• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakter Pada Masa Kanak-Kanak

BAB IV PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN

B. Pendidikan Krakater Anak Usia Dini Prespektif

1. Karakter Pada Masa Kanak-Kanak

Menurut buku “The Absorbent Mind Pikiran Yang Mudah Menyerap” yang ditulis oleh Dr. Maria Montessori membagi karakter anak- anak menjadi tiga bagian yaitu:30

Pertama, dari usia 0 hingga 6 tahun, dalam fase ini biasa disebut sebagai anak usia dini. Fase ini merupakan bagian terpenting bagi kehidupan seorang anak. Demikian juga dengan pengembangan karakter anak. Meskipun kita juga tahu bahwa pada fase ini seorang bayi tidak dapat dipengaruhi, baik dari contoh ataupun tekanan dari luar. Akan tetapi anak akan mampu menyerap sendiri sesuai dengan tahap perkembangannya dan menjadikan alam sendirinya sebagai peletakan dasar karakter. Pada fase ini anak tidak dapat membedakan mana hal yang salah ataupun benar. Karena pada dasarnya anak pada fase ini melalakukan tindakan di luar gagasan moralitas orang dewasa.31

Kedua, dari usia 6-12 tahun. Pada fase ini anak akan mulai mengetahui mana yang benar dan yang salah. Bukan hanya yang dilakukan oleh dirinya sendiri tetapi juga perbuatan-perbuatan yang dilakukan orang lain. Perihal mampu membedakan mana yang benar dan salah merupakan ciri khas pada fase ini. Terbentuknya kesadaran moral menjadikan hal ini dapat mengantarkan seorang anak untuk bersikap secara sosial.

30 Maria Montessori, “The Absorbent Mind Pikiran Yang Mudah Menyerap”, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2017), cetakan kedua, h. 340.

31 Maria Montessori, Ibid., h. 341.

Ketiga, yaitu pada usia 12 hingga 18 tahun. Masa perkembangan di fase ini, cinta tanah air akan mulai muncul, rasa memiliki kelompok bangsa, dan memberikan perhatian serta menjunjung tinggi martabat bansa atau kelompoknya. 32

Masing-masing dari perkembangan anak pastinya memiliki ciri khas tersendiri. Setiap perkembangan membentuk perkembangan dasar dari perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu, agar pertumbuhan dan perkembangan seorang anak dapat secara normal, maka perlunya setiap perkembangan dan pertumbuhan anak harus dujalani secara baik dari setiap perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi.

Saat anak berusia dua sampai tiga tahun, seorang anak mungkin akan mengalami pengaruh-pengaruh besar yang mungkin akan mengbah seluruh masa depannnya. Misalnya, saat anak terluka, atau mengalami kekerasn baik fisik maupun mental, maka bisa saja anak mejadi penyimpangan kepribadian. Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa karakter anak anak muncul dan berke mbang sejalan dengan hambatan-hambatan yang ia lalui dimasa perkembangan. Jika seorang bayi yang baru lahir diberikan kebebasan dalam menjalani perkembangan yang dilaluinya hingga anak berumur tiga tahun dan dididik secara ilmiah mak anak bias menjadi seorang individu yang yang teladan. 33

32 Maria Montessori, Ibid.,

33 Maria Montessori, Ibid., h. 343.

Maria Montessori mengelompokkan dua golongan utama bagi anak- anak yang cacat secara karakter yaitu: cacat-cacat yang ditunjukkan oleh anak-anak yang kuat (yang mampu melawan dan mengatasi hambatan yang ia lalui), dan yang kedua adalah cacat-cacat yang ditampilkan oleh anak- anak yang lemah (yang rentan dengan kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan). Berikut akan penulis uraikan dibawah ini yaitu:34

a. Cacat-cacat yang ditunjukkan oleh anak-anak yang kuat (yang mampu melawan dan mengatasi hambatan yang ia lalui),

Pada kelompok ini cacatnya yaitu berupa kebandelan dan kecenderungan melakukan kekerasan, melupakan kemarahan, membangkang dan agresif. Pada kelompok ini yang paling menonjol adalah ketidakpatuhan yang bias disebut sebagai “naluri merusak”.

Sering ditemukan memiliki rasa posesif yang lebih mengarah pada sikap memntingkan diri sendiri dan kedengkian.

Tidak memiliki tujuan pasti atau plinplan juga menjadi salah satu cirinya. Tidak dapat berkonsentrasi, kebingungan mental, suka melamun dan berkhayal. Anak-anak ini juga suka membut keributan, berteriak-teriak. Suka menganggangu orang lain, dan seringkali menganggu siapun yang dianggapnya lebih lemah. Mereka juga cenderung rakus saat makan.

b. Cacat-cacat yang ditampilkan oleh anak-anak yang lemah (yang rentan dengan kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan).

34 Maria Montessori, Ibid., h. 346.

Pada kelompok ini anak-anak lebih bersifat pasif. Misalnya, lamban dan malas, suka mencari perhatian orang lain dengan menangis.

Ingin sekali diladeni tetapi termasuk orang yang bosanan, tidak percaya diri dan sring kali bersifat manja. Seringkali berbohong (sebagai bentuk pasif pertahanan diri), atau mencuri barang-barang (sebagai kompensasi dari psikologis), dan lain-lain. Pada kelompok ini lebih kecenderung cacat terhadap psikologisnya.

Terkadang juga kelompok ini mengalami cacat berupa fisik yang disebabkan oleh kurangnya kepedulian orang tua disekitarnya. Para pakar pendidikan juga sepakat bahwasanya ketika orang tua atau para pendidik mendidik anak secara kasar seperti, dididik dengan kekerasan dipukul, dengan perkataan yang pedas, penghinaan, maka akan menghasilkan reaksi balik yang sama pada perangai dan akhlak anak tersebut.

Hal ini berdampak kepada terbentuknya karakter yang jahat yang dapat mencelakai orang lain dan menyimpang di tengah masyarakat. Dengan demikian tidak heran pula jika anak ketika dewasa tumbuh dalam kebejatan dan tidak bermoral. 35

Kecacatan dari karakter anak diatas disebabkan dari kurangnya penerapan rangkaian aktivitas secara konstruktif yang semestinya dilakukan secara baik dan alami oleh setiap anak. Dari sini sudah jelas

35 Abdullah Nashih U’lwan, “Pendidikan Anak Dalam Islam” , (Sukoharjo: Insan Kamil Solo, 2017), cetakan ke 10, h. 90.

jika kecacatan karakter anak diperoleh dari perlakuan salah tertentu yang dialami anak secara bertahun-tahun diawal fase kehidupannya.

Permasalahan diatas dikemukakan Montessori bahwasanya bukanlah tentang masalah pendidikan moral anak, akan tetapi mengarah kepada pembentukkan karakter anak. Kurangnya karakter atau cacat karakter perlahan akan hilang dengan sendirinya tanpa harus membutuhkan wejangan-wejangan atau bahkan teladan dari orang yang lebih dawasa disekitarnya. Juga tidak perlu mengancam dan membujuk anak berperilaku baik, melainkan hanya dengan “menormalkan kondisi” yang menjadi tempat anak berkembang dan hidup.36 Dari sini kita dapat melihat bahwasanya pendidikan karakter anak usia dini harus diterapkan sesuai dengan masa perkembanganya.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa karakter anak dapat dibentuk dari serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan didapatkan sesuai dengan fase perkembangannya dengan bantuan orang dewasa yang memberikan kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi setiap perkembangannya. Karakter ini didapatkan dari permasalahan- permasalahan yang ia lalui dimasa perkembangannya.