• Tidak ada hasil yang ditemukan

f6a55204 638b 4758 ab59 a4bf84ba8560

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "f6a55204 638b 4758 ab59 a4bf84ba8560"

Copied!
350
0
0

Teks penuh

(1)

Metode dan Teknik Advokasi dan

Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik

Berbasis Standar Pelayanan

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Peningkatan pelayanan public oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat

yang diamanatkan dalam berbagai peraturan perundangan seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.

PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Dengan dukungan USAID, Program KINERJA telah berupaya memperkenalkan program bantuan teknis

peningkatan pelayanan publik di 20 kabupaten/kotamitra di empat provinsi di Indonesia (Aceh, JawaTimur,

Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan) yang bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan publik. Program

ini difokuskan pada penguatan pihak penyedia layanan (supply side) dan pihak pengguna layanan (demand

side) di sekto rpendidikan dasar, kesehatan dasar, dan perbaikan iklim usaha.

Di bidang kesehatan Program KINERJA mendorong daerah memperbaiki dan meningkatkan pelayanan

Kesehatan Ibu & Anak dengan focus pada Persalinan Aman, Menyusu Dini dan ASI eksklusif (atau disingkat

PA-IMD-ASI atau Save delivery, immediate breastfeeding, exclusive breastfeeding). Di bidang pendidikan

dasar Program KINERJA mendorong daerah memperbaiki dan meningkatkan pelayanan Pendidikan Dasar

dengan fokus pada pelayanan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), Distribusi Guru Proporsional

(DGP) dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau Operational Costs of Education Unit, Proportional

Teacher Distribution (PTD), School Based Management (SBM). Peningkatan pelayanan tersebut dimaksudkan

agar unit pelayanan dapat menyelenggarakan kegiatannya untuk pencapaian standar pelayanan publik (SPP),

standar pelayanan minimal (SPM), dan standar nasional atau internasional.

KINERJA juga mendorong penguatan dari sisi pengguna layanan (demand side), baik dalam partisipasi

masyarakat maupun advokasi dan pengawasan oleh elemen masyarakat dan media dalam peningkatan

pelayanan publik. Untuk lebih memudahkan para pemangku kepentingan dalam menerapkannya di lapangan

maka disusun sebuah modul “Metode dan teknik advokas & pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik

berbasis standar pelayanan” yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelatihan, pendampingan, dan

pelaksanaannya. Diharapkan modul ini dapat membantu para pemangku kepentingan di daerah yang ingin

menerapkan tata kelola yang baik dalam advokasi dan pengawasan pelayanan publik berbasis standar.

Jakarta, Januari 2014

(4)

WAKTU BAHAN BACAAN

(5)

Kata Pengantar 1

Daftar Isi 3

BAB I URAIAN SINGKAT TENTANG MODUL METODE DAN TEKNIK ADVOKASI DAN

PENGAWASAN PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PUBLIK BERBASIS STANDAR PELAYANAN OLEH MASYARAKAT DAN MEDIA

- Pokok bahasan 10

- Sasaran dan Pengguna Modul 11

- Tujuan 12

- Materi 12

- Sistematika 17

- Panduan Pelaksanaan 21

BAB II STANDAR PELAYANAN SEKTOR PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN IKLIM USAHA

YANG BAIK

- Pengantar 26

- Tujuan Pembelajaran Umum 26

- Tujuan Pembelajaran Khusus 27

- Pokok Bahasan 27

- Metode, Alat dan Bahan 27

- Waktu 27

- Proses Fasilitasi 28

- Uraian Substansi 29

1. Standar Pelayanan dan Implementasinya di Indonesia 29

2. Penerapan Standar Pelayanan Dalam Sektor Pendidikan 48

3. Penerapan Standar Pelayanan Dalam Sektor Kesehatan 53

4. Penerapan Standar Pelayanan Dalam Sektor Iklim Usaha yang Baik 57

- Bahan Pendukung 58

- Bahan Presentasi 59

BAB III PAKET PROGRAM KINERJA DAN RELEVANSINYA DENGAN INDIKATOR

PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN

- Pengantar 76

- Tujuan Pembelajaran Umum 76

- Tujuan Pembelajaran Khusus 76

(6)

3. Paket Sektor Kesehatan Ibu dan Anak 84

- Bahan Bacaan 99

- Materi 99

- Bahan Presentasi 100

BAB IV PERUNDANGAN DAN PERATURAN PELAYANAN PUBLIK BERBASIS STANDAR

PELAYANAN DAN HAK WARGA UNTUK MENDAPATKANNYA

- Pengantar 114

- Tujuan Pembelajaran Umum 114

- Tujuan Pembelajaran Khusus 115

- Pokok Bahasan 115

- Metode, Alat dan Bahan 115

- Waktu 115

- Proses Fasilitasi 116

- Uraian Substansi 117

1. Peta Kebijakan dan Regulasi Standar Pelayanan dalam Sektor Pelayanan Publik 117

2. Kebijakan dan Regulasi Sektor Pendidikan Dasar 119

3. Kebijakan dan Regulasi Sektor Kesehatan Ibu dan Anak 121

4. Kebijakan dan Regulasi Sektor Perijinan Usaha 126

- Bahan Bacaan 139

- Materi Pendukung 139

- Bahan Presentasi 140

BAB V PENERAPAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK BAGI PENINGKATAN

MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN DASAR, KESEHATAN IBU ANAK DAN PERIJINAN USAHA

(7)

- Tujuan Pembelajaran Umum 148

- Tujuan Pembelajaran Khusus 149

- Pokok Bahasan 149

- Metode, Alat dan Bahan 149

- Waktu 149

- Proses Fasilitasi 150

- Uraian Substansi 151

1. Arti Penting Tata Kelola Pemerintahan yang Baik 151

2. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik yang Aplikatif Bagi Penyampaian Layanan Kepada Publik

152

3. Penerapan Prinsip Tata Kelola dalam Sektor Pelayanan Publik 153

4. Penerapan Prinsip Tata Kelola di dalam Implementasi Program Kinerja 155

5. Alat Bantu Tata Kelola Pemerintahan Untuk Mencapai Standar Pelayanan Dalam Sektor Pelayanan Publik

158

6. Hubungan Standar Pelayanan Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Perijinan Usaha dengan MSF, Media, dan Pengarus-Utamaan Gender

164

- Bahan Presentasi 167

BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT DAN DUKUNGAN MEDIA DALAM ADVOKASI DAN

PENGAWASAN PERBAIKAN MUTU PELAYANAN PUBLIK

A. Pengantar 180

B. Tujuan Pembelajaran Umum 180

C. Tujuan Pembelajaran khusus 180

D. Pokok Bahasan 181

E. Metode, Alat dan Bahan 181

F. Waktu 181

G. Proses Fasilitasi 182

H. Uraian Substansi 184

1. Apa dan Mengapa Advokasi Diperlukan 184

2. Apa dan Mengapa Pengawasan Diperlukan 189

3. Keragaman Advokasi oleh Masyarakat 194

4. Membangun Kekuatan Secara Kolektif 199

5. Ruang Peran Serta Masyarakat dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Publik 201

6. Dukungan Media untuk Advokasi dan Pengawasan 203

7. Peran Media Mendorong Peningkatan Mutu Pelayanan Publik 208

8. Cara untuk Mendapatkan Dukungan Media 213

I. Alat Bantu 215

(8)

- Waktu 227

- Proses Fasilitasi 228

- Uraian Substansi 231

1. Advokasi dan Pengawasan oleh Media 231

2. Jurnalis Warga dan Media Mainstream Lokal 233

3. Elaborasi Isu Mutu Pelayanan Publik Berbasis Standar Pelayanan 235

4. Sasaran dan Fokus Advokasi Serta Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik

238

5. Teknik Produksi Konten dan Strategi Penggunaan Media Mendukung Advokasi dan Pengawasan

244

6. Faktor Penghambat dan Pendukung Dukungan Media Bagi Pelaksanaan Advokasi dan Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik

255

- Alat Bantu 260

- Bahan Bacaan 260

- Tujuan Praktek Baik 260

- Bahan Presentasi 261

BAB VIII TEKNIK ADVOKASI DAN PENGAWASAN MUTU PELAYANAN PUBLIK

OLEH MASYARAKAT

A. Pengantar 274

B. Tujuan Pembelajaran Umum 274

C. Tujuan Pembelajaran Khusus 275

D. Pokok Bahasan 275

E. Metode, Alat dan Bahan 275

F. Waktu 275

G. Proses Fasilitasi 276

H. Uraian Substansi 279

1. Metode Advokasi dan Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik 279

2. Teknik Advokasi dan Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik 299

3. Elaborasi Isu Standar Pelayanan dalam Advokasi Peningkatan Mutu Pelayanan Publik

(9)

4. Sasaran dan Fokus Advokasi Serta Pengawasan Peningkatan Mutu Pelayanan Publik

312

5. Faktor Penghambat dan Pendukung Pelaksanaan Advokasi dan Pengawasan 318

I. Bahan Bacaan 322

J. Alat Bantu/Bahan Pendukung 322

(10)

