• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN TEORI. 7 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. TINJAUAN TEORI. 7 Universitas Kristen Petra"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep dan Definisi

Branding merupakan konsep yang dikembangkan melalui konsep produk yang tergabung dalam empat elemen bauran pemasaran yaitu produk, harga, tempat, dan promosi. Oleh karena itu penulis mencoba menggambarkan secara hierarkis konsep dan teori ini dimulai dari sudut pandang pemasaran secara umum hingga ke pendalaman konsep branding yang difokuskan pada konsep brand communication yang merupakan dasar penelitian ini.

Berikut ini dipaparkan secara kronologis konsep dan teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini :

• Konsep pemasaran secara umum

• Konsep bauran pemasaran (marketing mix)

• Konsep produk sebagai salah satu elemen bauran pemasaran yang difokuskan pada konsep branding yang diklasifikasikan sebagai berikut:

a. A strong brand, definisi brand / brand equity dan bagaimana membangunnya.

b. Strategic brand analysis (customer, competitor, self analysis).

c. Brand identity.

d. Creation of brand’s value propositions.

e. Brand as organizations.

f. Brand personality.

g. Brand positioning.

h. Brand execution (communication theories).

i. Brand execution (brand communications), testing, and tracking.

(2)

Bagan berikut ini menggambarkan hubungan antar konsep yang digunakan dalam penelitian ini :

Teori Pemasaran

Teori Bauran Pemasaran

PROMOTION PLACE

PRICE PRODUCT

BRANDING

BRAND COMMUNICATION Brand Execution,

Testing , Tracking

Brand Communication through Promotional Mix

Communication Theory

Brand Communication Planning

Long term : Brand Message

Short term : Brand incentive

Gambar 2.1. Hubungan Antar Konsep

2.1.1. Teori Pemasaran

Setiap ahli ataupun praktisi pemasaran memiliki opini dan pengertian yang berbeda-beda mengenai definisi dari konsep pemasaran ini. Berikut ini beberapa pendapat ahli pemasaran yang memberi definisi baku dari pemasaran sebagai berikut :

(3)

American Marketing Association (AMA) mendefinisikan pemasaran sebagai :

“The process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and distribution of ideas, goods, and services to create exchanges that satisfy individual and organizational goals.”

(Kotler, 1996, p.6) mendefinisikan pemasaran sebagai :

“Marketing is a social and managerial process by which individuals and groups obtain what they need and want through creating and exchanging value with others.”

(Lamb, Hair & McDaniel, 2004, p.8) mendefinisikan pemasaran sebagai :

“The idea that the social and economic justification for an organization’s existence is the satisfaction of customer wants and needs while meeting organizational objectives.”

Proses untuk merencanakan dan mengeksekusi konsep produk, harga, promosi dan distribusi barang / jasa menurut American Marketing Association (AMA) yang disebutkan di atas merupakan strategi yang digunakan oleh tiap pemasar untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, yang lebih dikenal dengan konsep bauran pemasaran (marketing mix) yang dipaparkan berikut ini.

2.1.2. Teori Bauran Pemasaran

Seperangkat alat bantu pemasaran yang digunakan untuk membantu pencapaian tujuan pemasaran tergabung dalam konsep bauran pemasaran. Dahulu dikenal dengan istilah “4 Ps”, yang dipopulerkan oleh (Mc. Carthy, 1967), yang kemudian telah beradaptasi hingga melebihi empat konsep strategis utama, namun tetap berlandaskan pada empat konsep tersebut. Pendapat para ahli mengenai teori ini dipaparkan sebagai berikut.

(Mc. Carthy 1967, p.41) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai berikut:

”marketing mix is known as “4 Ps” which are product, place, promotion, and price which together make up the marketing mix.”

(4)

(Kerin, A. R., Eric, A. B., Hartley, W., S., & Rudelius, W, 2003, p.15) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai :

“the marketing actions of product, price, promotion, and place that can take to solve a marketing problem.”

(Lamb, Hair, dan McDaniel, 2004, p.42) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai berikut :

“Marketing mix is an unique blend of product, distribution, promotion, and pricing strategies designed to produce mutually satisfying exchanges with a target market.”

(Kotler, Keller, 2006, p.19), mendefinisikan bauran pemasaran sebagai berikut :

“The set of marketing tools the firm uses to pursue its marketing objectives.”

Menurut pandangan peneliti sendiri, konsep bauran pemasaran yang paling aplikatif ada pada konsep yang dikemukakan oleh (Lamb, Hair, & McDaniel, 2004) di atas, karena konsep strategis ini harus benar-benar terintegrasi (blended uniquely) agar pesan-pesan pemasaran dapat tersampaikan secara konsisten dan jelas. Adapun konsep sentral dari bauran pemasaran ini dijabarkan sebagai berikut:

• Product, merupakan sebuah barang, jasa, ataupun ide-ide untuk memuaskan kebutuhan konsumen.

• Price, merupakan elemen nilai yang dipertukarkan untuk produk yang ada.

• Promotion, merupakan media yang mengkomunikasikan produk antara penjual dan pembeli.

• Place, merupakan tempat diadakannya pertukaran produk.

Menurut (Kotler & Keller, 2006), sebuah strategi pemasaran yang efektif merupakan strategi yang berfokus pada kegiatan menemukan keinginan dan kebutuhan konsumen. Informasi mengenai keinginan dan kebutuhan konsumen ini kemudian dipakai untuk membuat suatu program pemasaran yang jelas dan tepat sasaran yang mengintegrasikan elemen-elemen dalam bauran pemasaran ini.

Bagan berikut ini menjelaskan alur dalam kegiatan menemukan keinginan dan

(5)

kebutuhan konsumen dan penggunaannya dalam departemen pemasaran sebagai pendukung dalam konsep produk aktual yang disediakan kepada konsumen.

Discover Consumer’s

Needs

Finding the right combination of :

product, price, promotion,

place

CONCEPT FOR PRODUCTS

Creation of goods, services,

ideas Information

about needs

Potential consumer : The

market

Gambar 2.2. Bauran Pemasaran

Sumber : (Kerin, A. R., Eric, A. B., Hartley, W., S., & Rudelius, W., 2003, p.17) Marketing’s second task : satisfying consumer needs.

Dari bagan di atas jelas dapat dilihat bahwa informasi mengenai keinginan dan kebutuhan konsumen merupakan muara atau sumber dari penyusunan konsep produk yang akan diberikan kepada konsumen di kemudian hari, yang kemudian dituangkan dan didetilkan lebih lanjut pada konsep branding sebagai dasar untuk proses produksi barang / jasa yang akan dilempar ke pasar.

