ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN OPTIMALISASI
PRODUKSI PENGOLAHAN JAMBU BIJI
(Psidium guajava L)
(Kasus Gapoktan KUAT, Desa Kaliwungu, Kecamatan
Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah)
SKRIPSI
RIANA SEPTIANI H34051358
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
RINGKASAN
RIANA SEPTIANI. Analisis Kelayakan Usaha dan Optimalisasi Produksi
Pengolahan Jambu Biji (Psidium Guajava L), (Kasus Gapoktan KUAT, Desa Kaliwungu, Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RACHMAT PAMBUDY).
Komoditi buah-buahan merupakan komoditi strategis yang dapat dikembangkan sebagai komoditi unggulan sektor pertanian dengan perannya dalam memenuhi kebutuhan pangan dan kontribusi terhadap PDB subsektor hortikultura. Namun disisi lain, kebutuhan produk buah-buahan dalam negeri masih banyak dipenuhi oleh produk impor. Kondisi ini menjadikan produk hortikultura dalam negeri harus diarahkan untuk menjadi produk yang mampu mensubstitusi impor dengan dengan mengupayakan peningkatan daya saing produk hortikultura khususnya buah-buahan terkait dengan produktivitas, mutu, performan dan efisiensi produksi.
Departemen Pertanian melalui Badan Litbang melaksanakan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMA TANI) untuk mewujudkan peningkatan produktivitas, produksi dan daya saing produk pertanian termasuk di dalamnya produk hortikultura. Salah satu lokasi kegiatan Prima Tani adalah di Kabupaten Banjarnegara dengan komoditi yang dikembangkan adalah produk hortikultura jambu biji. Dimana unit usaha pengolahan jambu biji menjadi produk unggulan dalam kegiatan Prima Tani di Kabupaten Banjarnegara. Unit usaha pengolahan jambu biji ini berproduksi dengan memanfaatkan jambu biji grade B, namun hingga saat ini kegiatan produksi tersebut belum dilakukan secara optimal dan kontinu.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis kelayakan usaha pengolahan jambu biji merah dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial lingkungan; (2) menganalisis kelayakan finansial usaha pengolahan jambu biji merah; (3) menganalisis sensitivitas usaha pengolahan jambu biji merah; serta (4) menganalisis kombinasi tingkat produksi optimal puree dan sari buah jambu biji.
Penelitian dilakukan di Gapoktan KUAT (Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu) yang berlokasi di Desa Kaliwungu. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Analisis data dilakukan secara kuantitatif untuk menganalisis kelayakan finansial pengolahan jambu biji berdasarkan kriteria kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan payback
period serta dilakukan analisis switching value. Selain itu untuk mengetahui
tingkat produksi dan alokasi sumber daya optimal digunakan program linier yang diolah menggunakan program LINDO (Linear Interactive and Discrete
Optimizer).
Berdasarkan analisis aspek pasar, sebagai usaha satu-satunya di Kabupaten Banjarnegara bahkan di Karesidenan Banyumas, usaha pengolahan jambu biji memiliki peluang pengembangan usaha dimana masyarakat Kabupaten Banjarnegara maupun Karesidenan Banyumas dapat menjadi target pasar bagi produk olahan jambu biji yaitu puree dan sari buah. Sehingga usaha pengolahan
iii jambu biji ini layak untuk dijalankan dilihat dari aspek pasar. Dari analisis aspek teknis, pemilihan lokasi pengolahan yang berada di sentra budidaya jambu biji mendukung kelancaran proses produksi. Teknologi pengolahan dapat digunakan dengan mudah oleh pihak Gapoktan KUAT melalui bimbingan teknis dan arahan dari BPTP Jawa Tengah dan BB Litbang Pertanian. Secara teknis pelaksanaan proses produksi tidak menghadapi masalah, sehingga unit usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT layak untuk dijalankan.
Berdasarkan analisis aspek manajemen, usaha pengolahan yang pelaksanaan kegiatan produksinya berada dibawah tanggung jawab Gapoktan KUAT telah layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya pembagian kerja yang jelas pada Gapoktan KUAT antara penanggungjawab unit pengolahan jambu biji dengan tenaga kerja pengolahan. Sedangkan dilihat dari aspek sosial dan lingkungan, unit usaha pengolahan jambu biji ini juga layak untuk dijalankan. Usaha pengolahan ini tidak memberikan dampak buruk bagi keseimbangan lingkungan sekitar serta ikut meningkatkan pendapatan petani jambu biji di Desa Kaliwungu dan membuka kesempatan kerja bagi pemuda Desa Kaliwungu.
Hasil analisis aspek finansial untuk kedua skenario menunjukkan bahwa usaha pengolahan jambu ini layak untuk dilaksanakan. Pada skenario I diperoleh nilai NPV selama 10 tahun sebesar Rp 590.245.001,64. Untuk kriteria IRR dan Net B/C adalah tak terhingga sedangkan nilai payback period tidak dapat dihitung. Hal ini dikarenakan nilai Present Value (PV) yang dihasilkan selalu positif, yang berarti usaha pengolahan ini sangat layak untuk dijalankan. Pada skenario II diperoleh nilai NPV, IRR, net B/C, dan PP sebesar Rp 434.181.938,32; 45 persen; 4,20; dan pengembalian biaya investasi selama 5 tahun 7 hari. Hal ini berarti ada atau tidaknya bantuan investasi dari pemerintah, usaha pengolahan jambu biji masih layak untuk dijalankan.
Hasil analisis switching value dilakukan dengan tiga variabel yaitu jumlah produksi puree dan sari buah, biaya bahan baku jambu biji, dan tingkat harga output puree dan sari buah. Pada skenario I dan II usaha masih layak dijalankan jika produksi turun maksimal sebesar 22,2666040506 persen dan 16,379227744 persen, harga bahan baku naik maksimal sebesar 38,854570793 persen dan 21,230039276 persen, dan harga puree dan sari buah turun maksimal sebesar 22,2666040506 persen dan 16,379227744 persen. Dari kedua skenario, perubahan volume produksi dan harga jual produk puree dan sari buah merupakan variabel yang lebih sensitif terhadap tingkat kelayakan usaha.
Hasil analisis optimalisasi produksi puree dan sari buah, dengan kendala bahan baku, bahan tambahan, jam kerja mesin, jam tenaga kerja, dan permintaan minimum menunjukkan bahwa kombinasi produksi aktual telah mendekati produksi optimal. Pada kondisi aktual jumlah produksi puree dan sari buah adalah sebesar 5.720 dan 64.050, sedangkan untuk kondisi optimal adalah sebesar 5.720 dan 64.060. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan jambu biji telah berproduksi secara optimal pada skala usaha yang dijalankan. Terdapat nilai dual
price pada sumberdaya gula pasir dan botol puree sebesar 7,692 dan 2.931,29
yang menunjukkan perubahan akan terjadi pada nilai fungsi tujuan bila nilai ruas kanan kendala sumberdaya ini berubah satu satuan.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN OPTIMALISASI
PRODUKSI PENGOLAHAN JAMBU BIJI
(Psidium guajava L)
(Kasus Gapoktan KUAT, Desa Kaliwungu, Kecamatan
Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah)
RIANA SEPTIANI H34051358
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha dan Optimalisasi Produksi Pengolahan Jambu Biji (Psidium Guajava L), (Kasus Gapoktan KUAT, Desa Kaliwungu, Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah)
Nama : Riana Septiani
NIM : H34051358
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Rachmat Pambudy, MS
NIP. 19591223 198903 1 002
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manjemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis Kelayakan Usaha dan Optimalisasi Produksi Pengolahan Jambu Biji (Psidium
Guajava L), (Kasus Gapoktan KUAT, Desa Kaliwungu, Kecamatan Mandiraja,
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah)” adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya tulis ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009 Riana Septiani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 15 September 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Watoro dan Ibu Turipah.
Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 1993 di SDN Kutabanjar IV dan selesai pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 1 Banjarnegara dan lulus pada tahun 2002. Untuk pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 1 Banjarnegara diselesaikan pada tahun 2005. Tahun 2005 penulis juga diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan tahun 2006 diterima pada Mayor Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan Minor Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Kelayakan Usaha dan Optimalisasi Produksi Pengolahan Jambu Biji (Psidium Guajava L), (Kasus Gapoktan KUAT, Desa Kaliwungu, Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah)”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha pengolahan jambu biji serta menentukan tingkat kombinasi optimum dari hasil pengolahan yang dapat memberikan keuntungan maksimum bagi petani. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Mayor Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan skripsi ini, sangat disadari oleh penulis masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi selama proses penelitian. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009 Riana Septiani
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kehadirat Alah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak bekerjasama dan dibantu oleh berbagai pihak. Karena itu penulis secara khusus ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada:
1. Papah, Ibu, dan adikku Mely atas semua perhatian, doa, kasih sayang, dan pengorbanan yang selalu diberikan kepada penulis. Semoga ini menjadi persembahan terbaik untuk kalian. I’ll make you always proud of me.
2. Dr. Ir. Rachmat Pambudy, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dan waktu yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
3. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan saran dan masukan demi perbaikan skripsi ini. 4. Yeka Hendra Fatika, SP selaku dosen penguji departemen atas saran dan
masukan terhadap penulis.
5. Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi yang telah menjadi pembimbing akademik selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Agribisnis.
6. Seluruh dosen serta staf pengajar yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama kegiatan perkuliahan.
7. Bapak Romsidi sebagai ketua Gapoktan KUAT, Bapak Sodikin sebagai seksi bagian pengolahan jambu biji, Bapak Tegun sebagai PPL Kecamatan Banjarnegara, dan Bapak Ngadimin dari BPTP Jawa Tengah terimakasih atas izin, bantuan, informasi, dan dukungan selama penulis melakukan penelitian. 8. Gusri Ayu Farsa sebagai pembahas dalam seminar yang telah memberikan
saran dan masukan demi perbaikan skripsi ini.
9. Sabahat terbaikku (BCL dan spReiyerS) Septi Budhi Lestari (nCep), Dian Lestari (DeeL), Siti MM (Sweety), Syahra Zulfa (Bajul), Gusri Ayu Farsa (Abel), dan Lysti Fatimah (Umi) atas doa, dukungan, perhatian, dan persahabatan yang telah terjalin. Semoga persahabatan dan kebersamaan indah ini akan abadi selamanya.
x 10. Teman-teman Gladikarya Desa Cibodas (Putri Kinanty, Ivan Stenley, Bayu Kristianto, dan Kemala). Atas kebersamaan dan pengalaman yang indah selama dua bulan bersama kalian.
11. Teman satu bimbingan dan seperjuangan Prastiwi atas doa, dukungan, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.
12. Teman-teman AGB 42 atas kebersamaannya selama ini. Sukses selalu untuk kalian semua.
13. Anak-anak HarmonyErz: Verdhut, Mbok, Neina, Jatul, Ntong, Nicha, Meta, Nisa, Ima, Mba Asih, dan Sella. Atas kebersamaan, perhatian, dan dukungannya kepada penulis, Luv u Guys.
14. Teman-teman Omda Banjarnegara (Shely, Diana, Lutfi, Ria, Bayu, Candra, dan lain-lain).
15. Serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun tidak menghilangkan rasa hormat dan terimakasih atas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah... 6
1.3 Tujuan... 10
1.4 Manfaat penelitian ... 11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 11
II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Analisis Kelayakan Aspek Pasar, Aspek Teknis, Aspek Manajemen, dan Aspek Sosial Lingkungan... 13
2.2 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Analisis Kelayakan Finansial ... 14
2.3 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Analisis Sensitivitas .. 15
2.4 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Analisis Optimalisasi Produksi ... 16
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 18
3.1 Kerangka Teoritis ... 18
3.1.1 Jambu Biji ... 18
A. Asal usul Penyebaran ... 18
B. Botani dan Morfologi Jambu Biji ... 18
C. Jenis Tanaman ... 19
D. Syarat Tumbuh ... 20
3.1.2. Prima Tani ... 21
3.1.3 Sistem Agribisnis ... 22
3.1.4 Sistem Agribisnis Jambu Biji ... 25
A. Subsistem Pengadaan Sarana Produksi ... 25
B. Subsistem Produksi Usahatani ... 26
C. Subsistem Pengolahan... 30
D. Subsistem Pemasaran ... 31
E. Subsistem Penunjang ... 33
3.1.5 Studi Kelayakan Proyek ... 34
3.1.6 Aspek-aspek Studi Kelayakan Proyek ... 34
3.1.7 Analisis Sensitivitas ... 38
3.1.8 Teori Produksi ... 39
3.1.9 Teori Optimalisasi ... 42
3.1.10 Linear Programming ... 43
xii
IV METODE PENELITIAN ... 47
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 47
4.2 Metode Penentuan Sampel ... 47
4.3 Desain Penelitian ... 47
4.4 Data dan Instrumentasi ... 48
4.5 Metode Pengumpulan Data ... 48
4.6 Metode Pengolahan Data ... 48
4.7 Definisi Operasional ... 49
4.7.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 49
A. Net Present Value (NPV) ... 49
B. Internal Rate of Return (IRR) ... 50
C. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)... 51
D. Payback Period (PP) ... 51
4.7.2 Analisis Sensitivitas ... 51
4.7.3 Optimalisasi Produksi ... 52
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 58
5.1 Profil Perusahaan... 58
5.2 Struktur Organisasi ... 60
5.3 Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 62
VI ANALISIS ASPEK NON FINANSIAL ... 65
6.1 Aspek Pasar ... 65 6.1.1 Peluang pasar... 65 6.1.2 Strategi Pemasaran ... 67 6.2 Aspek Teknis ... 69 6.2.1 Lokasi usaha ... 69 6.2.2 Layout bangunan ... 70 6.2.3 Proses produksi ... 71 6.2.4 Teknologi pengolahan ... 75 6.2.5 Skala Usaha ... 76 6.3 Aspek Manajemen ... 77
6.3.1 Bentuk badan usaha ... 77
6.3.2 Struktur organisasi ... 77
6.3.3 Tugas dan wewenang ... 78
6.3.4 Pengadaan tenaga kerja ... 78
6.4 Aspek Sosial dan Lingkungan ... 79
6.4.1 Aspek Sosial ... 79
6.4.2 Aspek Lingkungan ... 79
VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL ... 81
7.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario 1 (Adanya Bantuan Pemerintah) ... 82
7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) ... 83
7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ... 86
7.1.3 Analisis Rugi Laba ... 92
7.1.4 Analisis Kelayakan Finansial ... 94
xiii 7.2 Analisis Kelayakan Finansial Skenario 2 (tidak Adanya
Bantuan Pemerintah) ... 97
7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) ... 97
7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ... 97
7.2.3 Analisis Rugi Laba ... 97
7.2.4 Analisis Kelayakan Finansial ... 98
7.2.5 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ... 99
7.3 Perbandingan Analisis Kelayakan Finansial Skenario I dan II ... 100
7.4 Perbandingan Hasil Switching Value Skenario I dan II ... 101
VIII MODEL OPTIMALISASI PRODUKSI ... 103
8.1 Perumusan Fungsi Tujuan ... 103
8.2 Perumusan Fungsi Kendala ... 104
8.2.1 Kendala Bahan Baku ... 104
8.2.2 Kendala Bahan Tambahan ... 105
8.2.3 Kendala Jam Kerja Mesin Pengolahan... 106
8.2.4 Kendala Jam Tenaga Kerja Langsung ... 107
8.2.5 Kendala Permintaan Minimum ... 107
IX KOMBINASI OPTIMAL PRODUKSI ... 108
9.1 Optimalisasi Produksi Puree dan Sari Buah Jambu Biji ... 108
9.1.1 Tingkat Produksi Optimal ... 108
9.1.2 Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Tambahan Optimal 108 9.1.3 Penggunaan Jam Kerja Mesin Pengolahan Optimal ... 110
9.1.4 Penggunaan Jam Tenaga Kerja Langsung Optimal .... 111
9.1.5 Permintaan pada Kondisi Optimal ... 111
9.2 Analisis Status Sumberdaya ... 111
X KESIMPULAN DAN SARAN... 113
10.1 Kesimpulan ... 113
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Nilai PDB Subsektor Hortikultura Tahun 2004-2008 ... 1 2 Volume dan Nilai Ekspor Impor Buah-buahan Tahun
