REVITALISASI KOMPETENSI PEDAGOGIK MENJADIKAN
siswa,
Pembelajaran aktif mempunyai prinsip bahwa cara belajar terbaik adalah dengan melakukannya, menggunakan semua inde- ra, mengeksplorasi lingkungannya, belajar dari pengalaman langsung dan konkret, serta berbagai bentuk pengalaman lainnya.
Keterlibatan aktif mendorong untuk aktif berpikir, untuk mendapatkan pengetahuan baru dan memadukannya dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Untuk memfasilitasi pembelajaran aktif digunakan berbagai strategi yang aktif dan konteks- tual, melibatkan pembelajaran bersama dan mengakomodasi perbedaan gender dan gaya belajar masing-masing orang.
Pembelajaran aktif juga dapat mengangkat pembelajar dari keterampilan berpikir tingkat rendah yakni tentang apa, dimana dan kapan hingga keterampilan berpikir tingkat tinggi, yakni tentang bagaimana dan mengapa (Nardi dan Karmini, 2014).
Dalam pembelajaran sastra selama ini, dorongan untuk mengembangkan kemam- puan berpikir dan memaknai sastra berbasis nilai kearifan lokal sangat kurang.
Hal itu terjadi tidak saja disebabkan oleh faktor guru tetapi juga oleh faktor siswa, karena perhatian siswa fokus hanya beberapa menit pada awal pembelajaran kemudian menurun mendekati akhir pembelajaran.Namun penyebab masalah yang paling utama adalah anak didik lebih banyak menggunakan indera pende- ngarannya dibandingkan visual (Hartono,2008). Itu sebabnya, begitu guru ke luar kelas, seiring dengan itu, materi yang diterimanya pun ikut menghilang, yang dipelajari di kelas cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang diungkapkan Konfucius:
Apa yang saya dengar, saya lupa Apa yang saya lihat, saya ingat Apa yang saya lakukan, saya paham Pembelajaran memiliki peranan sangat penting dalam pendidikan yang tidak bisa lepas dari keberadaan kompetensi guru.
Dalam konteks ini, pembelajaran sastra seharusnya mendapatkan perhatian lebih dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas anak didik terutama berkaitan dengan pembentukan karakter anak didik. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas pemahaman anak didik, guru dituntut kreatif memilih strategi pembelajaran.
Model pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Kemp (1977) mengartikan model pembelajaran merupa-
yang digunakan untuk menentukan maksud dan tujuan setiap topik/pokok bahasan, menganalisis karakteristik warga belajar, menyusun tujuan instruksional khusus, memilih isi pembelajaran, melakukan pretes, mengadakan dukungan pelayanan melaksanakan evaluasi dan membuat revisi (revise) (dalam Rahman, 2012:63; Nardi dan Karmini, 2014).
Berkaitan dengan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah revitalisasikompetensi pedagogik yang bagaimanakah menjadikan pem- belajaran sastra berbasis nilai kearifan lokal lebih bermakna? Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan kompetensi pedagogik yang menjadikan pembelajaran sastra berbasis nilai kearifan lokal lebih bermakna.
Data dikumpulkan dengan cara kuisioner, observasi, dan wawancara terhadap guru dan siswa SMP. Dalam pembelajaran sastra dimaksud digunakan sebuah strategi pembelajaran CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Composition tipe TTBCTDSP singkatan dari Telusuri, Tanyakan, Baca, Ceritakan, Tinjau, Diskusikan, Simpulkan, Presentasikan.
2.PEMBAHASAN
2.1 KOMPETENSI PEDAGOGIK
Proses pembelajaran merupakan suatu sistem. Untuk mengetahui kualitas pendidikan dapat dilihat dari komponen- komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran.
Komponen-komponen yang mempengaruhi kualitas pendidikan sangat banyak. Selama ini yang dianggap paling mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru.
Guru mempunyai tugas mengajar, yang merupakan suatu pekerjaan yang bertujuan dan bersifat kompleks serta memerlukan sejumlah keterampilan khusus yang didasarkan pada konsep dan ilmu pengetahuan yang spesifik.
Guru dituntut peka terhadap dinamika perkembangan masyarakat, baik perkem- bangan kebutuhan yang selamanya berubah, perkembangan sosial, budaya, politik, termasuk perkembangan teknologi.