2.1.3. Teori Branding

2.1.3.1. Brand

(6)

Apakah “brand” itu? Apakah brand sama dengan nama, simbol, ilustrasi, ataupun kombinasi diantaranya? Berikut pendapat beberapa ahli mengenai

“brand”.

Oxford American Dictionary mendefinisikan brand sebagai :

“A trademark, goods of a particular make : a mark of identification made with a hot iron, the iron used for this: a piece of burning or charred woods.”

American Marketing Association mendefinisikan brand sebagai :

“name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them intended to identify the goods or services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors” (Kerin, A. R., Eric, A. B., Hartley, W., S., & Rudelius, W, 2003, p.15)

Menurut (Kartajaya, 2004, p.11), definisi merek adalah:

“merek bagi saya adalah indikator value yang ditawarkan kepada pelanggan. Merek merupakan aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat kepuasan dan loyalitasnya.”

Menurut (Aaker, 1996, p.121), definisi dari merek adalah :

"A brand is a distinguishing name or symbol designed to: identify the origins of a good or service, differentiate those goods or services from those of the competition, protect the consumer and producer from competitors who would attempt to provide products that appear to be identical.

(Kerin, A. R., Eric, A. B., Hartley, W., S., & Rudelius, W, 2003) memaparkan bahwa sebuah brand yang baik merupakan elemen yang melengkapi sebuah produk. Sebuah brand mampu memberikan nilai tambah keunikan disamping nilai fungsional yang dapat diberikan oleh sebuah produk. Seluruh kegiatan branding dalam proses penawaran produk ke pasar merupakan kegiatan yang memberikan kombinasi antara kegunaan fungsional dari suatu produk dan karakteristik unik yang mampu mengarahkan konsumen untuk lebih memilih satu produk dibandingkan sejumlah produk sejenis lainnya yang beredar di pasar.

(7)

Proses menciptakan keunikan ini merupakan proses yang berfokus pada penciptaan nilai-nilai tambah yang positif dan berbeda untuk memposisikan sebuah produk, atau sebuah brand ke suatu pasar sasaran. Dimensi nilai-nilai tambah yang unik ini pada akhirnya akan menentukan karakteristik dari sebuah brand yang kuat (Aaker, 1996). Sebuah brand yang bagus seringkali diasosiasikan dengan nama yang mudah diucapkan, mudah dieja, dan mudah diingat.

Untuk menciptakan sebuah brand yang menancap kuat di benak konsumen, perusahaan perlu mengidentifikasikan, menyatakan, atau memposisikannya secara unik dan jelas, seperti halnya mengajukan suatu proposal terbaik bagi konsumen (Aaker, 1996).

Menurut (Aaker, 1996), membangun sebuah brand yang kuat tidaklah mudah, namun dapat diupayakan dengan baik. Hal ini dicapai dengan membangun dan memanage aset-aset dari brand itu sendiri dengan baik (building brand equity).

Brand equity menurut (Aaker, 1996, p.8) adalah :

“set of assets (and liabilities) linked to a brand’s name and symbol that adds to (or subtracts from) the value provided by a product or service to a firm and/or that firm’s customers.”

Kategori-kategori utama dari aset-aset tersebut adalah :

• Brand name awareness, yaitu kekuatan dari kehadiran / kesadaran mengenai sebuah brand di benak konsumen. Jika pikiran dari konsumen dipenuhi oleh sejumlah billboard, yang masing-masing memuat sebuah nama, maka ukuran billboard yang tergambarkan besar di benak konsumen merupakan brand awarenessnya. Kesadaran merek ini diukur berurutan dari posisinya, dimulai dari recognition (apakah konsumen mengetahui / mengenal brand ini sebelumnya?), recall (apakah konsumen dapat mengingat sejumlah brand yang ada pada kategori produk tertentu?), top of mind (the “first” brand yang diingat konsumen), hingga yang terakhir adalah dominant (the “only” brand yang diingat).

• Perceived quality, yaitu persepsi konsumen mengenai kualitas yang dimiliki oleh sebuah brand dalam produk yang dilabelinya dan seringkali merupakan

(8)

alasan yang paling kuat yang digunakan oleh konsumen dalam menilai sebuah brand.

• Brand loyalty, yaitu tingkat kesetiaan konsumen terhadap sebuah brand.

Tanpa kesetiaan, sebuah brand akan sangat rentan dan mudah tergantikan oleh brand lainnya. Dan para pemasar harus memiliki perspektif yang jelas dalam membangun loyalitas, karena biaya untuk mempertahankan konsumen lama adalah jauh lebih kecil daripada menarik konsumen baru untuk setia terhadap brand yang bersangkutan.

• Brand associations, merupakan asosiasi yang terhubungkan antara sebuah brand dengan identitas yang tercermin ketika brand yang bersangkutan digunakan oleh konsumen. Asosiasi ini dapat berupa atribut produk, public figure / a celebrity, ataupun simbol unik tertentu.

Menurut (Aaker, 1996), brand association sangat dipengaruhi oleh identitas merek itu sendiri (brand identity). Kunci utama dalam membangun sebuah merek yang kuat, adalah dengan mengembangkan brand identity dan mengaplikasikannya tepat sasaran. Pengembangan dan implementasi dari brand identity merupakan keputusan yang sifatnya strategik yang perlu dilakukan dengan persiapan matang dan hati-hati dalam implementasinya. Oleh karena itu diperlukan perspektif yang strategis, yang diambil dari tiga tolok ukur utama yaitu customer analysis, competitor analysis, dan self analysis.

2.1.3.2. Customer Analysis

Sebuah analisa konsumen dapat dilakukan dengan meneliti tren, motivasi, segmentasi, dan kebutuhan yang tidak terpenuhi (unmet needs). Adapun penjabaran dari semua elemen di atas dipaparkan berikut ini :

• Trends. Cara yang baik untuk memulai analisa konsumen adalah dengan meneliti tren-tren yang secara dinamis terjadi di lingkungan konsumen itu sendiri. Tren ini sangat dominan menyumbang analisa konsumen dengan menyediakan insights atau hidden needs yang dapat digunakan untuk mengubah motivasi dan kepentingan konsumen dalam mengkonsumsi produk yang diwakili oleh sebuah brand.

(9)

• Customer motivations. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan melekatkan atribut-atribut fungsional maupun emosional dari sebuah brand yang menjadi benefit yang akan memotivasi konsumen untuk membelanjakan uangnya dan menggunakan brand yang bersangkutan.

• Segmentation. Tugas utama dalam bagian ini adalah dengan memilah konsumen ke dalam bagian-bagian atau segmen-segmen yang merupakan target yang paling aktraktif untuk sebuah brand dan yang memiliki hubungan yang paling relevan dalam membangun brand identity. Segmentasi ini dapat dilakukan secara demografis, geografis, psikografis, hingga ke hobbies, preferences, lifestyles, dan personal interests.

• Unmet needs. Kebutuhan yang belum terpenuhi merupakan kondisi yang sangat strategis karena hal ini merepresentasikan peluang bagi perusahaan yang ingin melakukan pergerakan besar di pasar. Banyak cara yang digunakan untuk menemukan unmet needs ini. Salah satu cara yang paling sering digunakan adalah dengan melakukan survei secara written maupun experienced. Secara tertulis dilakukan dengan menyebar kuesioner, dan cara kedua adalah dengan melakukan eksperimen langsung menggunakan prototype produk dari sebuah brand yang telah dirancang sebelumnya untuk mengetahui gejala/masalah yang muncul sebagai peluang untuk dibenahi.

2.1.3.3. Competitor Analysis

Analisa kompetitor difokuskan pada posisi dan citra merek serta kekuatan dan kelemahan dari kompetitor utama dalam kategori produk sejenis. Penjabaran dari pendekatan ini dipaparkan sebagai berikut :

• Competitor brand image/position. Merupakan input fundamental dengan meneliti bagaimana konsumen berpersepsi terhadap brand dari kompetitor, khususnya pada benefit-benefit yang disediakan oleh brand tersebut.

Informasi akurat mengenai brand image kompetitor dapat diakses melalui survei kualitatif dan kuantitatif dimana konsumen berbicara mengenai persepsinya terhadap brand yang bersangkutan.

• Competitor strengths and vulnerabilities. Pendekatan yang dilakukan ada dua, yaitu menyerang pada kekuatannya dan menyerang pada kelemahannya. Jika

(10)

berpusat pada kekuatan kompetitor, membutuhkan strategi yang kuat dan unik, dan hasilnya sangat beresiko karena kompetitor telah berada di pasar untuk sekian waktu lamanya. Pendekatan yang lebih mudah adalah dengan menyerang kelemahannya, pada aspek-aspek yang tidak dipenuhi dengan baik oleh kompetitor.

(11)

2.1.3.4. Self Analysis of the Brand

Merupakan input penting dalam mengembangkan brand identity dengan melakukan pendekatan analisa organisasional. Area-area yang dapat dianalisa dari pendekatan ini dipaparkan sebagai berikut :

• Current brand image. Analisa ini dimulai dengan mempertanyakan : a. bagaimana brand yang dirancang dipersepsikan oleh konsumen, b. asosiasi apakah yang dikaitkan dengannya,

c. bagaimanakah differensiasinya dari kompetitor d. benefit apa yang dirasakan oleh konsumen

e. apakah brand yang dirancang telah memiliki kepribadian (brand personality)

f. apa atribut intangible dari brand yang dirancang.

g. citra visual atau imajinasi apakah yang dapat dibangun dari brand yang dirancang.

• Brand heritage. Sebagai tambahan pada analisa persepsi konsumen di atas, sangatlah penting untuk memahami asal-usul dari brand yang dirancang.

Misalnya, brand apa sajakah yang menjadi pionir sebelumnya, bagaimana brand ini diturunkan dari brand sebelumnya, citra apakah yang melekat pada brand sebelumnya.

• Strengths and weaknesses. Untuk menjadi sustainable brand, harus didukung oleh kekuatan organisasi di balik brand yang dirancang. Apa kekuatan perusahaan yang dapat menjadi sumber kredibilitasnya, dan apa kelemahan perusahaan yang perlu dieliminasi dan dibenahi untuk menjadikannya kekuatan yang dapat memberi kontribusi positif. Merupakan hal yang sia-sia dilakukan jika merancang brand yang tidak dapat didukung oleh kekuatan organisasi yang solid.

• Soul of the brand. Apa visi dan mimpi perusahaan atau organisasi yang mengeluarkan brand yang dirancang? Kebanyakan brand yang kuat memiliki

“jiwa” yaitu nilai dasar dari sebuah brand yang merefleksikan karakter dan arti pada bisnisnya.

• Links to other brands. Apakah brand yang dirancang memiliki kontribusi sinergis dengan brand lainnya pada organisasi yang sama.

(12)

Elemen-elemen yang terkandung dalam strategic brand analysis ini meletakkan dasar untuk membangun dan mengimplementasikan brand identity.

2.1.3.5. Brand Identity

Identitas merek (brand identity) memberikan arah, tujuan, dan arti, serta merupakan figur sentral yang merepresentasikan visi strategis yang merupakan hati dan jiwa dari merek tersebut. Apa definisi baku dari identitas merek? Berikut ini didefinisikan oleh (Aaker, 1996) :

“a unique set of brand associations that the brand strategist aspires to create or maintain. These associations represent what the brand stands for and imply a promise to customers from the organization members (p. 68).

“brand identity should help establish a relationship between the brand and the customer by generating a value proposition involving functional, emotional or self-expressive benefits”

Menurut (Aaker, 1996), identitas merek merupakan seperangkat asosiasi yang akan diciptakan atau dipertahankan terhadap merek, yang merepresentasikan apa yang menjadi dasar nilai dan menyiratkan janji khusus pada konsumen dari merek tertentu. Identitas merek ini juga harus membangun hubungan antara konsumen dengan merek itu sendiri dengan menyediakan keunikan dari benefit- benefit fungsional, emosional, dan ekspresi diri.

Proses menciptakan keunikan ini merupakan proses yang berfokus pada penciptaan nilai-nilai tambah yang positif dan berbeda untuk memposisikan sebuah produk, atau sebuah brand ke suatu pasar sasaran. Penciptaan nilai-nilai tambah yang unik ini dikenal dengan istilah brand’s value proposition. (Aaker, 1996). Sebuah brand yang bagus seringkali diasosiasikan dengan nama yang mudah diucapkan, mudah dieja, dan mudah diingat. Untuk menciptakan sebuah brand yang menancap kuat di benak konsumen, perusahaan perlu mengidentifikasikan, menyatakan, atau memposisikannya secara unik dan jelas, seperti halnya mengajukan suatu proposal terbaik bagi konsumen.

(13)

(Kunde, 2002, p.110), memaparkan tentang proposal ini dengan pernyataan :

“The company must define itself in relation to the position it wishes in the market. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebuah brand harus diekspresikan dengan cara yang terarah dan dengan pernyataan yang sangat jelas yang mampu menciptakan kesan khusus di benak konsumen.

(Aaker, 1996, p.95) mendefinisikan brand’s value proposition sebagai berikut :

“A statement of the functional, emotional, and self-expressive benefits delivered by the brand that provide value to the customer. An effective value proposition should lead to a brand-customer relationship and drive purchase decisions”.

