• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan 2019"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTA – FAKTA DI DALAM CERITA RAKYAT PUTRI RUNDUK ASAL KOTA SIBOLGA: ANALISIS HISTORIOGRAFI SASTRA

SKRIPSI

oleh:

TRI WAHYU HARTADI PANJAITAN 140701024

Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Medan

2019

(2)
(3)

LEMBAR PERNYATAAN

FAKTA – FAKTA DI DALAM CERITA RAKYAT PUTRI RUNDUK ASAL KOTA SIBOLGA: ANALISIS HISTORIOGRAFI SASTRA

OLEH

Tri Wahyu Hartadi Panjaitan

140701028

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Januari 2019 Peneliti,

Tri Wahyu Hartadi Panjaitan 140701024

(4)

FAKTA – FAKTA DI DALAM CERITA RAKYAT PUTRI RUNDUK ASAL KOTA SIBOLGA: ANALISIS HISTORIOGRAFI SASTRA

Oleh:

Tri Wahyu Hartadi Panjaitan

Abstrak

Cerita Rakyat Putri Runduk adalah cerita rakyat yang berasal dari Kota Sibolga.

Menceritakan kisah seorang wanita yang cantik jelita dan meninggalkan bukti-bukti yang menyatakan Cerita Rakyat Putri Runduk termasuk ke dalam sejarah atau legenda.

Penelitian ini bertujuan mencari bukti-bukti dan fakta-fakta keberadaan Cerita Rakyat Putri Runduk asal Kota Sibolga. Penelitian ini menggunakan analisis Historografi. Ilmu yang menggunakan objek dan subjek untuk menelusuri sejarah. Objek yang memberikan gambaran mengenai isi dari dokumen atau artefak dan subjek yang menjelaskan atau yang berbicara. Cerita Rakyat Putri Runduk banyak meninggalkan bukti-bukti di sekitar Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah. (1) Pulau Mursala, (2) Pulau Putri, (3) Pulau Janggi, (4) Pulau Panjang, (5) Pulau Situngkus, (6) Pulau Tarika, (7) Pulau Unggeh/Ungge, (8) Pulau Bakar, (9) Pulau Parlak/Porlak, (10) Pulau Talam, (11) Tongkat Akar Bahar, (12) Jalan Putri Runduk, (13) Jalan Janggi, (14) Tari Gelombang, (15) Tari Sapu Tangan, (16) Tari Dampeng/Randei, dan, (17) Tari Payung.

Kata Kunci : Cerita Rakyat, Fakta, dan Bukti-Bukti.

(5)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penelitan ucapan, karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “FAKTA- FAKTA DI DALAM CERITA RAKYAT PUTRI RUNDUK ASAL KOTA SIBOLGA:

ANALISIS HISTORIOGRAFI SASTRA”.Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penelitian telah banyak menerima bantuan, bimingan, pengarahan, dan saran-saran dari berbagai pihak oleh karena itu, peneliti mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Prof.

Drs. Mauly Purba, M.A, Ph.D. sebagai Pembantu Dekan I, Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. sebagai Pembantu Dekan II, Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. sebagai Pembantu Dekan III.

2. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai ketua Program Studi Sastra Indonesia. Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., Sebagai sekretaris Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Drs. Hariadi Susilo, M.Si., sebagai Pembimbing yang telah membimbing penelitian menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan ibu staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti.

(6)

5. Bapak Slamet dan Bapak Joko yang banyak membantu peneliti mengurus segala keperluan administrasi.

6. Kepada kedua orang tua yang menjadi semangat peneliti sebagai sumber kehidupan dan kekuatan, Ayahanda Bulkosim Panjaitan dan Ibunda Arni Lubis (Alm), serta kakak, abang, dan, adik tersayang, Kusnita Elni Panjaitan, Arya Wirawan Panjaitan, dan Dendi Riszam Maulana yang selalu mendoakan dan merestui penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas segalanya, semoga Allah selalu melindungi kalian.

7. Kepada teman-teman yang telah banyak membantu dari awal perkuliahan hingga saat ini Angga selalu rela memberikan barang-barangnya untuk dipinjam, Akbar yang selalu ada saat tanggak tua, Fadil yang selalu menyusahkan kami semua, Amarullah Arie penyumbang dana terbaik saat kita berkumpul, Kevin koko Batak, dan semua teman-temanku di Stambuk 2014. Serta adik-adik aku di Sastra Indonesia dan untuk seseorang yang datang di pertengahan cerita ini yaitu lly terima kasih atas doa dan dukungan kalian.

Penelitian menyadari penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk membangun hasil penelitian ini.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.

Medan, 29 Januari 2019

Tri Wahyu Hartadi Panjaitan

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Batasan Masalah ... 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA ... 6

2.1.Konsep ... 6

2.1.1.Cerita Rakyat ... 6

2.1.2.Fakta ... 7

2.2.Landasan Teori ... 8

 Historiografi Tradisional ... 9

2.3.Tinjauan Pustaka ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1.Lokasi Penelitian ... 19

3.2.Sumber Data ... 20

3.3.Teknik Pengumpulan Data ... 20

3.3.1. Observasi ... 20

3.3.2.Wawancara ... 21

3.3.3.Dokumentsi ... 24

3.4.Teknik Analisis Data ... 24

BAB IV FAKTA-FAKTA DI DALAM CERITA RAKYAT PUTRI RUNDUK ASAL KOTA SIBOLGA ... 26

4.1. Fakta Berdasarkan Bukti ... 26

4.1.1. Adat Sikambang ... 26

4.1.2.Kesenian Sikambang ... 28

4.1.3. Pulau Mursala ... 34

4.1.4. Pulau Putri/Puti ... 37

4.1.5. Pulau Janggi ... 39

4.1.6. Pulau Panjang ... 40

4.1.7. Pulau Situngkus ... 41

4.1.8. Pulau Tarika ... 43

4.1.9. Pulau Unggeh/Ungge ...44

(8)

4.1.10. Pulau Bakar ... 45

4.1.11. Pulau Parlak/Porlak ... 47

4.1.12. Pulau Talam ... 48

4.1.13. Tongkat Akar Bahar ... 49

4.1.14. Jalan Putri Runduk ... 50

4.1.15. Jalan Janggi ... 51

4.1.16. Tari Gelombang ... 52

a. Pelaksanaannya ... 53

4.1.17. Tari Sapu Tangan ... 54

a. Bentuk Penyajian ... 55

b. Fungsi Tari ... 56

c. Nilai Estetika ... 56

d. Kerangka Konsep ... 57

4.1.18. Tari Dampeng (Randei) ... 61

a. Tata Cara Tari Dampeng ... 66

b. Makna Simbolik ... 67

c. Sejarah Tari Dampeng ... 68

d. Tata Cara Pertunjukan Tari Dampeng ... 69

4.1.19. Tari Payung ... 71

a. Tata Cara Menari Tari Payung ... 73

4.2. Fakta Berdasarkan Nama Tokoh ... 75

4.2.1. Putri Runduk ... 76

4.2.2. Raja Jayadana ... 77

4.2.3. Raja Janggi ... 78

4.2.4. Raja Sanjaya ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

5.1. Kesimpulan ... 82

5.2. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84 LAMPIRAN

Lampiran 1. Sinopsis Cerita Rakyat Putri Runduk Asal Kota Sibolga Lampiran 2. Daftar Pertanyaan

Lampiran 3. Peta Lokasi Kota Sibolga Lampiran 4. Dokumentasi Wawancara Lampiran 5. Biodata Informan

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Alat Musik Sikambang ... 28

Gambar 4.2 Pulau Mursala ... 34

Gambar 4.3 Pulau Putri ... 37

Gambar 4.4 Pulau Janggi ... 39

Gambar 4.5 Pulau Panjang ... 40

Gambar 4.6 Pulau Situngkus ... 41

Gambar 4.7 Pulau Tarika ... 43

Gambar 4.8 Pulau Unggeh/Ungge ... 44

Gambar 4.9 Pulau Bakar ... 45

Gambar 4.10 Pulau Parlak/Porlak ... 47

Gambar 4.11 Pulau Talam ... 48

Gambar 4.12 Jalan Putri Runduk ... 50

Gambar 4.13 Jalan Janggi ... 51

Gambar 4.14 Tari Gelombang Dua Belas ... 52

Gambar 4.15 Tari Sapu Tangan ... 54

Gambar 4.16 Tari Dampeng (Randei) ... 61

Gambar 4.17 Tari Payung ... 71

(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Cerita rakyat merupakan salah satu unsur kebudayaan yang perlu dikembangkan karena mengandung nilai-nilai budaya, norma-norma, dan nilai-nilai etika serta nilai moral masyarakat pendukungnya. Dengan mengetahui cerita rakyat tersebut, dapat diketahui gambaran yang lebih banyak mengenai berbagai aspek kehidupan masyarakat sebagai suatu bangsa yang memiliki keragaman kebudayaan.

Kebudayaan bangsa perlu ditingkatkan agar dapat memperkaya dan mewarnai kebudayaan nasional. Maka dari itu kebudayaan daerahlah yang dapat menjadi sumber potensial dan karakteristik dari kepribadian kebudayaan nasional. Dengan demikian, kebudayaan daerah dapat terwujud sebagai satu kesatuan budaya nasional. Sastra lisan merupakan salah satu karya sastra yang hampir ada di setiap daerah Indonesia.