2007-2008 ... 2 3 Produksi Jambu Biji Indonesia Tahun 2007 ... 4 4 Jumlah Pohon/Rumpun, Produksi, dan Produktivitas Jambu
Biji Menurut Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2007 ... 8 5 Pemberian Pupuk Anorganik (Kimia) dan Organik (Pupuk
Kandang) Untuk Tanaman Jambu Biji ... 29 6 Volume Ekspor Jambu Biji Tahun 2002-2008 ... 33 7 Volume dan Nilai Impor Puree Jambu Biji Tahun 2000-2003 ... 66 8 Perkiraan Produksi dan Pendapatan Penjualan Puree dan Sari
Buah Jambu Biji pada Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 84 9 Barang-barang Hibah pada Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji
Gapoktan KUAT ... 85 10 Nilai Sisa Biaya Investasi pada Unit Usaha Pengolahan Jambu
Biji Gapoktan KUAT ... 86 11 Biaya Investasi pada Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji
Gapoktan KUAT ... 87 12 Biaya Reinvestasi pada Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji
Gapoktan KUAT ... 88 13 Upah Tenaga Kerja per Tahun pada Unit Usaha Pengolahan
Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 89 14 Pembelian Jambu Biji Kualitas Kedua pada Kapasitas Produksi
Maksimum Mesin (dalam satu tahun) pada Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 90 15 Biaya Produksi pada Kapasitas Produksi Maksimum Mesin
(dalam satu tahun) pada Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 91 16 Tabel Pembayaran Angsuran Pinjaman pada Unit Usaha
Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 92 17 Penyusutan Barang-barang Investasi pada Unit Usaha
Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 93 18 Hasil Analisis Finansial pada Skenario I Unit Usaha
xv 19 Hasil Analisis Switching Value pada Skenario I Unit Usaha
Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 95 20 Hasil Analisis Finansial pada Skenario II Unit Usaha
Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 98 21 Hasil Analisis Switching Value pada Skenario II Unit Usaha
Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 99 22 Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Kedua Skenario pada
Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 101 23 Perbandingan Hasil Switching Value Kedua Skenario pada
Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 102 24 Harga Produk, Biaya Produksi, dan Keuntungan Rata-Rata per
Kemasan Produk pada Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji
Gapoktan KUAT ... 104 25 Tingkat Produksi Aktual dan Optimal Pengolahan Jambu Biji
(per kemasan) pada Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 108 26 Penggunaan Bahan Baku dan Tambahan pada Kondisi Aktual
dan Optimal pada Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 109 27 Penggunaan Jam Kerja Mesin Pengolahan pada Kondisi Aktual
dan Optimal (Menit) pada Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji
Gapoktan KUAT ... 110 28 Penggunaan Jam Tenaga Kerja Langsung pada Kondisi Aktual
dan Optimal (Menit) pada Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 111
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Konsep Sistem Agribisnis ... 24 2 Sistem Produksi sebagai Proses Transformasi atau Konversi ... 40 3 Kurva Kemungkinan Produksi dan Kombinasi Produksi
Optimal ... 41 4 Diagram Alir Kerangka Pemikiran ... 46 5 Skema Sistem Agribisnis Gapoktan KUAT ... 60 6 Struktur Organisasi Gapoktan KUAT, di Desa Kaliwungu,
Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara ... 61 7 Pabrik Pengolahan Jambu Biji Gapoktan KUAT ... 70 8 Layout Bangunan Pabrik Pengolahan Jambu Biji Gapoktan
KUAT ... 71 9 Mesin Pengolahan Jambu Biji (1) Mesin Pulper, (2) Mesin
Spinner, (3) Mixing Tank dan Pasteurizer ... 72 10 Proses Produksi Puree dan Sari Buah Jambu Biji ... 74 11 Mesin Freezer ... 75
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Peta Desa Kaliwungu ... 119
2 Hasil Olahan LINDO untuk Optimalisasi Produksi Puree dan sari Buah Jambu Biji ... 120
3 Gambar Puree Jambu Biji ... 121
4 Gambar Sari Buah Jambu Biji ... 121
5 Laporan Laba Rugi Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji ... 122
6 Cash Flow Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji Skenario I ... 123
7 Analisis Switching Value terhadap Perubahan Volume Produksi Puree dan Sari Buah Jambu Biji sebesar 22,2666040506 persen (Skenario I) ... 125
8 Analisis Switching Value terhadap Perubahan Biaya Bahan Baku (Jambu Biji) sebesar 38,854570793 persen (Skenario I) ... 127
9 Analisis Switching Value terhadap Perubahan Harga Jual Puree dan Sari Buah Jambu Biji sebesar 22,2666040506 persen (Skenario I) ... 129
10 Cash Flow Unit Usaha Pengolahan Jambu Biji Skenario II ... 131
11 Analisis Switching Value terhadap Perubahan Volume Produksi Puree dan Sari Buah Jambu Biji sebesar 16,379227744 persen (Skenario II) ... 133
12 Analisis Switching Value terhadap Perubahan Biaya Bahan Baku (Jambu Biji) sebesar 21,230039276 persen (Skenario II) .. 135
13 Analisis Switching Value terhadap Perubahan Harga Jual Puree dan Sari Buah Jambu Biji sebesar 16,379227744 persen (Skenario II) ... 137
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian berperan besar dalam rangka penyediaan pangan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dalam memenuhi hak atas pangan (the
right to food) serta menyumbang penerimaan devisa dan pendapatan domestik
bruto (PDB). Dalam memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian akan terkait dengan subsektor hortikultura yang termasuk di dalamnya adalah komoditi buah-buahan dan sayuran.
Subsektor hortikultura selain berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan juga mampu memberikan kontribusi PDB yang cukup besar dimana nilai dari PDB hortikultura selalu mengalami peningkatan pada tiap tahunnya (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa komoditas buah-buahan menjadi produk yang memberikan sumbangan terbesar PDB pada subsektor hortikultura. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa komoditi buah-buahan merupakan komoditi strategis yang dapat dikembangkan sebagai komoditi unggulan sektor pertanian.
Tabel 1. Nilai PDB Subsektor Hortikultura Tahun 2004-2008
No Kelompok Komoditas Nilai PDB (Milyar)
2004 2005 2006 2007 2008 1 Buah-buahan 30.765 31.694 35.448 42.362 42.660 2 Sayuran 20.749 22.630 24.694 25.587 27.423 3 Tanamana Biofarmaka 722 2.806 3.762 4.105 4.118 4 Tanaman Hias 4.609 4.662 4.734 4.741 6.091 Total 56.845 61.792 68.638 76.795 80.292
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2009
Namun di sisi lain, kebutuhan produk buah-buahan dalam negeri masih banyak dipenuhi oleh produk impor. Meskipun nilai ekspor mengalami peningkatan, pada periode yang sama jumlah impor juga terus meningkat dengan nilai yang lebih besar dari nilai ekspor (Tabel 2). Kondisi ini menjadikan produk hortikultura dalam negeri harus diarahkan untuk menjadi produk yang mampu mensubstitusi impor dengan melakukan promosi terkait peningkatan kesadaran mengkonsumsi produk hortikultura dalam negeri dan memberikan berbagai
2 kemudahan pada pasar ekspor. Selain itu perlu diupayakan peningkatan daya saing produk hortikultura khususnya buah-buahan terkait dengan produktivitas, mutu, performan dan efisiensi produksi1.
Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Impor Buah-buahan Tahun 2007-2008
Tahun Ekspor Impor
Volume (kg) Nilai (US$) Volume (kg) Nilai (US$)
2007 30.180.849 14.429.532 465.697.437 416.052.453
2008 31.078.693 20.434.454 458.416.183 422.729.798
Total 61.259.542 34.863.986 924.113.620 838.782.251
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2009
Dalam rangka mewujudkan peningkatan produktivitas, produksi, dan daya saing produk pertanian dalam hal ini juga mencakup produk hortikultura, maka Departemen Pertanian melalui Badan Litbang melaksanakan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMA TANI). Misi utama Badan Litbang Pertanian adalah menemukan atau menciptakan inovasi pertanian (teknologi, kelembagaan dan kebijakan) yang maju dan strategis, mengadaptasikannya menjadi tepat guna spesifik pemakai dan lokasi, serta menginformasikan dan menyediakan materi dasarnya. Kegiatan Prima Tani dimulai pada tahun 2005 dan diharapkan dapat berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung antara Badan Litbang sebagai penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian (delivery system) maupun pelaku agribisnis (receiving
system) pengguna inovasi2.