Tabel 2.1 Perbandingan Inti Jenis Standar 44

Tabel 2.2 Perbandingan Peranan Stakeholder Dalam Penerapan Jenis Standar 61

Tabel 5.1 Penerapan Prinsip Tata Kelola pada Program KINERJA USAID 63

Tabel 6.1 Aktor dan Cakupan Advokasi 66

Tabel 7.1 Peran Serta Media dalam Advokasi dan Pengawasan 67

Tabel 7.2 Sasaran dan Fokus Advokasi 72

Tabel 7.3 Sasaran dan Fokus Pengawasan 95

Tabel 7.4 Keunggulan dan Kelemahan Berbagai Jenis Media untuk Kepentingan Advokasi 102

Tabel 7.5 Hal-hal yang Perlu Dilakukan dan Dihindari untuk Optimalisasi Peran Media

dalam Advokasi

104

Tabel 8.1 Substansi dan Target Komunikasi dalam Advokasi dan Pengawasan 134

Tabel 8.2 Tahap Persiapan 137

Tabel 8.3 Tahap Pelaksanaan 138

Tabel 8.4 Tahapan Paska Kegiatan 141

Tabel 8.5 Sasaran dan Fokus Advokasi 148

Tabel 8.6 Sasaran dan Fokus Pengawasan 149

(11)

Uraian Singkat

Tentang Modul Metode

dan Teknik Advokasi dan

Pengawasan Peningkatan

Mutu Pelayanan Publik

Berbasis Standar Pelayanan

oleh Masyarakat dan Media

(12)

Tentang Modul

Metode dan

Teknik Advokasi

dan Pengawasan

Peningkatan Mutu

Pelayanan Publik

Berbasis Standar

Pelayanan oleh

Masyarakat dan

Media

pendidikan dasar), kesehatan (khususnya kesehatan

ibu dan anak) dan sektor iklim usaha yang baik

(khususnya perijinan usaha). Dalam pendekatan

kegiatan yang dikembangkan oleh Kinerja USAID

menekankan pendampingan dan penguatan pada

dua sisi yakni sisi supply (penyedia layanan atau

penyelenggara layanan) dan sisi demand (penerima

layanan). Modul ini melulu membahas teknik dan

metode yang harus diperankan oleh sisi demand

didalam upaya peningkatan mutu pelayanan publik.

Meskipun demikian, untuk dapat lebih memahami

isu yang dibahas, kedua kelompok perlu dibekali

materi mengenai isu terkait mutu pelayanan publik.

Untuk mengukur mutu pelayanan publik, Pemerintah

sendiri telah merumuskan dasar-dasar indikator

capaian melalui standar pelayanan. Dengan

demikian pemahaman mengenai standar pelayanan

terlebih dahulu perlu disampaikan kepada kedua

kelompok sasaran dari modul ini.

Pelaku dari sisi demand direpresentasikan oleh dua

grup yakni kelompok masyarakat sipil yang ada di

dalam forum multipihak (stakeholder forum) dan

kelompok media (di dalamnya termasuk jurnalis

profesional dan jurnalis warga). Kedua kelompok

inilah yang difasilitasi oleh Kinerja diperkuat agar

dapat mendorong peningkatan mutu pelayanan

publik melalui advokasi dan pengawasan terhadap

mutu tersebut.

Modul ini

melulu membahas

teknik dan metode yang

harus diperankan oleh

sisi demand didalam

upaya peningkatan mutu

(13)

Modul ini selain berisi konsep, langkah-langkah

pelaksanaan, juga berisi aspek-aspek teknis tentang

panduan bagaimana fasilitator menggunakannya

dalam pelatihan. Tujuan modul ini adalah untuk

meningkatkan pemahaman dan kemampuanpara

Fasilitator/Konsultan/spesialis yang akan

memfasilitasi kegiatan advokasi dan pengawasan

peningkatan mutu pelayanan publik berbasis

standar pelayanan dalam program Kinerja USAID.

Meskipun demikian modul ini juga dapat digunakan

oleh organisasi masyarakat sipil, organisasi media,

lembaga donor, dan lembaga lainnya untuk tujuan

yang sama serta dalam upaya penerapan

hasil-hasil yang dianggap berhasil-hasil (good practices) pada

daerah lain.

Modul ini terdiri 7 pokok bahasan sebagai berikut:

1. Standar Pelayanan Sektor Pendidikan,

Kesehatan dan Iklim Usaha yang Baik

2. Paket program Kinerja dan relevansinya dengan

indikator pencapaian standar pelayanan

3. Regulasi dan peraturan terkait standar

pelayanan dan hak warga untuk mendapatkannya

4. Penerapan prinsip tata kelola pemerintahan

yang baik bagi sektor pelayanan publik

5. Peran masyarakat dan media dalam advokasi

dan pengawasan bagi peningkatan mutu

pelayanan publik

6. Dukungan media bagi advokasi dan pengawasan

peningkatan mutu pelayanan publik

7. Metode dan teknik advokasi dan pengawasan

bagi peningkatan mutu pelayanan publik oleh

masyarakat

KINERJA tidak membuat materi-materi atau

kegiatan. KINERJA menggunakan pedoman/

modul/materi yang sudah terbukti berhasil yang

dilakukan oleh lembaga lainnya dan atau yang

diterbitkan oleh Kementerian Penertiban Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi serta kementerian

terkait lainnya.Secara keseluruhan pelatihan ini

membutuhkan waktu 3 hari.

SASARAN DAN

PENGGUNA MODUL

Pengguna modul ini adalah pelaksana kegiatan di

dalam program Kinerja dan pihak-pihak lain yang

berminat. Pelaksana dimaksud antara lain yakni:

1. Pelaku advokasi dan pengawasan yang terdiri

dari kelompok/organisasi masyarakat sipil dan

organisasi media.

2. Mitra Pelaksana program Kinerja yakni

mereka-mereka yang terlibat dalam pelaksanaan

program Kinerja di Kabupaten/kota maupun

Provinsi.

3. Para spesialis program Kinerja USAID, baik

yang berada di kantor Jakarta, maupun yang

berada di daerah,

4. Pihak-pihak lain yang tertarik untuk

meningkatkan peran masyarakat (sipil) dan

pelaku media untuk melaksanakan advokasi

serta mengawasi proses pencapaian dan

perbaikan kualitas pelayanan publik.

Modul ini dilaksanakan melalui Lokakarya Pelatihan

atau sering disebut lokalatih. Di dalam pelatihan,

(14)

1. Jika pelatihannya hanya diikuti oleh calon

fasilitator dari atau yang hendak memfasilitasi

kelompok masyarakat sipil, maka pelaksanaan

pelatihan hanya menggunakan modul 2, 3, 4, 5,

6 dan 8.

2. Jika pelatihannya hanya diikuti oleh calon

fasilitator dari kelompok pelaku media saja

(termasuk jurnalis warga) atau yang hendak

memfasilitasi mereka, maka pelatihan hanya

menggunakan modul 2,3,4,5,6,dan 7

3. Jika pelatihan diikuti oleh calon fasilitator

yang berasal atau hendak memfasilitasi

kedua kelompok di atas bersama-sama, maka

pelatihan menggunakan semua modul yakni

2,3,4,5,6,7, dan 8

TUJUAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Meningkatkan wawasan, kapasitas dan ketrampilan

teknis Fasilitator (peserta) terkait standar pelayanan

pada sektor pendidikan dasar, kesehatan ibu dan

anak serta perijinan usaha; kaitannya dengan sektor

dalam program Kinerja; kebijakan standar pelayanan

dan hak warga; prinsip tata kelola pemerintahan

yang digunakannya, peran masyarakat dan media di

dalam advokasi dan pengawasan serta metode dan

teknis advokasi dan pengawasan oleh masyarakat

dan media. Selain itu melalui sharing pengetahuan

dalam pelatihan peserta diharapkan dapat menyerap

pengetahuan dan praktek baik dari forum pelatihan

tersebut. Setelah selesai mengikuti pelatihan ini,

para peserta memiliki kemampuan mendampingi

dan memberi bantuan teknis kepada forum,

kelompok masyarakat sipil, media dan jurnalis warga

di daerah mitra KINERJA USAID.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah selesai mengikuti pelatihan ini peserta

diharapkan:

1. Mampu menjelaskan tentang standar pelayanan,

kebijakan dan regulasinya serta prinsip-prinsip

tata kelola pemerintahan yang digunakannya.

2. Memahami metode dan teknik advokasi dan

pengawasan serta

3. Memahami teknik produksi konten dan

penggunaan variasi media untuk mendukung

advokasi dan pengawasan

4. Mampu mendampingi forum multi pihak didalam

melaksanakan advokasi bagi peningkatan mutu

pelayanan publik berbasis standar pelayanan

5. Mampu mendampingi dan memberikan bantuan

teknis bagi kelompok media dan jurnalis warga

didalam mendukung advokasi dan pengawasan

bagi peningkatan mutu pelayanan publik.