Sastra lisan adalah sastra yang diwariskan secara lisan dengan turun temurun.

Awal berkembangnya akibat dorongan-dorongan asasi yang sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Sastra lisan dihasilkan oleh seseorang atau sekelompok orang yang belum mengenal sistem huruf hanya disampaikan dengan ucapan atau secara lisan.

Setiap daerah di Indonesia memiliki bermacam corak etnis dari masing-masing suku bangsanya.

Setiap etnis memiliki identitas dan keunikannya sendiri sesuai dengan karakteristik dari etnis suku bangsa itu sendiri. Misalnya, pada masyarakat Pesisir

(11)

Sibolga banyak dijumpai ragam sastra lisan seperti lagu Sikambang yang mengiringi tarian dan didalamnya ada pesan moral yang disampaikan.

Salah satu bentuk sastra lisan yang banyak tersebar di Indonesia dan masing- masing etnis memiliki cerita rakyatnya sendiri. Cerita rakyat merupakan salah satu sastra lisan yang begitu dekat dengan kehidupan masyarakat sekitar. Selain sebagai salah satu hiburan pada masa lalu, sastra lisan juga memiliki nilai-nilai kehidupan atau nilai-nilai pengajaran yang sangat berguna bagi pembentuk karakter generasi muda saat ini.

Cerita rakyat yang terkenal di Indonesia khususnya di provinsi Sumatera Utara adalah Cerita Rakyat Putri Runduk yang berasal dari Kota Sibolga. Kebudayaan Pesisir ini tercipta karena adanya akulturasi budaya lain, yaitu budaya Batak Toba, Minang, dan Melayu. Namun dialek bahasa Pesisir Sibolga di dominasi oleh dialek Batak Toba.

Sehingga terdengar kasar jika masyarakat Sibolga sedang berbicara. Bahasa yang mereka gunakan adalah percampuran ketiga bahasa dan kenal sebagai bahasa Pesisir Sibolga. Secara otomatis, terlahir budaya baru yang dikenal masyarakat sekitar sebagai kebudayaan Pesisir Sibolga. Putri Runduk merupakan salah satu kebudayaan Pesisir Sibolga dalam bentuk cerita rakyat. Putri Runduk sebagai cerita rakyat Sibolga dikenal masyarakat sebagai gadis cantik jelita yang menjadi ratu di sebuah kerajaan di pulau Mursala. Kecantikannya terkenal hingga ke tanah Eropa. Berdasarkan informasi, cerita inilah yang menjadi cikal bakal gerak tari dalam tarian khas Sibolga yaitu Sikambang.

(12)

Cerita Rakyat Putri Runduk banyak meninggalkan fakta-fakta berupa bukti empiris Historiografi. Oleh karena itu, maka penulis tertarik memilih judul Fakta-Fakta di dalam Cerita Rakyat Putri Runduk asal Kota Sibolga Analisis Historiografi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah-masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Apa sajakah bukti-bukti keberadaan Putri Runduk dalam cerita rakyat Pesisir Sibolga Putri Runduk?

2) Apa fakta-fakta yang terkandung dalam Cerita Rakyat Putri Runduk asal Kota Sibolga?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan bukti-bukti keberadaan Putri Runduk yang terdapat pada cerita rakyat Pesisir Sibolga Putri Runduk.

2) Mendeskripsikan fakta-fakta yang ada di dalam Cerita Rakyat Putri Runduk asal Kota Sibolga.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat teoretis

a) Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumber refrensi bagi masyarakat dalam meneliti fakta- fakta di dalam cerita rakyat Indonesia.

(13)

b) Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah wawasan bagi pembaca untuk penelitian selanjutnya, baik dalam hal analisis Historiografi maupun penelitian karya sastra lainnya.

1.4.2 Manfaat praktis

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk lebih menghargai, menjaga, dan melestarikan budaya dan cerita rakyat yang dimiliki oleh setiap suku yang ada di Indonesia.

b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kebudayaan daerah dan kesusastraan Indonesia.

c) Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pembelajaran moral kepada masyarakat sekitar.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini membuat batasan masalah terhadap fakta-fakta dalam Cerita Rakyat Putri Runduk yang diteliti. Peneliti berharap penelitian ini mencapai tujuan-tujuannya dan untuk mencapai tujuan-tujuan penelitian ini. Maka peneliti membatasi penelitian ini hanya dengan berfokus pada objek fakta-fakta Historiografi. Kemudian fakta dari Cerita Rakyat Putri Runduk asal Kota Sibolga agar penelitian ini tidak keluar dari pokok pembahasan.

(14)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Kata konsep berasal dari bahasa latin conceptum¸ yang artinya sesuatu yang dipahami. Konsep adalah suatu hal umum yang menjelaskan atau menyusun suatu peristiwa, objek, situasi, ide, atau akal pikiran dengan tujuan untuk memudahkan komunikasi antara manusia dan memungkinkan manusia untuk berpikir lebih baik.

2.1.1 Cerita Rakyat

Cerita rakyat menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah cerita dari zaman dahulu yang hidup di kalangan rakyat dan diwariskan secara lisan turun-temurun. Cerita rakyat merupakan cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas bangsa- bangsa yang mempunyai kultur budaya yang beraneka ragam yang mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Cerita rakyat pada umumnya mengisahkan mengenai suatu kejadian di suatu tempat atau asal mula suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia, dan dewa.

Cerita rakyat adalah cerita yang sudah diceritakan kembali diantara orang- orang yang berada dalam beberapa generasi. Cerita rakyat dapat digolongkan dalam tiga bentuk, yaitu (1) mite (mythe), (2) legenda (legend), dan (3) dongeng (folklate). Cerita rakyat khususnya legenda biasanya meninggalkan bukti-bukti.

Kebanyakan cerita rakyat banyak meninggalkan bukti sehingga beberapa orang

(15)

menganggap cerita rakyat itu benar adanya. Seperti halnya Cerita Rakyat Putri Runduk asal Kota Sibolga yang banyak meninggalkan bukti seperti pulau, nama jalan, nama tempat, dan yang lainnya.

2.1.2 Fakta

Fakta merupakan segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia atau data keadaan kenyataan yang terbukti dan telah terjadi. Catatan berdasarkan pengumpulan fakta disebut data. Suatu hal atau peristiwa yang benar-benar terjadi (kenyataan keadaanya).

Fakta berasal dari bahasa latin “Factus”. Fakta dalam pengertian lengkap adalah hal, peristiwa, keadaan, atau suatu yang merupakan kenyataan yang benar- benar ada dan terjadi.

Fakta menujukkan suatu kebenaran informasi, artinya hal atau peristiwa tersebut terbukti benar-benar ada. Pernyataan itu berupa kalimat yang ditulis berdasarkan kenyataan, peristiwa, atau keadaan yang benar-benar terjadi secara objektif dan dapat ditangkap oleh indra dan merupakan sebuah kepastian.

Fakta-fakta sejarah bagaikan permainan puzzle yang berbentuk potongan- potongan gambar. Potongan gambar tersebut berada di mana-mana. Sejarawan diumpamakan sebagai pemain puzzle tersebut dan potongan gambarnya diumpamakan sebagai fakta. Potongan gambar tersebut dikumpulkan satu persatu kemudian disusun sesuai dengan bentuk potongan yang akhirnya menjadi gambar yang sesuai oleh sejarawan. Sama halnya yang terjadi dalam sejarah, sejarawan

(16)

mengumpulkan fakta-fakta yang ada, kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan atau cerita yang sering disebut dengan Historiografi (penulisan sejarah).

2.2 Landasan Teori

Historiografi pastinya dimiliki di setiap negara dan negara satu dengan negara yang lainnya berbeda. Perbedaan itu terjadi karena perbedaan peristiwa yang dialami, babakan waktu di setiap negara dan penulisan sejarawan yang berbeda. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa sejarah disusun berdasarkan fakta. Fakta tersebut merupakan objek yang berupa dokumen maupun artefak. Akan tetapi objek yang digunakan bukan asal-asalan, objek yang digunakan harus memiliki arti sejarah dan dapat di pertanggungjawabkan dan dipercaya keasliannya. Tidak hanya objek saja tetapi subjek juga harus diperhatikan. Subjek merupakan perasaan dan pikiran manusia.

Keduanya dalam Historiografi memiliki keterkaitan untuk menghasilkan sejarah yang otentik.

Begitu juga dengan Historiografi di Indonesia tentunya menggunakan objek dan subjek untuk menelusuri sejarah Indonesia. Menggunakan objek, karena objek yang memberikan gambaran mengenai isi dari dokumen atau artefak. Subyek yang menjelaskan atau yang berbicara. Dengan adanya keterkaitan itu objek akan tenggelam dengan sendirinya ke dalam subyek, karena objek akan ditafsirkan oleh subjek dan pada akhirnya menjadi tulisan sejarah (Hugiono dan P.K. Poerwantana, 1987:26).

Historiografi di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat.