Kegiatan Prima Tani dibuat untuk menciptakan suatu sistem agribisnis komoditas yang terintegrasi, serentak, dan terkoordinasi dengan baik. Pengembangan sistem agribisnis ini dilakukan mulai dari subsistem input, subsistem usahatani, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, dan subsistem penunjang. Melalui kegiatan Prima Tani maka pemerintah akan lebih mudah dalam penyampaian informasi dan inovasi teknologi serta mengontrol sistem
1
Ditjen Hortikultura. www.hortikultura.deptan.go.id. Gambaran Kinerja Makro Hortikultura 2008. [20 Juni 2009]
3 agribisnis komoditas yang dikembangkan di suatu wilayah dalam rangka peningkatan produktifitas dan nilai tambah produk.
Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu lokasi pelaksanaan Prima Tani di Propinsi Jawa Tengah yang telah dirintis sejak tahun 2005. Pemilihan desa di Kabupaten Banjarnegara sebagai lokasi Prima Tani dilakukan oleh BPTP Jawa Tengah yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Badan Litbang Pertanian. Berdasarkan hasil penyusunan PRA (Partisipatory Rural Appraisal) yang dilakukan oleh BPTP Jawa Tengah, Desa Kaliwungu Kecamatan Mandiraja ditetapkan sebagai daerah pengembangan Prima Tani dengan komoditi yang akan dikembangkan adalah produk hortikultura jambu biji. Pelaksanaan kegiatan Primatani di Desa Kaliwungu ini dilakukan melalui GapoktanKUAT (Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu).
Jambu biji merupakan buah yang enak dan dapat dikonsumsi dalam keadaaan segar maupun dalam bentuk olahan. Jambu biji sangat kaya vitamin C dan beberapa jenis mineral yang mampu menangkal berbagai jenis penyakit
degenerative seperti kanker usus besar (kanker kolon), divertikulosis,
aterosklerosis, gangguan jantung, diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit batu ginjal, serta menjaga kebugaran tubuh3.
Permintaan jambu biji kebanyakan dipasok oleh produsen dari Jawa Barat seperti terlihat pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut Jawa Barat memasok 65.131 ton jambu biji atau 36,29 dari total produksi nasional yang besarnya 179.474 ton (BPS, 2008). Sedangkan dilihat dari sisi pesaing dari Jawa Tengah, sentra produksi jambu biji merah belum terbentuk. Pertanaman jambu biji di Jawa Tengah masih tersebar, belum dikelola secara intensif, dan tidak dalam satu kawasan4. Karena itu peluang pengembangan komoditi jambu biji di daerah Jawa Tengah khususnya Kabupaten Banjarnegara relatif besar terlebih keadaan tanah dan kondisi iklimnya sangat mendukung terhadap pengembangan budidaya jambu biji.
3 Indofamilyhealth. www.indofamily.com. 1001 Manfaat Jambu Biji. [19 Januari 2009]
4
BPTP Jateng. www.litbang.deptan.go.id. Prima Tani Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Basah di Kabupaten Banjarnegara. [19 Januari 2009]
4
Tabel 3. Produksi Jambu Biji Indonesia Tahun 2007
No Provinsi* Produksi (ton)
1 Jawa Barat 65.131
2 NTB 19.075
3 Jawa Tengah 16.549
4 Sumatra Utara 15.660
5 Jawa Timur 14.309
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008 (diolah) *provinsi dengan urutan produksi terbesar
Penetapan jambu biji sebagai komoditi unggulan Prima Tani di Kabupaten Banjarnegara juga terkait dengan tipe agroekosistem Desa Kaliwungu yaitu lahan kering dataran rendah iklim basah yang cocok bagi tanaman jambu biji. Selain itu, pengembangan pertanaman jambu di Desa Kaliwungu masih terbuka luas dan masih banyak lahan-lahan kosong yang belum dimanfaatkan. Kegiatan budidaya jambu biji merah ini sebenarnya telah dilakukan oleh masyarakat Desa Kaliwungu sejak tahun 1980-1985, dan terbukti dengan hasil panen yang diperoleh melimpah. Namun, pada tahun 1985 terjadi serangan virus dan harga jambu menjadi anjlok sehingga produksi pun mulai terhenti. Dengan adanya kegiatan Prima Tani, budidaya jambu biji di Desa Kaliwungu mulai bangkit kembali.
Produksi jambu biji di Desa Kaliwungu dikelompokkan berdasarkan ukurannya yaitu jambu biji grade A dan B. Produksi rata-rata jambu biji grade A setiap tahunnya sebesar 40 persen sedangkan untuk jambu biji grade B sebesar 60 persen. Perbandingan harga jual antara jambu biji grade A dan B cukup berbeda jauh dimana harga jual jambu biji grade A dan B terdapat selisih hampir 50 persen (Gapoktan KUAT, 2008). Sedangkan kondisi di pasaran, menunjukkan bahwa jambu biji grade B kurang diminati oleh konsumen. Hal ini terlihat dari tidak seluruh hasil panen jambu biji grade B dapat laku terjual dalam keadaan segar. Dengan kondisi produksi jambu biji grade B yang lebih besar namun harga jualnya rendah dapat menyebabkan penurunan pendapatan bagi petani Desa Kaliwungu.
Untuk dapat mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan kegiatan pengolahan jambu biji. Selain itu dengan karakteristik
5 jambu biji yang mudah rusak, tidak tahan lama, memakan tempat, memiliki ukuran yang beragam, dan produksinya bersifat musiman sementara konsumsi terjadi sepanjang tahun menjadikan pentingnya proses pengolahan jambu biji. Dengan kegiatan pengolahan maka jambu biji grade B dapat dimanfaatkan dengan baik dan merupakan suatu cara untuk dapat memberikan nilai tambah produk.
Dalam usaha peningkatan nilai tambah produk jambu biji, dibutuhkan investasi yang cukup besar untuk kegiatan pengolahan jambu biji. Selain itu unit usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT merupakan usaha yang melibatkan banyak pihak baik pemerintah maupun pengurus dan anggota Gapoktan KUAT yang berkepentingan dalam unit usaha ini. Hal ini menjadikan pentingnya dilakukan analisis kelayakan terhadap usaha pengolahan jambu biji. Dengan melakukan analisis kelayakan usaha akan diketahui apakah usaha yang dijalankan akan menghasilkan keuntungan atau malah kerugian. Selain itu dari analisis ini juga menunjukkan bahwa program yang direncanakan pemerintah apakah sudah dimanfaatkan dengan baik oleh Gapoktan KUAT sehingga mampu menghasilkan keuntungan maksimal selama kegiatan usaha pengolahan jambu biji ini berjalan.
Usaha yang menunjukkan layak untuk dijalankan belum tentu telah berproduksi secara optimal menggunakan sumber daya yang tersedia. Untuk dapat berproduksi secara optimal, pada unit usaha jambu biji Gapoktan KUAT yang menghasilkan dua macam produk puree dan sari buah dengan tingkat keuntungan yang berbeda dapat ditentukan dengan melakukan analisis optimalisasi produksi untuk menentukan kombinasi dari dua produk yang dapat menghasilkan keuntungan maksimal. Dimana untuk dapat mencapai produksi yang optimal akan dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya yang dimiliki unit usaha yang mendukung kegiatan produksi tersebut. Adanya investasi yang besar pada unit usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT juga menjadi dasar untuk dilakukan analisis optimalisasi produksi hasil pengolahan agar menghasilkan keuntungan maksimal dari sejumlah sumber daya yang dimiliki oleh unit usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT.
6
1.2 Perumusan Masalah
Gabungan Kelompok Tani “Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu” (Gapoktan KUAT) merupakan sebuah kelembagaan petani yang terletak di Desa Kaliwungu, Kecamatan Madiraja, Kabupaten Banjarnegara. Gapoktan ini dibangun dengan adanya kegiatan Prima Tani yang dirintis oleh Departemen Pertanian melalui BPTP Jawa Tengah sebagai unit percontohan inovasi pertanian baik berupa teknologi, kelembagaan, dan kebijakan yang maju dan strategis.
