda aktif dalam kegiatan atau bidang-bidang yang ada di

lingkungan/paroki? Apa alasannya?

(3).Bagaimana kesan Anda terhadap umat Katolik yang ada di lingkungan Anda?

h. Teknik Analisis Data

(62)

44

bahkan kadaluwarsa jika terlalu lama. Banyaknya data yang terkumpul oleh peneliti akan dikelompokkan dan dikategorikan sehingga dapat menjawab masalah dalam penelitian.

B. Laporan Hasil Penelitian

Setelah peneliti mempersiapkan segala sesuatu sehubungan dengan penelitian ini dan melaksanakan proses penelitian, maka terkumpullah data sebagai hasil dari penelitian.

1. Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Baciro

Laporan dari hasil penelitian bagian pertama ialah tentang gambaran umum paroki yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data yang didapat dan dilaporkan adalah data sekunder namun sangat mendukung penelitian ini karena selain sebagai tempat di mana baptisan baru sebagai responden berada, juga sebagai tempat di mana baptisan baru mengalami pembinaan selama masa katekumenat.

a. Sejarah Paroki

(63)

45

dan dihadiri sekitar 300 umat Katolik. Selanjutnya, Kring Baciro berkembang menjadi “stasi” dengan romo yang mengepalai yakni Rm. De Quay, SJ. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1956 terdapat perubahan di beberapa tempat di Stasi Baciro, jumlah umat pun semakin bertambah dan memungkinkan Stasi Baciro untuk menjadi paroki, maka Rm. De Quay, SJ mulai mengurus untuk tujuan tersebut. Sebagai langkah awal, dibentuklah panitia pembangunan gedung gereja dan mereka mulai mengumpulkan dana. Panitia ini disahkan oleh Uskup Agung Soegijopranoto, SJ. Panitia itu mengusahakan dana melalui berbagai cara, antara lain: sumbangan sukarela dari umat Katolik setempat, sumbangan dari tokoh-tokoh warga Katolik asal Baciro, penyelenggaraan sumbangan berhadiah, kerjasama dengan berbagai organisasi kesenian, seperti: pertunjukkan wayang orang “Tjiptokawedar”.

(64)

46

Pada tanggal 27 Oktober 1963, setelah bangunan gereja genap 1 tahun, bersamaan dengan selesainya Panti Paroki, diresmikanlah Paroki Baciro; dengan alamat Jl. Melati Wetan no. 13, Yogyakarta (dulu no. 9). Paroki ini berupaya memperhatikan masyarakat sekitarnya dan sebagai bentuk pengabdian bagi masyarakat, pada tahun 1964 didirikanlah Sekolah Dasar Katolik di Sorowajan dan di Colombo. Selama menjadi paroki, Paroki Baciro mengalami banyak perubahan dan perkembangan, seperti jumlah kring, komunitas biara, kelompok minat bakat, dan kegiatan umat misalnya pertemuan kelompok “Purnaman” di kring-kring. Pada waktu selanjutnya nama “kring” sendiri diganti menjadi “lingkungan” berdasarkan pedoman Keuskupan Agung Semarang (KAS) 1987. Hingga tahun 2004, jumlah lingkungan di seluruh paroki ada 37 lingkungan; terdiri dari lingkungan di Gereja Induk sejumlah 24 lingkungan, di Gereja Pangkalan sejumlah 5 lingkungan dan di Gereja Stasi Babarsari 8 lingkungan. Sebatas pembicaraan, akan ada lagi lingkungan baru dan ada pula stasi yang semakin siap untuk menjadi paroki baru.

(65)

47

b. Visi dan Misi Paroki

Secara umum, Gereja ingin membawa manusia kepada keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan. Dipandang dari aspek lain, Gereja sebagai kumpulan orang berimankan Kristus yang menanggapi pewartaan itu menunjukkan usahanya mewujudkan harapan tersebut. Selain harapan akan hadirnya keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan manusia, Gereja juga memiliki tujuan eskatologis, maka Gereja mengusahakan membina dan mengembangkan diri hingga kedatangan Tuhan. Banyak cara dapat dilakukan Gereja, secara khusus dalam kumpulan umat beriman di suatu wilayah yang disebut paroki. Paroki Kristus Raja Baciro sebagai salah satu wujud nyata adanya umat Allah di dunia memiliki visi dan misi yang juga merupakan wujud konkret dari tujuan Gereja.