MATERI

Secara keseluruhan isi modul ini dibagi 7 (tujuh)

pokok bahasan yang dibagi menjadi 3 (tiga) hari,

adapun pembagian hari tersebut adalah:

Hari 1

(15)

Materi 1: Standar Pelayanan 3 X 45 Menit

Materi 2: Relevansi dengan paket Kinerja 3 X 45

menit

Materi 3: Kebijakan dan regulasi standar Pelayanan 3 X 45 menit

Hari 2

Materi 4: Penerapan prinsip tata kelola 4 X 45 menit

Materi 5: Peran masyarakat dan dukungan

media dalam advokasi dan

pengawasan 4 X 45 menit

Hari 3

Materi 6: Teknik dan Strategi Penggunaan Media bagi advokasi dan pengawasan

6 X 45 menit

Materi 7: Metode dan teknis advokasi dan

pengawasan oleh masyarakat 6 X 45

menit

Selain penjelasan di atas, guna memperjelas setiap

BAB dan topik utama serta detail topik dari substansi

modul yang disusun, maka dapat lihat penjelasan

pada tabel di bawah ini:

BAB Topik Utama Detil Topik Waktu Referensi

/Pustaka

Sasaran dan Pengguna

Modul

Standar pelayanan dan

implementasinya di Indonesia

Penerapan standar

pelayanan dalam sektor pendidikan

Penerapan standar

pelayanan dalam sektor kesehatan

Penerapan standar

pelayanan dalam sektor iklim usaha yang baik

3 X 45 menit

Dokumen regulasi tentang SPM di masing-masing sektor

(16)

BAB Topik Utama Detil Topik Waktu Referensi /Pustaka

Bahan/ Material

III Paket Program

KINERJA dasar dan standar pelayanan yang digunakan

• Paket sektor kesehatan ibu dan anak dan standar pelayanan yang digunakan • Paket sektor perijinan usaha

dan standar pelayanan yang digunakan

3 X 45 menit

Contoh SOP dan SPP yang telah disusun oleh Kinerja USAID

Ppt

IV Perundangan dan

Peraturan Pelayanan Publik berbasis Standar Pelayanan dan Hak Warga untuk Mendapatkannya

• Peta kebijakan dan regulasi

standar pelayanan dalam sektor pelayanan publik

• Kebijakan dan regulasi sektor

pendidikan dasar

• Kebijakan dan regulasi sektor

kesehatan ibu dan anak

• Kebijakan dan regulasi sektor

perijinan usaha

• Hak warga dalam pelayanan

publik berbasis standar pelayanan

3 X 45 menit

• Dokumen regulasi

terkait

• Arti penting tata kelola pemerintahan yang baik • Prinsip tata kelola

pemerintahan yang baik, beserta indikator dan perangkat pendukungnya

• Penerapan prinsip tata kelola

dalam sektor pelayanan publik

• Alat bantu tata kelola pemerintahan untuk men ca-pai standar pelayanan dalam sektor pelayanan publik

• Hubungan standar pelayanan

dengan forum multipihak, media dan pengarusutamaan gender

3 X 45 menit

(17)

BAB Topik Utama Detil Topik Waktu Referensi /Pustaka

Bahan/ Material

VI Peran serta

masyarakat dan

 Apa dan mengapa advokasi

diperlukan

 Apa dan mengapa

pengawasan diperlukan

 Keragaman advokasi oleh

masyarakat

 Membangun kekuatan

kolektif

 Ruang Peran Serta

Masyarakat dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Publik

 Dukungan media untuk

advokasi dan pengawasan

 Cara untuk mendapatkan

Dukungan Media

VII Dukungan media

bagi advokasi dan pengawasan mutu pelayanan publik

 Advokasi dan Pengawasan

oleh Media

 Jurnalis Warga dan Media

Mainstream Lokal

 Elaborasi isu mutu

pelayanan publik berbasis standar pelayanan

 Sasaran dan fokus advokasi

serta pengawasan

 Teknik produksi konten dan

strategi penggunaan media mendukung advokasi dan pengawasan

 Faktor penghambat dan

(18)

BAB Topik Utama Detil Topik Waktu Referensi /Pustaka

Bahan/ Material

VIII Teknik Advokasi

dan

Pengawasan Mutu Pelayanan Publik

oleh Masyarakat

Metode advokasi dan

pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik

Teknik advokasi dan

pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik

Elaborasi isu standar

pelayanan dalam advokasi peningkatan mutu pelayanan publik

Sasaran dan fokus

advokasi serta pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik

Faktor penghambat dan

pendukung pelaksanaan advokasi dan pengawasan

6 X 45

menit

Panduan pelaksanaan Survei Keluhan berdasarkan Kepmenpan 13 tahun 2009

Modul Survei

Keluhan yang dikembangkan Kinerja USAID

Panduan

pelaksanaan IKM

berdasarkan Permenpan no 25 Tahun 2004

Panduan

Pelaksanaan CRC

(19)

SISTEMATIKA

Modul pendampingan SPM bidang kesehatan untuk

kab/kota ini terdiri dari beberapa pokok bahasan

yang disusun secara bertahap dengan mengacu

BAB I URAIAN SINGKAT TENTANG MODUL METODE DAN TEKNIK ADVOKASI DAN

PENGAWASAN PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PUBLIK BERBASIS STANDAR PELAYANAN OLEH MASYARAKAT DAN MEDIA

A. Pokok bahasan

B. Sasaran dan Pengguna Modul

C. Tujuan

D. Materi

E. Sistematika

F. Panduan Pelaksanaan

BAB II STANDAR PELAYANAN SEKTOR PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN IKLIM USAHA YANG

BAIK

A. Pengantar

B. Tujuan pembelajaran Umum

C. Tujuan Pembelajaran khusus

D. Pokok bahasan

E. Metode, Alat dan Bahan

F. Waktu

G. Proses Fasilitasi

H. Uraian Substansi

1. Standar pelayanan dan implementasinya di Indonesia

2. Penerapan standar pelayanan dalam sektor pendidikan

3. Penerapan standar pelayanan dalam sektor kesehatan

4. Penerapan standar pelayanan dalam sektor iklim usaha sayang baik

I. Lampiran

pada pendekatan ‘comprehensive planning’, seperti

(20)

BAB III PAKET PROGRAM KINERJA DAN RELEVANSINYA DENGAN INDIKATOR PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN

A. Pengantar

B. Tujuan pembelajaran umum

C. Tujuan pembelajaran khusus

D. Pokok bahasan

E. Metode, Alat dan bahan

F. Waktu

G. Proses fasilitasi

H. Uraian Substansi

1. Paket sektor pendidikan dasar dan standar pelayanan yang digunakan

2. Paket sektor kesehatan ibu dan anak dan standar pelayanan yang digunakan

3. Paket sektor perijinan usaha dan standar pelayanan yang digunakan

I. Lampiran

BAB IV PERUNDANGAN DAN PERATURAN PELAYANAN PUBLIK BERBASIS STANDAR

PELAYANAN DAN HAK WARGA UNTUK MENDAPATKANNYA

A. Pengantar

B. Tujuan Pembelajaran Umum

C. Tujuan Pembelajaran Khusus

D. Pokok Bahasan

E. Metode, Alat dan bahan

F. Waktu

G. Proses Fasilitasi

H. Uraian Substansi

1. Peta kebijakan dan regulasi standar pelayanan dalam sektor pelayanan publik

2. Kebijakan dan regulasi sektor pendidikan dasar

3. Kebijakan dan regulasi sektor kesehatan ibu dan anak

4. Kebijakan dan regulasi sektor perijinan usaha

5. Hak warga dalam pelayanan publik berbasis standar pelayanan

(21)

BAB V PENERAPAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK BAGI PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN DASAR, KESEHATAN IBU ANAK DAN PERIJINAN USAHA

A. Pengantar

B. Tujuan pembelajaran umum

C. Tujuan pembelajaran khusus

D. Pokok bahasan

E. Metode, Alat dan Bahan

F. Waktu

G. Proses fasilitasi

H. Uraian Substansi

1. Arti penting tata kelola pemerintahan yang baik

2. Prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, beserta indikator dan perangkat

pendukungnya

3. Penerapan prinsip tata kelola dalam sektor pelayanan publik

4. Alat bantu tata kelola pemerintahan untuk mencapai standar pelayanan dalam sektor

pelayanan publik

5. Hubungan standar pelayanan dengan forum multipihak, media dan

pengarusutamaan gender I. Lampiran

BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT DAN DUKUNGAN MEDIA DALAM ADVOKASI DAN

PENGAWASAN PERBAIKAN MUTU PELAYANAN PUBLIK

A. Pengantar

B. Tujuan pembelajaran umum

C. Tujuan pembelajaran khusus

D. Pokok bahasan

E. Metode, Alat dan Bahan

F. Waktu

G. Proses fasilitasi H. Uraian Substansi

1. Apa dan mengapa advokasi diperlukan

2. Apa dan mengapa pengawasan diperlukan

3. Keragaman advokasi oleh masyarakat

4. Membangun kekuatan kolektif

5. Ruang Peran Serta Masyarakat dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Publik

6. Dukungan media untuk advokasi dan pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik

7. Cara untuk Mendapatkan Dukungan Media

(22)

BAB VII TEKNIK DAN STRATEGI PENGGUNAAN MEDIA BAGI ADVOKASI DAN PENGAWASAN MUTU PELAYANAN PUBLIK

A. Pengantar

B. Tujuan pembelajaran umum

C. Tujuan pembelajaran khusus

D. Pokok bahasan

E. Metode, Alat dan Bahan

F. Waktu

G. Proses fasilitasi

H. Uraian substansi

1. Advokasi dan Pengawasan oleh Media

2. Jurnalis Warga dan Media Mainstream Lokal

3. Elaborasi isu mutu pelayanan publik berbasis standar pelayanan

4. Sasaran dan fokus advokasi serta pengawasan

5. Teknik produksi konten dan strategi penggunaan media mendukung advokasi dan

pengawasan

6. Faktor penghambat dan pendukung dukungan media bagi advokasi dan pengawasan

I. Lampiran

BAB VIII TEKNIK ADVOKASI DAN PENGAWASAN MUTU PELAYANAN PUBLIK OLEH

MASYARAKAT

A. Pengantar

B. Tujuan pembelajaran umum

C. Tujuan pembelajaran khusus

D. Pokok bahasan

E. Metode, Alat dan Bahan

F. Waktu

G. Proses fasilitasi

H. Uraian substansi

1. Metode advokasi dan pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik

2. Teknik advokasi dan pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik

3. Elaborasi isu standar pelayanan dalam advokasi peningkatan mutu pelayanan publik

4. Sasaran dan fokus advokasi serta pengawasan peningkatan mutu pelayanan publik

5. Faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan advokasi dan pengawasan

(23)

PANDUAN

PELAKSANAAN

1. Tahapan Persiapan:

A. Peserta. Semua peserta yang terlibat

merupakan peserta yang berasal dari

fasilitator, grup masyarakat sipil, LSM,

pelaku media – baik profesional maupun

jurnalis warga –atau kelompok lain, namun

bersedia memfasilitasi advokasi dan

pengawasan yang hendak dilakukan oleh

program (tertentu). Peserta dapat pula

berasal dari internal program Kinerja USAID,

maupun program-program serupa yang

mendukung dilaksanakannya advokasi

terhadap pelayanan publik.

B. Pelaksanaan. Pelatihan dilaksanakan

selama 3 hari dengan ketentuan beberapa

hal seperti diuraikan di bawah ini:

 Tempat dan desain ruang pelatihan.

Tempat menyesuaikan untuk kapasitas

sekitar 30 orang dengan desain kursi

melingkar atau U-shape. Flipchart

diletakkan di bagian depan samping,

papan tulis (whiteboard) dibagian depan

samping berlawanan dengan lipchart.

Materi dan pemateri. Materi secara umum terdiri dua hal yakni substansial

terkait standar pelayanan dan

teknik serta metode advokasi dan

pengawasan. Pemateri untuk modul 1,2

dan 3 diharapkan nara sumber yang

fasih dengan isu dimaksud. Pemateri

oleh fasilitator, jika memang tidak

menyediakan pemateri khusus. Untuk

pemateri modul 7 adalah nara sumber yang memiliki kualiikasi sebagai jurnalis atau editor/redaktur.

Alat bantu pelatihan. Pelatihan ini menggunakan alat bantu berupa

LCD proyektor dan laptop untuk

penyampaian materi pelatihan, diluar itu

lipchart dan kertas plano serta spidol juga disiapkan untuk sesi diskusi curah

pendapat dan diskusi kelompok.

Fasilitator. Seluruh sesi di dalam pelatihan akan dipandu oleh fasilitator.

Ada baiknya jumlah fasilitator untuk

pelaksanaan selama 3 hari minimal dua

orang yakni, fasilitator dan co-fasilitator.

Fasilitasi dapat dilakukan secara

bergantian antar sesi. Untuk sesi-sesi

yang sudah lebih bersifat teknis dapat

ditangani secara bersamaan.

Ice breaking. Hendaknya fasilitator

menyiapkan sesi ice breaking dengan

menyiapkan game sederhana atau

sekedar gerakan sederhana untuk

pelepas penat.

C. Dokumen modul dan bahan-bahan

pendukung sebaiknya disampaikan terlebih

dahulu kepada peserta.

2. Tahap Pelatihan:

A. Pelatihan dilaksanakan selama 3 hari

lebih kurang. Jika peserta berasal dari

(24)

selama 3 hari penuh. Namun jika hanya satu

kelompok saja, maka pelaksanaan akan

memakan waktu 2,5 hari saja.

B. Secara umum setiap alur dalam

pembahasan modul memiliki pola yang

sama, yakni penyampaian materi, diskusi

dan curah pendapat dan diakhiri oleh diskusi

kelompok, presentasi dan pembahasan

hasil. Untuk modul dalam Bab VII dan VIII

tambahan metode yakni bermain peran

dilaksanakan.

C. Metode Penyampaian

Pelatihan ini merupakan pelatihan bagi

orang dewasa sehingga pendekatan yang

digunakan adalah menempatkan peserta

sebagai orang yang memiliki pengetahuan,

meskipun diyakini kualitas pengetahuan

berbeda-beda. Metode penyampaian ini

dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif

yakni membuka seluas mungkin partisipasi

dan peran aktif peserta untuk terlibat

dalam diskusi, curah pendapat maupun

penyampaian materi.

Untuk mempersempit jurang pemahaman

antar peserta ada baiknya materi pendukung

(bahan bacaan) telah terlebih dahulu

disampaikan kepada peserta, sehingga

mereka dapat membaca terlebih dahulu.

Metode umum yang digunakan dalam

pelatihan ini secara berturut-turut adalah

sebagai berikut:

Pembukaan. Setiap pembukaan sesi, fasilitator menerangkan apa tema sesi

pelatihan ini, apa tujuan pencapaiannya

serta apa yang diharapkan dari peserta

pada masing-masing sesi. Fasilitator

juga menyampaikan hal-hal teknis

seperti waktu yang digunakan, metode

penyampaian, serta kontrak sosial yang

bisa disepakati (kontrak social dilakukan

satu kali pada saat awal pelatihan,

umumnya meliputi kesepakatan waktu,

penggunaan telepon selular/suara,

merokok, waktu istirahat, penggunaan

kata-kata sulit). Pada awal pelatihan

fasilitator hendaknya juga menggunakan

waktu untuk melaksanakan sesi

perkenalan. Sesi ini ini ditujukan

untuk mencairkan suasana sekaligus

memperakrab hubungan antar peserta,

terutama pada saat diskusi dan curah

pendapat serta diskusi kelompok.

Tutorial. Tutorial yang disampaikan dalam bentuk penyampaian materi

dilakukan oleh nara sumber ataupun

... untuk menghindari

dominasi peserta

tertentu yang kerap

berbicara, tanpa

memperhatikan peserta

yang lain –

meta plan

(25)

fasilitator. Materi yang disampaikan

kepada peserta merupakan materi yang

telah disiapkan berupa materi dalam

format presentasi melalui alat bantu

LCD projector dan computer/notebook.

Diskusi dan Curah Pendapat. Setelah selesai penyampaian materi

atau diskusi kelompok, peserta diberi

kesempatan untuk dapat memahami

materi dengan baik. Sesi pertanyaan dan klariikasi diberikan agar peserta dapat mengutarakan apa yang ingin

disampaikan terkait pendalaman materi, klariikasi serta penyampaian argument lain yang dapat memperkuat

atau memberikan pengayaan arti.

Jika diperlukan – untuk menghindari

dominasi peserta tertentu yang kerap

berbicara, tanpa memperhatikan peserta

yang lain – meta plan dapat digunakan

untuk menjaring opini atau pendapat

masing-masing peserta.

Diskusi Kelompok. Diskusi kelompok merupakan salah satu metode yang

ditujukan untuk menjaring kesatuan

pendapat, membahas kasus atau

merumuskan satu rencana bersama.

Dalam pelatihan ini metode diskusi

kelompok digunakan untuk menjawab

salah satu tujuan dimaksud. Di dalam

diskusi kelompok peserta dibagi dapat

berdasarkan latar belakang yang sama,

kesamaan ide, ataupun ditunjuk secara

acak. Fasilitator perlu menentukan

serta waktu yang digunakan serta

hasil yang ingin dicapai. Ada baiknya

di dalam diskusi kelompok fasilitator

menggunakan pertanyaan kunci

untuk memancing peserta/kelompok

menjawab melalui hasil diskusi.

Diskusi kelompok juga didorong untuk

memilih pimpinan kelompok dan

sekretarisnya. Hasil diskusi kelompok

dapat dituangkan dalam ile presentasi

ataupun rumusan-rumusan yang

disusun dalam kertas lipchart.

Bermain Peran/Role Playing. Tujuan dari metode ini adalah: 1)

agar peserta dapat menghayati

dan mengukur berbagai peran dari

pihak lain, 2) peserta dapat belajar

bagaimana membagi tanggung jawab

serta mengerti bagaimana mengambil

keputusan dalam situasi kelompok

secara spontan, dan 3) diharapkan

dapat merangsang peserta untuk

berpikir dan memecahkan masalah

terkait isu yang dibahas.

Secara teknis metode ini untuk

mengajak peserta

menghayati peran

Hasil diskusi

kelompok dapat

dituangkan dalam file

presentasi ataupun

rumusan-rumusan

yang disusun dalam

(26)

masing-masing dan menjalankan

skenario isu yang diangkat. Peserta

harus berperan sesuai dengan fungsi

dari skenario masing-masing. Untuk

itu beberapa petunjuk yang harus

diperhatikan dalam penerapan metode

ini yaitu:

o Isu dan kasus telah ditetapkan

terlebih dahulu. Sampaikan kepada

peserta mengenai isi dari

masalah-masalah dalam konteks cerita

tersebut.

o Tetapkan peserta yang dapat atau

yang bersedia untuk memainkan

peranannya di depan kelas.

o Jelaskan kepada peserta lain

yang tidak terlibat dalam kegiatan

tersebut, peranan mereka saat

kegiatan sedang berlangsung.

o Beri kesempatan kepada para

pelaku untuk berunding beberapa

menit sebelum mereka memainkan

peranannya.

o Akhiri kegiatan pada waktu situasi

pembicaraan mencapai ketegangan.

o Akhiri kegiatan dengan diskusi pleno

untuk bersama-sama memecahkan

masalah persoalan yang ada pada

kegiatan bermain peran tersebut.

o Jangan lupa menilai hasil bermain

peran tersebut sebagai bahan

pertimbangan lebih lanjut.

o Tujuan khusus yang hendak dicapai

supaya dirumuskan terlebih dahulu,

terutama tentang pola tingkah laku

atau watak tertentu yang akan

ditanamkan ke dalam peserta.

Kesimpulan. Fasilitator menyampaikan hal-hal penting (highlight) yang didapat

dari diskusi dan curah pendapat serta

diskusi kelompok. Catatan penting

bersifat teknis di dalam pelaksanaan

(27)

Standar Pelayanan

Bidang Pelayanan Sektor

Pendidikan, Kesehatan dan

Iklim Usaha yang Baik

(28)

Pelayanan Bidang

Pelayanan Sektor

Pendidikan,

Kesehatan dan

Iklim Usaha yang

Baik

sampai bagaimana penerapannya pada

masing-masing sektor terkait. Peta mengenai standar

pelayanan juga disajikan terutama terkait tiga

standar pelayanan utama yakni standar pelayanan

minimal (SPM), standar pelayanan publik (SPP) dan

standar operasional prosedur (SOP). Materi dalam

modul ini juga akan membahas bagaimana standar

pelayanan diacu pada tiga sektor pelayanan publik,

yakni sektor pendidikan, kesehatan dan iklim usaha

yang baik.

Modul pada bagian ini secara umum ingin memberi

dasar pemahaman mengenai standar pelayanan

kepada peserta untuk kepentingan pembahasan

pada modul-modul berikutnya yang masih akan

terkait.

TUJUAN

PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran

Umum

Setelah mendapatkan materi dari modul ini

peserta diharapkan mengetahui apa saja jenis dan

mutu pelayanan publik yang menjadi hak warga

berdasarkan standar pelayanan. Sektor pelayanan

publik yang dicakup dalam modul ini dibatasi dengan

...

peserta

akan memiliki

pemahaman

tentang konsep

service standard

(29)

METODE, ALAT

BANTU DAN BAHAN

1. Metode

a. Tutorial.

b. Diskusi dan curah pendapat.

c. Diskusi kelompok

2. Alat Bantu

a. Flipchart

b. LCD Projector dan Komputer.

c. Kertas plano dan spidol

3. Bahan

a. Materi presentasi. Materi ini berbentuk ile digital yang berisi presentasi slide-slide

dengan menggunakan software presentasi.

WAKTU

4 X 45 menit dua sektor pelayanan publik dasar dan satu sektor

pelayanan publik terkait perijinan usaha. Dengan

mengetahui indikator pencapaian di dalam standar

pelayanan masing-masing akan terkait dengan

Ketiganya terkait dengan dukungan program Kinerja

USAID.

B. Tujuan Pembelajaran

Khusus

1. Peserta mengenali berbagai standar

pelayanan yang menjadi kewajiban negara.

2. Peserta memahami standar pelayanan yang

wajib diberikan pada sektor pendidikan,

kesehatan, dan iklim usaha.

3. Peserta memahami kendala pelaksanaan

standar pelayanan pada sektor pendidikan,

kesehatan, dan iklim usaha.

4. Peserta menyadari bahwa pemahaman atas

standar pelayanan menjadi dasar advokasi

dan partisipasi masyarakat.

POKOK BAHASAN

1. Pengertian dan deinisi berbagai standar pelayanan

2. Penerapan standar Pelayanan dalam sektor

pendidikan dasar

3. Penerapan standar Pelayanan dalam sektor

kesehatan ibu dan anak

4. Penerapan standar Pelayanan dalam sektor

(30)

PROSES FASILITASI

terbuka. Fasilitator sebaiknya dapat membagi

secara adil peserta-peserta yang ingin bertanya

atau menjawab dengan meminta mereka

menyampaikan pertanyaan dan respon secara

singkat namun jelas dan diketahui maksudnya.

4. Diskusi kelompok. Sebelum diskusi dimulai,

fasilitator menyampaikan hal-hal sebagai

berikut:

a. Penjelasan mengenai tugas yang harus

diselesaikan di dalam diskusi kelompok.

Tugas tersebut adalah merumuskan

3indikator pencapaian SPM pada

masing-masing sector dan contoh penerapannya

disertai penjelasan terkait pelaksanaan

standar pelayanan pada masing-masing

sektor.

b. Masing-masing kelompok membahas

satu sektor. Jika kelompok lebih dari tiga,

maka ada sektor yang dibahas oleh lebih

dari satu kelompok. Sektor yang dibahas

oleh kelompok ke empat adalah sektor 1. Pengantar. Fasilitator mengawali sesi ini

dengan menyampaikan hal-hal apa yang hendak

dicapai dalam sesi ini. Selanjutnya, fasilitator

menyampaikan hal penting terkait penerapan

Standar Pelayanan serta relevansinya dengan

tujuan utama pelatihan ini.

2. Penyampaian materi. Fasilitator atau

narasumber untuk menyajikan materi mengenai

standar pelayanan, SPM, SPP dan SOP pada

sektor pendidikan dasar, kesehatan ibu dan

anak serta iklim usaha yang baik. Penyajian

dilakukan dalam power point yang juga didukung

dengan naratif selama 45 menit.

3. Diskusi dan Curah Pendapat.Sesi Tanya jawab

dilaksanakan selama 30 menit dengan sebanyak

mungkin melibatkan peserta yang aktif bertanya

maupun merespon pertanyaan. Fasilitator tidak

menjawab langsung pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan peserta, namun menawarkan

kepada peserta lain untuk merespon atau

menjawab, sehingga dibangun diskusi yang

Pengantar

(5 menit)

Arti Penting Standar Pelayanan

(45 menit)

Diskusi dan Curah Pendapat

(30 menit)

Pengantar Diskusi Kelompok

(10 menit)

Diskusi Presentasi Kelompok Pembahasan

Indikator SPM dan Implementasinya

(80 menit)

Kesimpulan

(31)

pendidikan dan masing-masing kelompok

sektor pendidikan dibagi isu yang berbeda

satu sama lainnya.

c. Pembagian waktu dalam diskusi adalah

dalam 3 menit awal kelompok menentukan

pimpinan kelompok dan sekretaris yang

berfungsi memoderatori diskusi kelompok

dan mencatat. 40 menit selanjutnya

digunakan untuk diskusi dalam kelompok

dan sisanya 37 menit kembali ke sesi pleno

untuk membahas hasil diskusi

masing-masing kelompok.

d. Sebaiknya setiap kelompok dibekali kertas

plano dan sepidol untuk merumuskan hasil

diskusi.

e. Fasilitator mengatur pembagian kelompok

sedemikian rupa sehingga masing-masing

kelompok beranggotakan antara 5 sampai 9

peserta.

f. Selama diskusi kelompok berlangsung,

fasilitator memastikan diskusi pada

masing-masing kelompok berjalan dan

setiap anggota kelompok terlibat dalam

diskusi secara aktif. Fasilitator juga harus

memastikan bahwa diskusi kelompok dan

presentasi hasil diskusi sesuai dengan

waktu yang dialokasikan. Masing-masing

kelompok menyampaikan hasil maksimal

5 – 7 menit dan dilanjutkan dengan diskusi serta klariikasi atas hasil yang disampaikan masing-masing kelompok.

Fasilitatormemandu proses diskusi dan

mengarahkan pada hal-hal penting dalam

diskusi yang dapat digunakan sebagai

bagian dalam kesimpulan akhir sesi ini.

5. Kesimpulan. Fasilitator menutup sesi ini dengan

menarik kesimpulan dari hasil presentasi, tanya

jawab dan hasil diskusi kelompok.

URAIAN SUBSTANSI

1. Standar Pelayanan dan

Implementasinya di Indonesia

a. Latar Belakang

Dari berbagai jenis pengelolaan pelayanan

publik yang disediakan oleh pemerintah,

memunculkan beberapa persoalan

dalam hal penyediaan pelayanan publik. Persoalan-persoalan tersebut diidentiikasi Wright (dalam LAN, 2003: 16) sebagai

berikut:

• Kelemahan yang berasal dari sulitnya

menentukan atau mengukur output

maupun kualitas dari pelayanan yang

diberikan oleh pemerintah.

Selama

diskusi kelompok

berlangsung, fasilitator

memastikan diskusi pada

masing-masing kelompok

berjalan dan setiap anggota

kelompok terlibat dalam

diskusi secara

(32)

memiliki ketidakpastian tinggi dalam hal

teknologi produksi sehingga hubungan

antara output dan input tidak dapat

ditentukan dengan jelas.

• Pelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom line” artinya seburuk apapun

kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak

mengenal istilah bangkrut.

• Berbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan dalam memecahkan

masalah eksternalities, organisasi

pelayanan pemerintah menghadapi

masalah berupa internalities. Artinya,

organisasi pemerintah sangat sulit

mencegah pengaruh nilai-nilai dan

kepentingan

para birokrat dari kepentingan umum

masyarakat yang seharusnya dilayaninya. Di

sisi lain, sektor swasta berperan dalam hal

penyediaan barang dan jasa yang bersifat

privat. Situasi persaingan selalu timbul

dalam penyelenggaraan penyediaan barang

dan jasa oleh sektor swasta. Ada kalanya

pemerintah juga menyediakan layanan

barang privat. Untuk

menghindari crowding

out effect, dimana pemerintah lebih

berperan sebagai kompetitor pemain pasar

lainnya, perlu diatur secara jelas, mana

barang dan jasa yang harus diserahkan ke

swasta, mana yang dapat dikerjakan secara

bersama-sama, dan mana yang murni

dikerjakan oleh pemerintah.

Setelah satu dasawarsa desentralisasi,

Indonesia telah melahirkan berbagai

kebijakan yang mendukung daerah

dalam meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan

Pemerintah adalah reformasi dalam

penentuan standar pelayanan dasar/publik

dan melakukan sosialisasi tentang standar

tersebut kepada Pemerintah Daerah dan

Unit Pelaksana Teknis Daerah ( UPTD).

Standar-standar yang dimaksud, antara lain:

• Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK)

• Standar Pelayanan Minimal (SPM) • Standar Pelayanan Publik (SPP) • Standard Operating Procedures (SOP) • Standar berkaitan akreditasi ISO

(International Organization for

Standardization)

Oleh karena semua jenis standar

diperkenalkan dan dipromosikan hampir

secara simultan oleh berbagai instansi

pemerintah, “kekayaan” ini cenderung

dipandang menjadi suatu beban

daripada suatu bantuan bagi daerah.

Keanekaragaman sifat, dasar hukum, dan

sponsor/pendorong standar berbeda-beda

Hasil diskusi

kelompok dapat

dituangkan dalam file

presentasi ataupun

rumusan-rumusan

yang disusun dalam

(33)

tersebut mengakibatkan kompleksitas dan

beban kerja yang berat. Hakekat standar

dan keterkaitan antar standar belum

dijelaskan secara memadai di semua

daerah, dan upaya sosialisasi cenderung

berjalan secara terpisah-pisah. Banyak

aktor di daerah menyambut inisiatif-inisiatif

sponsor berbagai jenis standar dengan baik,

tetapi akhirnya mengeluh bahwa secara

keseluruhan standar-standar menimbulkan

kebingungan dan melampaui kapasitas

daerah untuk menerapannya. Situasi ini

disayangkan, karena semua jenisstandar,

apabila dikenal dengan baik dan diterapkan

sesuai sifatnya, sesungguhnya dapat

meningkatkan akses pelayanan publik,

Untuk menghindari

crowding out effect

, dimana

pemerintah lebih berperan

sebagai kompetitor

pemain pasar lainnya,

perlu diatur secara jelas,

mana barang dan jasa

yang harus diserahkan

ke swasta, mana yang

dapat dikerjakan secara

bersama-sama, dan mana

yang murni dikerjakan oleh

pemerintah.

menjadi ukuran kualitas dan tingkat

kepuasan pengguna layanan.

b.

Pemetaan Jenis Standar

Penting sekali bagi daerah untuk

memahami secara utuh (komprehensif)

atas perbedaan jenis standard, kelebihan

masing-masing jenis standar, dan

hubungan antar jenis standar. Dengan

persiapan yang dalam ini, aktor-aktor

dapat memutuskan dengan pikiran jernih

bagaimana serangkaian standar dapat

diterapkan di suatu daerah agar tercapai

hasil yang maksimal - sesuai dengan

kebutuhan, kapasitas dan faktor lain di suatu

daerah. Untuk membantu para pihak yang

berkepentingan (stakeholder) mencapai

pengertian yang memadai/utuh, KINERJA

mempersiapkan suatu perbandingan antar

jenis standar (Tabel 1). Perbandingan

ini dimaksudkan untuk membandingkan/

menkonstatasikan perbedaan dan

juga kesamaan antar jenis standar dari

aspek sifat, hukum, akarnya dan aspek

(34)

Tabel 1: Perbandingan inti jenis standar

NSPK

SPM

Sifat inti Berkaitan berbagai aspek

pelayanan publik yang menjadi kepentigan nasional;

eisiensi, keselamatan, pemerataan, mutu dll.

Berkaitan berbagai aspek pelayanan yang menjadi

kepentigan nasional/ internasional; jangkauan yang

merata dan mutu pelayanan dasar

Unit pemerintah/ badan pendukung

Koordinasi oleh MoHA; Menteri-menteri menyusun

peraturan

Koordinasi oleh MoHA/Tim Konsultasi/ DPOD; Menteri-menteri menyusun

peraturan

Dasar hukum PP 38/2007 (pembagian

urusan)

PP lain sektoral (misalnya PP 19/2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan)

UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah dan PP

65/2005 tentang SPM

Kewajiban menerapkan standar

Wajib (kalau urusan dilaksanakan)

Wajib untuk pelayanan dasar

Asal historis standar Juklak/Juknis sebelum

era desentraliasi perlu disesuaikan; lahir NSPK

Lahir dalam PP 25/2000; Permen2 keluar 2001, namun

konsep perlu dikembangkan lagi; ronde kedua di 2008

Penentu standar Menteri-menteri melaui

Peraturannya masing-masing

Menteri-menteri melaui Peraturannya masing-masing

(13 sampai hari ini)

spesiik oleh instansi/UPTD

Instansi daerah yang relevan Instansi yang melaksanakan

urusan yang dibarengi NSPK

Dinas, dan UPTD dlm. sektor yang mempunyai SPM

Pelayanan sasaran Pelayanan apapun yang

mempunyai aspek teknis

(35)

SPP

SOP

ISO

eisiensi, keselamatan,

Berkaitan berbagai aspek pelayanan publik yang merupakan praktek yang

baik: transparansi dan informasi, kepastian, ongkos

yang dijang kau, mekanisme komplain dll.

Berkaitan berbagai aspek pelayanan publik, dengan fokus pada konsistensi dalam

prosedur dan hasil

Berkaitan komitmen suatu unit pelaksana pelayanan

publik terhadap mutu pengelolaan dan hasil yang memuaskan klien –

pendekatan manajemen

Kempan mendorong daerah dan pihak lain langsung

Instansi penyedia pelayanan/ badan akreditasi/Menteri2

Promosi dari Kempan; Instansi penyedia pelayanan/

badan akreditasi

UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik

Contoh: SOP yang berada dalam SNP (lihat NSPK).

Juga badan akreditasi

Badan internasional

Wajib untuk pelayanan public Tergantung instansi (kecuali

SOP yang merupakan NSPK)

Wajib kalau mendapat akreditasi

Mulai awal 2000s, namun belum punya dasar hukum yang kuat, sampai keluar UU

25/2009

Telah lama diupayakan, namun pupularitas meningkat

tahun 2000s

Mulai didorong pertengahan 2000s oleh Kempan

Kerangka dari Kempan, dan spesiik oleh instansi/UPTD

yang relevan

Instansi daerah yang relevan; badan akreditasi kalau

relevan

International Organization for Standardization

Terutama UPTD UPTD UPTD

Pelayanan apapun yang menyentuh public

Berkaitan pelayanan apapun Khususnya RS, Puskesmas,

(36)

NSPK

SPM

Kapasitas pelaksana yang diperlukan

Sedang; khusunya aspek teknis

Sedang-tinggi; aspek perhitungan biaya dan integrasi dalam perencanaan/

anggaran paling rumit

Fokus ongkos penerapan Tuntutan NSPK dapat

berimplikasi biaya (e.g., pilihan teknologi)

Jangkauan/mutu sesuai target pencapaian yang diatur

oleh Menteri2

Dasar hukum di daerah Kurang jelas kalau diperlukan Kurang jelas kalau

diperlukan; terdapat Perda & peraturan KDH

Pelaporan/ pengendalian Pelaporannya tergantung

kategori dalam NSPK. Menteri2 seharusnya memonitor penerapan NSPK

Pencapaian SPM dilaporkan kepada KDH dan kepada Menteri yang bersangkutan.