Adapun konsep sentral dari benefit-benefit di atas adalah :

• Functional Benefits, yaitu benefit yang didasarkan pada atribut produk yang menyediakan kegunaan fungsional kepada pelanggan. Benefit yang dimaksud biasanya terkait langsung dengan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh produk atau servis bagi pelanggan itu sendiri.

• Emotional Benefits. Ketika pembelian ataupun penggunaan suatu produk mendatangkan perasaan positif bagi penggunanya, maka sebuah brand telah menyediakan emotional benefit.

• Self-expressive benefits. Ide dasar dari self-expressive benefits adalah bahwa beberapa brand telah menjadi kendaraan utama untuk mengekspresikan identitas diri para penggunanya. Identitas diri ini bisa merupakan identitas asli mereka ataupun identitas ideal yang menginspirasi mereka. Orang-orang mengekspresikan diri mereka lewat banyak cara, misalnya pemilihan bidang kerja, pertemanan, sikap diri, opini-opini, aktivitas sehari-hari, dan juga gaya hidup. Pembelian atau penggunaan sebuah branded product, entah itu sebuah Apple iPod, sepatu Nike, atau sebuah Harley, merupakan kendaraan para pembelinya untuk mengekspresikan personality dan gaya hidup mereka, artinya brand-brand tersebut dapat menciptakan perasaan puas dan dapat membuat penggunanya lebih merasa terpenuhi jiwanya, dengan kata lain brand-brand ini mampu mengekspresikan diri mereka secara personal.

(14)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebuah brand harus diekspresikan dengan cara yang terarah dan dengan pernyataan yang sangat jelas yang mampu menciptakan kesan khusus di benak konsumen. Untuk menempatkan sebuah brand di benak konsumen, maka seorang brand strategist harus mampu memahami apa yang diinginkan oleh konsumen dengan baik, atau bahkan mencoba berpikir dari sudut pandang konsumen dan benar-benar menjadi konsumen itu sendiri.

2.1.3.6. Brand Personality

Dengan menjadi konsumen itu sendiri, sebuah brand akan berusaha memposisikan dirinya sebagai seseorang (brand as a person). Menurut (Aaker, 1996), tolok ukur dalam konsep ini adalah bahwa sebuah identitas merek yang baik adalah yang lebih kaya dan lebih menarik di luar atribut produk dari brand itu sendiri.

Seperti halnya sebuah pribadi, sebuah brand dapat dipersepsikan dalam konteks kemewahan, kompeten, menakjubkan, dapat dipercaya, menyenangkan, aktif, lucu, formal, santai, berjiwa muda, maupun intelektual. Sebuah kepribadian merek yang baik dapat menciptakan brand yang kuat dalam tiga cara, yaitu :

• Pertama, berperan dalam menciptakan benefit self-expressive yang menjadi kendaraan bagi konsumen untuk mengekspresikan kepribadian dirinya.

• Kedua, seperti halnya kepribadian seseorang mempengaruhi hubungannya dengan pribadi lainnya, demikian halnya kepribadian merek menjadi dasar terbentuknya hubungan antara konsumen dengan merek tersebut.

• Ketiga, kepribadian merek dapat membantu untuk mengkomunikasikan atribut-atribut produk yang menolong konsumen untuk cepat memahami benefit fungsional dari merek yang bersangkutan.

Dengan terbentuknya identitas merek, proposisi merek, dan kepribadian merek, maka langkah berikutnya yang tak kalah pentingnya yang harus dilakukan oleh seorang brand strategist adalah dengan mengimplementasikannya lewat aktivitas brand positioning.

(15)

2.1.3.7. Brand Positioning

Fokus yang dilakukan pada aktivitas ini adalah dengan mengimplementasikan identitas, proposisi, dan kepribadian merek dalam tiga kategori aktivitas utama yaitu menciptakan pertanyaan posisi merek (brand positioning statement), mengeksekusi program komunikasinya yang terdiri atas pemilihan media dan penciptaan iklan yang relevan dan unik, serta memonitor implementasinya (tracking stage).

Definisi brand positioning menurut (Aaker, 1996, p.176):

“Brand positioning is the part of the brand identity and value proposition that is to be actively communicated to the target audience and that demonstrates an advantage over competing brands.”

Dalam memposisikan sebuah brand menurut (Aaker, 1996) perlu memperhatikan tiga hal, yaitu kombinasi bagian parsial dari identitas dan proposisi nilai merek, audiens yang ditargetkan, dan program komunikasi yang aktif.

Kombinasi bagian parial dari identitas dan proposisi nilai merek merupakan aktivitas membentuk brand positioning yang dilakukan dengan menarik sebagian identitas dan proposisi merek yang dapat dikombinasikan untuk membuat suatu pernyataan posisi merek yang unik dan berbeda dari kompetitor.

Bagian parsial ini harus merupakan inti atau essence dari brand itu sendiri, dan bukan merupakan nilai universal yang dapat dimiliki oleh brand manapun di seluruh dunia.

Brand positioning juga harus memperhatikan target audiens yang spesifik, dikategorikan dalam primary dan secondary. Pernyataan posisi merek yang baik didasarkan untuk menjangkau primary target dan juga tidak mengesampingkan secondary target bahkan tidak boleh menjadi antagonikal yang menjadikan target audiens tertentu merasa disepelekan padahal mereka masih merupakan bagian dari primary target namun tidak terlayani dengan baik.

Program komunikasi yang aktif mengindikasikan bahwa diperlukan strategi komunikasi yang obyektif dan difokuskan pada memperkuat atau mengubah citra merek yang telah timbul di benak konsumen terhadap suatu brand. Sebuah pernyataan posisi merek yang baik didasarkan pada implementasi

(16)

komunikasi aktif yang : relevan dengan konsumen, membedakan brand yang bersangkutan dengan kompetitor, dan dapat mengungguli kompetitor dari semua atau beberapa aspek unik.

Setelah menciptakan brand positioning yang unik, aktivitas berikut adalah dengan mengeksekusinya lewat program komunikasi pemasaran melalui serangkaian iklan yang unik dan berbeda. Untuk memahaminya, penulis terlebih dahulu memaparkan beberapa teori komunikasi dan efek-efek dari komunikasi itu sendiri dalam konsep persepsi dan respon / perilaku konsumen berikut ini.

Eksekusi dapat diartikan sebagai upaya mengkomunikasikan sebuah brand secara efektif dan result-oriented (Aaker, 1996). Berkomunikasi merupakan aktivitas dasar yang dilakukan oleh setiap pribadi, baik yang mampu maupun yang kurang mampu berkomunikasi dengan baik. Faktanya adalah, bahwa komunikasi telah dilakukan oleh manusia sejak diciptakan dan pertama kalinya menginjak bumi ciptaan Tuhan. Bentuk komunikasi tradisional pada dasarnya adalah dengan banyak menggunakan simbol dan kemudian berkembang menjadi bahasa ibu yang dipakai turun temurun hingga menjadi standar sarana berkomunikasi yang baik hingga saat ini. Untuk memahami strategi komunikasi dari sebuah brand ini dengan baik, penulis menyajikan beberapa teori komunikasi yang relevan dan menunjang penelitian ini.

2.1.3.8. Execution (Brand Communications)

Eksekusi dalam komunikasi pemasaran dilakukan secara brilian dengan menciptakan program komunikasi yang dapat pula menciptakan celah dari kumpulan padat iklan (advertising clutters) yang telah mendominasi benak konsumen, yaitu dengan berpedoman pada visualisasi yang shocking, entertaining, dan involving the audience.

(Aaker, 1996, p.96) mendefinisikan brand communication sebagai aktivitas komunikasi aktif sebagai berikut :

“to say that the brand position is to be actively communicated implies that there will be specific communication objectives focused on changing or strengthening the brand image or brand-customer relationship.”

(17)

Menurut (Gregory, 2004), strategi branding itu sendiri merupakan segala hal yang berhubungan dengan bagaimana mengkomunikasikan identitas merek melalui serangkaian kegiatan corporate communications dimana setiap situasi di pasar memiliki kebutuhan komunikasi yang unik dan berbeda. Identitas merek yang ada mulai dari jenis huruf, jenis warna, jenis simbol atau lambang visual yang digunakan haruslah diintegrasikan dan dicantumkan dalam setiap upaya komunikasi pemasaran yang ada (Gregory, 2004)

Definisi brand communications menurut (Susilo, 2007) :

“brand communication is where you interact two ways in exchanging information between the brand and your audience.”

Lebih lanjut menurut (Susilo, 2007), peran dari brand communication ini sangat penting, yaitu :

• Seperangkat peralatan untuk mengekspresikan brand yang bersangkutan.

• Merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk berinteraksi dengan konsumen dari brand yang bersangkutan.

• Berperan penting di semua lini atau tahapan konsumen ketika menggunakan suatu brand, yaitu pada tahapan pre-purchase, purchase, hingga ke post- purchase.

Ketika kita mengkomunikasikan suatu brand akan tercipta pengalaman atau brand experience yang secara utuh merefleksikan bagaimana konsumen bereaksi terhadap brand yang sedang dikomunikasikan. Mengkomunikasikan brand dimulai ketika konsumen mulai membentuk keinginan untuk membelinya, pada saat membeli dan mengonsumsinya, dan pada saat evaluasi dilakukannya setelah proses konsumsi dilakukan. Sebuah komunikasi yang baik dilakukan dengan berfokus pada implementasi terpadu dari setiap alat bantu komunikasi / promosi yang ada yang tergabung dalam komponen bauran promosi (Clow &

Baack, 2007).

(18)

Penjabaran konsep dari setiap alat-bantu promosi ini (Kerin, A. R., Eric, A. B., Hartley, W., S., & Rudelius, W, 2003) adalah sebagai berikut :

• Advertising, merupakan semua bentuk promosi non-personal yang menggambarkan sebuah organisasi, barang, jasa, atau ide-ide.

• Personal selling, merupakan komunikasi pemasaran dua arah antara penjual dan pembeli.

• Public relation, merupakan semua bentuk komunikasi pemasaran yang berfokus pada kegiatan mempengaruhi perasaan, opini, ataupun kepercayaan- kepercayaan yang dimiliki oleh konsumen terhadap produk/jasa yang ditawarkan.

• Sales promotion, merupakan penawaran pengurangan nilai/harga untuk meningkatkan ketertarikan dalam pembelian barang/jasa.

• Direct marketing, merupakan bentuk komunikasi pemasaran yang mengadakan kontak langsung dengan konsumen, untuk menghasilkan respon- respon pembelian dalam bentuk pemesanan barang, permintaan info yang lebih lanjut, ataupun kunjungan ke outlet ritel dari produk yang bersangkutan.

Menurut (Belch dan Belch, 2007) empat elemen bauran promosi yang ada telah berkembang dan diselaraskan dengan era informasi teknologi yang ada saat ini, yaitu advertising, direct marketing, interactive marketing, sales promotion, public relations, dan personal selling. Penjabaran dari tiap elemen bauran pemasaran tersebut dipaparkan sebagai berikut:

• Advertising. Merupakan semua bentuk komunikasi non-personal mengenai suatu organisasi, produk, jasa, ide-ide yang dijalankan oleh sebuah sponsor atau agency. Elemen non-personal disini dimaksudkan bahwa advertising melibatkan sejumlah media massa misalnya TV, radio, majalah, koran yang dapat menyampaikan pesan-pesan pemasaran kepada sejumlah besar kelompok individu, pada saat yang bersamaan, dimana umpan balik dari masing-masing individu ini tidak dapat terlihat secara langsung. Advertising merupakan jenis promosi yang paling sering dan paling banyak digunakan, terutama oleh perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yang ditujukan bagi khalayak ramai.

(19)

• Direct marketing. Merupakan bentuk promosi yang sedang berkembang pesat dimana organisasi berkomunikasi secara langsung dengan konsumen yang dituju untuk melihat respon ataupun menciptakan transaksi penjualan. Bentuk- bentuk dari direct marketing biasanya berupa direct mail, telemarketing, direct selling.

• Interactive marketing. Dengan berkembang pesatnya teknologi informasi menyebabkan pergeseran dari upaya-upaya komunikasi tradisional yang hanya melibatkan promosi lewat advertising menuju pada era baru, yaitu era interaktif dimana media yang digunakan dapat memberikan konsumen keleluasaan untuk berinteraksi langsung dengan brand yang dipilihnya dan memodifikasi kebutuhannya kapanpun dan dimanapun konsumen itu berada.

Bentuk-bentuknya seringkali merupakan internet-based media, selain itu juga meliputi CD interaktif, televisi interaktif, ataupun penggunaan media telepon seluler yang saat ini telah menjadi satu tren tersendiri bagi sebuah brand untuk berkomunikasi dengan para penggunanya secara virtual.

• Public relations. Upaya promosi terbaik dalam membangun kredibilitas sebuah brand. Melibatkan sejumlah media massa untuk berkomunikasi dengan audiens yang dituju, seringkali digunakan untuk membentuk citra positif dari sebuah brand.

• Personal selling. Merupakan bentuk komunikasi dari pribadi ke pribadi yang dilakukan oleh tenaga pemasar perusahaan untuk secara persuasif mendorong sejumlah audiens target agar melakukan tindakan pembelian langsung terhadap produk-produk dari sebuah brand.