Gapoktan KUAT terdiri dari empat kelompok tani yaitu Kelompok Tani Lohjinawi, Kelompok Tani Mentesing Tani, Kelompok Tani Matsudo Tani, dan Kelompok Tani Portal. Komoditi yang diusahakan oleh anggota kelompok tani bermacam-macam dengan tanaman jambu biji varietas Getas sebagai komoditi unggulan dan paling banyak ditanam oleh anggota Gapoktan KUAT. Selain jambu biji, komoditi lain sebagai pendukung adalah kambing, pisang rajalawe, padi gogo, dan jagung.
Pengolahan jambu biji adalah unit usaha yang menghasilkan produk unggulan dari Gapoktan KUAT. Pengolahan jambu ini menghasilkan dua macam produk olahan yaitu puree dan sari buah jambu biji merah. Sari buah jambu biji merupakan produk turunan dari puree dimana proses pengolahan sari buah berbahan dasar puree jambu biji merah. Pengolahan jambu biji merah menjadi
puree dan sari buah menggunakan alat berupa mesin pengolahan dan alat
pendingin (freezer) untuk hasil olahannya. Sehingga biaya investasi yang dikeluarkan unuk kegiatan pengolahan ini cukup besar.
Pelaksanaan usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT memperoleh bantuan mesin pengolahan dan peralatan investasi lainnya dari BPTP Jawa Tengah maupun Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara. Kegiatan pengolahan dipersiapkan sejak tahun 2007 yang meliputi persiapan mesin dan pelatihan penggunaan mesin pengolahan tersebut. Untuk kegiatan produksi telah berjalan secara mandiri oleh Gapoktan KUAT dan dipasarkan secara luas di Kabupaten Banjarnegara sejak tahun 2008.
Produk puree dan sari buah di Gapoktan KUAT masih diproduksi dalam jumlah sedikit terkait dengan pemasaran produk yang terbatas di sebagian wilayah Kabupaten Banjarnegara. Dimana penjualan produk olahan jambu biji ini masih
7 dilakukan secara langsung. Selain itu, kegiatan produksi pada unit usaha pengolahan ini juga belum dilakukan secara kontinu. Hal ini terjadi terkait dengan produk yang dihasilkan oleh unit usaha Gapoktan KUAT tergolong masih baru yang masih dalam tahap proses perijinan produk ke lembaga-lembaga yang berhubungan dengan keamanan produk pangan. Kondisi ini menyebabkan unit usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT belum melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam kegiatan pemasaran produknya yang menunjukkan terdapat beberapa permintaan pasar yang belum bisa dipenuhi oleh unit usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT.
Kegiatan produksi puree dan sari buah jambu biji di Gapoktan KUAT belum dilakukan secara optimal, yang terlihat dari produksi puree dan sari buah jambu biji untuk tahun 2008 baru mencapai kurang dari lima persen dari kapasitas produksi maksimum. Padahal, disisi lain untuk kegiatan pengolahan ini dibutuhkan biaya investasi yang cukup besar. Meskipun untuk biaya investasi merupakan bantuan dari pemerintah, namun jika usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT tidak dilakukan secara optimal maka usaha ini bisa menjadi tidak menguntungkan untuk dijalankan. Selain itu adanya bantuan barang-barang investasi dari pemerintah melalui kegiatan Prima Tani harus dimanfaatkan untuk menghasilkan keuntungan sehingga program yang dicanangkan oleh pemerintah tidak sia-sia dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sehingga dengan kondisi seperti ini maka analisis kelayakan secara finansial maupun non finansial usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT menjadi penting dilakukan. Analisis dilakukan untuk menilai apakah usaha ini layak dijalankan dan mendatangkan keuntungan atau malah menimbulkan kerugian.
Kegiatan Prima Tani merupakan program yang dilakukan sebagai unit percontohan, yang nantinya jika program tersebut berhasil maka dapat diterapkan pada kelompok tani lain. Hal ini dapat dilakukan melihat bahwa di Banjarnegara masih terdapat beberapa kecamatan yang berpotensi bagi pengembangan jambu biji merah (Tabel 4). Dengan produksi jambu biji dari beberapa kecamatan di Banjarnegara yang cukup besar, memungkinkan untuk dilakukan usaha pengolahan jambu biji seperti yang dijalankan oleh Gapoktan KUAT.
8
Tabel 4. Jumlah Pohon/Rumpun, Produksi, dan Produktivitas Jambu Biji Menurut
Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2007
No Kecamatan
Jambu biji Jumlah pohon
panen (pohon) Produksi (Kw)
Rata-rata Produksi (Kg/pohon) 1 Susukan - - - 2 Pwj Klampok - - - 3 Mandiraja 1.000 22.000 2.200 4 Purwonegoro - - - 5 Bawang 421 9.700 2.304 6 Banjarnegara - - - 7 Sigaluh - - - 8 Madukara 100 9.500 9.500 9 Banjarmangu 250 25.000 10.000 10 Wanadadi 4.635 32.500 701 11 Rakit - - - 12 Punggelan 50 3.300 6.600 13 Karangkobar 105 1.000 952 14 Pagentan - - - 15 Pejawaran 1.800 54.000 3.000 16 Batur - - - 17 Wanayasa - - - 18 Kalibening 100 1.300 1.300 19 Pagedongan - - - 20 Pandanarum 125 900 720 Total 8.586 159.200 37.277
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara, 2007
Pada usaha pengolahan jambu biji oleh Gapoktan KUAT yang merupakan usaha binaan pemerintah melalui Prima Tani, investasi usaha seperti alat-alat pengolahan dan bangunan pabrik diperoleh dari bantuan atau hibah pemerintah. Sedangkan bagi kelompok tani lain atau individu yang akan mengusahakan hal yang sama bercermin dari keberhasilan kegiatan Prima Tani, kemungkinan harus mempunyai modal sendiri untuk memulai usaha pengolahan tersebut. Sehingga pada analisis kelayakan dibuat dua skenario dimana skenario yang pertama jika terdapat bantuan dan skenario kedua jika tidak terdapat bantuan pemerintah. Dari
9 hasil analisis finansial tersebut dapat dibandingkan apakah terdapat perbedaan yang signifikan dari kedua skenario yang dibuat.
Pengolahan jambu biji sangat dipengaruhi oleh pasokan bahan baku yaitu jambu biji yang dihasilkan oleh petani. Dimana jumlah pasokan jambu biji sendiri juga dipengaruhi oleh kondisi iklim dan curah hujan. Selain jumlah pasokan, harga jambu biji juga akan berpengaruh terhadap kegiatan pengolahan. Di sisi lain, dengan semakin banyaknya produk olahan buah-buahan menjadi puree dan sari buah juga akan berpengaruh terhadap usaha pengolahan jambu biji. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis bagaimana pengaruh dari ketiga variabel terhadap kelayakan proyek apabila terjadi penurunan produksi puree dan sari buah jambu biji, kenaikan harga jambu biji karena langka, serta penurunan harga dari
puree maupun sari buah jambu biji akibat persaingan dengan usaha pengolahan
jambu biji lain atau produk subtitusinya.
Pada Gapoktan KUAT jambu biji yang diolah menghasilkan dua jenis produk baru yaitu puree dan sari buah. Puree adalah bahan setengah jadi dalam bentuk bubur buah, terbuat dari daging buah yang sudah diolah menjadi bubur buah. Puree dapat diolah kembali menjadi produk olahan yang diinginkan5. Puree juga dapat digunakan sebagai bahan baku minuman sari buah, es krim, selai, dodol, serta sebagai campuran yoghurt dan permen. Sedangkan sari buah merupakan produk yang siap dikonsumsi dan berbahan dasar puree.
Kedua produk olahan jambu biji yang dihasilkan, memiliki karakteristik yang berbeda. Hal tersebut berpengaruh terhadap jumlah permintaan dan target konsumen produk puree dan sari buah jambu biji. Selain itu tingkat keuntungan dari masing-masing produk juga berbeda, sehingga hal ini menyebabkan perlu dilakukan analisis optimalisasi produksi dari usaha pengolahan jambu biji agar mendapatkan kombinasi produk puree dan sari buah jambu biji yang dapat menghasilkan keuntungan maksimal bagi unit usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT.