Guru sebuah profesi, karena itu guru harus memiliki sejumlah kompetensi.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Guru dan Dosen Pasal 10 dikemukakan bahwa kompetensi guru mencakup kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Selanjutnya dalam rancangan keputusan pemerintah
kan suatu perencanaan pembelajaran, setiap kompetensi dijelaskan sebagai berikut.
1. Kompetensi pedagogis merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; pemahaman terhadap peserta didik; pengembangan kurikulum/silabus; perancangan pembelajaran; pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; pemanfaatan teknologi pembelajaran; evaluasi hasil belajar;
dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian mencakup kepribadian yang: mantap; stabil;
dewasa; arif dan bijaksana; berwibawa;
berakhlak mulia; menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri;
dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
3. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang meliputi kompetensi untuk: berkomunikasi lisan, tulisan, dan atau isyarat; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tuaatau wali peserta didik; dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.4.
Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam (Sanjaya, 2007:17-20).
Berkaitan dengan Kompetensi pedagogis, seorang guru semestinya memiliki dan menguasai beberapa peran dalam proses pembelajaran. Peran tersebut perlu diketahui, karena hal itu merupakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai penyandang profesi guru. Berbagai macamperan guru dalam pembelajaran dipaparkan di bawah ini, dan peran guru dimaksud dalam proses pembelajaran sangat perlu dioptimalkan (Sanjaya, 2007;
Karmini, 2010).
(1) Guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pel- ajaran. Guru yang baik jika menguasai materi pelajaran dengan baik, dan mampu berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya.
(2) Guru sebagai fasilitator mempunyai hakikat memberikan pelayanan untukmemudahkan siswa dalam
(3) Guru sebagai pengelola pembelajaran.
Karena itu, guru berperan dalam mencip-takan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa bukan mengajarnya guru.
(4) Guru sebagai demonstrator karena mempertunjukkan segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampai-kan. Hal ini erat kaitannya dengan pengaturan strategi pembelajaran yang lebih efektif.
(5) Guru sebagai pembimbing bertugas membimbing siswa agar dapat mene- mukan berbagai potensi yang dimilikinya, membimbing siswa agar rnencapai dan melaksanakan tugas- tugas perkembang-annya, sehingga tumbuh dan berkem-bang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
(6) Guru sebagai motivator supaya siswa dapat mengerahkan segala kemampuannya.
(7) Guru sebagai evaluator bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan keberhasilan siswa dalam menyerap materi dan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan.
2.2 NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL
Kearifan lokal padanan istilah local genius yang berarti ”kemampuan lokal atau setempat”. Kearifan lokal yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan setempat yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat Bali, yakni kemampu-an menerima unsur- unsur asing untuk dijadikan milik dan memperkaya kebudayaan sendiri tanpa kehilangan kepribadian. Potensi ini sangat penting untuk menghadapi proses globalisasi kebudayaan. Hal ini dinyatakan oleh WF Stuterheim dalam tulisannya berjudul India Influence in Old Balinese Art (1935) dengan menyatakan bahwa ”the Balinese applaid the aquired knowledge from Indonesian order arrives at his own system (Ardhana, 2005:35).
Kearifan lokal Bali merupakan nilai yang diintroduksi melalui ajaran agama Hindu.
Kearifan lokal dimaksud difungsikan dalam bentuk konsep-konsep kultur Bali, seperti konsep tri hita karana, desa kala patra, karmaphala, konsep taksu dan rasa jengah, konsep catur purusa artha, serta trikaya parisudha. Konsepsi tri hita karana adalah
kegiatan proses pembelajaran. konsep tiga penyebab kesejahteraan dalam kehidupan, yakni unsur parhyangan
(Tuhan), pawongan (manusia), dan palemahan (wilayah). Konsep ini berintikan keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan. Konsepsi desa kala patra meliputi ruang, waktu, dan kondisi real di lapangan (manusia), yang berintikan penyesuaian atau keselarasan serta dapat menerima perbedaan dan persatuan.