Jenis-jenis media yang digunakan dalam brand communication ini ada dua yaitu above the line communication (ATL), dan below the line communication (BTL). (Kotler & Keller, 2006) menyebutkan bahwa pada dasarnya media-media dalam strategi ATL adalah jenis media yang tidak memiliki kontak secara personal dengan audiens yang dituju, artinya bahwa kontak komunikasi yang ada berupa komunikasi massal yang lebih menyentuh keseluruhan jumlah audiens yang lebih besar dan massal, misalnya televisi dan outdoor advertising. Media- media dalam strategi BTL sebaliknya merupakan jenis media yang memiliki karakteristik yang berhubungan langsung secara personal dengan audiens yang

(20)

dituju yang sifatnya lebih spesifik, misalnya event promotion, brosur, multimedia promotion, point-of-purchase promotion, dsb. (Susilo, 2007).

2.1.3.9. Brand Communications Programs

Menurut (Schultz & Barns, 1999) sebuah upaya mengkomunikasikan sebuah brand haruslah dimulai dari konsumen di pasar lalu melakukan serangkaian aktivitas merencanakan strategi yang efektif dan efisien. Alasan di balik pernyataan ini adalah bahwa setiap brand strategist harus berupaya untuk melakukan upaya komunikasi sebagaimana seorang konsumen melihatnya sebagai upaya untuk berkomunikasi yang baik.

Konsumen dan prospek audiens seringkali tidak membedakan diantara bentuk-bentuk komunikasi yang dijalankan oleh perusahaan melalui advertising, sales promotion, public relation, personal selling, maupun direct marketing.

Konsumen pada dasarnya memilah semua bentuk komunikasi ini dengan cara menggabungkan semuanya ke dalam satu bentuk baru yang teringat dengan kuat di benak mereka, kemudian mereka membentuk sebuah opini mengenai apa yang diingat tersebut. Konsumen selalu mencari cara tercepat atau terbaik untuk menyederhanakan segala pesan pemasaran dari satu elemen ke elemen lain dalam bauran promosi yang dijalankan oleh sebuah brand, dan memilih pesan yang benar-benar menyentuh mereka secara pribadi, hanya sedemikian sederhana.

(21)

Bagan berikut ini menggambarkan bagaimana konsumen melihat upaya komunikasi sebuah brand melalui serangkaian kegiatan marketing communications :

“Customer Point of View of Marketing Communication”

Customer Service Product Design

Direct Mail Pricing

In-Store Distribution

Displays

Sales Promotion Advertising

Gambar 2.3. Bagaimana Konsumen Melihat Komunikasi Pemasaran

CUSTOMER VIEW OF MARKETING COMMUNICATION

Sumber : (Schultz & Barns, 1999, p.70)

Dari sudut pandang konsumen, ide ini cukup sederhana, yaitu apakah para pemasar ingin konsumen untuk mengerti dan menyimpan suatu pesan (message) mengenai produk dari sebuah brand, ataukah seorang pemasar ingin konsumen untuk melakukan sesuatu mengenai produk dari sebuah brand, yang disebut sebagai insentif (incentives). Pesan / message merupakan sesuatu yang diproses dan disimpan oleh konsumen, apakah itu untuk digunakan di masa depan ataukah pesan yang ada hanya menguatkan apa yang telah diketahui oleh konsumen.

Insentif / incentives merupakan sesuatu yang harus segera dilakukan oleh konsumen pada saat yang relevan, di masa mendatang yang sifatnya segera.

(Schultz & Barns, 1999)

Lebih lanjut menurut (Schultz & Barns, 1999), dengan memisahkan strategi brand communication menjadi pesan atau insentif, merupakan aktivitas membangun sebuah perusahaan atau sebuah merek secara jangka panjang maupun

(22)

jangka pendek. Strategi pesan merupakan strategi jangka panjang, yaitu aktivitas membangun brand (brand building). Sedangkan strategi insentif merupakan strategi jangka pendek, yaitu aktivitas membangun bisnis (business building).

Bagan berikut ini menggambarkan strategi jangka panjang dan jangka pendek dari sebuah upaya brand communication :

Brand Messages Brand Incentives

Short- Term (Fiscal Years)

Long-Term (Future Years)

Gambar 2.4. Brand Communication Planning Matrix Sumber : (Schultz dan Barns,1999, p.70)

Berbicara mengenai media dan promosi ini tidak terlepas dari kegiatan menciptakan sebuah iklan dramatis dan unik yang mampu mengarahkan perilaku audiens yang dituju (Aaker, 1996). Proses ini melibatkan proses penyeleksian tim kreatif, agensi lokal maupun internasional, hingga ke aktivitas memonitor efek dari promosi atau komunikasi pemasaran yang telah dilakukan (execution, testing, and tracking).

Terdapat tiga aktivitas utama yang dilakukan dalam aktivitas execution and testing ini yaitu :

• Generate alternatives, merupakan aktivitas mengumpulkan alternatif implementasi iklan dalam kategori jumlah agensi iklan, jumlah media yang digunakan, ataupun jumlah creative approaches yang dilakukan pada satu media utama. Hal ini dapat memicu berbagai opsi atau pilihan visual dan konsep kreatif yang dapat pada akhirnya meningkatkan peluang untuk menciptakan iklan yang brilian dan tepat sasaran.

(23)

• Symbols and metaphors, merupakan salah satu strategi penting untuk menciptakan visual mental image yang kuat dan memorable. Simbol diciptakan dengan gambar mental yang dapat divisualisasikan dengan baik dan cepat di benak konsumen, sedangkan metafora digunakan untuk merepresentasikan sesuatu yang berbeda dengan tujuan pencapaian maksud yang sama, misalnya penggunaan magnet dalam oli Castrol diasosiasikan secara metafora untuk menjangkau bahan dasar mesin yang sebagian besar menggunakan metal yang dapat menarik oli yang dibekali magnet tersebut.

• Testing, merupakan kegiatan pengujian implementasi tersebut, yang dilakukan baik secara laboratorial dengan mengadakan group discussion, maupun field test dengan melakukan on-the-spot product trials dan mencatat pola perilaku terhadap brand yang bersangkutan.

Kegiatan final dari strategi branding ini adalah dengan melakukan tracking atau memonitor posisi brand di mata konsumen melalui survei kuantitatif maupun kualitatif. Tracking melalui riset kuantitatif dilakukan dengan membuat struktur pertanyaan dalam skala yang membiarkan konsumen mengisi sendiri persepsi yang muncul sebagai akibat dari visualisasi maupun penggunaan brand yang bersangkutan. Tracking melalui riset kualitatif dilakukan dengan membentuk focus group discussion ataupun interview yang mendalam dengan audiens spesifik. Riset kualitatif relatif lebih mahal, namun dapat menghasilkan insight yang lebih aktual dan akurat karena pencatatan persepsi dan respon dilakukan secara langsung dengan memperhatikan body gesture, mimik ataupun intonasi muka dan suara secara individual.