Menteri memonitor pencapaian SPM

(37)

SPP

SOP

ISO

Rendah-sedang; aspek mekanisme komplain dan survei kepuasan paling rumit

Rendah-sedang; perlu pengertian “business proses”

Tinggi, oleh karena merupakan pendekatan yang

menyeluruh

Ongkos mengembangkan SPP; SPP cenderung prosedural, namun mutu staf

dapat berimplikasi dana

Ongkos awal untuk mengembangkan SOP

Ongkos akreditasi dan monitoring secara berkala

cukup tinggi

Masing-masing UPTD mempunyai panduan, dan

service charter

Pedoman internal UPTD/ dokumen akreditasi

Dokumen akreditasi dari badan akreditasi

Belum keluar PP yang akan menjelaskan.

Sistem ombudsman?

Kalau SOP intern saja – tidak ada pelaporan. Untuk yang berasal dari badan akreditasi,

sesuai tuntutan badan

Sesuai tuntutan ke badan akreditasi nasional (di bawah

ISO)

Belum jelas Badan akreditasi dapat tarik

statusnya

(38)

Sebagian standar merupakan kewajiban (NSPK/

SPM/sebagian dari SPP/sebagian dari SOP). Untuk

sebagian SPP, SOP dan standar berkaitan akreditasi

ISO, pengembangan atau penerapannya tergantung

instansi/unit pelaksana – tidak ada keharusan

yang berasal dari Pemerintah. Pencapaian atau

penerapan standar sangat tergantung pada

kapasitas aktor di daerah, dan jenis standar yang

dihadapi. Ada standar yang menuntut kapasitas

yang tinggi (misalnya beberapa SPM), dan ada

yang lebih mudah diterapkan (berbagai SOP

yang sepenuhnya dikembangkan secara intern).

Kapasitas yang dimaksudkan termasuk aspek

keuangan. SPM sangat berimplikasi pendanaan

karena terfokus pada jangkauan/akses, mutu

pelayanan, dan tata kelola. Beberapa dari SOP/

SPP lebih menekankan prosedur internal sebuah

organisasi, dan tidak menuntut pendanaan yang

besar untuk membenahi prosedur tersebut.

Penerapan berbagai standar juga dimudahkan

oleh peraturan perundang-undangan yang jelas

dan menyentuh hal yang penting. Sebaliknya, masih banyak hal yang perlu diklariikasi untuk berbagai jenis standar. Misalnya, dalam UU

25/2009 masyarakt diberikan hak untuk mengajukan

pengaduan kepada Ombudsman. Masih belum jelas

apakah Ombudsman daerah juga dapat menangani

pengaduan dari unit pelayanan pemerintah daerah/

UPTnya atau hanya Ombudsman yang dibentuk

oleh Pemerintah1. Lagipula, belum jelas apakah

1 Isu ini digugat oleh beberapa daerah sampai ke Mahkamah Konstitusi. Perlu juga dicatat bahwa lembaga ombudsman belum terbentuk di semua propinsi dan kabupaten/kota (sebagai lembaga Pusat atau daerah)

masyarakat yang kurang puas dengan pencapaian

SPM dapat mengunakan jalur Ombudsman (Pusat

atau Daerah) untuk pengaduannya. Selain contoh

ini, banyak pertanyaan lain yang masih menunggu klariikasi, dan upaya klariikasi sebaiknya dilakukan secara terkait oleh pihak nasional yang berperan

mensponsori berbagai jenis standar.

Dilihat secara menyeluruh, dapat dimengerti jika

penerapan semua jenis standar secara simultan

menjadi tantangan yang kurang layak diupayakan

untuk kebanyakan daerah. Oleh karena itu,

sebaiknya masing-masing daerah memutuskan

secara bijaksana bagaimana memanfaatkan dari

kekayaan standar yang didorong oleh berbagai

“sponsor.”

c. Hakekat Jenis Standar

Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria

(NSPK)

Sebelum era desentralisasi dan reformasi,

peranan unit dekonsentrasi (perpanjangan

pemerintah pusat seperti Kantor Wilayah dan

Kantor Departemen), sangat berperan di daerah.

Perangkat daerah melaksanakan beberapa

urusan, namun daerah diberikan ruang gerak

yang terbatas. Peranan instansi di daerah,

apakah “dekon” atau otonom, sering diberikan

koridor yang agak sempit melalui petunjuk

pelaksanaan - Juklak (yang menekankan aspek

peranan dan prosedural) dan petunjuk teknis

(Juknis). Juklak biasannya dikeluarkan oleh

Departemen Dalam Negeri (pembinaan umum),

(39)

departemen-departemen sektoral (pembinaan

teknis).

Dengan desentralisasi yang sangat dalam

(dikatakan Big Bang oleh pengamat luar),

kebanyakan urusan berkaitan pelayanan

dasar/pelayanan publik,2 diserahkan kepada

kabupaten/kota. Pedoman-pedoman yang

dulu menjadi alat mendukung Kanwil/

Kandep dan unit otonom di daerah, sebagian

menjadi kurang relevan lagi (khususnya

Juklak) mengingat perubahan drastis dalam

sistem pemerintahan; dari pendekatan

sentralistis ke pendekatan desentralisasi.

Konsekuensinya, perlu disesuaikan berbagai

juklak/juknis agar mencerminkan letak urusan

dan hubungan kelembagaan baru, dengan

terutama memperhatikan pembagian urusan

pemerintahan yang diuraikan secara rinci

dalam Peraturan Pemerintah (awalnya dalam

PP 25/2000, kemudian diperbaharui dalam

PP 38/2007). Pedoman-pedoman baru, yang

relevan bagi daerah, tidak lagi dinamakan

“juklak/juknis,” melainkan diberikan singkatan

“NSPK” (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria).3

Proses penyesuaian pedoman-pedoman

tersebut telah mulai tahun 2007 (seharusnya

2 Pelayanan dasar adalah “jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan.” (Pasal 1(8) PP 65/2005)

3 Pelayanan dasar adalah “jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan

diselesaikan pada 2009, sesuai ketentuan PP

38/2007), dan harus dilakukan dalam semua

bidang urusan (31) yang tidak menjadi bidang

esklusif Pemerintah. Tentu, tidak semua

urusan yang sekarang dipegang daerah perlu

NSPK, atau perlu NSPK yang “berat/tebal.”

“Campur tangan” Pemerintah dalam urusan otonom hanya dapat dijustiikasi oleh karena pembagian urusan sebagaimana terdapat

dalam PP 38/2007 tetap perlu penjelasan

yang operasional. Kementrian-kementrian

sebenarnya dapat dengan cepat menyelesaikan

NSPK apabila mereka memanfaatkan

(menyesuaikan) juklak/juknis yang telah ada

agar mencermin pengaturan kelembagaan yang

terdesentralisasi.

Terdapat departemen-departemen yang menyesuaikan/mengkomirmasikan NSPK dengan tetap mengunakan nama produk hukum

yang lama. Misalnya, Kementrian Pendidikan

Nasional mengunakan istilah Standar Nasional

Pendidikan (SNP) untuk suatu paket standar

yang telah lama dikembangkan dan telah

Peranan

instansi di daerah,

apakah “dekon” atau

otonom, sering diberikan

koridor yang agak sempit

(40)

Terdapat juga kementrian-kementrian yang

mengeluarkan paket parsial atau lengkap

yang diperbaharui dengan judul yang memuat

istilah “NSPK.” Ternyata tidak ada cara

yang baku dalam penyusunan instrumen

kementrian tentang NSPK. Oleh karena

itu, para stakeholders perlu waspada; dapat

terjadi bahwa suatu kementrian mengeluarkan

instrumen baru dengan judul “NSPK”, namun

kementrian itu tetap menjalankan instrumen lain

yang juga bersifat NSPK (yang juga disesuaikan

atau mungkin masih lama/kontradiktif).

Dalam mengkonirmasi/mengembangkan NSPK, diharapkan bahwa pembinaan dari

Pemerintah diimbangi dengan hak otonomi

daerah. Oleh karena itu, praktek yang baik

dalam menyusun/memperbaharui NSPK

adalah untuk membatasinya pada prinsip/

kepentingan nasional yang pokok, seperti yang

berikut: pemerataan akses pada pelayanan,

mutu pelayanan, keselamatan, perlindungan, kenyamaan, eisiensi, keseragaman/

kebangsaan.

Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Standar pelayanan minimal (SPM) adalah hak

warga negara yang tertuang dalam konstitusi,

Undang-Undang dan Konvenan Internasional.

Sebagaimana diatur dalam UU No. 32/2004,

penyelenggaraan urusan wajib (yang bersifat

pelayanan dasar) berpedoman pada standar

pelayanan minimal. Standar yang dimaksudkan

ditetapkan oleh Pemerintah dan diperkirakan

akan dicapai secara bertahap. Peraturan

Pemerintah No. 65/2005 dan peraturan lanjutan

lainnya menambah rincian tentang konsep SPM.

Beberapa Kementerian mulai menerbitkan

berbagai peraturan tentang SPM pada tahun

2001, sabagai respons terhadap PP 25/2001.

Namun, dianggap SPM dalam babak ini terlalu

ambisius, khususnya tuntutan pendanaan.

Lagipula, formulasinya kurang jelas, dan

kurang layak dikendalikan melalui sistem data/

pelaporan yang ada pada saat itu. Pada fase ini

muncul juga banyak debat dan kesalahpahaman

atas SPM, yang perlu banyak diskusi dan klariikasi. Misalnya, telah jelas sekarang ini bahwa daerah dapat mengejar SPM lebih cepat

daripada sasaran periodik yang ditentukan

Pemerintah, dan daerah dapat meningkatkan

SPM pendidikan (9 tahun wajib belajar sekarang

ditingkatkan di berbagai daerah menjadi 12

tahun wajib belajar). Lagipula, lebih jelas

bahwa tidak ada, dan tidak perlu, dana khusus

atau organisasi khusus di daerah untuk

SPM; pencapaian SPM merupakan kegiatan

inti daerah, dan segala sumber daya perlu

memprioritaskan pencapaian

SPM. Organisasi daerah

...

mungkin karena

daerah dibebani

dengan terlalu banyak

tuntutan melapor,

dengan format yang

(41)

dapat disesuaikan agar pelayanan yang

dimaksudkan menonjol, namun tidak perlu

menambah unit-unit khusus sepertinya SPM

adalah suatu “proyek” tambahan.

Tahun 2008, setelah dikeluarkan PP 65/2005

dan peraturan pelaksana yang sangat

operasional, Tim Konsultasi antar departemen

membantu DPOD mempedomani

departemen-departemen dan menyaring usulan SPM

dari departmen, dengan kriteria yang lebih

sesuai konsep yang tertuang dalam PP

65/2005. Kini, 13 Menteri mengeluarkan

SPM yang disaring melalui proses baru.

Walaupun masih belum sempurna, daftar

SPM sekarang ini lebih berguna bagi semua

pihak.4 Diharapkan masyarakat akan lebih

jelas atas pelayanan dasar yang mereka dapat

mengklaim. Pemerintah daerah akan lebih

jelas atas pencapaian yang diharapkan dalam

suatu periode jangka menengah, dan mampu

mengukur “kesenjangan” dan merencanakan/

menganggarakan agar kesenjangan itu tertutup

dalam masa waktu yang ditentukan.

Penerapan SPM telah mulai di berbagai daerah,

namun belum jelas sejauhmana.

Kementrian-kementrian belum mengeluarkan gambaran

utuh tentang pencapaian SPM di daerah,

4 Masih cukup banyak SPM yang dikembangkan untuk

urusan yang sebenarnya tidak memenuhi deinisi

pelayanan dasar.” Lagipula, belum jelas apakah sasaran periodik untuk pencapaian SPM, secara bertahap, seimbang dengan segala sumber daya

karena sistem pelaporan5 belum berjalan

semestinya, mungkin karena daerah dibebani

dengan terlalu banyak tuntutan melapor, dengan

format yang berbeda-beda. Kelihatan bahwa

beberapa kementrian (seperti Pendidikan

Nasional) hanya mengetahui status sistem

pendataan dan pencapaian SPM di beberapa

daerah, melalui upaya pilot misalnya. Walaupun

informasi atas status penerapan SPM agak

cepat, namun daerah mengalami kesulitan

dalam penerapan SPM. Dukungan bersifat

pengembangan kapasitas masih terbatas,

khususnya untuk pengintegrasian SPM dalam

proses perencanaan/penganggaraan dan

metode menghitung biaya yang diperlukan untuk

menutupi kesenjangan dalam pencapaian SPM.

Standar Pelayanan Publik (SPP)

Menurut UU 25/2009 tentang pelayanan publik,

SPP adalah indikator “kualitas pelayanan

sebagai kewajiban dan janji penyelenggara

kepada masyarakat dalam rangka pelayanan

yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan

terukur.” Motivasi untuk mengembangkan SPP

adalah untuk mencegah korupsi dan menjamin

masyarakat mendapatkan pelayanan publik

yang baik. Tiga aspek diutamakan, yakni

syarat-syarat pelayanan publik disampaikan dengan

jelas dan terang, waktu pelayanan jelas dan

menjamin akses, dan biaya diketahui dan pas.

(42)

Prinsip transparansi dan akuntabilitas sangat

mewarnai standar-standar yang dikembangkan

di bawah payung SPP.

Dengan adanya SPP, diharapkan bahwa

persoalan yang seringkali dihadapi oleh

penyelenggara layanan (misalnya penundaan

waktu pelayanan, pelayanan yang kurang sopan,

penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan,

perlakukan tidak adil terhadap pengguna

layanan, permintaan imbalan yang tidak sesuai

biaya) dapat dibenahi oleh organisasi pelayanan

itu sendiri.6

Belum banyak daerah/organisasi yang

mengembangkan dan menerapkan SPP.

Sosialisasi belum dilakukan secara intensif,

dan ini dapat dimengerti karena PP untuk

UU 25/2009 belum siap. Dalam PP tersebut

diharapkan akan diuraikan pendekatan kongkrit

untuk mewujudkan SPP dan cara menjamin

SPP dihormati. Aspek sanksi diatur secara

umum dalam undang-undang (misalnya peranan

Ombudsman) dan perlu dijelaskan dengan baik

dalam peraturan pelaksana.

Sasaran Standar Pelayanan Publik adalah

agar penyelenggaraan pelayanan publik pada

setiap unit pelayanan didasarkan pada standar

pelayanan. Komponen standar pelayanan

meliputi antara lain:

6 Ombusdman (2010). Banyak Istansi Tak Terapkan Standar Pelayanan Publik, Kamis, 2 September. http://www.ombudsman.go.id/Website/

detailArchieve/387/id

1. dasar hukum;

2. persyaratan;

3. sistem, mekanisme, dan prosedur;

4. jangka waktu penyelesaian;

5. biaya/tarif;

6. produk pelayanan;

7. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas

8. Kompetensi pelaksana

9. Pengawasan internal

10. Penanganan pengaduan, saran, dan

masukan

11. Jumlah pelaksana

12. Jaminan pelayanan

13. Jaminan keamanan dan keselamatan

pelayanan

14. evaluasi kinerja pelaksana

Dengan demikian hal penting dalam SPP

adalah deklarasi unit pelayanan atau SKPD

yang disampaikan kepada publik/pengguna

layanan berupa janji dan komitmen yang akan

dijalankannya agar layanan dapat diberikan

secara optimal. Penyampaian kepada publik

tersebut dapat melalui media atau wadah

tertentu yang mudah diakses oleh publik –

seperti misalnya dikembangkan dalam bentuk

pamphlet, disampaikan melalui papan informasi

dan sebagainya -- setempat dan memenuhi

hal-hal yang telah diutarakan di atas.

Standard Operating Procedures (SOP)

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah

dokumen yang berisi serangkaian instruksi

tertulis yang dibakukan mengenai berbagai

Gambar

Tabel 1:  Perbandingan inti jenis standar
Tabel 2:  Perbandingan peranan stakeholder dalam penerapan jenis standar
Tabel Penerapan Prinsip Tata Kelola pada Program KINERJA USAID
Gambar Mekanisme Pengintegrasian SPM dalam Dokumen Perencanaan Daerah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Serta sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan pada

4.1. Tahapan Pemberian Pelayanan Publik dalam Bentuk Program Pelayanan Dasar Bidang Kesehatan. Bentuk program pelayanan dasar melalui standar pelayanan minimal berupa

efektivitas Wajar Dikdas, peningkatan mutu siswa dan tenaga pendidik, peningkatan kualitas. pelayanan kesehatan

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan yang selanjutnya disingkat SPM Bidang Kesehatan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang

Peningkatan standar pelayanan kesehatan dari RSGMP FKG USU dibutuhkan agar dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan mutu pelayanan yang memenuhi standar pelayanan

Meningkatkan kualitas SDM melalui penyediaan pelayanan dasar dan peningkatan mutu serta relevansi pendidikan, peningkatan kualitas dan akses pelayanan

(PKRT) Peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas Peningkatan promosi penggunaan obat dan teknologi rasional Peningkatan pengawasan post-market alat kesehatan dan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Berita Negara Republik Indonesia