Konsepsi ini memberikan landasan yang luwes dalam komunikasi ke dalam maupun ke luar, sepanjang tidak menyimpang dari esensinya. Konsepsi karmaphala berlandaskan hukum sebab akibat, karena perbuatan yang baik akan selalu menghasilkan pahala yang baik dan demikian sebaliknya. Konsepsi ini merupakan landasan bagi pengendalian diri dan dasar penting bagi pembinaan moral dalam berbagai segi kehidupan (Ardhana, 2005:36-37). Konsepsi karmaphala ini erat kaitannya dengan konsep tri semaya, yakni persepsi orang Bali (Hindu) terhadap waktu. Menurut orang Bali, masa lalu atau athita, masa kini atau anaghata, dan masa yang akan datang atau warthamana, merupakan suatu rangkaian waktu yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kehidupan manusia pada saat ini, ditentukan oleh hasil perbuatan di masa lalu, dan perbuatan saat ini menentukan kehidupan di masa yang akan datang (Ardika, 2005:20). Konsepsi taksu dan rasa jengah merupakan dua konsep yang perlu dihayati dan dikembangkan, karena sangat relevan untuk menjaga ketahanan budaya dan keajegan Bali. Konsep catur purusa artha terdiri atas dharma, artha, kama, dan moksa digunakan untuk membina kehidupan yang seimbang material dan spiritual. Konsepsi ini memberikan perspektif bahwa masyarakat Bali membutuhkan segi material dan spiritual secara proporsional. Konsep ini bermakna keseimbangan hidup juga pengendalian diri. Konsepsi tri kaya parisudha terdiri atas manacika yakni berpikir yang benar, wacika yakni berkata yang benar, kayika yakni berbuat yang benar. Ketiga hal itu dapat menuntun hidup manusia dalam menjalankan tata laksana kehidupan bermasyarakat.
2.3 REVITALISASIKOMPETENSI PEDA- GOGIK MENJADIKAN PEMBELA- JARAN SASTRALEBIHBERMAKNA Tugas pokok seorang guru adalah
mengajar, akan tetapi guru juga harus belajar. Hasil kuisioner membuktikan hal itu, yakni semua guru menyatakan setuju bahkan sangat setuju, bahwa sebelum mengajar, guru harus belajar, yakni dengan melihat materi dalam kurikulum yang berlaku kemudian menyiapkan dan mempelajari materi, yang selanjutnya dituangkan ke dalam RPP. Dalam mempersiapkan RPP, seorang guru juga memikirkan strategi yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran supaya siswa aktif menemukan dan hasil pembelajarannya bermakna bagi siswa. Kewibawaan guru dapat dijaga hanya melalui cara membelajarkan siswanya.
Mengenai aktivitas pembelajaran riil dalam kelas, berdasarkan hasil observasi, kusioner, dan wawancara terhadap guru dan siswa dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
(1) Guru jarang menyampaikan tujuan pembelajaran sebelum memulai pembelajaran.
(2) Guru jarang memberikan layanan belajar, baik secara individual maupun kelompok.
(3) Guru lebih menekankan pencekokan konsep-konsep kepada peserta didik.
(4) Guru dominan menggunakan metode ceramah untuk membelajarkan materi sastra walaupun ada variasinya.
(5) Sumber pembelajaran utama adalah buku paket).
(6) Guru jarang (bahkan tidak sama sekali mengangkat nilai kearifan lokal selama pembelajaran berlangsung.
(7) Guru belum memanfaatkan secara optimal sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah dan di luar sekolah.
(8) Guru sebagai otoritas tunggal dalam pembelajaran sehingga peserta didik berposisi sebagai objek pembelajaran.
(9) Guru jarang melakukan evaluasi proses dan kesempatan peserta didik untuk mengajukan pertanyaan ataupun gagasan sangat sempit, karena pembelajaran didominasi oleh guru.
Berdasarkan hal itu, maka dilaksanakan sebuah strategi pembelajaran CIRC tipe TTBCTDSP. Tujuan penggunaan strategi CIRC tipe TTBCTDSP adalah untuk mengaktifkan siswa belajar dan hasil pembelajarannya lebih bermakna. Penting sekali memberikan penekanan pada arti penting aktivitas, dalam kaitannya
denganpenciptaan kondisi belajar dan tujuanyang
hendak dicapai. Tujuan akhirnya adalah agar pada diri siswa terjadi peristiwa belajar.
Sintaks langkah-langkah strategi pem- belajaran CIRC tipe TTBCTDSP sebagai berikut.
1. Guru menuliskan/menyampaikan kompetensi inti.
2. Guru menuliskan/menyampaikan kompetensi dasar.
3. Guru menuliskan/menyampaikan topik pembelajaran.
4. Guru menuliskan/menyampaikan tujuan pembelajaran.
5. Guru membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4-5 orang.
6. Guru memberikan wacana/teks sesuai dengan materi pembelajaran.
7. Guru menentukan batas waktu dalam mengerjakan tugasnya.
8. Guru membimbing peserta didik dalam hal teknis pelaksanaan pembagian tugas di kelompoknya supaya efisiensi waktu tetapi hasil maksimal. Misalnya: materi pembelajaran dibagi sesuai jumlah anggota kelompok yang tetap ada dalam kelompok kemudian hasilnya didiskusikan bersama di kelompoknya.
9. Guru membimbing peserta didik supaya melakukan penelusuran dengan tanda T = telusuri terlebih dahulu terhadap materi tugas yang diterimanya dalam kelompok.
Caranya dengan membaca cepat dan membaca sekilas atau skimming.
10. Guru membimbing peserta didik supaya membuat pertanyaan- pertanyaan terhadap materi tugas yang diterimanya dalam kelompok.
Pertanyaan yang dibuat dikaitkan dengan tujuan dan materi pembelajaran dengan tanda T = tanyakan. Pertanyaan yang dibuat hanya bertujuan untuk mengarahkan cara berpikir siswa untuk memahami materi pembelajaran.
11. Guru membimbing peserta didik supaya membaca materi bacaan dengan cermat dengan tanda B = baca. Pada saat siswa membaca, siswa diharapkan memberi tanda- tanda pada materi yang dianggap penting. Misalnya: memberi garis bawah, memberi warna dengan
lain: # ... #; * ... *; [ ... ]; < ... >; { ... };
► ....; dll. yang diberi warna sesuai selera siswa.
12. Guru membimbing peserta didik supaya menceritakan secara ringkas materi bacaan dari tugas yang diterimanya dalam kelompok dengan tanda C = ceritakan.
13. Guru membimbing peserta didik supaya melakukan tinjauan kembali dengan tanda T = tinjau) terhadap bacaan yang telah diisi tanda saat membaca tugas yang diterimanya dalam kelompok. Materi ditinjau kembali dengan melihat-lihat pada materi yangtelah diberi tanda-tanda.
14. Guru membimbing peserta didik supaya mendiskusikan dengan tanda D = diskusikan materi tugas kelompoknya terlebih dahulu dalam kelompok masing-masing. Setiap anggota kelompok menyampaikan pemahamannya terhadap materi tugasnya masing-masing kepada kelompoknya. Setiap anggota kelompok boleh memberikan masukan atau tanggapan atau penyempurnaan hasil pemahaman kelompoknya. Di sini tercermin adanya rasa saling menerima, saling menghargai, dan saling melengkapi.
15. Guru membimbing peserta didik supaya membuat simpulan materi tugas kelompoknya sesuai hasil diskusi di kelompoknya dengan tanda S = simpulkan
16. Guru mengarahkan serta membimbing peserta didik supaya mempresentasikan/ menampilkan materi tugas kelompoknya sesuai hasil kerja kelompok di depan kelas dengan tanda P = presentasikan.
Guru mengarahkan setiap kelompok supaya mempresentasikan hasil pemahamannya ke depan kelas. Guru juga memberikan pengarahan kepada setiap kelompok supaya menunjuk presentator untuk bertugas menyampaikan hasil pemahaman kelompoknya; menunjuk moderator untuk bertugas mengatur jalannya interaksi yang diharapkan; menunjuk pencatat untuk bertugas mencatat pertanyaan-pertanyaan dan saran darikelompok-kelompok lainnya; dan menunjuk penyanggah untuk bertugas menjawab pertanyaan kelompok lain yang ditujukan kepada
stabilo, memberi tanda rumput, atau tanda-tanda lain, misalnya antara
kelompoknya, tetapi anggota yang lainnya tetap boleh membantu
menjawab dan menyempurnakan jawaban terhadappertanyaan- pertanyaan dimaksud. Untuk keperluan presentasi, siswa mengatur/ menyiapkan meja dan kursi di depan kelas yang posisinya menghadap ke arah siswa yang mendengarkan presentasi. Dengan tujuan supaya siswa: berani tampil di depan orang banyak, berani bertatap muka dengan orang banyak, berani berbicara di depan orang banyak, bisa berbicara santun dan tegas di depan orang banyak saat memberikan sanggahan terhadap pertanyaan siswa lainnya, dan yang terpenting di atas semua itu, adalah pada siswa bisatumbuh rasa percaya diri.
17. Pada saat peserta didik
melaksanakan kegiatan
pembelajaran, sebaiknya guru tidak selalu duduk manis di tempat duduk guru. Guru harus mampu menempatkan posisi dan peran dirinya. Guru mampu mendorong siswa menjadi seorang pebelajar mandiri, questioner, problem solver, dan mampu mengembangkan harga dirinya. Peran guru bukan sebagai pengajuk otoriter. Guru sebaiknya power for dan power with dengan siswa. Power with terjadi apabila guru mampu bekerja secara berdampingan dengan siswa atas dasar prinsip kesederajatan dalam belajar bersama. Sementara power for terjadi apabila guru bekerja untuk kepentingan siswanya, seperti:
memfasilitasi proses belajar siswa, memberikan bimbingan intensif, memotivasi, memberi semangat, menunjukkan keakraban, mengarahkan dan mendukung siswa bagi tercapainya tujuan belajar.
18. Guru menyempurnakan dan mempertegas kembali kesimpulan yang dibuat peserta didik tentang materi yang ditugaskan.
3. PENUTUP
Pembelajaran sastra berbasis nilai kearifan lokal sangat penting diberikan kepada peserta didik untuk membentuk karakter mereka. Tujuannya adalah supaya peserta didik tidak melupakan akar budaya yang mendasari kehidupannya sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh situasi
makna bagi peserta didik dan dapat membentuk karakter mereka, maka kompetensi pedagogik penting sekali dan sangat perlu diutamakan. Satu di antara sekian banyak macam strategi pembelajaran, maka strategi pembelajaran CIRC tipe TTBCTDSP sangat tepat untuk pembelajaran sastra berbasis nilai kearifan lokal.
4.UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih disampaikan kepada Dirjen Dikti, Koordinator Kopertis Wilayah VIII Denpasaratas dana yang diberikan, terima kasih juga kepada Rektor IKIP Saraswati dan semua pihak yang memotivasi penulis dalam pelaksanaan penelitian dan dalam mewujudkan hasil penelitian ini.
5. DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, I Gst. Gede. 2005. ”Kearifan Lokal dan Ketahanan Budaya Bali”. Dalam Darma Putra dan Windhu Sancaya (ed). 2005.
Kompotensi Budaya dalam Globalisasi.
Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana dan Pustaka Larasan.
Ardika, I Wayan. 2005. ”Strategi Bali memp- ertahankan kearifan Lokal Di Era Global”.
Dalam Darma Putra dan Windhu Sancaya (ed). 2005. Kompotensi Budaya dalam Globalisasi. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana dan Pustaka Larasan.
Hamied, Fuad Abdul. 2012. Bahasa, Sastra dan Pengajarannya. Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia.
Denpasar: Pustaka Larasan bekerja sama dengan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha.
Hartono. 2008. “Strategi Pembelajaran Active Learning”.http://edu-articles.com/strategi- pembelajaran-active-learning/
Karmini, Ni Nyoman. 2010. Assesmen Penilaian Bahasa Indonesia. Tabanan: Saraswati Institut Press bekerja sama dengan Pustaka Larasan Denpasar.
Nardi, I Wayan dan Ni Nyoman Karmini. 2014.
“Revitalisasi Kompotensi Pedagogik Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Sastra Di Sekolah Menengah Pertama (Pengembangan Materi Berbasis Nilai Kearifan Lokal Berbantuan Modul Integratif).” Penelitian Hibah Bersaing.
Dana Dikti tahun 2014.
Sanjaya Wina. 2007. Strategi Pembelajaran:
Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Prenada Media Group.
zaman. Pembelajaran sastra berbasis nilai kearifan lokal supaya benar-benar memiliki