5
Departemen Pertanian. www.litbang.deptan.go.id. 4 Jenis Olahan Manggis, Si Ratu Buah Dunia dari Sumbar. [19 Januari 2009]
10 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi dalam usaha pengolahan jambu biji merah adalah:
1. Bagaimana kelayakan usaha pengolahan jambu biji merah dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial lingkungan? 2. Bagaimana kelayakan finansial usaha pengolahan jambu biji merah
apabila dilihat dari dua skenario yaitu skenario 1 adalah adanya bantuan atau hibah untuk barang investasi dan skenario 2 yaitu tidak adanya bantuan atau hibah untuk barang investasi?
3. Bagaimana sensitivitas usaha pengolahan jambu biji merah apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya?
4. Bagaimana kombinasi produksi optimal yang dapat menghasilkan keuntungan maksimum bagi petani sekaligus memenuhi permintaan pasar?
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan usaha pengolahan jambu biji merah dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial lingkungan. 2. Menganalisis kelayakan finansial usaha pengolahan jambu biji merah
apabila dilihat dari dua skenario yaitu skenario 1 adalah adanya bantuan atau hibah untuk barang investasi dan skenario 2 yaitu tidak adanya bantuan atau hibah untuk barang investasi.
3. Menganalisis sensitivitas usaha pengolahan jambu biji merah apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya
4. Menganalisis kombinasi tingkat produksi optimal puree dan sari buah jambu biji yang dapat memberikan keuntungan maksimum bagi petani.
11
1.4 Manfaat penelitian
1. Bagi Gapoktan KUAT diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan sebagai bahan pertimbangan dalam menetukan kebijakan terkait dengan kegiatan operasional dan pengembangan usahanya.
2. Bagi kelompok tani dan pihak lain, analisis ini dapat memberikan informasi mengenai usaha pengolahan jambu biji terkait dengan kelayakan dan optimalisasi produksi olahan jambu biji.
3. Bagi investor, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menanamkan investasinya pada unit usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT. 4. Bagi pemerintah, analisis ini dapat digunakan sebagai masukan dan
evaluasi untuk pertimbangan dalam pengembangan unit usaha pengolahan jambu biji di Kabupaten Banjarnegara.
5. Bagi penulis, merupakan pengalaman yang sangat berharga dan sebagai sarana untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh selama kegiatan perkuliahan. Selain itu sebagai bahan pembelajaran yang dapat diterapkan nantinya dan memberikan inspirasi untuk mengusahakan jambu biji khususnya pengolahan jambu biji.
6. Bagi pembaca, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi mengenai kelayakan usaha pengolahan jambu biji dan sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Kegiatan penelitian terbatas pada subsistem agribisnis pengolahan jambu biji. Gapoktan KUAT memiliki empat unit usaha pengolahan yaitu pengolahan jambu biji merah, pengolahan jagung, pengolahan pisang rajalawe, dan pupuk organik. Namun penelitian ini hanya dibatasi pada usaha pengolahan jambu biji merah menjadi produk puree dan sari buah yang merupakan produk unggulan dari Gapoktan KUAT.
Penelitian ini difokuskan untuk melihat tingkat kelayakan finansial dan non finansial pada usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT dengan dua pola yaitu jika terdapat bantuan atau hibah dari pemerintah dan jika tidak ada bantuan atau hibah dari pemerintah. Dan dilakukan juga analisis optimalisasi produksi
12 untuk menentukan kombinasi dari hasil pengolahan jambu biji yaitu puree dan sari buah yang optimal dengan menggunakan sumber daya yang tersedia pada unit usaha pengolahan jambu biji Gapoktan KUAT sehingga dapat memberikan keuntungan maksimal bagi usaha ini.
II TINJAUAN PUSTAKA
Untuk memperoleh penelitian yang mendalam tentang studi kelayakan usaha dan optimalisasi produksi, maka berikut ini akan dipaparkan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan topik tersebut. Dimana topik-topik tersebut menjadi dasar kerangka pemikiran bagi penulis dan memberikan masukan terhadap penelitian yang dilakukan.
2.1 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Analisis Kelayakan Aspek Pasar, Aspek Teknis, Aspek Manajemen, dan Aspek Sosial Lingkungan
Utami (2008) melakukan penelitian analisis kelayakan usaha serbuk minuman instan berbasis tanaman obat (studi kasus: koleksi taman obat dan spa kebugaran Syifa, Bogor). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan aspek pasar, teknis, hukum, sosial, dan lingkungan, serta menganalisis kelayakan finansial dan sensitifitas. Dilihat dari aspek pasar, teknis, hukum, sosial, dan lingkungan, Taman Syifa dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Namun aspek manajemen dinilai tidak layak karena tidak terdapat efisiensi tenaga kerja sehingga perlu adanya perbaikan usaha.
Berdasarkan analisis finansial usaha serbuk minuman instan berbasis tanaman obat di Taman Syifa memperoleh NPV < 0 yaitu sebesar Rp.-50.89.149, net B/C, IRR, dan payback period yang tidak terdefinisi. Hal ini berarti usaha serbuk minuman instan berbasis tanaman obat Taman Syifa dinilai tidak layak. Analisis finansial usaha ini dinyatakan tidak layak terkait dengan aspek manajemen dimana Taman Syifa dinilai memiliki kelebihan tenaga kerja yang berimplikasi pada biaya variabel yang besar pada analisis finansialnya.
Penelitian lain terkait dengan kelayakan usaha dilakukan juga oleh Utama (2008) yaitu analisis kelayakan usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Aspek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah aspek finansial, aspek pasar dan aspek teknis. Berdasarkan aspek pasar dan aspek finansial menunjukkan bahwa usaha layak untuk dijalankan. Namun untuk aspek teknis, usaha ini masih memerlukan banyak perbaikan dalam kegiatan budidaya karena kebanyakan petani masih menggunakan cara tradisional yang beresiko tinggi menyebabkan kegagalan
14 penen. Adanya kegagalan panen ini akan berpengaruh terhadap analisis finansial yang dapat mengakibatkan usaha menjadi tidak layak untuk dijalankan.
Dari penelitian terdahulu menunjukkan bahwa analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manjemen, dan aspek sosial lingkungan perlu dikaji untuk menentukan apakah usaha layak atau tidak untuk dijalankan. Hal ini karena dari aspek tersebut akan berpengaruh juga terhadap aspek finansial dari suatu usaha. Sehingga pada penelitian ini meniliki persamaan dengan penelitian terdahulu yaitu dilakukan analisis pada aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial lingkungan.
2.2 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Analisis Kelayakan Finansial
Utami (2008) melakukan penelitian analisis kelayakan usaha serbuk minuman instan berbasis tanaman obat (studi kasus: koleksi taman obat dan spa kebugaran Syifa, Bogor). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan aspek pasar, teknis, hukum, sosial, dan lingkungan, serta menganalisis kelayakan finansial dan sensitifitas. Dilihat dari aspek pasar, teknis, hukum, sosial, dan lingkungan, Taman Syifa dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Namun aspek manajemen dinilai tidak layak sehingga perlu adanya perbaikan usaha.
Berdasarkan analisis finansial usaha serbuk minuman instan berbasis tanaman obat di Taman Syifa memperoleh NPV < 0 yaitu sebesar Rp.-50.89.149, net B/C, IRR, dan payback period yang tidak terdefinisi. Hal ini berarti usaha serbuk minuman instan berbasis tanaman obat Taman Syifa dinilai tidak layak. Total penerimaan (TR) serbuk minuman instan berbasis tanaman obat yang dijalankan oleh Taman Syifa lebih kecil dari total biaya variabelnya. Kondisi ini memberi isyarat pada Taman Syifa untuk menutup usahanya. Namun, apabila perusahaan mampu mengurangi biaya tenaga kerja sebesar 45 persen maka Taman Syifa dapat terus membuka usahanya.
Dari penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penyebab usaha menjadi tidak layak tidak hanya karena adanya biaya investasi yang besar dan tidak tertutupi selama umur proyek, namun dapat juga disebabkan oleh biaya variabel yang lebih besar daripada penerimaan. Sehingga pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial dengan menggunakan skenario adanya bantuan
15 investasi dan tidak adanya bantuan investasi. Skenario ini dilakukan karena ada kemungkinan meskipun biaya investasi tidak dikeluarkan oleh perusahaan, namun usaha dapat menjadi tidak layak jika biaya operasional usaha lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh perusahaan. Persamaan dengan penelitian terdahulu adalah persamaan dalam alat analisis untuk menilai kriteria aspek finansial yaitu
Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio
(Net B/C), dan Payback Period.
2.3 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Analisis Sensitivitas
Rustiana (2008) melakukan penelitian mengenai analisis kelayakan pengolahan puree mangga pada CV Promindo Utama di Cirebon Jawa Barat. Dilihat dari aspek non finansial menunjukkan bahwa usaha pengolahan puree mangga ini layak untuk dilaksanakan. Dari aspek finansial, usaha pengolahan
puree mangga menghasilkan nilai NPV selama 10 tahun sebesar Rp
346.825.522,00 dengan kapasitas mesin sebesar 78.000 kg mangga selama 5 bulan berproduksi, nilai IRR sebesar 87,26%, nilai Net B/C sebesar 6,14 dan payback
period lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 1,6 bulan. Dengan
demikian berdasarkan aspek finansial usaha pengolahan puree mangga ini layak untuk dijalankan.
Pada penelitian di CV Promindo Utama juga dilakukan analisis sensitivitas mengggunakan analisis switching value dimana akan dicari perubahan yang mengakibatkan usaha tidak layak pada variabel volume produksi puree mangga, harga jual puree mangga dan kenaikan harga mangga. Hasil analisis stwitching
value menunjukkan bahwa unit usaha pengolahan puree mangga masih layak
untuk dilaksanakan jika volume produksi puree mangga mengalami penurunan maksimal sebesar 15,08664 persen, harga jual puree mangga turun sebesar 15,08664, serta kenaikan harga mangga Harumanis grade C maksimal sebesar 31,896.
Dari penelitian terdahulu ini terdapat persamaan yaitu terkait dengan topik penelitian pengolahan buah-buahan yang bersifat musiman. Dimana berdasarkan analisis switching value variabel volume produksi puree mangga, harga jual puree mangga dan kenaikan harga mangga cukup berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Pengolahan jambu biji yang merupakan buah-buahan dengan karakteristik
16 dapat berbuah sepanjang tahun namun juga memiliki waktu panen raya dan waktu langka. Sehingga pada penelitian ini juga perlu dilakukan analisis switching value dimana dilakukan menggunakan variabel yang sama dengan penelitian yang telah dilakukan untuk pengolahan puree mangga.
2.4 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Analisis Optimalisasi Produksi
Untuk penelitian mengenai optimalisasi pernah dilakukan oleh Ridyawati (2007) yaitu optimalisasi produksi susu olahan pada KUD Mitrayasa Tasikmalaya. Berdasarkan hasil optimalisasi produksi susu olahan di pabrik MT KUD Mitrayasa, diketahui bahwa pengolahan yang dilakukan masih belum optimal. Untuk mencapai tingkat produksi yang optimal maka produksi susu cup
plain dan yoghurt plain masing-masing sebesar 214.170,859 liter dan 1.532 liter.
Sedangkan susu cup coklat, cup strawberry, cup vanilla, cup melon, yoghurt strawberry, yoghurt melon, dan susu dingin diproduksi masing-masing sebesar 16.624 liter; 15.657 liter; 5.433 liter; 5.340 liter; 984 liter; 984 liter dan 1.181.593 liter. Dengan berproduksi pada kondisi optimal ini KUD Mitrayasa dapat memperoleh keuntungan tambahan sebesar Rp 202.221.784,00. Hasil analisis dual menunjukkan bahwa penggunaan sumberdaya selain susu segar, lactobacillus, dan lid cup berlebih. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya yang ada belum dimanfaatkan secara optimal.
Simanjuntak (2007) juga telah melakukan penelitian Optimalisasi Produksi Kapsul Ekstrak Obat Tradisional pada Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Taman Sringanis, Bogor. Data yang diperoleh diolah dengan model
linear programming dengan fungsi tujuan merupakan nilai harga per kapsul dari
setiap jenis produk, sedangkan kendala yang dapat dibentuk terdiri dari kendala bahan baku, jam tenaga kerja lapangan, jam kerja mesin ekstrak, upah untuk tenaga kerja lapangan, permintaan dan target produksi, dan cangkang kapsul. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan adanya analisis optimalisasi maka terjadi peningkatan penerimaan sebesar 19,14% dari penerimaan aktual. Tingkat produksi optimal dari seluruh aktifitas produksi kapsul tersebut sebesar 330.500 kapsul atau mengalami peningkatan sebesar 54.218 kapsul atau 19,6% dari kondisi aktual. Tingkat produksi kapsul ekstrak ini dapat memenuhi 95% dari target permintaan pasar yang ditetapkan.
17 Persamaan penelitian optimalisasi produksi pengolahan jambu biji di Kabupaten Banjarnegara dengan penelitian terdahulu adalah pada alat analisis yang digunakan untuk menilai optimalisasi produksi dengan metode linear
programming yang diolah menggunakan program LINDO. Selain itu terdapat
persamaan pada kegiatan penelitian yaitu dilakukan pada subsistem agribisnis pengolahan suatu komoditi. Sedangkan perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian kali ini adalah adanya perbedaan komoditi yang diteliti dan lokasi tempat dilakukannya penelitian.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Jambu Biji
A. Asal usul Penyebaran
Jambu Biji (Psidium guajava L) merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk komoditas internasional. Jambu biji ini bukan tanaman asli dari Indonesia. Tanaman ini pertama kali ditemukan di Amerika Tengah oleh Nikolai Ivanovich Vacilov saat melakukan ekspedisi ke beberapa negara di Asia, Afrika, Eropa, Amerika Serikat, dan Uni Soviet pada tahun 1887-1942. Tanaman jambu biji menyebar di beberapa negara seperti Thailand, Taiwan, Jepang, Malaysia, Australia, dan Indonesia. Hingga saat ini di Indonesia telah banyak dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa (Prihatman, 2000).
B. Botani dan Morfologi Jambu Biji
Nama ilmiah Jambu Biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa Yunani yaitu “psidium” yang berarti delima dan “guajava” berasal dari nama yang diberikan oleh orang Spanyol. Taksonomi tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut (Parimin, 2007) :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium Guajava Linn
Jambu biji merupakan tanaman perdu bercabang banyak dengan tinggi mencapai 3-10 m. Pada umumnya umur tanaman jambu biji hingga 30-40 tahun, dimana tanaman yang berasal dari biji relatif berumur lebih panjang dibandingkan hasil cangkokan atau okulasi. Batang jambu biji memiliki ciri khusus yaitu berkayu keras, liat, tidak mudah patah, kuat, dan padat. Sedangkan kulit kayunya halus dan mudah terkelupas. Daun jambu biji berbentuk bulat panjang, bulat
19 langsing, atau bulat oval dengan ujung tumpul atau lancip. Panjang helai daun sekitar 5-15 cm dan panjang tangkai berkisar 3-7 mm.
Tanaman jambu biji dapat berbuah dan berbunga sepanjang tahun. Bunga keluar di ketiak daun dengan jumlah bunga disetiap tangkai antara 1-3 bunga. Buah jambu biji berbentuk bulat atau bulat lonjong dengan kulit buah berwarna hijau saat muda dan berubah kuning muda mengkilap setelah matang. Warna daging buah umumnya putih biasa, putih susu, merah muda, atau merah tua dan aroma buah harum saat buah matang.
Biji jambu biji pada umumnya cukup banyak, meskipun ada beberapa jenis buah yang berbiji sedikit bahkan tanpa biji. Tanaman jambu biji berakar tunggang dimana perakarannya lateral, berserabut cukup banyak, dan tumbuh relatif cepat. Perakaran jambu biji cukup kuat dan penyerapan unsur haranya cukup efektif sehingga mampu berbuah sepanjang tahun.
C. Jenis Tanaman
Hingga saat ini terdapat lebih dari 97 varietas jambu biji yang tersebar di beberapa negara termasuk di Indonesia. Dari sejumlah jenis jambu biji, terdapat beberapa varietas jambu biji yang digemari orang dan dibudidayakan dengan alasan nilai ekonomisnya yang relatif lebih tinggi diantaranya adalah (Parimin, 2007):
1) Jambu sukun.
