Metode dan Teknik Advokasi dan
Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik
Berbasis Standar Pelayanan
KATA PENGANTAR
Peningkatan pelayanan public oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat
yang diamanatkan dalam berbagai peraturan perundangan seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.
PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Dengan dukungan USAID, Program KINERJA telah berupaya memperkenalkan program bantuan teknis
peningkatan pelayanan publik di 20 kabupaten/kotamitra di empat provinsi di Indonesia (Aceh, JawaTimur,
Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan) yang bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan publik. Program
ini difokuskan pada penguatan pihak penyedia layanan (supply side) dan pihak pengguna layanan (demand
side) di sekto rpendidikan dasar, kesehatan dasar, dan perbaikan iklim usaha.
Di bidang kesehatan Program KINERJA mendorong daerah memperbaiki dan meningkatkan pelayanan
Kesehatan Ibu & Anak dengan focus pada Persalinan Aman, Menyusu Dini dan ASI eksklusif (atau disingkat
PA-IMD-ASI atau Save delivery, immediate breastfeeding, exclusive breastfeeding). Di bidang pendidikan
dasar Program KINERJA mendorong daerah memperbaiki dan meningkatkan pelayanan Pendidikan Dasar
dengan fokus pada pelayanan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), Distribusi Guru Proporsional
(DGP) dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau Operational Costs of Education Unit, Proportional
Teacher Distribution (PTD), School Based Management (SBM). Peningkatan pelayanan tersebut dimaksudkan
agar unit pelayanan dapat menyelenggarakan kegiatannya untuk pencapaian standar pelayanan publik (SPP),
standar pelayanan minimal (SPM), dan standar nasional atau internasional.
KINERJA juga mendorong penguatan dari sisi pengguna layanan (demand side), baik dalam partisipasi
masyarakat maupun advokasi dan pengawasan oleh elemen masyarakat dan media dalam peningkatan
pelayanan publik. Untuk lebih memudahkan para pemangku kepentingan dalam menerapkannya di lapangan
maka disusun sebuah modul “Metode dan teknik advokas & pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik
berbasis standar pelayanan” yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelatihan, pendampingan, dan
pelaksanaannya. Diharapkan modul ini dapat membantu para pemangku kepentingan di daerah yang ingin
menerapkan tata kelola yang baik dalam advokasi dan pengawasan pelayanan publik berbasis standar.
Jakarta, Januari 2014
WAKTU BAHAN BACAAN
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 3
BAB I URAIAN SINGKAT TENTANG MODUL METODE DAN TEKNIK ADVOKASI DAN
PENGAWASAN PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PUBLIK BERBASIS STANDAR PELAYANAN OLEH MASYARAKAT DAN MEDIA
- Pokok bahasan 10
- Sasaran dan Pengguna Modul 11
- Tujuan 12
- Materi 12
- Sistematika 17
- Panduan Pelaksanaan 21
BAB II STANDAR PELAYANAN SEKTOR PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN IKLIM USAHA
YANG BAIK
- Pengantar 26
- Tujuan Pembelajaran Umum 26
- Tujuan Pembelajaran Khusus 27
- Pokok Bahasan 27
- Metode, Alat dan Bahan 27
- Waktu 27
- Proses Fasilitasi 28
- Uraian Substansi 29
1. Standar Pelayanan dan Implementasinya di Indonesia 29
2. Penerapan Standar Pelayanan Dalam Sektor Pendidikan 48
3. Penerapan Standar Pelayanan Dalam Sektor Kesehatan 53
4. Penerapan Standar Pelayanan Dalam Sektor Iklim Usaha yang Baik 57
- Bahan Pendukung 58
- Bahan Presentasi 59
BAB III PAKET PROGRAM KINERJA DAN RELEVANSINYA DENGAN INDIKATOR
PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN
- Pengantar 76
- Tujuan Pembelajaran Umum 76
- Tujuan Pembelajaran Khusus 76
3. Paket Sektor Kesehatan Ibu dan Anak 84
- Bahan Bacaan 99
- Materi 99
- Bahan Presentasi 100
BAB IV PERUNDANGAN DAN PERATURAN PELAYANAN PUBLIK BERBASIS STANDAR
PELAYANAN DAN HAK WARGA UNTUK MENDAPATKANNYA
- Pengantar 114
- Tujuan Pembelajaran Umum 114
- Tujuan Pembelajaran Khusus 115
- Pokok Bahasan 115
- Metode, Alat dan Bahan 115
- Waktu 115
- Proses Fasilitasi 116
- Uraian Substansi 117
1. Peta Kebijakan dan Regulasi Standar Pelayanan dalam Sektor Pelayanan Publik 117
2. Kebijakan dan Regulasi Sektor Pendidikan Dasar 119
3. Kebijakan dan Regulasi Sektor Kesehatan Ibu dan Anak 121
4. Kebijakan dan Regulasi Sektor Perijinan Usaha 126
- Bahan Bacaan 139
- Materi Pendukung 139
- Bahan Presentasi 140
BAB V PENERAPAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK BAGI PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN DASAR, KESEHATAN IBU ANAK DAN PERIJINAN USAHA
- Tujuan Pembelajaran Umum 148
- Tujuan Pembelajaran Khusus 149
- Pokok Bahasan 149
- Metode, Alat dan Bahan 149
- Waktu 149
- Proses Fasilitasi 150
- Uraian Substansi 151
1. Arti Penting Tata Kelola Pemerintahan yang Baik 151
2. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik yang Aplikatif Bagi Penyampaian Layanan Kepada Publik
152
3. Penerapan Prinsip Tata Kelola dalam Sektor Pelayanan Publik 153
4. Penerapan Prinsip Tata Kelola di dalam Implementasi Program Kinerja 155
5. Alat Bantu Tata Kelola Pemerintahan Untuk Mencapai Standar Pelayanan Dalam Sektor Pelayanan Publik
158
6. Hubungan Standar Pelayanan Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Perijinan Usaha dengan MSF, Media, dan Pengarus-Utamaan Gender
164
- Bahan Presentasi 167
BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT DAN DUKUNGAN MEDIA DALAM ADVOKASI DAN
PENGAWASAN PERBAIKAN MUTU PELAYANAN PUBLIK
A. Pengantar 180
B. Tujuan Pembelajaran Umum 180
C. Tujuan Pembelajaran khusus 180
D. Pokok Bahasan 181
E. Metode, Alat dan Bahan 181
F. Waktu 181
G. Proses Fasilitasi 182
H. Uraian Substansi 184
1. Apa dan Mengapa Advokasi Diperlukan 184
2. Apa dan Mengapa Pengawasan Diperlukan 189
3. Keragaman Advokasi oleh Masyarakat 194
4. Membangun Kekuatan Secara Kolektif 199
5. Ruang Peran Serta Masyarakat dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Publik 201
6. Dukungan Media untuk Advokasi dan Pengawasan 203
7. Peran Media Mendorong Peningkatan Mutu Pelayanan Publik 208
8. Cara untuk Mendapatkan Dukungan Media 213
I. Alat Bantu 215
- Waktu 227
- Proses Fasilitasi 228
- Uraian Substansi 231
1. Advokasi dan Pengawasan oleh Media 231
2. Jurnalis Warga dan Media Mainstream Lokal 233
3. Elaborasi Isu Mutu Pelayanan Publik Berbasis Standar Pelayanan 235
4. Sasaran dan Fokus Advokasi Serta Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik
238
5. Teknik Produksi Konten dan Strategi Penggunaan Media Mendukung Advokasi dan Pengawasan
244
6. Faktor Penghambat dan Pendukung Dukungan Media Bagi Pelaksanaan Advokasi dan Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik
255
- Alat Bantu 260
- Bahan Bacaan 260
- Tujuan Praktek Baik 260
- Bahan Presentasi 261
BAB VIII TEKNIK ADVOKASI DAN PENGAWASAN MUTU PELAYANAN PUBLIK
OLEH MASYARAKAT
A. Pengantar 274
B. Tujuan Pembelajaran Umum 274
C. Tujuan Pembelajaran Khusus 275
D. Pokok Bahasan 275
E. Metode, Alat dan Bahan 275
F. Waktu 275
G. Proses Fasilitasi 276
H. Uraian Substansi 279
1. Metode Advokasi dan Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik 279
2. Teknik Advokasi dan Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik 299
3. Elaborasi Isu Standar Pelayanan dalam Advokasi Peningkatan Mutu Pelayanan Publik
4. Sasaran dan Fokus Advokasi Serta Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik
312
5. Faktor Penghambat dan Pendukung Pelaksanaan Advokasi dan Pengawasan 318
I. Bahan Bacaan 322
J. Alat Bantu/Bahan Pendukung 322
Tabel 2.1 Perbandingan Inti Jenis Standar 44
Tabel 2.2 Perbandingan Peranan Stakeholder Dalam Penerapan Jenis Standar 61
Tabel 5.1 Penerapan Prinsip Tata Kelola pada Program KINERJA USAID 63
Tabel 6.1 Aktor dan Cakupan Advokasi 66
Tabel 7.1 Peran Serta Media dalam Advokasi dan Pengawasan 67
Tabel 7.2 Sasaran dan Fokus Advokasi 72
Tabel 7.3 Sasaran dan Fokus Pengawasan 95
Tabel 7.4 Keunggulan dan Kelemahan Berbagai Jenis Media untuk Kepentingan Advokasi 102
Tabel 7.5 Hal-hal yang Perlu Dilakukan dan Dihindari untuk Optimalisasi Peran Media
dalam Advokasi
104
Tabel 8.1 Substansi dan Target Komunikasi dalam Advokasi dan Pengawasan 134
Tabel 8.2 Tahap Persiapan 137
Tabel 8.3 Tahap Pelaksanaan 138
Tabel 8.4 Tahapan Paska Kegiatan 141
Tabel 8.5 Sasaran dan Fokus Advokasi 148
Tabel 8.6 Sasaran dan Fokus Pengawasan 149
Uraian Singkat
Tentang Modul Metode
dan Teknik Advokasi dan
Pengawasan Peningkatan
Mutu Pelayanan Publik
Berbasis Standar Pelayanan
oleh Masyarakat dan Media
Tentang Modul
Metode dan
Teknik Advokasi
dan Pengawasan
Peningkatan Mutu
Pelayanan Publik
Berbasis Standar
Pelayanan oleh
Masyarakat dan
Media
pendidikan dasar), kesehatan (khususnya kesehatan
ibu dan anak) dan sektor iklim usaha yang baik
(khususnya perijinan usaha). Dalam pendekatan
kegiatan yang dikembangkan oleh Kinerja USAID
menekankan pendampingan dan penguatan pada
dua sisi yakni sisi supply (penyedia layanan atau
penyelenggara layanan) dan sisi demand (penerima
layanan). Modul ini melulu membahas teknik dan
metode yang harus diperankan oleh sisi demand
didalam upaya peningkatan mutu pelayanan publik.