Terjadinya perkembangan Historiografi di Indonesia disebabkan oleh peristiwa yang telah terjadi di negeri ini. Indonesia mengalami beberapa fase peristiwa penting, mulai

(17)

dari zaman Hindu-Budha hingga masuknya agama Islam, penjajahan yang sangat lama dan dijajah oleh beberapa negara, kemudian Indonesia merdeka dengan perjuangan rakyat Indonesia hingga kehidupan modern di zaman yang seperti ini. Dengan adanya beberapa fase tersebut, maka Historiografi Indonesia dapat terbagi menjadi empat corak, yaitu Historiografi Tradisional, Historiografi Kolonial, Historiografi Nasional, dan Historiografi Modern. Setiap perkembangan Historiografi tersebut memiliki karakteristik, metode, dan motivasi penulisan yang berbeda-beda satu dengan yang lain.

2.2.1 Historiografi Tradisional

Historiografi Tradisional adalah penulisan sejarah yang dimulai dari zaman Hindu-Budha sampai masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia.

Penulisan sejarah di zaman Hindu-Budha pada umumnya ditulis pada prasasti, naskah-naskah kuno yang bertujuan untuk diketahui oleh generasi penerus tentang peristiwa pada masa lalu terutama di zaman kerajaan. Naskah kuno tersebut dapat berbentuk seperti hikayat dan babad yang berusia lebih dari 50 tahun. Hikayat lebih dikenal di Melayu, sedangkan babad dikenal di Mataram. Babad merupakan nama yang digunakan dalam buku cerita sejarah atau kronik dalam tradisi penulisan sejarah suku bangsa. Biasanya penulis babad merupakan seorang pujangga-pujangga keraton. Babad berisi unsur irasional, cerita bercampur mitos yang kadang-kadang dipenuhi dengan kiasan dan isyarat. Naskah tersebut lebih cenderung banyak menceritakan peran orang-orang besar atau tokoh yang terkenal, yang memiliki peranan penting dalam masanya. Hikayat merupakan kesusastraan Melayu yang keseluruhan ceritanya didominasi oleh karya-karya yang bernuansa Islam. Hikayat memiliki dua arti dalam sastra Indonesia hikayat

(18)

berarti cerita rekaan yang berbentuk prosa cerita yang panjang. Sedangkan dalam sastra Melayu hikayat berarti sifat dari sastra lama yang sebagian besar mengisahkan mengenai kehebatan serta kepahlawanan tokoh-tokoh besar.

Tidak hanya hikayat dan babad saja yang ada di Historiografi Tradisional, namun mitos pun juga ada pada Historiografi Tradisional. Seperti yang di katakan Raymond William yaitu “the myth of concern” (Abdullah, 1985:23). Mitos (mythe) merupakan suatu cerita atau sejenisnya yang bersumber seperti halnya sejarah tetapi lebih menonjol pada khayalan. Mitos juga selalu memuat kehidupan manusia dan biasanya mengambil manusia super sebagai tokohnya (Abdurrahman, 1963:48). Mitos pun dalam kehidupan manusia memiliki manfaat. Mitos membuat masa lampau menjadi bermakna, karena dengan memusatkan pada bagian-bagian masa lampau yang mempunyai sifat tetap dan berlaku secara umum. Mitos tidak seperti sejarah yang memiliki babakan waktu, dalam mitos babakan waktu pun tidak ada bahkan tidak ada awal maupun akhir (Kartodirjo, 1982:16).

Pada dasarnya yang ada di Historiografi Tradisional fakta tidak begitu penting, karena para penulisnya lebih sering membahas tentang mitos dan sedikit yang membahas tentang fakta yang ada. Dalam Historiografi Tradisional terdapat unsur mitos disebabkan oleh unsur mistik atau kepercayaan yang telah dipercayai baik penulis maupun masayarakat, sehingga penulis tidak memperdulikan adanya fakta. Mitos lebih mengedepankan subjektivitas dari pada objektivitas.

Objektivitas tidak cocok dengan mitos, karena objektivitas bertanggung jawab pada kebenaran objek yang berwujud dalam bentuk dokumen. Selain mitos dalam

(19)

Historiografi Tradisional juga ada genealogis, genealogis merupakan gambaran mengenai pertautan antara individu dengan yang lain atau suatu generasi dengan generasi berikutnya. Silsilah sangat penting untuk melegitimasikan kedudukan mereka.

Legenda merupakan salah satu jenis sastra rakyat Melayu yang kerap digunakan oleh pengarang sastra sejarah. Tidak seperti mitos, legenda kurang memperlihatkan unsur-unsur keajaiban daripada aspek roh/kepercayaan, tetapi malah sebaliknya lebih menekankan keistimewaan dari luar seperti ketangkasan, kepahlawanan, kebal, kekuatan, dan sebagainya. Oleh yang demikian tarikannya atau penerimaannya adalah dari segi kemungkinan ia terjadi pada kenyataan lebih dari pada hubungan dengan adat dan kepercayaan agama. Legenda lebih senang berwujud di dalam benak pembaca karena unsur-unsur kerap tumbuh di mana- mana dan sepanjang waktu. Ia lebih bersifat tempat dan mendekati kepada tanggapan sejarah, walau pun pada tahap persepsi masyarakat yang lebih mementingkan rasional, legenda di sastra sejarah dapat dikaji dari peran karakter yang dapat dibagi menurut stratifikasi.

Sastra sejarah anak-anak dapat dibagi menjadi dua yaitu; tradisi dan moderen. Bentuk tradisi bersifat karya adaptasi daripada kisah-kisah lampau.

Bentuk moderen, bersifat fiksi atau fiksi moderen novel atau cerpen yang bersifat karangan asli oleh penulis kontemporer. Isinya mengambil kisah-kisah daripada sejarah masa lalu yang berkaitan dengan tokoh-tokoh pahlawan masyarakat.

(20)

Dalam Historiografi Tradisional memiliki corak penulisan yang berbeda dengan Historiografi lainnya. Menurut Mulyana dan Darmiasti (2009:34-38) untuk mengetahui bagaimana penulisan dalam Historiografi Tradisional maka adapula ciri-cirinya yaitu :

1. Region – sentries atau kedaerahan, biasanya dipengaruhi oleh ciri budaya masyarakat didaerahnya. Seperti halnya cerita-cerita gaib yang ada dilingkungan sekitar.

2. Cenderung mengabaikan unsur fakta karena dipengaruhi dari sistem kepercayaan yang dimiliki masyarakat atau dari alam pikiran penulis saat menulis suatu naskah. Penulis naskah pun tidak begitu membedakan hal-hal yang khayal dan hal-hal yang kenyataan.

3. Adanya kepercayaan tentang kekuatan sakti dan unsur magis yang menjadi pangkal dari berbagai peristiwa alam, termasuk kehidupan manusia.

4. Percaya magis atau sihir yang dilakukan tokoh-tokoh tertentu. Seperti kesaktian yang dimiliki para raja dan masyarakat menganggap bahwasanya raja merupakan utusan dari sang dewa sehingga apa yang dikatakan dan diperbuat oleh sang raja semuanya dianggap benar.

5. Religio sentris gambaran dari tokoh-tokoh yang ditonjolkan dalam cerita naskah. Segala sesuatu dipusatkan pada raja atau keluarga raja (keluarga istana), maka sering juga disebut Istana Sentries.

Historiografi Tradisional telah berakhir pada tahun 1913 dengan adanya kehadiran buku karya dari Hosein Djajadiningrat yang berjudul Cristische Beschouwing Van Sadjarah Van Banten. Penulisan sejarah di Indonesia semakin

(21)

berkembang tidak hanya berhenti pada Historiografi Tradisional. Akan tetapi dilanjutkan dengan Historiografi Kolonial yang mana penulisan sejarahnya identik dengan penulisan bangsa-bangsa asing yang pernah menjajah Indonesia.

2.3 Tinjauan Pustaka

Sejauh penelitian ini dilakukan. Tidak begitu banyak peneliti yang melakukan penelitian Historiografi di bidang sastra. Apa lagi yang berkaitan dengan cerita rakyat.

Karena hal itulah peneliti sangat susah mencari hal-hal yang berkaitan dengan fakta- fakta di dalam cerita rakyat Putri Runduk asal Kota Sibolga. Tetapi peneliti mengambil karya-karya ilmiah yang berhubungan dengan apa yang sedang dikaji saat ini.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Fariz Kurniawan (2011) dengan skripsi yang berjudul “Tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit Sebuah Kajian Cerita Rakyat Wonosobo”. Tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit merupakan salah satu budaya masyarakat Dusun Kretek, Desa Batursari, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo. Tradisi ini dituturkan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tradisi tersebut dilaksanakan pada pertengahan bulan Safar hari Rabu. Tradisi Mbeleh Wedhus kendhit ini bagi masyarakat pendukungnya dianggap sebagai simbol tolak bala musibah (pageblug). Tradisi ini diteliti untuk mengetahui latar belakang serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Rumusan masalah penelitian ini yaitu, (1) bagaimana cerita kelisanan yang melatar belakangi adanya tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit, (2) apa nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut. Tujuan penelitian ini yaitu, (1) mengungkapkan cerita

(22)

kelisanan yang melatar belakangi adanya tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit, (2) mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit.