2.1.3.10. Teori Komunikasi

Komunikasi telah menjadi aktivitas utama yang mendasari proses pertukaran dalam konsep pemasaran tradisional. Tanpa komunikasi yang baik, tidak akan terjadi pertukaran ataupun kalau terjadi pertukaran maka pertukaran tersebut akan tidak membuahkan hasil yang memuaskan salah satu atau kedua pihak yang melakukan pertukaran.

(24)

Berikut ini digambarkan proses komunikasi secara tradisional:

Sender

Encoding

Transmission Device

Decoding

Receive Feedback

Noise Noise

Noise

Noise

Gambar 2.5. Proses Komunikasi

Sumber : Integrated Advertising, Promotion, and Marketing Communication (Clow Baack, 2007, p.6)

Dari bagan di atas terlihat bahwa ada dua pihak yang berkomunikasi yaitu pihak pengirim dan pihak penerima. Pihak pengirim pesan dalam hal ini dapat diartikan sebagai perusahaan ataupun sebuah brand yang mencoba untuk berkomunikasi dengan pihak penerimanya yaitu sejumlah audiens target spesifik yang diasumsikan paling mungkin bereaksi terhadap pesan pemasaran yang diajukan. Dalam prosesnya, komunikasi ini menyampaikan pesan-pesan persuasif yang diarahkan untuk membujuk dan mendorong pemahaman maksimal atas pesan yang ada dan dilakukan secara tidak langsung atau melalui media-media tertentu. Dalam bahasa periklanan, dikenal media audio (radio) dan media visual (koran, majalah, brosur, newsletter, dan sebagainya) serta media pandang-dengar (televisi, internet, dan sebagainya) yang digunakan sebagai perantara agar tujuan komunikasi dan apa yang hendak dikomunikasikan tersampaikan dengan efektif.

Namun dalam prosesnya juga, terdapat sejumlah noise atau gangguan yang melingkupi audiens tersebut yang dapat menjadi media pengalih perhatian dan dapat berakibat pada tidak tersampaikannya pesan ataupun teralihkannya pesan karena strategi komunikasi yang buruk. Strategi komunikasi yang baik merupakan strategi yang mampu beresonansi dengan konsumen, sejalan dengan visi konsumen, searah dengan keinginan dan kebutuhan konsumen, serta yang

(25)

disajikan secara unik dengan penggunaan pendekatan kreatif yang mampu mencuri perhatian konsumen dengan baik.

Sebuah pesan yang telah tersampaikan dengan baik akan menimbulkan pemahaman dan respon tertentu yang merupakan refleksi keinginan dari sang pengirim itu sendiri, yaitu brand yang bersangkutan. Pemahaman yang ada akan membentuk sikap yang mengarah pada persepsi dan kemudian membentuk perilaku yang diharapkan muncul dari serangkaian kegiatan komunikasi pemasaran ini.

Menurut (Kotler, 1996), strategi komunikasi pemasaran yang efektif biasanya diasosiasikan dengan rencana-rencana untuk mengoptimalkan penggunaan elemen-elemen promosi seperti advertising, public relations, personal selling, dan sales promotions. dan tujuan vital dari sebuah strategi promosi adalah untuk menghasilkan tindakan pembelian dari target market. Di samping itu, proses komunikasi pemasaran terpadu ini melibatkan proses menggali dan menimbulkan respon melalui pengolahan informasi dalam pesan- pesan pemasaran yang ditunjukkan oleh konsumen dalam beragam persepsinya.

2.1.3.11. Teori Persepsi

Sebuah produk atau brand yang dikomunikasikan secara unik dan berbeda akan menimbulkan beragam persepsi dari para konsumen.

(Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2001, p.65) mendefinisikan persepsi sebagai:

“process that begins with consumer exposure and attention to marketing stimuli and ends with consumer interpretation.”

Juga menurut (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2001) tahapan exposure dan attention merupakan tahap yang sangat selektif dimana konsumen hanya memproses sebagian kecil dari seluruh informasi penjualan yang tersedia, sedangkan interpretation dapat menjadi suatu proses yang sangat subyektif.

Dengan demikian persepsi merupakan tahapan proses pengenalan secara intensif (exposure), lalu berkembang menjadi perhatian (attention), dan diakhiri dengan sebuah interpretasi (interpretation). Setelah proses terakhir ini, konsumen seringkali memutuskan untuk mengingat (memorize), yang digunakan langsung

(26)

untuk mengambil keputusan pembelian dalam jangka pendek, atau dalam jangka panjang menyimpannya sebagai informasi yang telah dipilih.

(Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2001) membagi persepsi ke dalam tiga area :

• Pertama, bagaimana konsumen merasakan dan terlibat pada beragam informasi melalui indra mereka. Misalnya, seorang pemasar parfum, tidak hanya memberikan gambaran visual yang eye-catching pada iklan majalahnya, namun juga memberikan konsumen kesempatan untuk mencium aroma parfum dengan menggunakan sepotong kertas yang dirancang sedemikian rupa untuk mengeluarkan sample parfum tersebut dalam jumlah kecil.

• Kedua, adalah penyeleksian informasi dimana kepribadian, kebutuhan, motivasi, dan pengalaman konsumen merupakan faktor psikologis yang menjelaskan mengapa mereka berfokus pada satu hal dibandingkan yang lainnya. Dan konsumen akan menyambut rangsangan yang dipersepsikan sebagai problem solver bagi faktor psikologis di atas.

• Ketiga, dengan bergantung pada faktor psikologis internal, konsumen kemudian menginterpretasikan rangsangan tersebut namun dengan sangat selektif memilih dari kuatnya faktor penekanan (exposure), perhatian (attention), pemahaman (comprehension) yang jelas, dan penyimpanan (retention) informasi/rangsangan tadi. Oleh karena itu pada fase retention konsumen hanya akan melihat/mendengar/merasakan apa yang mereka kehendaki, dan mengabaikan yang lainnya secara langsung.

(Armstrong, Kotler, & da Silva, 2005), menekankan pentingnya proses menciptakan dan memperoleh persepsi positif sebagai respon psikologis konsumen yang dapat mengantarkannya pada tercapainya pengambilan keputusan pembelian sebuah produk atau brand. Dalam jangka pendek, perusahaan mengharapkan setidaknya tiga jenis psychological response dari persepsi konsumen terhadap komunikasi pemasaran yang telah dilakukannya (Armstrong, Kotler, & da Silva, 2005).

(27)

Ketiga jenis respon ini adalah :

• Yang pertama, adalah respon kognitif (cognitive response), dimana karakteristik respon konsumen yang berada pada tahapan awareness, attention, knowledge pada sebuah produk/brand.

• Respon kedua adalah respon afektif (affective response), dengan karakteristik respon konsumen yang berada pada tahapan interest, desire, liking, preference, conviction, evaluation, attitude, dan intention to buy pada sebuah produk/brand.

• Respon ketiga, merupakan respon behavioural, yang menggambarkan perilaku dan tindakan-tindakan pembelian dari konsumen terhadap suatu produk atau brand.

Ketiga respon di atas menggambarkan tahapan keputusan pembelian konsumen yang diukur secara hierarkis, melalui tahapan cognitive, affective, dan conative, kemudian berkembang menjadi model ukur yang dinamakan AIDA.

2.1.3.12. Model respon AIDA

(Kotler, 1996), mendeskripsikan model hierarkis diatas dalam tahapan :

• Cognitive, konsumen terhubung dengan proses pemikiran yang menuju pada kepekaan (awareness) dan pengetahuan terhadap brand yang dikomunikasikan.

• Affective, konsumen merasakan pengalaman emosional tertentu yang diasosiasikan dengan brand yang dikomunikasikan dimana sikap terhadap brand mulai terlihat (attitude towards brand.)

• Conative, merupakan representasi dari tindakan yang dihubungkan dengan brand tersebut, antara lain dengan membeli produk/jasanya.

Kemudian, konsep hierarki ini dikembangkan lagi hingga menjadi suatu model ukur yang lebih jelas tahapannya dengan akronim-akronim attention, interest, desire, action (AIDA).

(Lamb, Hair, & Mc.Daniel, 2004, p.477) mendefinisikan tahapan-tahapan AIDA sebagai berikut:

“AIDA is a model that outlines the process for achieving promotional goals in terms of stages of consumer involvement with the message; the acronym stands for attention, interest, desire, action.”

(28)

Dengan demikian dalam konsep ini, tingkat keterlibatan konsumen terhadap pesan-pesan promosi/penjualan diukur melalui tahap-tahap perhatian, minat, hasrat, dan tindakan. Tahapan-tahapan tersebut secara spesifik dijelaskan di bawah ini.

• Attention : Para pengiklan harus pada mulanya menarik perhatian dari target market. Sebuah perusahaan tidak dapat menjual sesuatu jika market tidak mengetahui keberadaan produk atau jasanya. Ini dicapai melalui beberapa iklan di TV, radio, ataupun media cetak, seperti majalah, dan koran.

• Interest : Sebuah iklan tidak mampu secara aktual/riil menyatakan bagaimana rasa atau pengalaman mengkonsumsi sebuah produk. Untuk ke level ini, konsumen harus merasakan dahulu agar bisa tercipta ketertarikan membeli produk.

• Desire : walaupun konsumen membeli sebuah produk dari brand baru, mereka tidak dapat melihat keuntungan atau benefit lain jika dibandingkan dengan brand competitor, apalagi jika mereka termasuk kategori yang loyal terhadap suatu brand. Oleh karena itu para pengiklan harus menciptakan brand preference dengan menjelaskan benefit yang berbeda dari produk yang dipasarkan kepada konsumen, dan mengembangkan alasan-alasan tambahan untuk membeli dari brand baru, misalnya easy-to-open products, additional ingredients of food, or lab-research matters.

• Action : Beberapa orang dari target market awal yang telah melalui tahap ketiga sekarang telah yakin untuk membeli produk dari brand baru. Oleh karena itu, untuk memicu tindakan ini, brand baru ini harus tersedia secara merata di tempat-tempat yang potensial dikunjungi oleh target market tadi.

Ketersediaan barang dapat memicu aksi pembelian tersebut.

(29)

2.1.3.13. Kerangka Berpikir

Fenomena Persaingan AMDK Premium - Pesaing langsung : Evian, Equill, Perrier, Volvic.

- Pangsa pasar AMDK dominan: Aqua, disusul oleh Cleo, Club, dan Ades.

Gambar 2.6. Kerangka Berpikir Penelitian

Sumber : Strategic Brand Communication Campaign, (Schultz & Barns, 1999, p.72).

TARGET

Skor Pemilihan Media Promosi ATL & TTL

- Majalah - Website

Penilaian Persepsi Visual Merek

- Logo - Tipografi - Kemasan

Penilaian Respon Merek (Logo,

Tipografi, Kemasan) - Tahap Attention.

- Tahap Interest.

– Tahap Desire.

- Tahap Action.

Analisa Data

Ades Premium - Rebranding dari merek AMDK Ades.

- Menyasar kalangan high-end.

- Ditujukan bagi konsumen yang peduli kesehatan tubuh.

Brand Communication

Sales Promotion

Event Communication Advertising

Target Audience

Public Relation Direct Marketing

Statistik Deskriptif

Gambar

Gambar 2.1. Hubungan Antar Konsep
Gambar 2.2. Bauran Pemasaran
Gambar 2.3. Bagaimana Konsumen Melihat Komunikasi Pemasaran
Gambar 2.4. Brand Communication Planning Matrix  Sumber : (Schultz dan Barns,1999, p.70)
+3

Referensi

Dokumen terkait

pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha. Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji kembali dan dikembangkan pada penelitian

Menurut hasil survei peneliti diatas dapat disimpulkan dari penjelasan yang menyatakan celebrity endoser dapat mempengaruhi minat beli ternyata tidak bisa dijadikan hal

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap permasalahan tentang bagaimana bentuk pembelajaran hukum Islam yang berbasis pembelajaran moral di Jurusan Pendidikan

Dalam pembangunan suatu aplikasi diperlukan suatu pendekatan dan pengembangan sistem yang akan menentukan proses penyelesaian rekayasa perangkat lunak, adapun pendekatan sistem

Stimuli iklan capres 2014 di televisi Indonesia telah dilihat informan penelitian dari anggota De Photograph Surabaya di beberapa stasiun yang berbeda seperti di RCTI, Trans TV,

Divisi Kerjasama Antar Masjid (DKAM) Forum Kerjasama Masjid seluruh Indonesia Bersatu disingkat (KAM-F1) sepakat untuk menyusun program kerja yang bersumber dari kebutuhan dan

Sales promotion atau promosi penjualan adalah suatu teknik dalam mencapai tujuan pemasaran, yang gunanya untuk merangsang konsumen untuk membeli atau memakai barang atau jasa

Berdasarkan penelitian Ikhsan (2013), sifat kimia yang mengalami perubahan diantaranya adalah pH Tanah meningkat pada penanaman Acacia crasicarpa pada umur 3 Tahun dengan