Meskipun demikian, untuk dapat lebih memahami
isu yang dibahas, kedua kelompok perlu dibekali
materi mengenai isu terkait mutu pelayanan publik.
Untuk mengukur mutu pelayanan publik, Pemerintah
sendiri telah merumuskan dasar-dasar indikator
capaian melalui standar pelayanan. Dengan
demikian pemahaman mengenai standar pelayanan
terlebih dahulu perlu disampaikan kepada kedua
kelompok sasaran dari modul ini.
Pelaku dari sisi demand direpresentasikan oleh dua
grup yakni kelompok masyarakat sipil yang ada di
dalam forum multipihak (stakeholder forum) dan
kelompok media (di dalamnya termasuk jurnalis
profesional dan jurnalis warga). Kedua kelompok
inilah yang difasilitasi oleh Kinerja diperkuat agar
dapat mendorong peningkatan mutu pelayanan
publik melalui advokasi dan pengawasan terhadap
mutu tersebut.
Modul ini
melulu membahas
teknik dan metode yang
harus diperankan oleh
sisi demand didalam
upaya peningkatan mutu
Modul ini selain berisi konsep, langkah-langkah
pelaksanaan, juga berisi aspek-aspek teknis tentang
panduan bagaimana fasilitator menggunakannya
dalam pelatihan. Tujuan modul ini adalah untuk
meningkatkan pemahaman dan kemampuanpara
Fasilitator/Konsultan/spesialis yang akan
memfasilitasi kegiatan advokasi dan pengawasan
peningkatan mutu pelayanan publik berbasis
standar pelayanan dalam program Kinerja USAID.
Meskipun demikian modul ini juga dapat digunakan
oleh organisasi masyarakat sipil, organisasi media,
lembaga donor, dan lembaga lainnya untuk tujuan
yang sama serta dalam upaya penerapan
hasil-hasil yang dianggap berhasil-hasil (good practices) pada
daerah lain.
Modul ini terdiri 7 pokok bahasan sebagai berikut:
1. Standar Pelayanan Sektor Pendidikan,
Kesehatan dan Iklim Usaha yang Baik
2. Paket program Kinerja dan relevansinya dengan
indikator pencapaian standar pelayanan
3. Regulasi dan peraturan terkait standar
pelayanan dan hak warga untuk mendapatkannya
4. Penerapan prinsip tata kelola pemerintahan
yang baik bagi sektor pelayanan publik
5. Peran masyarakat dan media dalam advokasi
dan pengawasan bagi peningkatan mutu
pelayanan publik
6. Dukungan media bagi advokasi dan pengawasan
peningkatan mutu pelayanan publik
7. Metode dan teknik advokasi dan pengawasan
bagi peningkatan mutu pelayanan publik oleh
masyarakat
KINERJA tidak membuat materi-materi atau
kegiatan. KINERJA menggunakan pedoman/
modul/materi yang sudah terbukti berhasil yang
dilakukan oleh lembaga lainnya dan atau yang
diterbitkan oleh Kementerian Penertiban Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi serta kementerian
terkait lainnya.Secara keseluruhan pelatihan ini
membutuhkan waktu 3 hari.
SASARAN DAN
PENGGUNA MODUL
Pengguna modul ini adalah pelaksana kegiatan di
dalam program Kinerja dan pihak-pihak lain yang
berminat. Pelaksana dimaksud antara lain yakni:
1. Pelaku advokasi dan pengawasan yang terdiri
dari kelompok/organisasi masyarakat sipil dan
organisasi media.
2. Mitra Pelaksana program Kinerja yakni
mereka-mereka yang terlibat dalam pelaksanaan
program Kinerja di Kabupaten/kota maupun
Provinsi.
3. Para spesialis program Kinerja USAID, baik
yang berada di kantor Jakarta, maupun yang
berada di daerah,
4. Pihak-pihak lain yang tertarik untuk
meningkatkan peran masyarakat (sipil) dan
pelaku media untuk melaksanakan advokasi
serta mengawasi proses pencapaian dan
perbaikan kualitas pelayanan publik.
Modul ini dilaksanakan melalui Lokakarya Pelatihan
atau sering disebut lokalatih. Di dalam pelatihan,
1. Jika pelatihannya hanya diikuti oleh calon
fasilitator dari atau yang hendak memfasilitasi
kelompok masyarakat sipil, maka pelaksanaan
pelatihan hanya menggunakan modul 2, 3, 4, 5,
6 dan 8.
2. Jika pelatihannya hanya diikuti oleh calon
fasilitator dari kelompok pelaku media saja
(termasuk jurnalis warga) atau yang hendak
memfasilitasi mereka, maka pelatihan hanya
menggunakan modul 2,3,4,5,6,dan 7
3. Jika pelatihan diikuti oleh calon fasilitator
yang berasal atau hendak memfasilitasi
kedua kelompok di atas bersama-sama, maka
pelatihan menggunakan semua modul yakni
2,3,4,5,6,7, dan 8
TUJUAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Meningkatkan wawasan, kapasitas dan ketrampilan
teknis Fasilitator (peserta) terkait standar pelayanan
pada sektor pendidikan dasar, kesehatan ibu dan
anak serta perijinan usaha; kaitannya dengan sektor
dalam program Kinerja; kebijakan standar pelayanan
dan hak warga; prinsip tata kelola pemerintahan
yang digunakannya, peran masyarakat dan media di
dalam advokasi dan pengawasan serta metode dan
teknis advokasi dan pengawasan oleh masyarakat
dan media. Selain itu melalui sharing pengetahuan
dalam pelatihan peserta diharapkan dapat menyerap
pengetahuan dan praktek baik dari forum pelatihan
tersebut. Setelah selesai mengikuti pelatihan ini,
para peserta memiliki kemampuan mendampingi
dan memberi bantuan teknis kepada forum,
kelompok masyarakat sipil, media dan jurnalis warga
di daerah mitra KINERJA USAID.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah selesai mengikuti pelatihan ini peserta
diharapkan:
1. Mampu menjelaskan tentang standar pelayanan,
kebijakan dan regulasinya serta prinsip-prinsip
tata kelola pemerintahan yang digunakannya.
2. Memahami metode dan teknik advokasi dan
pengawasan serta
3. Memahami teknik produksi konten dan
penggunaan variasi media untuk mendukung
advokasi dan pengawasan
4. Mampu mendampingi forum multi pihak didalam
melaksanakan advokasi bagi peningkatan mutu
pelayanan publik berbasis standar pelayanan
5. Mampu mendampingi dan memberikan bantuan
teknis bagi kelompok media dan jurnalis warga
didalam mendukung advokasi dan pengawasan
bagi peningkatan mutu pelayanan publik.