Jambu ini merupakan salah satu jenis jambu biji tanpa biji (triploid) yang tumbuh secara partenokarpi dan bila tumbuh dekat dengan jambu biji akan cenderung berbiji kembali. Ciri jambu sukun tanpa biji antara lain buahnya berbentuk bulat simetris atau persegi panjang. Warna kulit buah hijau muda dan mengkilap setelah matang. Daging buah berwarna putih, tebal, padat, serta bertekstur keras.
2) Jambu Bangkok.
Jambu yang berasal dari Bangkok, Thailand ini memiliki buah yang berukuran besar dengan bobot 500-1200 gram per buah. Daging buahnya tebal, berwarna putih, dan bijinya sedikit. Rasa daging buah manis dan enak dengan tekstur yang renyah dan keras. Jenis jambu biji ini sudah banyak tersebar di Indonesia karena merupakan jenis jambu biji unggul.
20 3) Jambu merah getas.
Jambu biji merah getas merupakan hasil silangan antara jambu pasarminggu yang berdaging merah dengan jambu biji bangkok sebagai hasil temuan dari Lembaga Penelitian Getas, Salatiga Jawa Tengah pada tahun 1980-an. Jambu biji merah getas memiliki keunggulan yaitu daging buahnya merah menyala, tebal, manis, harum, dan segar. Ukuran buahnya mencapai 400 gram per buahnya. Jambu ini banyak diminati karena selain rasanya yang enak juga dapat meningkatkan trombosit darah pada penderita demam berdarah.
4) Jambu pasarminggu.
Jambu biji pasarminggu adalah jenis jambu unggul karena merupakan hasil seleksi kultivar jambu biji kebun rakyat pada tahun 1920-1930. Bobot buah sekitar 150-200 gram dengan bentuk yang agak lonjong. Daging buah berwarna merah, manis, bertekstur lembut, dan beraroma harum. Kulit buah tipis dan berwarna hijau kekuning-kuningan dengan permukaan halus pada saat matang.
5) Jambu sari, 6) Jambu apel, dan 7) Jambu Palembang.
D. Syarat Tumbuh
1) Iklim dan Ketinggian Tempat
Tanaman jambu biji merupakan tanaman daerah tropis dan dapat tumbuh didaerah sub-tropis dengan intensitas curah hujan yang diperlukan berkisar antara 1000-2000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun serta ketinggian antara 5-1200 m dpl. Dalam budidaya tanaman jambu biji angin berperan dalam penyerbukan, namun angin yang kencang dapat menyebabkan kerontokan pada bunga. Tanaman ini dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 23-28°C disiang hari. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna (kerdil), kondisi yang ideal adalah musim berbunga dan berbuah pada waktu musim kemarau yaitu sekitar bulan Juli-September sedangkan musim buahnya terjadi bulan November-Februari bersamaan dengan musim penghujan.
21 2) Media Tanam
Tanaman jambu biji sebenarnya dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Namun tanaman jambu biji akan tumbuh baik pada lahan yang subur dan gembur serta banyak mengandung unsur nitrogen, bahan organik atau pada tanah yang keadaan liat dan sedikit pasir. Derajat keasaman tanah (pH) tidak terlalu jauh berbeda dengan tanaman lainnya, yaitu antara 4,5-8,2 dan bila kurang dari pH tersebut maka perlu dilakukan pengapuran terlebih dahulu.
3.1.2. Prima Tani
Prima Tani adalah suatu model atau konsep baru diseminasi teknologi yang dipandang dapat mempercepat penyampaian informasi dan penyampaian inovasi teknologi pertanian berserta umpan baliknya. Program Prima Tani yang diprakarsai oleh Badan Litbang dibentuk dengan latar belakang bahwa Badan Litbang Pertanian telah banyak menghasilkan dan menemukan inovasi teknologi, namun di sisi lain berdasarkan evaluasi menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi tersebut kepada masyarakat cenderung melambat, bahkan menurun. Sehingga dengan program Prima Tani diharapkan dapat berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung antara Badan Litbang sebagai penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian (delivery system) maupun pelaku agribisnis (receiving system) pengguna inovasi (Badan Litbang Departemen Pertanian, 2006).
Pelaksanaan kegiatan Prima Tani pada intinya adalah
mengimplementasikan secara terbatas (unit percontohan) inovasi teknis dan inovasi kelembagaan agribisnis di lokasi kegiatan. Dengan adanya peningkatan kinerja pada kedua aspek tersebut diharapkan akan berdampak positif pada kinerja hasil usahatani yang dicapai petani, dan bagi kehidupan masyarakat desa yang berupa peningkatan pendapatan dan peningkatan kesempatan kerja. Kegiatan Prima Tani diimplementasikan menggunakan lima pendekatan yaitu (Badan Litbang Departemen Pertanian, 2006):
a. Pendekatan agroekosistem
Dalam implementasi Prima Tani harus memperhatikan kesesuaian kondisi lokasi yang meliputi sumber daya lahan, air, wilayah komoditas, dan komoditas dominan.
22 b. Pendekatan agribisnis
Memperhatikan keterkaitan subsistem penyediaan input, usaha tani, pascapanen dan pemasaran.
c. Pendekatan wilayah
Optimisasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau kecamatan) untuk memudahkan fasiltasi dari pemerintah.
d. Pendekatan kelembagaan
Dalam pengembangan agribisnis tidak hanya memperhatikan keberadaan dan fungsi organisasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan input, proses dan output, tetapi juga modal sosial, norma dan aturan yang berlaku di lokasi Prima Tani.
e. Pendekatan pemberdayaan
Masyarakat mengandung arti lebih menekankan pada upaya penumbuhan kemandirian masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya setempat
Pada tahap awal tahun 2005 Prima Tani dilaksanakan di 14 Propinsi, mencakup 21 Laboratorium Agribisnis, pada tahun 2006 bertambah menjadi 25 Provinsi yang meliputi 30 desa, dan pada tahun 2007 pelaksanaan Prima Tani diperluas ke 200 Kabupaten di seluruh Provinsi di Indonesia. Salah satu lokasi Prima Tani adalah di Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah yang dilaksanakan mulai tahun 2005 hingga tahun 2009.
3.1.3 Sistem Agribisnis
Menurut David dan Goldberg (1957), diacu dalam Saragih (2001), agribisnis didefinisikan sebagai total dari keseluruhan kegiatan operasi di dalam manufaktur dan distribusi pertanian, operasi produksi pertanian, proses dan distribusi komoditi pertanian serta produk olahannya. Agribisnis meliputi keseluruhan kegiatan manajemen bisnis mulai dari perusahaan yang menghasilkan sarana produksi untuk usahatani, proses produksi pertanian, serta perusahaan yang menangani pengolahan, pengangkutan, penyebaran, penjualan secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir (Downey dan Ericson (1992) diacu dalam Suparta, 2001)
Agribisnis sebagai suatu sistem dapat diartikan bahwa agribisnis merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga
23 membentuk suatu totalitas. Hal ini berarti agribisnis terdiri dari dari berbagai sub sistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas (Hermawan, 2008).
Sebagai suatu sistem, maka pembangunan agribisnis tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri atau saling terlepas (decoupling), namun yang harus dilakukan adalah mengembangkannya secara sinergis melalui pembangunan sistem agribisnis yang mencakup beberapa subsistem. Menurut Saragih (2001) subsistem dalam agribisnis adalah sebagai berikut:
1) Sub-sistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), merupakan subsistem yang menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran. Kegiatan ini mencakup perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk. Yang termasuk ke dalam subsistem ini adalah industri-industri yang menghasilkan barang-barang modal bagi pertanian, seperti industri perbenihan/pembibitan, tanaman, ternak, ikan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat, vaksin ternak/ikan), industri alat dan mesin pertanian (agro-otomotif).
2) Sub-sistem pertanian primer (on-farm agribusiness), yaitu kegiatan budidaya yang menghasilkan komoditi pertanian primer (usahatani tanaman pangan, usahatani hortikultura, usahatani tanaman obat-obatan (biofarmaka), usaha perkebunan, usaha peternakan, usaha perikanan, dan usaha kehutanan). Subsistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer.
3) Sub-sistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu industri-industri yang mengolah komoditi pertanian primer menjadi olahan seperti industri makanan/minuman, industri pakan, industri barang-barang serat alam, industri farmasi, industri bio-energi dan lain-lain. Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian