• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN

C. Lima Nilai Karakter yang Terbentuk dalam Pendidikan Karakter

3. Mandiri

yang sudah disepakati secara bersama. Hal ini dilakukan agar anak terhindar dari perilaku-perilaku yang melenceng saat pembelajaran berlangsung, tentunya guru juga perlu mengawasi dari setiap sudut pembelajaran. 66

Agar kedisplinan bertahan seterusnya, maka perlunya guru atau pendidik membagun fondasi melalui cara ide tentang perbedaan antara hal yang baik dan buruk. Akan tetapi dalam hal ini seorang pedidik perlu memastikan agar anak tidak mengartikan bahwa baik itu untuk dirinya sendiri, sedangkan buruk artinya banyak bergerak. Seperti konsep kediplinan dimasa lalu. Tujuan pembelajaran ini, yaitu agar anak disiplin dalam beraktifitas, maupun dalam bekerja, dalam melakukakn kebaikan, dan bukan dilakukan dalam sikap dim dan pasif.67

dilandasi oleh pemahaman akan segala konseuensi yang didapat dari tindakan yang dilakukannya. 69

Menurut Husaini dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab” ini menyebutkan bahwa kemandirian dalam prespektif Islam sudah ada dalam ajaran Islam. Nilai-nilai Islam diyakini sebagai pembentuk karakter dan sekaligus dijadikan sebagai dasar nilai bagi masyarakat majemuk. 70

Dari paparan diatas dapat penulis simpulkan bahwa kemandirian adalah suatu kesiapan anak-anak untuk bertindak secara wajar yang bertujuan untuk mencapai sesuatu yang didasarkan pada diri sendiri dengan prinsip untuk tidak bergantung dengan orang lain.

b. Aspek-aspek mandiri

Ada tiga aspek kemandirian yang ipaparkan oleh Steinberg yang dikutip oleh Budiman dalam bukunya yang berjudul “Memahami Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar” yaitu sebagai berikut:

1) Kemandirian emosi (emotional autonomy), kemandirian ini merujuka kepada pengertian yang dikembangkan oleh anak mengenai individualisasi dan melepaskan diri dari ketergantungan mereka dalam pemenuhan-kebutuhan dasar yang sebelumnya ditanggung oleh orang tua mereka.

69 Mohammad Ali dan Mohammad Asori, “Psikologi Remaja”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 110

70 Adlan Husaini, “Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab”, (Jakarta: Cekrawala Publishing, 2012), h. 41.

2) Kemandirian perilaku (behavior autonomy), artinya yaitu kemandirian dalam berperilaku bebas untuk bertindak sendiri tanpa tergantung dengan bimbingan orang lain. Kemandirian ini merujuk kepada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dan pengambilan keputusan seseorang.

3) Kemandirian nilai (value autonomy), yaitu kemandirian yang merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan dan menetapkan pilihan yang lebih berpegang pada prisnsip- prinsip tertentu yang dimilikinya dari pada mengambil keputusan prinsip-prinsip orang lain. 71

c. Pendidikan karakter mandiri dalam prespektif Montressori

Hal ini sesuai dengan salah satu ciri pendidikan Montessori adalah adanya struktur dan keteraturan. Keteraturan dilaksanakan agar anak tahu alat edukasi yang mereka inginkan. Penempatan alat pembelajaran juga harus sesuai dengan jangkauan anak, ini dilakukan untuk mempermudah anak menyiapkan atau mengambilnya sendiri dari tempat penyimpanan. Hal ini dilakukan untuk melatih karakter mandiri dan bertanggung jawab bagi anak dalam menyiapkan pembelajaran.72

Dengan demikian pembelajaran Montessori ini tidak dapat diterapkan kepada peserta didiknya jika anak tersebut belum memiliki karakter mandiri ini. Oleh karena itu, manifestasi-manifestasi belajar

71 Nanang Budiman, “Memahami Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar”, (Jakarta:

Dikti, 2006), h. 86-90.

72 Aprilian Ria Adisti, op.ct., h.77

aktif anak harus dipandu dengan baik melalui kegiatan Montessori, hal ini dilakakukan supaya anak dapat mencapai kemandiriannya.

Karakter mandiri ini perlu dibiasakan sejak usia dini. Aktifitas kemandirian ini masih bersifat sederhana. Misalnya anak dapat makan dengan tanganya sendiri tanpa disuapi oleh orang tuanya, mampu mandi sendiri, bahkan mampu menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan dalam proses pembelajarannya sendiri.