MATERI
Secara keseluruhan isi modul ini dibagi 7 (tujuh)
pokok bahasan yang dibagi menjadi 3 (tiga) hari,
adapun pembagian hari tersebut adalah:
Hari 1
•
Materi 1: Standar Pelayanan 3 X 45 Menit•
Materi 2: Relevansi dengan paket Kinerja 3 X 45
menit
•
Materi 3: Kebijakan dan regulasi standar Pelayanan 3 X 45 menit
Hari 2
•
Materi 4: Penerapan prinsip tata kelola 4 X 45 menit
•
Materi 5: Peran masyarakat dan dukungan
media dalam advokasi dan
pengawasan 4 X 45 menit
Hari 3
•
Materi 6: Teknik dan Strategi Penggunaan Media bagi advokasi dan pengawasan
6 X 45 menit
•
Materi 7: Metode dan teknis advokasi dan
pengawasan oleh masyarakat 6 X 45
menit
Selain penjelasan di atas, guna memperjelas setiap
BAB dan topik utama serta detail topik dari substansi
modul yang disusun, maka dapat lihat penjelasan
pada tabel di bawah ini:
BAB Topik Utama Detil Topik Waktu Referensi
/Pustaka
•
Sasaran dan PenggunaModul
•
Standar pelayanan danimplementasinya di Indonesia
•
Penerapan standarpelayanan dalam sektor pendidikan
•
Penerapan standarpelayanan dalam sektor kesehatan
•
Penerapan standarpelayanan dalam sektor iklim usaha yang baik
3 X 45 menit
Dokumen regulasi tentang SPM di masing-masing sektor
BAB Topik Utama Detil Topik Waktu Referensi /Pustaka
Bahan/ Material
III Paket Program
KINERJA dasar dan standar pelayanan yang digunakan
• Paket sektor kesehatan ibu dan anak dan standar pelayanan yang digunakan • Paket sektor perijinan usaha
dan standar pelayanan yang digunakan
3 X 45 menit
Contoh SOP dan SPP yang telah disusun oleh Kinerja USAID
Ppt
IV Perundangan dan
Peraturan Pelayanan Publik berbasis Standar Pelayanan dan Hak Warga untuk Mendapatkannya
• Peta kebijakan dan regulasi
standar pelayanan dalam sektor pelayanan publik
• Kebijakan dan regulasi sektor
pendidikan dasar
• Kebijakan dan regulasi sektor
kesehatan ibu dan anak
• Kebijakan dan regulasi sektor
perijinan usaha
• Hak warga dalam pelayanan
publik berbasis standar pelayanan
3 X 45 menit
• Dokumen regulasi
terkait
• Arti penting tata kelola pemerintahan yang baik • Prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik, beserta indikator dan perangkat pendukungnya
• Penerapan prinsip tata kelola
dalam sektor pelayanan publik
• Alat bantu tata kelola pemerintahan untuk men ca-pai standar pelayanan dalam sektor pelayanan publik
• Hubungan standar pelayanan
dengan forum multipihak, media dan pengarusutamaan gender
3 X 45 menit
BAB Topik Utama Detil Topik Waktu Referensi /Pustaka
Bahan/ Material
VI Peran serta
masyarakat dan
Apa dan mengapa advokasi
diperlukan
Apa dan mengapa
pengawasan diperlukan
Keragaman advokasi oleh
masyarakat
Membangun kekuatan
kolektif
Ruang Peran Serta
Masyarakat dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Publik
Dukungan media untuk
advokasi dan pengawasan
Cara untuk mendapatkan
Dukungan Media
VII Dukungan media
bagi advokasi dan pengawasan mutu pelayanan publik
Advokasi dan Pengawasan
oleh Media
Jurnalis Warga dan Media
Mainstream Lokal
Elaborasi isu mutu
pelayanan publik berbasis standar pelayanan
Sasaran dan fokus advokasi
serta pengawasan
Teknik produksi konten dan
strategi penggunaan media mendukung advokasi dan pengawasan
Faktor penghambat dan
BAB Topik Utama Detil Topik Waktu Referensi /Pustaka
Bahan/ Material
VIII Teknik Advokasi
dan
Pengawasan Mutu Pelayanan Publik
oleh Masyarakat
•
Metode advokasi danpengawasan peningkatan mutu pelayanan publik
•
Teknik advokasi danpengawasan peningkatan mutu pelayanan publik
•
Elaborasi isu standarpelayanan dalam advokasi peningkatan mutu pelayanan publik
•
Sasaran dan fokusadvokasi serta pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik
•
Faktor penghambat danpendukung pelaksanaan advokasi dan pengawasan
6 X 45
menit
•
Panduan pelaksanaan Survei Keluhan berdasarkan Kepmenpan 13 tahun 2009
•
Modul SurveiKeluhan yang dikembangkan Kinerja USAID
•
Panduanpelaksanaan IKM
berdasarkan Permenpan no 25 Tahun 2004
•
PanduanPelaksanaan CRC
SISTEMATIKA
Modul pendampingan SPM bidang kesehatan untuk
kab/kota ini terdiri dari beberapa pokok bahasan
yang disusun secara bertahap dengan mengacu
BAB I URAIAN SINGKAT TENTANG MODUL METODE DAN TEKNIK ADVOKASI DAN
PENGAWASAN PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PUBLIK BERBASIS STANDAR PELAYANAN OLEH MASYARAKAT DAN MEDIA
A. Pokok bahasan
B. Sasaran dan Pengguna Modul
C. Tujuan
D. Materi
E. Sistematika
F. Panduan Pelaksanaan
BAB II STANDAR PELAYANAN SEKTOR PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN IKLIM USAHA YANG
BAIK
A. Pengantar
B. Tujuan pembelajaran Umum
C. Tujuan Pembelajaran khusus
D. Pokok bahasan
E. Metode, Alat dan Bahan
F. Waktu
G. Proses Fasilitasi
H. Uraian Substansi
1. Standar pelayanan dan implementasinya di Indonesia
2. Penerapan standar pelayanan dalam sektor pendidikan
3. Penerapan standar pelayanan dalam sektor kesehatan
4. Penerapan standar pelayanan dalam sektor iklim usaha sayang baik
I. Lampiran
pada pendekatan ‘comprehensive planning’, seperti
BAB III PAKET PROGRAM KINERJA DAN RELEVANSINYA DENGAN INDIKATOR PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN
A. Pengantar
B. Tujuan pembelajaran umum
C. Tujuan pembelajaran khusus
D. Pokok bahasan
E. Metode, Alat dan bahan
F. Waktu
G. Proses fasilitasi
H. Uraian Substansi
1. Paket sektor pendidikan dasar dan standar pelayanan yang digunakan
2. Paket sektor kesehatan ibu dan anak dan standar pelayanan yang digunakan
3. Paket sektor perijinan usaha dan standar pelayanan yang digunakan
I. Lampiran
BAB IV PERUNDANGAN DAN PERATURAN PELAYANAN PUBLIK BERBASIS STANDAR
PELAYANAN DAN HAK WARGA UNTUK MENDAPATKANNYA
A. Pengantar
B. Tujuan Pembelajaran Umum
C. Tujuan Pembelajaran Khusus
D. Pokok Bahasan
E. Metode, Alat dan bahan
F. Waktu
G. Proses Fasilitasi
H. Uraian Substansi
1. Peta kebijakan dan regulasi standar pelayanan dalam sektor pelayanan publik
2. Kebijakan dan regulasi sektor pendidikan dasar
3. Kebijakan dan regulasi sektor kesehatan ibu dan anak
4. Kebijakan dan regulasi sektor perijinan usaha
5. Hak warga dalam pelayanan publik berbasis standar pelayanan
BAB V PENERAPAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK BAGI PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN DASAR, KESEHATAN IBU ANAK DAN PERIJINAN USAHA
A. Pengantar
B. Tujuan pembelajaran umum
C. Tujuan pembelajaran khusus
D. Pokok bahasan
E. Metode, Alat dan Bahan
F. Waktu
G. Proses fasilitasi
H. Uraian Substansi
1. Arti penting tata kelola pemerintahan yang baik
2. Prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, beserta indikator dan perangkat
pendukungnya
3. Penerapan prinsip tata kelola dalam sektor pelayanan publik
4. Alat bantu tata kelola pemerintahan untuk mencapai standar pelayanan dalam sektor
pelayanan publik
5. Hubungan standar pelayanan dengan forum multipihak, media dan
pengarusutamaan gender I. Lampiran
BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT DAN DUKUNGAN MEDIA DALAM ADVOKASI DAN
PENGAWASAN PERBAIKAN MUTU PELAYANAN PUBLIK
A. Pengantar
B. Tujuan pembelajaran umum
C. Tujuan pembelajaran khusus
D. Pokok bahasan
E. Metode, Alat dan Bahan
F. Waktu
G. Proses fasilitasi H. Uraian Substansi
1. Apa dan mengapa advokasi diperlukan
2. Apa dan mengapa pengawasan diperlukan
3. Keragaman advokasi oleh masyarakat
4. Membangun kekuatan kolektif
5. Ruang Peran Serta Masyarakat dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Publik
6. Dukungan media untuk advokasi dan pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik
7. Cara untuk Mendapatkan Dukungan Media
BAB VII TEKNIK DAN STRATEGI PENGGUNAAN MEDIA BAGI ADVOKASI DAN PENGAWASAN MUTU PELAYANAN PUBLIK
A. Pengantar
B. Tujuan pembelajaran umum
C. Tujuan pembelajaran khusus
D. Pokok bahasan
E. Metode, Alat dan Bahan
F. Waktu
G. Proses fasilitasi
H. Uraian substansi
1. Advokasi dan Pengawasan oleh Media
2. Jurnalis Warga dan Media Mainstream Lokal
3. Elaborasi isu mutu pelayanan publik berbasis standar pelayanan
4. Sasaran dan fokus advokasi serta pengawasan
5. Teknik produksi konten dan strategi penggunaan media mendukung advokasi dan
pengawasan
6. Faktor penghambat dan pendukung dukungan media bagi advokasi dan pengawasan
I. Lampiran
BAB VIII TEKNIK ADVOKASI DAN PENGAWASAN MUTU PELAYANAN PUBLIK OLEH
MASYARAKAT
A. Pengantar
B. Tujuan pembelajaran umum
C. Tujuan pembelajaran khusus
D. Pokok bahasan
E. Metode, Alat dan Bahan
F. Waktu
G. Proses fasilitasi
H. Uraian substansi
1. Metode advokasi dan pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik
2. Teknik advokasi dan pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik
3. Elaborasi isu standar pelayanan dalam advokasi peningkatan mutu pelayanan publik
4. Sasaran dan fokus advokasi serta pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik
5. Faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan advokasi dan pengawasan
PANDUAN
PELAKSANAAN
1. Tahapan Persiapan:
A. Peserta. Semua peserta yang terlibat
merupakan peserta yang berasal dari
fasilitator, grup masyarakat sipil, LSM,
pelaku media – baik profesional maupun
jurnalis warga –atau kelompok lain, namun
bersedia memfasilitasi advokasi dan
pengawasan yang hendak dilakukan oleh
program (tertentu). Peserta dapat pula
berasal dari internal program Kinerja USAID,
maupun program-program serupa yang
mendukung dilaksanakannya advokasi
terhadap pelayanan publik.
B. Pelaksanaan. Pelatihan dilaksanakan
selama 3 hari dengan ketentuan beberapa
hal seperti diuraikan di bawah ini:
Tempat dan desain ruang pelatihan.
Tempat menyesuaikan untuk kapasitas
sekitar 30 orang dengan desain kursi
melingkar atau U-shape. Flipchart
diletakkan di bagian depan samping,
papan tulis (whiteboard) dibagian depan
samping berlawanan dengan lipchart.
Materi dan pemateri. Materi secara umum terdiri dua hal yakni substansial
terkait standar pelayanan dan
teknik serta metode advokasi dan
pengawasan. Pemateri untuk modul 1,2
dan 3 diharapkan nara sumber yang
fasih dengan isu dimaksud. Pemateri
oleh fasilitator, jika memang tidak
menyediakan pemateri khusus. Untuk
pemateri modul 7 adalah nara sumber yang memiliki kualiikasi sebagai jurnalis atau editor/redaktur.
Alat bantu pelatihan. Pelatihan ini menggunakan alat bantu berupa
LCD proyektor dan laptop untuk
penyampaian materi pelatihan, diluar itu
lipchart dan kertas plano serta spidol juga disiapkan untuk sesi diskusi curah
pendapat dan diskusi kelompok.
Fasilitator. Seluruh sesi di dalam pelatihan akan dipandu oleh fasilitator.
Ada baiknya jumlah fasilitator untuk
pelaksanaan selama 3 hari minimal dua
orang yakni, fasilitator dan co-fasilitator.
Fasilitasi dapat dilakukan secara
bergantian antar sesi. Untuk sesi-sesi
yang sudah lebih bersifat teknis dapat
ditangani secara bersamaan.
Ice breaking. Hendaknya fasilitator
menyiapkan sesi ice breaking dengan
menyiapkan game sederhana atau
sekedar gerakan sederhana untuk
pelepas penat.
C. Dokumen modul dan bahan-bahan
pendukung sebaiknya disampaikan terlebih
dahulu kepada peserta.
2. Tahap Pelatihan:
A. Pelatihan dilaksanakan selama 3 hari
lebih kurang. Jika peserta berasal dari
selama 3 hari penuh. Namun jika hanya satu
kelompok saja, maka pelaksanaan akan
memakan waktu 2,5 hari saja.
B. Secara umum setiap alur dalam
pembahasan modul memiliki pola yang
sama, yakni penyampaian materi, diskusi
dan curah pendapat dan diakhiri oleh diskusi
kelompok, presentasi dan pembahasan
hasil. Untuk modul dalam Bab VII dan VIII
tambahan metode yakni bermain peran
dilaksanakan.
C. Metode Penyampaian
Pelatihan ini merupakan pelatihan bagi
orang dewasa sehingga pendekatan yang
digunakan adalah menempatkan peserta
sebagai orang yang memiliki pengetahuan,
meskipun diyakini kualitas pengetahuan
berbeda-beda. Metode penyampaian ini
dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif
yakni membuka seluas mungkin partisipasi
dan peran aktif peserta untuk terlibat
dalam diskusi, curah pendapat maupun
penyampaian materi.
Untuk mempersempit jurang pemahaman
antar peserta ada baiknya materi pendukung
(bahan bacaan) telah terlebih dahulu
disampaikan kepada peserta, sehingga
mereka dapat membaca terlebih dahulu.
Metode umum yang digunakan dalam
pelatihan ini secara berturut-turut adalah
sebagai berikut:
Pembukaan. Setiap pembukaan sesi, fasilitator menerangkan apa tema sesi
pelatihan ini, apa tujuan pencapaiannya
serta apa yang diharapkan dari peserta
pada masing-masing sesi. Fasilitator
juga menyampaikan hal-hal teknis
seperti waktu yang digunakan, metode
penyampaian, serta kontrak sosial yang
bisa disepakati (kontrak social dilakukan
satu kali pada saat awal pelatihan,
umumnya meliputi kesepakatan waktu,
penggunaan telepon selular/suara,
merokok, waktu istirahat, penggunaan
kata-kata sulit). Pada awal pelatihan
fasilitator hendaknya juga menggunakan
waktu untuk melaksanakan sesi
perkenalan. Sesi ini ini ditujukan
untuk mencairkan suasana sekaligus
memperakrab hubungan antar peserta,
terutama pada saat diskusi dan curah
pendapat serta diskusi kelompok.
Tutorial. Tutorial yang disampaikan dalam bentuk penyampaian materi
dilakukan oleh nara sumber ataupun
... untuk menghindari
dominasi peserta
tertentu yang kerap
berbicara, tanpa
memperhatikan peserta
yang lain –
meta plan
fasilitator. Materi yang disampaikan
kepada peserta merupakan materi yang
telah disiapkan berupa materi dalam
format presentasi melalui alat bantu
LCD projector dan computer/notebook.
Diskusi dan Curah Pendapat. Setelah selesai penyampaian materi
atau diskusi kelompok, peserta diberi
kesempatan untuk dapat memahami
materi dengan baik. Sesi pertanyaan dan klariikasi diberikan agar peserta dapat mengutarakan apa yang ingin
disampaikan terkait pendalaman materi, klariikasi serta penyampaian argument lain yang dapat memperkuat
atau memberikan pengayaan arti.
Jika diperlukan – untuk menghindari
dominasi peserta tertentu yang kerap
berbicara, tanpa memperhatikan peserta
yang lain – meta plan dapat digunakan
untuk menjaring opini atau pendapat
masing-masing peserta.
Diskusi Kelompok. Diskusi kelompok merupakan salah satu metode yang
ditujukan untuk menjaring kesatuan
pendapat, membahas kasus atau
merumuskan satu rencana bersama.
Dalam pelatihan ini metode diskusi
kelompok digunakan untuk menjawab
salah satu tujuan dimaksud. Di dalam
diskusi kelompok peserta dibagi dapat
berdasarkan latar belakang yang sama,
kesamaan ide, ataupun ditunjuk secara
acak. Fasilitator perlu menentukan
serta waktu yang digunakan serta
hasil yang ingin dicapai. Ada baiknya
di dalam diskusi kelompok fasilitator
menggunakan pertanyaan kunci
untuk memancing peserta/kelompok
menjawab melalui hasil diskusi.
Diskusi kelompok juga didorong untuk
memilih pimpinan kelompok dan
sekretarisnya. Hasil diskusi kelompok
dapat dituangkan dalam ile presentasi
ataupun rumusan-rumusan yang
disusun dalam kertas lipchart.
Bermain Peran/Role Playing. Tujuan dari metode ini adalah: 1)
agar peserta dapat menghayati
dan mengukur berbagai peran dari
pihak lain, 2) peserta dapat belajar
bagaimana membagi tanggung jawab
serta mengerti bagaimana mengambil
keputusan dalam situasi kelompok
secara spontan, dan 3) diharapkan
dapat merangsang peserta untuk
berpikir dan memecahkan masalah
terkait isu yang dibahas.
Secara teknis metode ini untuk
mengajak peserta
menghayati peran
Hasil diskusi
kelompok dapat
dituangkan dalam file
presentasi ataupun
rumusan-rumusan
yang disusun dalam
masing-masing dan menjalankan
skenario isu yang diangkat. Peserta
harus berperan sesuai dengan fungsi
dari skenario masing-masing. Untuk
itu beberapa petunjuk yang harus
diperhatikan dalam penerapan metode
ini yaitu:
o Isu dan kasus telah ditetapkan
terlebih dahulu. Sampaikan kepada
peserta mengenai isi dari
masalah-masalah dalam konteks cerita
tersebut.
o Tetapkan peserta yang dapat atau
yang bersedia untuk memainkan
peranannya di depan kelas.
o Jelaskan kepada peserta lain
yang tidak terlibat dalam kegiatan
tersebut, peranan mereka saat
kegiatan sedang berlangsung.
o Beri kesempatan kepada para
pelaku untuk berunding beberapa
menit sebelum mereka memainkan
peranannya.
o Akhiri kegiatan pada waktu situasi
pembicaraan mencapai ketegangan.
o Akhiri kegiatan dengan diskusi pleno
untuk bersama-sama memecahkan
masalah persoalan yang ada pada
kegiatan bermain peran tersebut.
o Jangan lupa menilai hasil bermain
peran tersebut sebagai bahan
pertimbangan lebih lanjut.
o Tujuan khusus yang hendak dicapai
supaya dirumuskan terlebih dahulu,
terutama tentang pola tingkah laku
atau watak tertentu yang akan
ditanamkan ke dalam peserta.
Kesimpulan. Fasilitator menyampaikan hal-hal penting (highlight) yang didapat
dari diskusi dan curah pendapat serta
diskusi kelompok. Catatan penting
bersifat teknis di dalam pelaksanaan
Standar Pelayanan
Bidang Pelayanan Sektor
Pendidikan, Kesehatan dan
Iklim Usaha yang Baik
Pelayanan Bidang
Pelayanan Sektor
Pendidikan,
Kesehatan dan
Iklim Usaha yang
Baik
sampai bagaimana penerapannya pada
masing-masing sektor terkait. Peta mengenai standar
pelayanan juga disajikan terutama terkait tiga
standar pelayanan utama yakni standar pelayanan
minimal (SPM), standar pelayanan publik (SPP) dan
standar operasional prosedur (SOP). Materi dalam
modul ini juga akan membahas bagaimana standar
pelayanan diacu pada tiga sektor pelayanan publik,
yakni sektor pendidikan, kesehatan dan iklim usaha
yang baik.
Modul pada bagian ini secara umum ingin memberi
dasar pemahaman mengenai standar pelayanan
kepada peserta untuk kepentingan pembahasan
pada modul-modul berikutnya yang masih akan
terkait.
TUJUAN
PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran
Umum
Setelah mendapatkan materi dari modul ini
peserta diharapkan mengetahui apa saja jenis dan
mutu pelayanan publik yang menjadi hak warga
berdasarkan standar pelayanan. Sektor pelayanan
publik yang dicakup dalam modul ini dibatasi dengan
...
peserta
akan memiliki
pemahaman
tentang konsep
service standard
METODE, ALAT
BANTU DAN BAHAN
1. Metode
a. Tutorial.
b. Diskusi dan curah pendapat.
c. Diskusi kelompok
2. Alat Bantu
a. Flipchart
b. LCD Projector dan Komputer.
c. Kertas plano dan spidol
3. Bahan
a. Materi presentasi. Materi ini berbentuk ile digital yang berisi presentasi slide-slide
dengan menggunakan software presentasi.
WAKTU
4 X 45 menit dua sektor pelayanan publik dasar dan satu sektor
pelayanan publik terkait perijinan usaha. Dengan
mengetahui indikator pencapaian di dalam standar
pelayanan masing-masing akan terkait dengan
Ketiganya terkait dengan dukungan program Kinerja
USAID.
B. Tujuan Pembelajaran
Khusus
1. Peserta mengenali berbagai standar
pelayanan yang menjadi kewajiban negara.
2. Peserta memahami standar pelayanan yang
wajib diberikan pada sektor pendidikan,
kesehatan, dan iklim usaha.
3. Peserta memahami kendala pelaksanaan
standar pelayanan pada sektor pendidikan,
kesehatan, dan iklim usaha.
4. Peserta menyadari bahwa pemahaman atas
standar pelayanan menjadi dasar advokasi
dan partisipasi masyarakat.
POKOK BAHASAN
1. Pengertian dan deinisi berbagai standar pelayanan
2. Penerapan standar Pelayanan dalam sektor
pendidikan dasar
3. Penerapan standar Pelayanan dalam sektor
kesehatan ibu dan anak
4. Penerapan standar Pelayanan dalam sektor
PROSES FASILITASI
terbuka. Fasilitator sebaiknya dapat membagi
secara adil peserta-peserta yang ingin bertanya
atau menjawab dengan meminta mereka
menyampaikan pertanyaan dan respon secara
singkat namun jelas dan diketahui maksudnya.
4. Diskusi kelompok. Sebelum diskusi dimulai,
fasilitator menyampaikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Penjelasan mengenai tugas yang harus
diselesaikan di dalam diskusi kelompok.
Tugas tersebut adalah merumuskan
3indikator pencapaian SPM pada
masing-masing sector dan contoh penerapannya
disertai penjelasan terkait pelaksanaan
standar pelayanan pada masing-masing
sektor.
b. Masing-masing kelompok membahas
satu sektor. Jika kelompok lebih dari tiga,
maka ada sektor yang dibahas oleh lebih
dari satu kelompok. Sektor yang dibahas
oleh kelompok ke empat adalah sektor 1. Pengantar. Fasilitator mengawali sesi ini
dengan menyampaikan hal-hal apa yang hendak
dicapai dalam sesi ini. Selanjutnya, fasilitator
menyampaikan hal penting terkait penerapan
Standar Pelayanan serta relevansinya dengan
tujuan utama pelatihan ini.
2. Penyampaian materi. Fasilitator atau
narasumber untuk menyajikan materi mengenai
standar pelayanan, SPM, SPP dan SOP pada
sektor pendidikan dasar, kesehatan ibu dan
anak serta iklim usaha yang baik. Penyajian
dilakukan dalam power point yang juga didukung
dengan naratif selama 45 menit.
3. Diskusi dan Curah Pendapat.Sesi Tanya jawab
dilaksanakan selama 30 menit dengan sebanyak
mungkin melibatkan peserta yang aktif bertanya
maupun merespon pertanyaan. Fasilitator tidak
menjawab langsung pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan peserta, namun menawarkan
kepada peserta lain untuk merespon atau
menjawab, sehingga dibangun diskusi yang
Pengantar
(5 menit)
Arti Penting Standar Pelayanan
(45 menit)
Diskusi dan Curah Pendapat
(30 menit)
Pengantar Diskusi Kelompok
(10 menit)
Diskusi Presentasi Kelompok Pembahasan
Indikator SPM dan Implementasinya
(80 menit)
Kesimpulan
pendidikan dan masing-masing kelompok
sektor pendidikan dibagi isu yang berbeda
satu sama lainnya.
c. Pembagian waktu dalam diskusi adalah
dalam 3 menit awal kelompok menentukan
pimpinan kelompok dan sekretaris yang
berfungsi memoderatori diskusi kelompok
dan mencatat. 40 menit selanjutnya
digunakan untuk diskusi dalam kelompok
dan sisanya 37 menit kembali ke sesi pleno
untuk membahas hasil diskusi
masing-masing kelompok.
d. Sebaiknya setiap kelompok dibekali kertas
plano dan sepidol untuk merumuskan hasil
diskusi.
e. Fasilitator mengatur pembagian kelompok
sedemikian rupa sehingga masing-masing
kelompok beranggotakan antara 5 sampai 9
peserta.
f. Selama diskusi kelompok berlangsung,
fasilitator memastikan diskusi pada
masing-masing kelompok berjalan dan
setiap anggota kelompok terlibat dalam
diskusi secara aktif. Fasilitator juga harus
memastikan bahwa diskusi kelompok dan
presentasi hasil diskusi sesuai dengan
waktu yang dialokasikan. Masing-masing
kelompok menyampaikan hasil maksimal
5 – 7 menit dan dilanjutkan dengan diskusi serta klariikasi atas hasil yang disampaikan masing-masing kelompok.
Fasilitatormemandu proses diskusi dan
mengarahkan pada hal-hal penting dalam
diskusi yang dapat digunakan sebagai
bagian dalam kesimpulan akhir sesi ini.
5. Kesimpulan. Fasilitator menutup sesi ini dengan
menarik kesimpulan dari hasil presentasi, tanya
jawab dan hasil diskusi kelompok.
URAIAN SUBSTANSI
1. Standar Pelayanan dan
Implementasinya di Indonesia
a. Latar Belakang
Dari berbagai jenis pengelolaan pelayanan
publik yang disediakan oleh pemerintah,
memunculkan beberapa persoalan
dalam hal penyediaan pelayanan publik. Persoalan-persoalan tersebut diidentiikasi Wright (dalam LAN, 2003: 16) sebagai
berikut:
• Kelemahan yang berasal dari sulitnya
menentukan atau mengukur output
maupun kualitas dari pelayanan yang
diberikan oleh pemerintah.
Selama
diskusi kelompok
berlangsung, fasilitator
memastikan diskusi pada
masing-masing kelompok
berjalan dan setiap anggota
kelompok terlibat dalam
diskusi secara
memiliki ketidakpastian tinggi dalam hal
teknologi produksi sehingga hubungan
antara output dan input tidak dapat
ditentukan dengan jelas.
• Pelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom line” artinya seburuk apapun
kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak
mengenal istilah bangkrut.
• Berbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan dalam memecahkan
masalah eksternalities, organisasi
pelayanan pemerintah menghadapi
masalah berupa internalities. Artinya,
organisasi pemerintah sangat sulit
mencegah pengaruh nilai-nilai dan
kepentingan
para birokrat dari kepentingan umum
masyarakat yang seharusnya dilayaninya. Di
sisi lain, sektor swasta berperan dalam hal
penyediaan barang dan jasa yang bersifat
privat. Situasi persaingan selalu timbul
dalam penyelenggaraan penyediaan barang
dan jasa oleh sektor swasta. Ada kalanya
pemerintah juga menyediakan layanan
barang privat. Untuk
menghindari crowding
out effect, dimana pemerintah lebih
berperan sebagai kompetitor pemain pasar
lainnya, perlu diatur secara jelas, mana
barang dan jasa yang harus diserahkan ke
swasta, mana yang dapat dikerjakan secara
bersama-sama, dan mana yang murni
dikerjakan oleh pemerintah.
Setelah satu dasawarsa desentralisasi,
Indonesia telah melahirkan berbagai
kebijakan yang mendukung daerah
dalam meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan
Pemerintah adalah reformasi dalam
penentuan standar pelayanan dasar/publik
dan melakukan sosialisasi tentang standar
tersebut kepada Pemerintah Daerah dan
Unit Pelaksana Teknis Daerah ( UPTD).
Standar-standar yang dimaksud, antara lain:
• Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK)
• Standar Pelayanan Minimal (SPM) • Standar Pelayanan Publik (SPP) • Standard Operating Procedures (SOP) • Standar berkaitan akreditasi ISO
(International Organization for
Standardization)
Oleh karena semua jenis standar
diperkenalkan dan dipromosikan hampir
secara simultan oleh berbagai instansi
pemerintah, “kekayaan” ini cenderung
dipandang menjadi suatu beban
daripada suatu bantuan bagi daerah.
Keanekaragaman sifat, dasar hukum, dan
sponsor/pendorong standar berbeda-beda
Hasil diskusi
kelompok dapat
dituangkan dalam file
presentasi ataupun
rumusan-rumusan
yang disusun dalam
tersebut mengakibatkan kompleksitas dan
beban kerja yang berat. Hakekat standar
dan keterkaitan antar standar belum
dijelaskan secara memadai di semua
daerah, dan upaya sosialisasi cenderung
berjalan secara terpisah-pisah. Banyak
aktor di daerah menyambut inisiatif-inisiatif
sponsor berbagai jenis standar dengan baik,
tetapi akhirnya mengeluh bahwa secara
keseluruhan standar-standar menimbulkan
kebingungan dan melampaui kapasitas
daerah untuk menerapannya. Situasi ini
disayangkan, karena semua jenisstandar,
apabila dikenal dengan baik dan diterapkan
sesuai sifatnya, sesungguhnya dapat
meningkatkan akses pelayanan publik,
Untuk menghindari
crowding out effect
, dimana
pemerintah lebih berperan
sebagai kompetitor
pemain pasar lainnya,
perlu diatur secara jelas,
mana barang dan jasa
yang harus diserahkan
ke swasta, mana yang
dapat dikerjakan secara
bersama-sama, dan mana
yang murni dikerjakan oleh
pemerintah.
menjadi ukuran kualitas dan tingkat
kepuasan pengguna layanan.
b.
Pemetaan Jenis Standar
Penting sekali bagi daerah untuk
memahami secara utuh (komprehensif)
atas perbedaan jenis standard, kelebihan
masing-masing jenis standar, dan
hubungan antar jenis standar. Dengan
persiapan yang dalam ini, aktor-aktor
dapat memutuskan dengan pikiran jernih
bagaimana serangkaian standar dapat
diterapkan di suatu daerah agar tercapai
hasil yang maksimal - sesuai dengan
kebutuhan, kapasitas dan faktor lain di suatu
daerah. Untuk membantu para pihak yang
berkepentingan (stakeholder) mencapai
pengertian yang memadai/utuh, KINERJA
mempersiapkan suatu perbandingan antar
jenis standar (Tabel 1). Perbandingan
ini dimaksudkan untuk membandingkan/
menkonstatasikan perbedaan dan
juga kesamaan antar jenis standar dari
aspek sifat, hukum, akarnya dan aspek
Tabel 1: Perbandingan inti jenis standar
NSPK
SPM
Sifat inti Berkaitan berbagai aspek
pelayanan publik yang menjadi kepentigan nasional;
eisiensi, keselamatan, pemerataan, mutu dll.
Berkaitan berbagai aspek pelayanan yang menjadi
kepentigan nasional/ internasional; jangkauan yang
merata dan mutu pelayanan dasar
Unit pemerintah/ badan pendukung
Koordinasi oleh MoHA; Menteri-menteri menyusun
peraturan
Koordinasi oleh MoHA/Tim Konsultasi/ DPOD; Menteri-menteri menyusun
peraturan
Dasar hukum PP 38/2007 (pembagian
urusan)
PP lain sektoral (misalnya PP 19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan)
UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah dan PP
65/2005 tentang SPM
Kewajiban menerapkan standar
Wajib (kalau urusan dilaksanakan)
Wajib untuk pelayanan dasar
Asal historis standar Juklak/Juknis sebelum
era desentraliasi perlu disesuaikan; lahir NSPK
Lahir dalam PP 25/2000; Permen2 keluar 2001, namun
konsep perlu dikembangkan lagi; ronde kedua di 2008
Penentu standar Menteri-menteri melaui
Peraturannya masing-masing
Menteri-menteri melaui Peraturannya masing-masing
(13 sampai hari ini)
spesiik oleh instansi/UPTD
Instansi daerah yang relevan Instansi yang melaksanakan
urusan yang dibarengi NSPK
Dinas, dan UPTD dlm. sektor yang mempunyai SPM
Pelayanan sasaran Pelayanan apapun yang
mempunyai aspek teknis
SPP
SOP
ISO
eisiensi, keselamatan,
Berkaitan berbagai aspek pelayanan publik yang merupakan praktek yang
baik: transparansi dan informasi, kepastian, ongkos
yang dijang kau, mekanisme komplain dll.
Berkaitan berbagai aspek pelayanan publik, dengan fokus pada konsistensi dalam
prosedur dan hasil
Berkaitan komitmen suatu unit pelaksana pelayanan
publik terhadap mutu pengelolaan dan hasil yang memuaskan klien –
pendekatan manajemen
Kempan mendorong daerah dan pihak lain langsung
Instansi penyedia pelayanan/ badan akreditasi/Menteri2
Promosi dari Kempan; Instansi penyedia pelayanan/
badan akreditasi
UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik
Contoh: SOP yang berada dalam SNP (lihat NSPK).
Juga badan akreditasi
Badan internasional
Wajib untuk pelayanan public Tergantung instansi (kecuali
SOP yang merupakan NSPK)
Wajib kalau mendapat akreditasi
Mulai awal 2000s, namun belum punya dasar hukum yang kuat, sampai keluar UU
25/2009
Telah lama diupayakan, namun pupularitas meningkat
tahun 2000s
Mulai didorong pertengahan 2000s oleh Kempan
Kerangka dari Kempan, dan spesiik oleh instansi/UPTD
yang relevan
Instansi daerah yang relevan; badan akreditasi kalau
relevan
International Organization for Standardization
Terutama UPTD UPTD UPTD
Pelayanan apapun yang menyentuh public
Berkaitan pelayanan apapun Khususnya RS, Puskesmas,
NSPK
SPM
Kapasitas pelaksana yang diperlukan
Sedang; khusunya aspek teknis
Sedang-tinggi; aspek perhitungan biaya dan integrasi dalam perencanaan/
anggaran paling rumit
Fokus ongkos penerapan Tuntutan NSPK dapat
berimplikasi biaya (e.g., pilihan teknologi)
Jangkauan/mutu sesuai target pencapaian yang diatur
oleh Menteri2
Dasar hukum di daerah Kurang jelas kalau diperlukan Kurang jelas kalau
diperlukan; terdapat Perda & peraturan KDH
Pelaporan/ pengendalian Pelaporannya tergantung
kategori dalam NSPK. Menteri2 seharusnya memonitor penerapan NSPK
Pencapaian SPM dilaporkan kepada KDH dan kepada Menteri yang bersangkutan.
Menteri memonitor pencapaian SPM
SPP
SOP
ISO
Rendah-sedang; aspek mekanisme komplain dan survei kepuasan paling rumit
Rendah-sedang; perlu pengertian “business proses”
Tinggi, oleh karena merupakan pendekatan yang
menyeluruh
Ongkos mengembangkan SPP; SPP cenderung prosedural, namun mutu staf
dapat berimplikasi dana
Ongkos awal untuk mengembangkan SOP
Ongkos akreditasi dan monitoring secara berkala
cukup tinggi
Masing-masing UPTD mempunyai panduan, dan
service charter
Pedoman internal UPTD/ dokumen akreditasi
Dokumen akreditasi dari badan akreditasi
Belum keluar PP yang akan menjelaskan.
Sistem ombudsman?
Kalau SOP intern saja – tidak ada pelaporan. Untuk yang berasal dari badan akreditasi,
sesuai tuntutan badan
Sesuai tuntutan ke badan akreditasi nasional (di bawah
ISO)
Belum jelas Badan akreditasi dapat tarik
statusnya
Sebagian standar merupakan kewajiban (NSPK/
SPM/sebagian dari SPP/sebagian dari SOP). Untuk
sebagian SPP, SOP dan standar berkaitan akreditasi
ISO, pengembangan atau penerapannya tergantung
instansi/unit pelaksana – tidak ada keharusan
yang berasal dari Pemerintah. Pencapaian atau
penerapan standar sangat tergantung pada
kapasitas aktor di daerah, dan jenis standar yang
dihadapi. Ada standar yang menuntut kapasitas
yang tinggi (misalnya beberapa SPM), dan ada
yang lebih mudah diterapkan (berbagai SOP
yang sepenuhnya dikembangkan secara intern).
Kapasitas yang dimaksudkan termasuk aspek
keuangan. SPM sangat berimplikasi pendanaan
karena terfokus pada jangkauan/akses, mutu
pelayanan, dan tata kelola. Beberapa dari SOP/
SPP lebih menekankan prosedur internal sebuah
organisasi, dan tidak menuntut pendanaan yang
besar untuk membenahi prosedur tersebut.
Penerapan berbagai standar juga dimudahkan
oleh peraturan perundang-undangan yang jelas
dan menyentuh hal yang penting. Sebaliknya, masih banyak hal yang perlu diklariikasi untuk berbagai jenis standar. Misalnya, dalam UU
25/2009 masyarakt diberikan hak untuk mengajukan
pengaduan kepada Ombudsman. Masih belum jelas
apakah Ombudsman daerah juga dapat menangani
pengaduan dari unit pelayanan pemerintah daerah/
UPTnya atau hanya Ombudsman yang dibentuk
oleh Pemerintah1. Lagipula, belum jelas apakah
1 Isu ini digugat oleh beberapa daerah sampai ke Mahkamah Konstitusi. Perlu juga dicatat bahwa lembaga ombudsman belum terbentuk di semua propinsi dan kabupaten/kota (sebagai lembaga Pusat atau daerah)
masyarakat yang kurang puas dengan pencapaian
SPM dapat mengunakan jalur Ombudsman (Pusat
atau Daerah) untuk pengaduannya. Selain contoh
ini, banyak pertanyaan lain yang masih menunggu klariikasi, dan upaya klariikasi sebaiknya dilakukan secara terkait oleh pihak nasional yang berperan
mensponsori berbagai jenis standar.
Dilihat secara menyeluruh, dapat dimengerti jika
penerapan semua jenis standar secara simultan
menjadi tantangan yang kurang layak diupayakan
untuk kebanyakan daerah. Oleh karena itu,
sebaiknya masing-masing daerah memutuskan
secara bijaksana bagaimana memanfaatkan dari
kekayaan standar yang didorong oleh berbagai
“sponsor.”
c. Hakekat Jenis Standar
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria
(NSPK)
Sebelum era desentralisasi dan reformasi,
peranan unit dekonsentrasi (perpanjangan
pemerintah pusat seperti Kantor Wilayah dan
Kantor Departemen), sangat berperan di daerah.
Perangkat daerah melaksanakan beberapa
urusan, namun daerah diberikan ruang gerak
yang terbatas. Peranan instansi di daerah,
apakah “dekon” atau otonom, sering diberikan
koridor yang agak sempit melalui petunjuk
pelaksanaan - Juklak (yang menekankan aspek
peranan dan prosedural) dan petunjuk teknis
(Juknis). Juklak biasannya dikeluarkan oleh
Departemen Dalam Negeri (pembinaan umum),
departemen-departemen sektoral (pembinaan
teknis).
Dengan desentralisasi yang sangat dalam
(dikatakan Big Bang oleh pengamat luar),
kebanyakan urusan berkaitan pelayanan
dasar/pelayanan publik,2 diserahkan kepada
kabupaten/kota. Pedoman-pedoman yang
dulu menjadi alat mendukung Kanwil/
Kandep dan unit otonom di daerah, sebagian
menjadi kurang relevan lagi (khususnya
Juklak) mengingat perubahan drastis dalam
sistem pemerintahan; dari pendekatan
sentralistis ke pendekatan desentralisasi.
Konsekuensinya, perlu disesuaikan berbagai
juklak/juknis agar mencerminkan letak urusan
dan hubungan kelembagaan baru, dengan
terutama memperhatikan pembagian urusan
pemerintahan yang diuraikan secara rinci
dalam Peraturan Pemerintah (awalnya dalam
PP 25/2000, kemudian diperbaharui dalam
PP 38/2007). Pedoman-pedoman baru, yang
relevan bagi daerah, tidak lagi dinamakan
“juklak/juknis,” melainkan diberikan singkatan
“NSPK” (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria).3
Proses penyesuaian pedoman-pedoman
tersebut telah mulai tahun 2007 (seharusnya
2 Pelayanan dasar adalah “jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan.” (Pasal 1(8) PP 65/2005)
3 Pelayanan dasar adalah “jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan
diselesaikan pada 2009, sesuai ketentuan PP
38/2007), dan harus dilakukan dalam semua
bidang urusan (31) yang tidak menjadi bidang
esklusif Pemerintah. Tentu, tidak semua
urusan yang sekarang dipegang daerah perlu
NSPK, atau perlu NSPK yang “berat/tebal.”
“Campur tangan” Pemerintah dalam urusan otonom hanya dapat dijustiikasi oleh karena pembagian urusan sebagaimana terdapat
dalam PP 38/2007 tetap perlu penjelasan
yang operasional. Kementrian-kementrian
sebenarnya dapat dengan cepat menyelesaikan
NSPK apabila mereka memanfaatkan
(menyesuaikan) juklak/juknis yang telah ada
agar mencermin pengaturan kelembagaan yang
terdesentralisasi.