Paroki Kristus Raja Baciro memiliki visi: “Terwujudnya Paroki Kristus Raja yang inovatif dan memiliki semangat berliturgi, bersaudara dan melayani dengan menjadi saksi Kristus”. Paroki Kristus Raja Baciro memiliki kesan sebagai Gereja tua yang statis, kurang bergairah, dan pastor sentris, tetapi dengan berani paroki menyusun visi, yang menuntut semangat muda untuk bisa mencapainya. Dari visi tersebut, disusun pula misi paroki: “Umat Paroki Kristus Raja Baciro semakin

inovatif dalam melaksanakan panggilan dan perutusan untuk berliturgi,

(66)

48

Berdasarkan visi dan misi paroki, peneliti bertanya secara langsung kepada Pastor Paroki Kristus Raja Baciro sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan.

P 1 : Apa yang mendasari disusunnya visi paroki?

J : Memang visi ini merupakan cita-cita yang diinginkan dan diusahakan agar tercapai. Dari kalimatnya ya itulah yang dicita-citakan, inovasi yang diharapkan tidak membuat bosan umat baik dalam litur gi, persaudaraan, dan pelayanan.

P 2 : Sejauh ini, apakah visi tersebut sudah tercapai?

J : Sulit untuk mewujudkan visi tersebut, tetapi saya merasa sudah hampir terwujud. Sebagian memang dirasa sudah cukup, tetapi memang masih banyak yang harus dilakukan agar visi tersebut benar-benar dapat terwujud dan bukan hanya sebagai susunan kata.

P 3 : Inovasi seperti apa yang telah dilakukan oleh umat paroki?

J : Paroki membuat suatu hal yang baru dan tidak membosankan sehingga umat merasa senang dan nyaman. Dalam perayaan ekaristi harian dan mingguan kami juga mengusahakan agar umat dapat menikmati, menghayati, dan dapat menjadikan gereja paroki di sini sebagai tempat yang dapat membantu dalam berdoa. Yang dilakukan selama ini, seperti dalam hal liturgi, kami mengusahakan agar petugas-petuganya dipersiapkan dengan baik. Paroki juga terbuka terhadap lagu- lagu yang baru, tetapi selama ini umat sendiri yang lebih menyukai dan memilih lagu karangan Romo Wahyo. Lagu yang bersifat pop juga diperkenankan tetapi harus sesuai dengan aturan, biasanya lagu demikian dinyanyikan pada saat-saat terakhir misa.

P 4 : Apakah tim kerja dan paguyuban yang ada di paroki telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diharapkan?

(67)

49

P 5 : Bagaimana bentuk pelayanan untuk Gereja dan masyarakat yang terlaksana selama ini?

J : Kegiatan lain yang dibidangi oleh tim-tim yang ada di paroki sifatnya menghibur, memberi semangat hidup, memberi materi, seperti yang dilakukan tim sosial saat gempa kemarin. Sesudah gempa, paroki melalui tim sosial mengambil dari dana APP dibagikan kepada umat baik yang Katolik maupun yang non Katolik. Laporan keuangan itu dibuat transparan biar umat tahu dan memang itu semua dari umat dan untuk umat.

Tang

Gambar

Tabel 1. Pengelompokkan Inti Jawaban Responden
Tabel 2. Penilaian Terhadap Jawaban Responden
Tabel 3. Prosentase Pembinaan Katekumen
Tabel 4. Prosentase Peran Katekis

Referensi

Dokumen terkait

Media audio visual seperti film video perlu dipergunakan dalam pembinaan iman, mengingat dewasa ini bahasa audio visual telah menjadi budaya yang tidak dapat dilepaskan dari

Ignatius Loyola Cokrodiningratan dan studi pustaka tentang kesetiaan iman Maria, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kedudukan Maria dalam Gereja memiliki keistimewaan dan

Pada bagian kesimpulan ini penulis mengemukakan kembali beberapa hal yang perlu ditegaskan secara lebih mendalam sehubungan dengan pemikiran bagi keluarga kristiani dalam

Berdasarkan hasil penelitian ini ternyata pelaksanaan kegiatan kunjungan keluarga sangat membantu dan mempengaruhi perkembangan iman keluarga. Dalam Familiaris Consortio, art

Dewasa ini banyak masalah terjadi yaitu berkaitan dengan tubuh dan seksualitas. Tubuh dan seksualitas manusia kurang dihargai sebagai karunia ciptaan Allah yang sungguh baik

Judul Skripsi MENGGALI PESAN PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUKAS 10: 25-37) MELALUI KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA PEMBINAAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA

Bapak, Ibu dan teman-teman yang terkasih dalam Kristus, tadi kita sudah mendengarkan bersama-sama jawaban dari pertanyaan di atas. Bapak, Ibu memang semakan disadarkan