Alat-alat bermain yang digunakan dalam pola pembelajaran Montessori memiliki tujuan untuk mengajarkan keterampilan sesuai dengan kebutuhan internal anak. Alat dan benda-benda permainan digunakan sebagai sarana pembelajaran membantu anak agar dapat berkonsentransi pada suatu hal. Anak diharapkan dapat menemukan caraya sendiri dalam belajar. Di dalam Al-Qur’an juga sudah dijelaskan terdapat dalam surat An Nahl ayat 78 sebagai berikut:

َعْمَّسلا ْمُكَل َلَعَجَّوًأْيَش َنْوُمَلْعَ تََل ْمُكِتّٰهَّمُاِنْوُطُب ْنِّم ْمُكَجَرْجَا ُهّٰ للاَو َنْوُرُكْشَت ْمُكَّلَعَلَةَدِأْفَْلَاَوَراَصْبَْلَاَو

۝

Artinya:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.(Q.S. An – Nahl: 78) 73

Kandungan ayat diatas adalah menjelaskan tentang sebagaimana Allah mengeluarkan seorang manusia berdasar kuasa dan ilmu-Nya dari

73 Lihat, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an dan Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, (Jakarta:

Sygma, 2009), h. 275

perut ibu-ibu kamu. Setiap manusia yang baru dilahirkan semua dalam keadaan yang tidak mengetahui sesuau apapun yang ada disekelilingnya. Kemudian Allah menganugerahkan kamu dengan pendengaran, penglihatan, dan aneka hati sebagai bekal dan alat-alat untuk meraih pengetahuan agar manusia bersyukur dengan menggunakan alat-alat tersebut sesuai dengan tujuan Allah yang telah menganugerahkan kamu sekalian. 74

Alat-alat bermain yang digunakan dalam pola pembelajaran Montessori memiliki tujuan untuk mengajarkan keterampilan sesuai dengan kebutuhan internal anak. Alat dan benda-benda permainan digunakan sebagai sarana pembelajaran membantu anak agar dapat berkonsentransi pada suatu hal. Anak diharapkan dapat menemukan caraya sendiri dalam belajar. Di dalam Al-Qur’an juga sudah dijelaskan terdapat dalam surat An Nahl ayat 78 sebagai berikut:

ْمُكِتّٰهَّمُاِنْوُطُب ْنِّم ْمُكَجَرْجَا ُهّٰ للاَو َعْمَّسلا ْمُكَل َلَعَجَّوًأْيَش َنْوُمَلْعَ تََل

َنْوُرُكْشَت ْمُكَّلَعَلَةَدِأْفَْلَاَوَراَصْبَْلَاَو

۝

Artinya:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.(Q.S. An – Nahl: 78) 75

74 M. Quraish Shihab, “Tafsir Al Misbah Volume 13”, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 672.

75 Lihat, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an dan Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, (Jakarta:

Sygma, 2009), h. 275

Kandungan ayat diatas adalah menjelaskan tentang sebagaimana Allah mengeluarkan seorang manusia berdasar kuasa dan ilmu-Nya dari perut ibu-ibu kamu. Setiap manusia yang baru dilahirkan semua dalam keadaan yang tidak mengetahui sesuau apapun yang ada disekelilingnya. Kemudian Allah menganugerahkan kamu dengan pendengaran, penglihatan, dan aneka hati sebagai bekal dan alat-alat untuk meraih pengetahuan agar manusia bersyukur dengan menggunakan alat-alat tersebut sesuai dengan tujuan Allah yang telah menganugerahkan kamu sekalian. 76

Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwasanya anak lahir ke dunia dalam keadaan lemah dan dan tak berdaya. Oleh sebab itu perlunya kasih sayang dan bimbingan orang tua agar anak tumbuh dan berkembang dengan baik. Dengan memanfaatkan panca indra yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan sebaik –baiknya.

Pada kegiatan pembelajaran Montessori anak akan diarahkan secara menyenangkan baik secara berkelompok maupun individu dalam kegiatan pembentukan karakter mandiri ini. Misalkan, anak mampu memakai sepatu sendiri, menyimpan tas sendiri, berani mencuci tangan sendiri ke kamar mandi tanpa dibantu guru maupun orang tuanya, dan bahkan mampu menyusun puzzle dengan membentuk gambar yang sempurna sendiri. 77

76 M. Quraish Shihab, “Tafsir Al Misbah Volume 13”, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 672.

77 Cucu Sunarti, dkk., “Pembentukkan Karakter Mandiri Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Montessori di Tk Al- Marhamah Cimahi”, (Jurnal Ceria), Vol. 1, No. 2, Maret 2018, h. 55- 56.

Sebagai orang tua atau pendidik terbiasa dengan melayani setiap hal-hal yang dibutuhkan anak tanpa memikirkan jika semua dilakukan maka akan berimbas untuk menghalangi aktivitas yang secra spontan dan aktivitas ini pastinya akan berguna bagi anak-anak. Sebagai orang tua tidak boleh menganggap anak sebagai boneka, yang mau melakukan apapun atau disuruh melakukakn sesuatu. Tugas orang atau pendidika adalah membantu anak untuk melakukakn kegiatan-kegiatan sederhana sehari-hari agar anak dapat menguasai keterampilan-keterampilan secara alami. 78