Terdapat departemen-departemen yang menyesuaikan/mengkomirmasikan NSPK dengan tetap mengunakan nama produk hukum
yang lama. Misalnya, Kementrian Pendidikan
Nasional mengunakan istilah Standar Nasional
Pendidikan (SNP) untuk suatu paket standar
yang telah lama dikembangkan dan telah
Peranan
instansi di daerah,
apakah “dekon” atau
otonom, sering diberikan
koridor yang agak sempit
Terdapat juga kementrian-kementrian yang
mengeluarkan paket parsial atau lengkap
yang diperbaharui dengan judul yang memuat
istilah “NSPK.” Ternyata tidak ada cara
yang baku dalam penyusunan instrumen
kementrian tentang NSPK. Oleh karena
itu, para stakeholders perlu waspada; dapat
terjadi bahwa suatu kementrian mengeluarkan
instrumen baru dengan judul “NSPK”, namun
kementrian itu tetap menjalankan instrumen lain
yang juga bersifat NSPK (yang juga disesuaikan
atau mungkin masih lama/kontradiktif).
Dalam mengkonirmasi/mengembangkan NSPK, diharapkan bahwa pembinaan dari
Pemerintah diimbangi dengan hak otonomi
daerah. Oleh karena itu, praktek yang baik
dalam menyusun/memperbaharui NSPK
adalah untuk membatasinya pada prinsip/
kepentingan nasional yang pokok, seperti yang
berikut: pemerataan akses pada pelayanan,
mutu pelayanan, keselamatan, perlindungan, kenyamaan, eisiensi, keseragaman/
kebangsaan.
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Standar pelayanan minimal (SPM) adalah hak
warga negara yang tertuang dalam konstitusi,
Undang-Undang dan Konvenan Internasional.
Sebagaimana diatur dalam UU No. 32/2004,
penyelenggaraan urusan wajib (yang bersifat
pelayanan dasar) berpedoman pada standar
pelayanan minimal. Standar yang dimaksudkan
ditetapkan oleh Pemerintah dan diperkirakan
akan dicapai secara bertahap. Peraturan
Pemerintah No. 65/2005 dan peraturan lanjutan
lainnya menambah rincian tentang konsep SPM.
Beberapa Kementerian mulai menerbitkan
berbagai peraturan tentang SPM pada tahun
2001, sabagai respons terhadap PP 25/2001.
Namun, dianggap SPM dalam babak ini terlalu
ambisius, khususnya tuntutan pendanaan.
Lagipula, formulasinya kurang jelas, dan
kurang layak dikendalikan melalui sistem data/
pelaporan yang ada pada saat itu. Pada fase ini
muncul juga banyak debat dan kesalahpahaman
atas SPM, yang perlu banyak diskusi dan klariikasi. Misalnya, telah jelas sekarang ini bahwa daerah dapat mengejar SPM lebih cepat
daripada sasaran periodik yang ditentukan
Pemerintah, dan daerah dapat meningkatkan
SPM pendidikan (9 tahun wajib belajar sekarang
ditingkatkan di berbagai daerah menjadi 12
tahun wajib belajar). Lagipula, lebih jelas
bahwa tidak ada, dan tidak perlu, dana khusus
atau organisasi khusus di daerah untuk
SPM; pencapaian SPM merupakan kegiatan
inti daerah, dan segala sumber daya perlu
memprioritaskan pencapaian
SPM. Organisasi daerah
...
mungkin karena
daerah dibebani
dengan terlalu banyak
tuntutan melapor,
dengan format yang
dapat disesuaikan agar pelayanan yang
dimaksudkan menonjol, namun tidak perlu
menambah unit-unit khusus sepertinya SPM
adalah suatu “proyek” tambahan.
Tahun 2008, setelah dikeluarkan PP 65/2005
dan peraturan pelaksana yang sangat
operasional, Tim Konsultasi antar departemen
membantu DPOD mempedomani
departemen-departemen dan menyaring usulan SPM
dari departmen, dengan kriteria yang lebih
sesuai konsep yang tertuang dalam PP
65/2005. Kini, 13 Menteri mengeluarkan
SPM yang disaring melalui proses baru.
Walaupun masih belum sempurna, daftar
SPM sekarang ini lebih berguna bagi semua
pihak.4 Diharapkan masyarakat akan lebih
jelas atas pelayanan dasar yang mereka dapat
mengklaim. Pemerintah daerah akan lebih
jelas atas pencapaian yang diharapkan dalam
suatu periode jangka menengah, dan mampu
mengukur “kesenjangan” dan merencanakan/
menganggarakan agar kesenjangan itu tertutup
dalam masa waktu yang ditentukan.
Penerapan SPM telah mulai di berbagai daerah,
namun belum jelas sejauhmana.
Kementrian-kementrian belum mengeluarkan gambaran
utuh tentang pencapaian SPM di daerah,
4 Masih cukup banyak SPM yang dikembangkan untuk
urusan yang sebenarnya tidak memenuhi deinisi
pelayanan dasar.” Lagipula, belum jelas apakah sasaran periodik untuk pencapaian SPM, secara bertahap, seimbang dengan segala sumber daya
karena sistem pelaporan5 belum berjalan
semestinya, mungkin karena daerah dibebani
dengan terlalu banyak tuntutan melapor, dengan
format yang berbeda-beda. Kelihatan bahwa
beberapa kementrian (seperti Pendidikan
Nasional) hanya mengetahui status sistem
pendataan dan pencapaian SPM di beberapa
daerah, melalui upaya pilot misalnya. Walaupun
informasi atas status penerapan SPM agak
cepat, namun daerah mengalami kesulitan
dalam penerapan SPM. Dukungan bersifat
pengembangan kapasitas masih terbatas,
khususnya untuk pengintegrasian SPM dalam
proses perencanaan/penganggaraan dan
metode menghitung biaya yang diperlukan untuk
menutupi kesenjangan dalam pencapaian SPM.
Standar Pelayanan Publik (SPP)
Menurut UU 25/2009 tentang pelayanan publik,
SPP adalah indikator “kualitas pelayanan
sebagai kewajiban dan janji penyelenggara
kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan
terukur.” Motivasi untuk mengembangkan SPP
adalah untuk mencegah korupsi dan menjamin
masyarakat mendapatkan pelayanan publik
yang baik. Tiga aspek diutamakan, yakni
syarat-syarat pelayanan publik disampaikan dengan
jelas dan terang, waktu pelayanan jelas dan
menjamin akses, dan biaya diketahui dan pas.
Prinsip transparansi dan akuntabilitas sangat
mewarnai standar-standar yang dikembangkan
di bawah payung SPP.
Dengan adanya SPP, diharapkan bahwa
persoalan yang seringkali dihadapi oleh
penyelenggara layanan (misalnya penundaan
waktu pelayanan, pelayanan yang kurang sopan,
penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan,
perlakukan tidak adil terhadap pengguna
layanan, permintaan imbalan yang tidak sesuai
biaya) dapat dibenahi oleh organisasi pelayanan
itu sendiri.6
Belum banyak daerah/organisasi yang
mengembangkan dan menerapkan SPP.
Sosialisasi belum dilakukan secara intensif,
dan ini dapat dimengerti karena PP untuk
UU 25/2009 belum siap. Dalam PP tersebut
diharapkan akan diuraikan pendekatan kongkrit
untuk mewujudkan SPP dan cara menjamin
SPP dihormati. Aspek sanksi diatur secara
umum dalam undang-undang (misalnya peranan
Ombudsman) dan perlu dijelaskan dengan baik
dalam peraturan pelaksana.
Sasaran Standar Pelayanan Publik adalah
agar penyelenggaraan pelayanan publik pada
setiap unit pelayanan didasarkan pada standar
pelayanan. Komponen standar pelayanan
meliputi antara lain:
6 Ombusdman (2010). Banyak Istansi Tak Terapkan Standar Pelayanan Publik, Kamis, 2 September. http://www.ombudsman.go.id/Website/
detailArchieve/387/id
1. dasar hukum;
2. persyaratan;
3. sistem, mekanisme, dan prosedur;
4. jangka waktu penyelesaian;
5. biaya/tarif;
6. produk pelayanan;
7. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
8. Kompetensi pelaksana
9. Pengawasan internal
10. Penanganan pengaduan, saran, dan
masukan
11. Jumlah pelaksana
12. Jaminan pelayanan
13. Jaminan keamanan dan keselamatan
pelayanan
14. evaluasi kinerja pelaksana
Dengan demikian hal penting dalam SPP
adalah deklarasi unit pelayanan atau SKPD
yang disampaikan kepada publik/pengguna
layanan berupa janji dan komitmen yang akan
dijalankannya agar layanan dapat diberikan
secara optimal. Penyampaian kepada publik
tersebut dapat melalui media atau wadah
tertentu yang mudah diakses oleh publik –
seperti misalnya dikembangkan dalam bentuk
pamphlet, disampaikan melalui papan informasi
dan sebagainya -- setempat dan memenuhi
hal-hal yang telah diutarakan di atas.
Standard Operating Procedures (SOP)
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah
dokumen yang berisi serangkaian instruksi
tertulis yang dibakukan mengenai berbagai