Sumber data penelitian ini berupa informan dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan folklor. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa, upacara tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit berasal dari musibah (pageblug) yang melanda Dusun Kretek. Adanya musibah tersebut masyarakat memberikan tumbal wedhus kendhit sebagai tolak balak musibah (pageblug). Upacara ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali, tepatnya pertengahan bulan Sapar. Nilai-nilai yang terkandung didalamnya yaitu, (1) nilai religiusitas atau nilai Ketuhanan, meliputi berdoa dan bersyukur, (2) nilai persatuan, (3) nilai sosial atau kemasyarakatan, meliputi gotong royong, kekeluargaan, kerukunan, serta (4) nilai Kebersamaan.

Saran yang dapat diberikan bedasarkan hasil penelitian ini, perlu adanya pelestarian tradisi, serta tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit ini dapat digunakan sebagai bahan ajar mata pelajaran Bahasa Jawa di sekolah

Berdasarkan analisis cerita kelisanan serta nilai-nilai dalam upacara tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit Dusun Kretek, Desa Batursari, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo, maka di dapat simpulan sebagai berikut:

1. Cerita yang melatarbelakangi munculnya upacara tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit seperti yang dituturkan informan berasal dari adanya pageblug yang melanda masyarakat Dusun Kretek. Banyak kematian yang melanda dalam kurun waktu yang

(23)

sangat cepat. Adanya kejadian tersebut masyarakat menjadi resah karena dilanda kekhawatiran kematian. Upacara Mbeleh Wedhus Kendhit inilah yang menjadi simbol tolak bala terhadap musibah pageblug di Dusun Kertek.

2. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit di Dusun Kretek merupakan suatu nilai yang menjadi dasar pedoman untuk menjalankan kehidupan sehari-hari dengan hidup bermasyarakat bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai tersebut, meliputi: (a) nilai religiusitas atau nilai Ketuhanan, meliputi berdoa dan bersyukur, (b) nilai persatuan, (c) nilai sosial atau kemasyarakatan, meliputi gotong royong, kekeluargaan, kerukunan, serta (d) nilai kebersamaan.

Bukti yang di dapat dari tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit dari cerita rakyat Wonosobo adalah dilaksanakannya upacara tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit yang dilakukan setiap satu tahun sekali untuk menolak musiba di Dusun Kretek, Desa Batusari, Kecamatan Sapura, Kabupaten Wonosobo. Diakibatkan adanya pageblug yang melanda masyarakat Dusun Kretek. Dari cerita rakyat yang berkembang di daerah itulah yang memulai adanya budaya upacara tradisi Mbeleh Wedhus Kendhit. Fakta yang ada di daerah tersebut adalah upacara itu dilaksanakan untuk bersyukur dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mempererat hubungan bermasyarakat, gotong royong, dan kebersamaan

Penelitian Muhammad Sastria Akbar, dkk (2016) dengan penelitian lapangan yang berjudul “Nilai-nilai Ritus Terhadap Cerita Rakyat Kubah Terbang di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang”. Kubah Terbang, masyarakat setempat mengartikannya sebagai kuburan yang terbang. Mengisahkan seorang murid yang dikenal bodoh. Namun, dia terus belajar tanpa kenal lelah, patuh

(24)

mengikuti semua perintah gurunya. Suatu hari, sang guru beserta teman-temannya hendak berangkat ke Mekkah. Beliau berpesan kepada sang murid untuk memanjat pohon kelapa dan kemudian membaca sebuah syair agar bisa menyusulnya ke sana.

Sang murid pun melakukan hal tersebut dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh sehingga atas izin Allah SWT ia dapat menyusul gurunya ke Mekkah.

Setelah kembalinya ke tanah air, sang murid menikah (di Pancur Batu). Tidak lama kemudian sang murid mendengar sang guru meninggal dunia. Ia ingin suatu saat nanti jika meninggal dunia, ia mau di kuburkan di samping sang guru. Tak lama kemudia ia pun meninggal, sang murid hanya di kuburkan di samping rumahnya.

Dikarenakan tidak ada yang mengenal siapa gurunya. Tiba-tiba pusarannya pindah ke sebelah pusaran gurunya (di Patumbak).

Cerita Kubah Terbang masih menjadi sebuah cerita di masyarakat Patumbak.

Tidak semua masyarakat mempercayai cerita tersebut. Masyarakat yang mempercayai kegaiban dari Kubah Terbang adalah masyarakat yang sudah pernah merasakan atau menyaksikan kegaiban dari Kubah Terbang tersebut. Akan tetapi masih banyak masyarakat yang tidak mempercayainya dan menganggapnya hanya mitos belaka.

Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang datang untuk sekedar berziarah atau untuk berdoa meminta jodoh, rejeki, pengobatan maupun keselamatan.

Bukti yang didapatkan dari Cerita Rakyat Kubah Terbang adalah banyaknya masyarakat yang percaya pada kekeramatan Kubah Terbang. Masyarakat juga mengatakan bahwa banyak pendatang yang melakukan ziarah ke Kubah Terbang. Fakta yang didapatkan dari Cerita Rakyat Kubah Terbang adanya kuburan yang berpindah

(25)

tempat dari Pancur Batu menuju Patumbak. Dengan dibuktikan batu penanda kuburan yang sama persis dengan batu penanda kuburan sang murid yang hilang dan hanya meninggalkan bekas galian yang dalam. Hal itu yang dikatakan oleh keluarga sang murid.

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian

Cerita Rakyat Putri Runduk berada di Kota Sibolga. Kota Sibolga merupakan salah satu kota di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini terletak di barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama teluk Tapian Nauli, sekitar ± 350 km dari Kota Medan. Kota ini hanya memiliki luas ± 10,77 km² dan berpenduduk 84.481 jiwa. Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yaitu berada pada daratan pantai, lereng, dan pegunungan.

Terletak pada ketinggian berkisar antara 0 – 150 meter dari atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-2% sampai lebih dari 40%.

Kota Sibolga bermayoritas Muslim. Sedangkan dengan agama yang lain seperti Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan Parmalim terbagi di setengan populasi masyarakat Muslim Kota Sibolga. Suku yang ada di Kota Sibolga yaitu: Mandailing, Karo, Pak-pak, Batak Toba, Minangkabau, Aceh, Melayu, Jawa, India, Nias, dan Tinghoa. Bahasa yang mereka pegunakan adalah Bahasa Pesisir Sibolga, Bahasa Indonesia, Bahasa Batak, Bahasa Nias, Bahasa Minangkabau. Kota Sibolga memiliki julukan “Negeri Berbilang Kaum”. Dapat kita tarik kesimpulan dari penjelasan di atas.

(27)

3.2 Sumber Data

Data mengenai Cerita Rakyat Putri Runduk diperoleh dari sumber data. Untuk lebih jelasnya akan diuraiakan sebagai berikut;

Cerita Rakyat Putri Runduk sangat dikenal dikalangan masyarakat Kota Sibolga.

Namun yang mengetahui cerita tersebut hanya orang-orang tertentu saja. Tidak semua masyarakat Kota Sibolga. Dikarenakan ketidak populeran cerita rakyat tersebut. Pada hal cerita rakyat adalah salah satu kekayaan yang dimiliki masing-masing daerah di Indonesia. Cerita Rakyat Putri Runduk adalah asal mula kebudayaan akulturasi budaya Pesisir Kota Sibolga tercipta dan berkembang hingga kini. Yang menjadi sumber data penelitian ini adalah Cerita Rakyat Putri Runduk asal Kota Sibolga.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Ada tiga tahap teknik pengumpulan data di dalam Cerita Rakyat Putri Runduk yaitu: teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik pustaka.

3.3.1 Observasi

Nasution, dalam Sugiyono (2012:226) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil (proton dan elektron) maupun yang sangat jauh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas.

Observasi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah peninjauan secara cermat. Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang

(28)

mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain yaitu wawancara dan kuesioner. Karena observasi tidak selalu dengan objek manusia tetapi juga objek-objek alam yang lain. Sutrisno Hadi, dalam Sugiyono (2012:145) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

3.3.2 Wawancara

Wawancara merupakan teknik yang sangat penting dalam memperoleh informasi pada penelitian mengkaji sebuah cerita rakyat. Wawancara dilakukan dengan informan-informan yang benar-benar mengetahui tentang permasalahannya. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara secara terbuka, dalam keadaan santai, kekeluargaan dan harmonis. Dalam wawancara ini peralatan yang digunakan meliputi; perekam (handphone), buku catatan, alat tulis, serta pedoman wawancara.

Menurut Dananjaya (2002: 195-196) dalam penelitian foklor, wawancara terbagi menjadi dua tahap yaitu; wawancara terarah (directed) dan wawancara tidak terarah (non direted). Wawancara tidak terarah adalah wawancara yang bersifat bebas, santai, dan memberikan informan kesempatan sebesar-besarnya untuk memberikan keterangan yang ditanyakan. Dalam penelitian tentang fakta dalam Cerita Rakyat Putri Runduk ini peneliti menggunakan wawancara terarah serta tidak terarah, agar pada waktu wawancara berlangsung informan dalam

(29)

menjawab pertanyaan tidak melenceng jauh dari apa yang dipertanyakan serta agar dalam wawancara dapat tercipta keharmonisan dan kekeluargaan.

Untuk menghindari kehilangan informasi, maka peneliti meminta ijin kepada informan untuk menggunakan alat perekam. Sebelum dilangsungkannya wawancara mendalam. Penelitian menjelaskan atau memberikan sekilas gambaran dan latar belakang secara ringkas dan jelas mengenai topik penelitian.

Peneliti harus memperhatikan cara-cara yang benar dalam melakukan wawancara, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pewawancara hendaknya menghindari kata yang memiliki arti ganda, taksa, ataupun yang bersifat ambiguitas.

b. Pewawancara menghindari pertanyaan panjang yang mengandung banyak pertanyaan khusus. Pertanyaan yang panjang hendaknya dipecah menjadi beberapa pertanyaan baru.

c. Pewawancara hendaknya mengajukan pertanyaan yang konkrit dengan acuan waktu dan tempat yang jelas.

d. Pewawancara seyogyanya mengajukan pertanyaan dalam rangka pengalaman konkrit di responden.

e. Pewawancara sebaiknya menyebutkan semua alternatif yang ada atau sama sekali tidak menyebutkan alternatif.

f. Dalam wawancara mengenai hal yang dapat membuat responden marah, malu, atau canggung. Gunakan kata atau kalimat yang dapat memperhalus.

(30)

Wawancara mengenai fakta-fakta dalam Cerita Rakyat Putri Runduk ini dilakukan di dalam rumah informan sehingga memberikan kesempatan untuk menceritakan secara jelas mengenai kebenaran di dalam Cerita Rakyat Putri Runduk.

Adapun kriteria menjadi seorang informan untuk mendapatkan informasi dan data yang akurat sesuai dengan apa yang diinginkan sesuai dengan Fakta- fakta di dalam Cerita Rakyat Putri Runduk adalah sebagai berikut:

1. Asli orang Kota Sibolga.

2. Sudah berumur di atas 40 Tahun.

3. Tinggal dan menetap di Kota Sibolga sekurang-kurangnya 30 Tahun.

4. Paham betul dengan Cerita Rakyat Putri Runduk.

5. Salah seorang sejarawan, pemuka adat, atau keturunan langsung dari tokoh-tokoh yang ada di dalam Cerita Rakyat Putri Runduk.

3.3.3 Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

(31)

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini, dilakukan setelah proses verifikasi data.

Pada fakta-fakta dalam Cerita Rakyat Putri Runduk ini data yang dianalisis berupa hasil wawancara dengan informan dan dokumentasi.

Langkah-langkah analisis data dalam fakta-fakta dalam Cerita Rakyat Putri Runduk asal Kota Sibolga adalah sebagai berikut;

A. Mengumpulkan hasil wawancara dengan informan dan mengdokumentasikan bukti-bukti dari fakta cerita rakyat tersebut.

B. Mencari fakta-fakta yang sebenarnya di dalam cerita rakyat dan sejarah.

C. Menyimpulkan hasil kajian dan melakukan pendeskripsian kebenaran atau fakta sebenarnya di dalam Cerita Rakyat Putri Runduk Asal Kota Sibolga.

(32)

BAB IV

FAKTA-FAKTA DI DALAM CERITA RAKYAT PUTRI RUNDUK ASAL KOTA SIBOLGA

4.1. Fakta Berdasarkan Bukti

Fakta berdasarkan bukti adalah sebuah kebenaran yang di dalam cerita rakyat yang ditunjukkan dalam bentuk suatu peninggalan berupa tulisan atau material.

4.1.1. Adat Sikambang

Asal kata Sikambang, berawal dari nama seorang pembantu setia Putri Runduk.

Yang bernama Sikambang Bandahari. Yang kesehariannya membantu urusan rumah tangga. Sikambang menjadi nama keseniaan dari daerah Sibolga dan Tapanuli Tengah.

Awal mula dari kata Sikmbang dipergunakan dikarenakan, penyesalan dirinya yang tak kuasa mempertahankan keselamatan Puteri Runduk. Ratapan Sikambang memanjang tak putus-putus, dari hari ke hari, ratapan legendaris yang menyinggung segala aspek, kemasyhuran, kejayaan, kedamaian sampai gambaran kecantikan puteri-puteri Barus dan sebagainya. Terlihat di Paragraf 6 Cerita Rakyat Putri Runduk:

“...Salah satu pembantunya yang setia bernama Sikambang Bandahari seorang pemuda yang sehari-harinya dalam urusan rumah tangga kerajaan, anak nelayan miskin. Maka, merataplah Sikambang dengan sedihnya, meratap kehilangan majikan, menyesali tindakan bunuh diri sang permaisuri, menyesali sikap berutal raja-raja lain.

Menyesali dirinya yang tak kuasa mempertahankan keselamatan Puteri Runduk.

Ratapan Sikambang memanjang tak putus-putus, dari hari ke hari, ratapan legendaris

(33)

yang menyinggung segala aspek, kemasyhuran, kejayaan, kedamaian sampai gambaran kecantikan puteri-puteri Barus dan sebagainya...” (Paragraf ke-6).

Pada dasarnya, kesenian Sikambang terdiri gerak tari dan nyanyian serta sarat akan petuah. Kesenian Sikambang bukanlah akulturasi yang terserap dari kebudayaan Batak dan Minangkabau, tetapi kesenian warisan peradaban kerajaan pesisir. Ada dua sumber yang menceritakan awal mula terciptanya kesenian ini, yaitu dari legenda Putri Runduk dari kerajaan Barus yang dipimpin oleh raja Jayadana dan dari nelayan yang menangkap ikan di Pulau Mursala.

Dimana terdengar nyanyian yang kemudian diulanginya setiba di daratan yang kemudian berkembang jadi kesenian Sikambang. Lambat laun, pada abad ke-10 bersamaan dengan datangnya bangsa India ke Pesisir Pulau Mursala dan Pulau Poncan, para nelayan menciptakan gendang (gandan Sikambang) , maka terciptalah sebuah gendang (gandang batapik) terbuat dari kayu bulat panjang yang dikosongkan bagian tengah, panjang 40 cm dan lingkaran 20 cm dibalut dengan kulit kambing pada kedua sisinya lalu diikat dengan rotan sehingga dapat dipukul dari kedua sisi. Setelah tercipta gandang batapik, tercipta pula singkadau yang terbuat dari bambu dengan panjang 25 cm dengan tujuh lubang diatasnya. Jarak antar lubang tersebut adalah 1 cm dan bagian bawah bambu tersebut juga memiliki satu buah lubang. Lubang ini untuk keserasian nada yang dihasilkan.

(34)

4.1.2. Kesenian Sikambang

Gambar 4.1: Alat Musik Sikambang

Kesenian Sikambang adalah kesenian turun temurun dari masa kerajaan Pesisir di zaman kekuasaan Raja Jayadana. Tidak ada bukti konkret perihal budaya sikambang menyebar. Kebanyakan masyarakat sekitaran Sibolga dan Tapanuli Tengah menganggap bahwasanya Kesenian Sikambang lahir dari akulturasi Batak dan Minang.

Atas dasar tersebutlah banyak pendapat yang muncul perihal asal mula Kesenian Sikambang.

Kesenian Sikambang secara umum mewakili seluruh kesenian yang berlaku bagi masyarakat Pesisir Pantai Barat Sumatera, mulai dari Meulaboh di Banda Aceh, terus ke Tapanuli, Minangkabau dan Bengkulu. Selain di Pantai Barat, Sikambang juga berlaku di Pantai Timur kepuluan Nias dan Pulau Telo. Kesenian Sikambang yang bagian pokoknya terdiri dari “tari” dan “nyanyi” (seni-tari), mengemban unsur kebudayaan bernafaskan seni budaya. Tidak heran jika Sikambang tetap eksis sejak zaman dahulu kala hingga sekarang pada zaman modernisasi. Kesenian ini mengemban falsafah-

(35)

falsafah kontemporer yang sarat makna, bercorak petuah, berirama lagu dan berwujud tari. Sikambang bukanlah akulturasi yang terserap dari kebudayaan tetangga seperti Batak dan Minangkabau, tetapi kesenian warisan peradaban kerajaan pesisir, khususnya dari abad ketujuh masa kejayaan Jayadan dengan ratunya, Puteri Rundu.

Seni budaya zaman dahulu seperti tari, lagu, pantun, randai dan talibun kehadirannya bak gayung bersambut dengan menunjuk kepribadiaannya dari masyarakat Pesisir yang memiliki perasaan halus dan tenggang rasa yang tinggi, sesuai dengan alam dan riak gelombang ombak gulung-menggulung saling ikut sama yang lain.

Nyanyian pesisir merupakan pantun-pantun bersahut-sahutan, berisi nasehat jelmaan perasaan, sindiran dan kasih sayang menurut tradisinya. Alam pesisir menciptakannya sedemikian rupa, hingga begitu syahdu sampai-sampai para nelayan terlena dibuai. Riak ombak yang lemah gemulai dan sekali-sekali berombak besar, menjadikan gerak tarinya lemah gemulai atau tiba-tiba menyentak keras.

Pesisir memang kaya dengan lagu dan tari. Ada tari adok, tari kaprinyo, tari laying-layang, tari paying, tari perak, tari asam paya, tari anak dan lain sebagainya.

Orang-orang yang bermukim (yang berasal) di Tapaktuan, Singkel, Sorkam, Barus, Singkuang, Muko-muko, Natal dan Pariaman merupakan masyarakat pendukung utama kelestarian Sikambang secara turun-menurun. Setelah adanya lagu Sikambang secara vocal maka para nelayan selalu menyatukan dengan memukul papan pinggiran perahu sebagai instrument. Pululan pinggiran perahu diiringi dengan siulan pengganti melodi

(36)

dan memukul besi-besi yang ada di perahu sebagai gong untuk tempo. Terpadulah satu kesatuan bunyi alami antara instrument dan vocal di tengah lautan.

Lambat laun, para nelayan menciptakan gendang (gandan Sikambang) terbuat dari kayu bulat dengan nelayan belakang dilapisi kambing sedangkan bagian satu lagi dibiarkan kosing. Bagian yang kosong diganjal dengan kayu tipis diikat dengan rotan guan stem bunyi.

Pada abad ke-10 bersamaan dengan datangnya bangsa India ke Pesisir Pulau Mursala dan Pulau Poncan, maka terciptalah sebuah gendang (gandang batapik) terbuat dari kayu bulat panjang yang dikosongkan di bagian tengah, panjang 40 cm dan lingkaran 20 cm dibalut dengan kulit kambing pada kedua sisi, yang diikat dengan rotan sehingga dapat dipukul dari dua sisi.

Setelah tercipta gandang batapik tercipta pula singkadau terbuat dari bamboo, panjang 25 cm dengan tujuh lobang di atas berjarak masing-masing lobang satu cm dan sebelah bawah terdapat satu lobang. Lobang ini untuk keserasian suara. Tercipta beberapa jenis alat musik, oleh para tokoh-tokoh kesenian Pesisir dibuatlah penggabungan bagi semua Sikambang : Gandang batapik, singkadu gong (canang), terbuat dari tembaga (carano) dipadukan dengan rehab (sekarang diganti dengan biola) serta harmonica (sekarang diganti accordion).

Secara keseluruhan nama-nama alat music Pesisir pada masa kini terkenal sebagai berikut :

1. Gandang Sikambang (membranphone single skin frame drums) berfungsi sebagai mat (tempo).

(37)

2. Gandang Batapik (double skin cylindrical drums) 1 mempunyai fungsi sebagai peningkah dari ritme gandang Sikambang.

3. Biola (chordophone macket box lutes) berfungsi sebagai pembawa melodi lagu.

4. Singkadu (aerophone) berfungsi sebagai pembawa melodi.

5. Carano (sejenis mangkuk, struck Indhiaphone) berfungsi sebagai penentu mat (tempo).

Kesenian Pesisir/musik Pesisir pada umumnya tidak pernah dipergunakan pada upacara keagamaan dan penyembahan berhala, tetapi hanya untuk hiburan dan acara adat-istiadat; upacara perkawinan, upacara sunat Rasul (khitanan), penyambutan, penobatan, turun karai (turun tanah), menakalkan anak (mengayun anak), memasuki rumah baru, peresmian dan pertunjukan kesenian/pergelaran.

Masing-masing tari memiliki maksud-maksud tertentu. Misalnya tari sapu tangan dengan nyanyian kapri, menggambarkan kisah permulaan muda-mudi dalam mengikat persahabatan, perlambang keterbukaan dan etika sosial.

Tari payung dengan nyanyian Kapulo Pinang, menggambarkan kisah suami istri yang baru saja melangsungkan pernikahan (pengantin baru). Suatu hari ketika sang suami hendak meninggalkan istrinya untuk pergi berlayar mencari nafkah di negeri orang-dengan mempergunakan sebuah kapal pembawa dagangan dari Pulau Poncan ke Pinang-sang suami sempat menyampaikan kata-kata berisi ungkapan hati berupa syair- pantun :

Kok berlayar ka pulau penang.

Ambil alunan si timur laut.

(38)

Kok berlayar hati indak sanang.

Ai mato sepanjang laut.

(Dengan sangat penat dan sedih suami meninggalkan istrinya tercinta, sampai-samapi air mata jatuh berlinang sepanjang lautan).

Maka si istri membalas pantun suaminya : Pulau Penang airnya dare

Banyaklah batang lintang bulintang Pulau penang dunianyo kareh Banyaklah dagang pulau berutang

(Apabila nanti suami tela tiba di negeri orang, hati-hatilah membawa diri, karena dunia perdagangan Pulau Pinang sangat sibuk dan banyak sekali godaan yang dapat melupakan kampong halaman).

Nyanyian Sikambang (Sikambang botan) berbentuk pantun terdiri dari dua sampiran dan dua isi :

1. Sayak pecah ketimba mandi talang rumah ketimban rahim.

Gabak pecah hujan tak jadi serak sumerai bunga angin.

2. Sudah berderai bunyi ketilang bunyi berderai lalu ke tapian.

Malam bagai rasa kehilangan

(39)

siang bagai rasa kematina.

Kedua sajak di atas sengaja diterjemahkan secara bebas ke dalam Bahasa Indonesia sekedar mempermudah pengertian pembaca. Aslinya tetap ada dalam bahasa Pesisir Tapanuli Tengah. Jika diperhatikan dengan seksama, betapa kuatnya makna dari kedua pantun. Jika diperhatikan dengan seksama, betapa kuatnya makna dari kedua pantun. Bait 3 dan 4 (pantun pertama) mengatakan, walaupun mendung telah pecah, tetapi hujan tidak jadi (turun) namun menjadikan angin sepoi-sepoi basah terasa sejuk dinikmati. Sedangkan bait tiga dan empat (pantun kedua) menceritakan kesedihan seseorang karena kehilangan seseorang yang dikasihi „malam bagai rasa kehilangan/siang bagai rasa kematian‟ (sunyi atau sepi atau senyap atau hampa).

Pantun Sikambang kaya dengan kata-kata perbandingan berikut perumpamaan untuk menyampaikan hasrat hati. Ciri dialektikanya tidak langsung. Ada seseorang pemuda yang ditolak cintanya oleh seorang gadis, pantun semacam ini menjadi jawaban dari jeritan sepotong hati yang luka.

Bagaimana tari pesisir membahana menjadi tarian nasional ? Hal ini merupakan

”transfer” akulturasi kebudayaan sekaligus suatu indikasi bahwa Sikambang dapat diterima sebagai khazanah Kebudayaan Bhineka Tunggal Ika.

(40)

4.1.3. Pulau Mursala

Gambar 4.2 : Pulau Mursala

Pulau Mursala adalah pulau terbesar di daerah Kabupaten Tapanuli Tengah. Pulau ini termasuk daerah Kecamatan Tapian Nauli, Tapanuli Tengah dan terletak di sebelah Barat Daya Kota Sibolga dan berjarak 22,5 km dari Pandan, Tapanuli Tengah. Pulau Mursala mempunyai luas ± 8.000 Ha dan dapat ditempuh melalui Pandan atau Sibolga menggunakan kapal cepat dalam waktu sekitar 1 jam atau menggunakan kapal biasa selama 3 jam melintasi Teluk Tapanuli.

Pulau Mursala adalah pulau yang menjadi daerah kekuasaan dari Kerajaan Barus yang dikuasai oleh Raja Jayadana. Menjadi latar cerita Putri Runduk. Seperti potongan cerita berikut:

(41)

“...Pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan makmur dan sangat terkenal bernama Kota Guguk, Kota Beriang, dan Kota Mursala yang ber-ibukota Barus saat itu. Kerajaan Barus tengah berada di puncak kejayaannya... (Paragraf ke-1).

Di lapangan, peneliti menemukan ada dua versi cerita rakyat Putri Runduk yang membahasa perihal Pulau Mursala. Yaitu:

Versi Pertama: Pulau Mursala adalah wilayah kerajaan dari Raja Jayadana. Juga Pulau Mursala menjadi syarat yang diberikan oleh Putri Runduk kepada Raja Janggi.

Untuk menarik Pulau Mursala mendekat dengan Sorkam dalam waktu satu malam.

Namun hal itu tidak terjadi sebab Putri Runduk berbuat curang denga cara menepuk lesung agar ayam terbangun dan berkokok.

Versi Kedua: Pulau Mursala masih tetap menjadi latar atau tempat kerajaan yang di kuasai Raja Jayadana. Namun berbeda halnya dengan versi yang pertama. Pulau Mursala di versi ini hanya sebagai latar atau wilayah Kerajaan Raja Jayadana.

Pulau Mursala memiliki beberapa mitos yang tersebar di masyarakat Sibolga dan Tapanuli Tengah. Bahwasanya di pulau tersebut memiliki penjaga seperti Harimau Putih dan Kijang berkaki tiga. Yang bertugas melindungi kawasan Pulau Mursala.

Namun belum ada bukti konkret perihal tentang adanya kedua Hewan tersebut.

Kebanyakan hanya menjadi mitos yang beredar dimasyarakat luas. Seperti yang disampaikan salah satu informan. Yang memberitahukan sekilas perihal mitos tersebut.

Pulau Mursala juga masuk ke dalam salah satu pantu di dalam Cerita Rakyat Putri Runduk. Yaitu :

(42)

Labek hujan di Mursala Kambanglah bungo parawitan

Bintang di langik nan punyo sala Ombak di lawik mananggungkan

Artinya: Lebat hujan di Pulau Mursala, Kembanglah bunga parawitan, Bintang di langit yang punya salah, Ombak di laut yang menanggungkan.

Maksud dari pantun tersebut adalah istilah atau norma untuk pembelajaran bagi masyarakat. Dia yangberbuat salah kenapa aku yang mesti menanggungnya.

Pulau Mursala juga memiliki satu mitos lagi. Yaitu Pohon Jeruk berbuah tujuh macam. Namun sama halnya seperti hewan mitos di atas. Tidak bisa diberikan bukti kebenarannya. Sampai sekarang masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Mursala percaya bahwa mitos tersebut ada. Salah satu narasumber saya mengatakan jika dipulau ini masih memiliki sisa-sisa kejayaan dari Kerajaan Pulau Mursala. Tetapi dikarenakan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap larangan orang tua di masa lalu. Sampai sekarang belum ada masyarakat yang bermukim di Pulau Musala memiliki bukti bekas peninggalan kerajaan Raja Jayadana.

(43)

4.1.4. Pulau Putri/Puti

Gambar 4.3 : Pulau Putri

Pulau Putri/Puti yang cukup jauh dari Pantai Sibolga yaitu kurang lebih 12 mil laut dan ukuran pulau yang terbilang kecil sekitar + 2.5 Ha sehingga di pulau Putri ini tidak tersedia air tawar yang dapat diminum. Wisata Pantai Putri adalah wisata bahari yang secara geografis terletak pada wilayah Administrasi Kec. Tapian Nauli, Kab.

Tapanuli Tengah dan untuk dapat menempuh ke pulau Putri ini Anda dapat menggunakan perahu perahu dari Pelabuhan Sibolga yaitu dengam lama perjalanan laut sekitar 45 menit.

Menurut legenda Pulau Putri tercipta dikarenakan Putri Runduk melompat ke laut saat pengejaran yang dilakukan oleh Raja Janggi. Atas keinginan Yang Maha Kuasa,Putri Runduk Berubah menjadi sebuah pulau, yang dikenal masyarakat dengan nama Putri Runduk.

“...Lalu Putri Runduk melompat ke laut, atas keinginan Yang Maha Kuasa Sang Putri menjelma menjadi Pulau Putri...” (Paragraf ke-5).

(44)

Namun diantara narasumber, ada salah satu yang mengatakan bahwa Pulau Putri dulunya bernama Pulau Puti. Tempat Putri Runduk mandi dan beistirahat untuk menenangkan pikirannya. Namun tidak memiliki alasan kuat perihal tersebut. Sebab kebanyakan informan mengatakan bahwasanya Pulau Putri atau Pulau Puti adalah jelmaan dari Putri Runduk.

Pulau Putri juga masuk ke dalam sebuah pantun tetang cinta. Yang berbunyi:

Pulo Putri Pulo Panginang

Katigo Pulo anak Janggi Lapik putih banta bamiang

Racun bamain di dalam hati

Artinya: Pulau Putri Pulau Panginang, Ketiga pulau anak Janggi, Tikar putih bantal berduri, Racun bermain di dalam hati.

Maksud pantun tersebut adalah rasa cemburu yang menggelegar. Mengakibatkan buta mata dan menghalalkan segala cara untuk memiliki orang yang disayangi tidak memperdulikan orang lain. Seperti yang dilakukan oleh Raja Janggi terhadap Raja Jayadana. Karena ingin mempersunting istri Raja Jayadana. Malah terjadi peperangan yang mengakibatkan ratusan orang meninggal. Hanya karena rasa ingin memiliki seorang permainsuri yang cantik jelita seperti Putri Runduk.

(45)

4.1.5. Pulau Janggi

Gambar 4.4 : Pulau Janggi

Pulau Janggi secara geografis terletak pada titik koordinat 01◦38‟ 09” BT. Pulau ini secara administratif terletak di kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah. Berdasarkan hasil survey toponim pulau tahun 2006 dan hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi tahun 2007. Pulau Janggi tidak mengalami perubahan nama. Topografi pulau ini secara umum berupa pulau berbentuk tebing terjal dan didominasi vegetasi tanaman tinggi.Pulau ini merupakan pulau yang tidak berpenduduk.

Pulau Janggi di dalam cerita rakyat Putri Runduk berawal dari Raja Janggi yang terjatuh dipukul oleh Putri Runduk dengan akar bahar dan mengakibatkan Raja Janggi jatuh ke laut kemudian berubah menjadi sebuah pulau.

“...Dalam pengejaran yang tak putus-putus. Raja Janggi hampir bias mendapatkan Putri Runduk. Tanpa banyak pikir Putri Runduk memukul Raja Janggi dengan tongkat yang terbuat dari akar bahar (Tongkat peninggalan Raja Barus).

(46)

Seketika itu Raja Janggi terjatuh ke Laut dan berubah menjadi Pulau yang penuh dengan batu dan bernama Pulau Janggi...” Paragraf ke-4).

Jika dilihat lebih dekat, Pulau Janggi di penuhi batu. Tidak memiliki pantai.

Letaknya berdekatan dengan Pulau Putri.

4.1.6. Pulau Panjang

Gambar 4.5 : Pulau Panjang

Pulau Panjang secara geografis terletak pada titik koordinat pulau 01 45‟12” LU dan 01 45‟12” BT. Pulau ini seara administratif masih menjadi perdebatan antara Kabupaten Tapanuli Tengah dengan Kota Sibolga.

Berdasarkan hasil survey toponim pulau tahun 2006 dan hasil verifikasi Tim Nasional Pembukaan Nama Rupabumi tahun 2007 Pulau Panjang tidak megalami perubahan nama.

(47)

Topografi pulau ini secara umum berupa dataran berbukti dan sebagai landai dengan pantai berpasir putih. Vegetasi yang tumbuh antara lain kelapa, rumput, bakau dan tumbuhan tingkat tinggi. Pulau ini merupakan pulau yang tidak berpenduduk.

Di dalam cerita rakyat tersebut. Pulau Panjang adalah salah satu pulau yang tercipta dari bekal yang dibawa oleh Putri Runduk yang jatuh dalam pelarian yang dilakukan oleh Raja Janggi terhadap Putri Runduk.

“...Dalam pelarian inilah peralatan yang dibawa rombongan Puteri Runduk bertebaran sepanjang pulau-pulau,... Selendang Panjang menjadi Pulau Panjang...”

(Paragraf ke-4).

Pulau Panjang tercipta dari selendang Putri Runduk yang jatuh ke laut.

Dikarenakan untuk memperlambat atau menghalangi pengejaran yang dilakukan oleh Raja Janggi untuk menangkap Putri Runduk.

(48)

4.1.7. Pulau Situngkus

Gambar 4.6 : Pulau Situngkus

Pulau Situngkus geografis terletak pada titik koordinat 01 35‟ 14” LU dan 98 41‟ 50”BT. Secara administrasi tereletak di Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanauli Tengah. Berdasarkan hasil survey toponim tahun 2006 dan hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi tahun 2007 Pulau Situngkus tidak mengalami perubahan nama.

Topografi pulau ini secara umum berupa pulau bertebing dan sebagain kecil berpasir putih. Vegetasi yang tumbuh didominasi oleh tanaman tinggkat tinggi. Pulau ini merupakan pulau yang tidak berpenduduk.

Pulau Situngkus termasuk juga ke dalam salah satu pulau yang tercipta dari benda-benda atau bekal yang dibawa oleh Putri Runduk.

(49)

“...Dalam pelarian inilah peralatan yang dibawa rombongan Puteri Runduk bertebaran sepanjang pulau-pulau, ..., Lalu jatuh pula Nasi yang sebungkus menjadi Pulau Situngkus...” (Paragraf ke-4).

Di dalam Cerita Rakyat Putri Runduk, Pulau Siungkus tercipta dari salah satu benda yang dibawah oleh Putri Runduk yang seharusnya sebagai perbekalan malah menjadi benda yang digunakan untuk memperlambat atau menghalangi Raja Janggi untuk menangkap Putri Runduk.

4.1.8. Pulau Tarika

Gambar 4.7 : Pulau Tarika

Pulau yang terletak tidak terlalu jauh dari Kota Sibolga. Yang berjarak hanya sekitar 15 menit dari Kota Sibolga menggunakan kapal bisa. Pulau Tarika ini tidak berpenghuni di karenakan dekat dengan Tapteng dan Kota Sibolga. Juga alasan lain dikarenakan di pulau tersebut kecil dan juga tidak di temukannya air tawar untuk kehiduan sehari-hari. Kebanyakan masyarakat menggunakan sebagai tempat memasang keramba. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dari daratan. Pulau ini hanya menjadi tempat membangun kapal dan juga mejadi temat pasak untuk keramba ikan.

(50)

Di dalam Cerita Rakyat Putri Runduk. Pulau Tarika adalah salah satu benda atau bekal yang di bawah oleh Putri Runduk dalam pelarian.

“...Dalam pelarian inilah peralatan yang dibawa rombongan Puteri Runduk bertebaran sepanjang pulau-pulau, seperti Setrika yang menurut legenda menjadi Pulai Tarika...” (Paragraf ke-4).

Pulau Tarika berasal dari setrika yang digunakan untuk menghalangi Raja Janggi untuk menangkap Putri Runduk. Setrika tersebut tidak berhasil menghalai Raja Janggi malah hanya mempelambat pengejaran. Lalu atas keinginan yang Maha Kuasa, setrika tersebut menjelma menjadi Pulau Tarika.

4.1.9. Pulau Unggeh/Ungge

Gambar 4.8 : Pulau Unggeh/Ungge

Pulau Unggeh secara geografis terletak pada titik koordinat pulau 01 34‟33” BT.

Secara adminstratif menjadi bagian dari kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah.

Berdasarkan hasil survey toponim pulau tahun 2006 dan hasil verifikasi Tim Nasional

(51)

Pembakuan Nama Rupabumi Tahun 2007 Pulau Ungge tidak mengalami perubahan nama.

Topografi pulau ini secara umum berupa pulau berbentuk daftar dengan pantainya berupa pasir putih yang indah. Vegetasi yang tumbuh di dominasi oleh tanaman kelapa, pisang, rumput, bakau. Pulau ini merupakan pulau yang berpenduduk dan dihuni oleh 2 KK penunggu kebun kelapa.

Di dalam Cerita Rakyat Putri Runduk. Pulau Unggeh adalah seekor burung peliharaan Putri Runduk yang sangat disayanginya.

“...dan juga hewan peliharaan kesayangannya yaitu; Burung ikut melompat ke laut dan berubah menjadi Pulau Ungge...” (Paragraf ke-4).

Akibat melihat Putri Runduk yang melompat ke laut dan menjelma menjadi Pulau Putri. Begitu pulau, burung tersebut. Ikut terjun ke laut mengikuti tuannya dan malah ikut serta menjadi sebuah pulau yang dikenal masyarakat dengan nama Pulau Unggeh atau Pulau Ungge.

Tidak banya informasi yang didapatkan soal burung tersebut. Mengapa di akhir cerita burung tersebut terlihat dan juga jenis apa burung tersebut. Kebanyakan informan mengatakan bahwa burung tersebut adalah peliharaan kesayangan Putri Runduk. Namun dilepas liarkan. Peneliti kekurangan informasi soal tersebut. Juga informan yang di jumpai kebanyakan mengatakan tidak begitu tahu detail perihal burung tersebut.

(52)

4.1.10. Pulau Bakar

Gambar 4.9 : Pulau Bakar

Pulau Bakar secara geografis terletak pada titik koordinat pulau 01⁰ 34‟ 38” LU dan 98⁰ 43‟ 04” BT. Secara administratif menjadi bagian dari Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah. Bakar artinya bekal atau makanan. Berdasarkan hasil survey toponim pulau tahun 2006 dan hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi tahun 2007. Pulau Bakar tidak mengalami perubahan nama. Topografi pulau ini secara umum berupa tebing dengan pantainya berpasir putih dengan vegetasi yang tumbuh antara lain kelapa, kwini, dan tumbuhan tingkat tinggi. Pulau ini merupakan pulau yang tidak berpenduduk dan pada saat tertentu pulau ini dijadikan tempat singgah nelayan sementara.

Pulau Bakar juga termasuk ke dalam salah satu benda atau perbekalan yang jatuh ke laut akibat pelarian Putri Runduk.

(53)

“...Dalam pelarian inilah peralatan yang dibawa rombongan Puteri Runduk bertebaran sepanjang pulau-pulau, seperti... Bakul yang yang menjadi Pulau Bakar...”

(Paragraf ke-4).

Bakul yang dibawah oleh Putri Runduk di lemparkannya kepada Raja Janggi saat hampir menangkap Putri Runduk. Namun pulau ini memiliki nama lain yaitu Pulau Baka. Tidak banyak alasan yang menjelaskan mengapa bakul yang berubah menjadi Pulau dinamakan Pulau Bakar. Tetapi Masyarakat sekitar menyatakan bahwa pulau tersebut yang tercipta dari bakulnya Putri Runduk adalah Pulau Bakar atau Pulau Baka.

4.1.11. Pulau Parlak/Porlak

Gambar 4.10 : Pulau Parlak/Porlak

Pulau Parlak terletak di koordinat 1.7705 ° N 98.7417 ° E. Pulau Parlak adalah sebuah pulau di Indonesia. Terletak di provinsi Sumatera Utara, di bagian barat negara, 1 300 km barat laut ibukota Jakarta.

(54)

Geografis Pulau Parlak bervariasi. Titik tertinggi pulau ini adalah 6 meter di atas permukaan laut. Di lingkungan sekitar Pulau Parlak terdapat hutan lebat.

Iklim hutan hujan tropis terjadi di daerah tersebut. Suhu tahunan rata-rata di lingkungan adalah 23 ° C. Bulan terpanas adalah Maret, ketika suhu rata-rata 24 ° C, dan yang terdingin adalah Agustus, pada 20 ° C. Rata-rata tahunan rata-rata adalah 3.205 milimeter. Bulan hujan adalah November, dengan rata-rata 475 mm curah hujan, dan yang terkering adalah Juni, dengan curah hujan 137 mm.

Asal mula Pulau Parlak atau yang biasa disebut masyarakat dengan sebutan Pulau Porlak. Berawal dari salah satu benda yang dibawah oleh Putri Runduk dalam

pengejaran.

“...Dalam pelarian inilah peralatan yang dibawa rombongan Puteri Runduk bertebaran sepanjang pulau-pulau, seperti... dan terakhir jatuh pula sebuah Tikar Kecil yang menjelma menjadi Pulau Parlak...” (Paragraf ke-4).

Pulau Parlak atau Pulau Porlak adalah tikar kecil yang dilemparkan oleh Putri Runduk kepada Raja Janggi untuk memperlambat pengejaran yang dilakukan oleh Raja Janggi. Tikar kecil inilah yang menjadi benda terakhir yang dilemparkan oleh Putri Runduk untuk memperlambat lari Raja Janggi.

Bagi masyarakat Sibolga, tikar kecil atau yang biasanya dikenal dengan nama alas. Di Sibolga biasa disebut parlak atau porlak alas yang digunakan untuk tidur atau alas duduk untuk tamu atau keluarga.

(55)

4.1.12. Pulau Talam

Gambar 4.11 : Pulau Talam

Pulau Talam secara geografis terletak pada titik koordinat pulau 01⁰ 37‟ 08” LU dan 98⁰ 35‟ 16” BT. Secara administratif terletak di Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah. Berdasarkan hasil survey toponim pulau tahun 2006 dan hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi Tahun 2007, Pulau Talam tidak mengalami perubahan nama. Topografi pulau ini secara umum berupa pulau berbentuk datar dan sebagian berbukit, pantainya cukup indah berpasir putih tingkat tinggi. Pulau ini merupakan pulau yang berpenduduk.

Pulau Talam menjadi salah benda juga yang digunakan untuk memperlambat pengejaran yang dilakukan oleh Raja Janggi terhadap Putri Runduk.

“...Dalam pelarian inilah peralatan yang dibawa rombongan Puteri Runduk bertebaran sepanjang pulau-pulau, seperti Talam menjadi Pulau Talam...” (Paragraf ke-4).

Gambar

Gambar 4.1: Alat Musik Sikambang
Gambar 4.2 : Pulau Mursala
Gambar 4.3 : Pulau Putri
Gambar 4.4 : Pulau Janggi
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.2.8.3.Jumlah persentase mahasiswa Sastra Arab stambuk 2017 yang tidak mampu mengucapkan proses asimilasi total progresif yang terdapat pada konsonan nasal ى /n

Dari penjelasan di atas peneliti tertarik untuk meneliti kosakata serapan bahasa Arab yang diserap ke dalam bahasa Jawa yang mengalami perubahan makna maupun

Sebagai salah satu syarat menyelesaikan perkuliahan untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Bahasa Arab Fakutas Ilmu Budaya USU, maka penulis mengajukan skripsi

Thyrhaya Zein, M.A., selaku ketua Program studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah dengan baik dan tulus dalam mendidik dan

Cuplikan di atas adalah analisa dari Kageyama, seorang pembantu sekaligus sopir keluarga Hosho. Takahara Kyoko, korban pembunuhan dan sekaligus tunangan Toshio,

Ornamen tumbuhan biasanya di temukan pada ukiran-ukiran kayu, pahatan, dan media-media lainnya. Ornamen tumbuhan mengambil bentuk dari berbagai segala

Teknik analisis data pada penelitian ini yaitu di mulai dari mendapatkan sumber data yaitu film Wǒshìzhèngrén《我是证人》, lalu peneliti menonton dan mencari

Penelitian skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Departemen Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas