PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Berdasarkan meningkatnya prevalensi penyakit diabetes melitus dan risiko komplikasi pada penderita diabetes melitus, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Kalimantan Timur.
Tujuan Penulisan
- Tujuan Umum
- Tujuan Khusus
Pasien tampak gelisah dan murung. 2. Pasien dapat menggunakan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi kecemasan. 4. 5.1 Periksa tanda-tanda kecemasan. 5.2 Ciptakan suasana terapeutik bagi pasien. meningkatkan kepercayaan 5.3 Mendengarkan dengan penuh perhatian 5.4 Mendorong pasien untuk mengekspresikan diri. Pasien tampak gelisah dan depresi 2. Pasien dapat menggunakan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi kecemasan.
Manfaat Penulisan
- Bagi Penulis
- Bagi Tempat Penelitian
- Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Insulin, hormon yang diproduksi oleh pankreas, mengontrol kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Brunner & Suddart, 2015).
Klasifikasi
Kriteria Diagnosis
Diabetes melitus jenis khusus adalah penyakit kencing manis yang terjadi akibat rusaknya pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta mengganggu sel beta pankreas sehingga menyebabkan gagal memproduksi insulin secara teratur sesuai kebutuhan tubuh. Kadar glukosa plasma saat ini merupakan hasil penelitian jangka pendek dalam satu hari tanpa memperhitungkan waktu makan terakhir.
Etiologi
Ketidakmampuan tersebut terlihat dengan berkurangnya sekresi insulin setelah stimulasi glukosa, keadaan ini menyebabkan terhambatnya sekresi insulin yang cukup untuk menurunkan kadar glukosa postprandial pada jaringan perifer seperti jaringan adiposa dan jaringan otot (Raymond, 2016).
Faktor Resiko
Peningkatan Indeks Massa Tubuh (BMI) yang dipengaruhi oleh faktor gaya hidup seperti kelebihan berat badan atau kurang olahraga sangat berhubungan dengan berkembangnya penyakit diabetes melitus tipe II. Tekanan darah di atas 120/90 mmHg memiliki risiko dua kali lipat terkena diabetes melitus dibandingkan orang dengan tekanan darah normal (Brunner &.
Manifestasi Klinik
Persepsi klien terhadap penyakitnya adalah ujian dari Tuhan. Pasien tidak mengalami penurunan harga diri, misalnya takut dengan keadaan penyakitnya saat ini dan khawatir penyakitnya akan bertambah parah. Ibadahnya hanya ibadah dengan menunaikan shalat fardhu. ibadah hanya sesekali dan pasien sering berdzikir Kebersihan diri a. Pasien dibantu dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri seperti mandi dan mengganti popok 2. Pasien boleh makan dan membuka kancing. Pada pasien 1 terdapat masalah kadar gula darah yang tidak stabil, risiko defisit nutrisi, berkurangnya integritas jaringan, risiko infeksi dan kecemasan.
Sedangkan pasien II mengalami permasalahan kadar glukosa darah yang tidak stabil, gangguan integritas jaringan, hipertermia, kecemasan, defisit perawatan diri, dan inkoherensi.
Patofisiologi/Pathway
Komplikasi
Kelainan ini tampak bervariasi secara klinis tergantung lokasi sel saraf yang terkena (Brunner &.. 2) Komplikasi pada pembuluh darah besar (makrovaskular). Perubahan aterosklerotik pada pembuluh darah besar ekstremitas bawah menjadi penyebab meningkatnya kejadian penyakit oklusi arteri perifer pada pasien diabetes.
Penatalaksanaan
Latihan fisik dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga meningkatkan kontrol glukosa darah. Jika kadar glukosa darah <100 mg/dL sebaiknya pasien mengonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan jika >250 mg/dL dianjurkan menunda latihan fisik.
Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus
- Pengkajian Keperawatan
- Diagnosa Keperawatan
- Perencanaan Keperawatan
- Tindakan Keperawatan
- Evaluasi Keperawatan
Tanggal Diagnosa Keperawatan Pasien I Pasien II. D.0027) Ketidakstabilan kadar gula darah (hiperglikemia) berhubungan dengan resistensi insulin. Hasil pengkajian menunjukkan terdapat masalah defisit perawatan diri pada pasien II, sedangkan masalah tersebut tidak ditemukan pada pasien I.
METODE PENULISAN
Subjek Studi Kasus
Subyek dalam studi kasus ini adalah dua orang pasien dengan diagnosa medis diabetes melitus tipe II yang dirawat di Ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Kalimantan Timur.
Batasan Istilah
Lokasi dan Waktu Studi Kasus
Prosedur Penulisan
Hasil evaluasi menunjukkan adanya risiko defisit nutrisi pada pasien I, sedangkan masalah tersebut tidak ditemukan pada pasien II. Adanya defisit perawatan diri pada pasien II ditandai dengan kebutuhan kebersihan diri pasien yang dibantu oleh keluarga, pasien tidak dapat ke toilet sehingga menggunakan popok. Hasil evaluasi menunjukkan pasien II mengalami masalah hipertermia, sedangkan pasien I tidak mengalami masalah tersebut.
Dari hasil studi kasus tersebut diketahui bahwa masalah kecemasan teratasi yang ditunjukkan dengan penurunan skala HARS pada pasien I dengan skor 13 pada kategori tidak cemas dan pada pasien II dengan skor 14 pada kategori tidak cemas. kategori kecemasan ringan. Pada studi kasus penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus tipe II, penulis menemui beberapa kendala yang menjadi keterbatasan dalam penyusunan studi kasus ini. Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien I dan pasien II penderita diabetes melitus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda ruang flamboyan, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut.
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada pasien 1 dan pasien 2 sudah sesuai dengan intervensi yang direncanakan berdasarkan teori yang ada dan sesuai dengan kebutuhan pasien diabetes melitus tipe II. Pada evaluasi penulis pada pasien 1, berdasarkan kriteria yang penulis susun untuk pasien I dan II, terdapat 2 diagnosa yang belum terselesaikan yaitu ketidakstabilan kadar glukosa darah dan gangguan integritas jaringan. Hubungan kecemasan dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus di RS DKT Yogyakarta.
Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
Keabsahan Data
Untuk membuktikan kualitas data yang diperoleh secara studi kasus menghasilkan data dengan validitas tinggi. Data primer dari studi kasus berikut diperoleh dari wawancara observasi langsung dan pemeriksaan fisik pasien secara langsung. Data sekunder meliputi sumber data studi kasus yang diperoleh melalui media perantara maupun tidak langsung seperti data kerabat atau keluarga pasien.
Diambil dari catatan perawatan klien atau rekam medis klien, yaitu riwayat penyakit atau pengobatan klien di masa lalu.
Analisis Data
Berdasarkan hasil penelitian Raymond (2016), penyebab hiperglikemia pada penderita diabetes tipe II adalah resistensi insulin atau berkurangnya kemampuan insulin dalam merangsang insulin. Setelah 4 hari dilakukan asuhan keperawatan untuk diagnosis ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin, ditetapkan bahwa masalah keperawatan belum teratasi, menunjukkan glukosa darah puasa pasien I adalah 215 mg/dL dan kadar glukosa saat ini adalah 190 mg. /dl, sedangkan pada pasien II kadar glukosa puasa 278 mg/dl dan kadar glukosa saat ini 220 mg/dl. Hipertermia pada pasien II ditandai dengan suhu tubuh 38,5oC, denyut nadi 84 kali/menit, menggigil dan kulit hangat.
Penilaian skala HARS pada pasien I menunjukkan skor 18 dan skala HARS pada pasien II menunjukkan skor 19, menunjukkan bahwa kedua pasien mengalami kecemasan sedang. Berdasarkan hasil pengkajian, pasien II menyatakan suka menyantap makanan yang dibawa keluarga pada saat kunjungan seperti roti dan kerupuk, kadar gula darahnya 230 mg/dL yang menunjukkan adanya gangguan kesehatan berupa hiperglikemia masih ada, dan terdapat tukak diabetik yang merupakan komplikasi diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe II, yang perlu diperhatikan pada pasien diabetes melitus tipe II adalah penilaian terhadap sistem endokrin, integumen, dan psikologis.
Ketidakpatuhan pada pasien II sering terjadi pada penderita penyakit kronis seperti diabetes melitus akibat proses pengobatan yang lama. Dalam pengembangan ilmu keperawatan diharapkan dapat menambah keluasan ilmu keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus tipe II dan menjadi referensi dan bahan perbandingan dalam melakukan penelitian bagi peneliti selanjutnya. Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien hipertermia di ruangan rumah sakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Lokasi Penelitian
01, Desa Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, RSUD ini dibangun pada tahun 1933, RSUD Abdul Wahab Sjahranie merupakan RS tipe A sebagai RS rujukan, terdapat fasilitas pelayanan IGD 24 jam, Poliklinik Spesialis , Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi Bedah Sentral, Farmasi, Instalasi Gizi, Histologi/. Kamar Mayat, Fisioterapi, Ruang Kemoterapi, SSSD, Ruang Intensif Terpadu, Ruang Hemodialisis, Ruang Bersalin/UK, Gedung Paviliun, Instalasi Rawat Inap (kelas I, II, III dan VIP). Dalam studi kasus ini, peneliti melakukan studi kasus di ruang Flamboyan, yaitu ruang rawat inap untuk pasien yang diterima langsung dari IGD atau dari poliklinik.
Data Asuhan Keperawatan
- Pengkajian Keperawatan
- Diagnosa Keperawatan
- Intervensi Keperawatan
- Implementasi Keperawatan
- Evaluasi Keperawatan
Identitas Pasien Pasien I Pasien II Kenyamanan/Nyeri Tanpa Nyeri Tanpa Nyeri Status Fungsional. Simetris, kepala bersih, distribusi rambut merata, rambut hitam mulai beruban dan tidak ada kelainan. BDM 1700 Kkal dan dikonsumsi hanya setengah dari porsi yang diberikan. Pasien mengatakan dia tidak memiliki alergi atau intoleransi apapun.
Lapisannya lepas, lapisannya bersih, tidak ada drainase. berwarna kemerahan ukuran 5x4 cm dan tidak berbau, tidak ada tanda-tanda infeksi.
Pembahasan
Untuk mengatasi keadaan hiperglikemik tersebut, pasien I diberikan insulin yang mendapat terapi insulin apidra 3x7 unit dan lantus 0-0-13 unit, sedangkan pasien II mendapat terapi novorapid 3x6 unit dan levemir 0-0-11 unit. Selain pemberian insulin, dilakukan edukasi manajemen diabetes, edukasi kepada pasien meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga mengenai manajemen diabetes, namun tidak menunjukkan adanya peningkatan perilaku dalam mematuhi manajemen diabetes. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dilakukan perawatan luka pada pasien I setiap 2 hari sekali dan pada pasien II dilakukan perawatan luka setiap hari. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah teknik perawatan luka yang digunakan.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai defisiensi perawatan diri pada pasien II, terdapat peningkatan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan diri secara mandiri untuk beberapa aktivitas seperti makan dan berpakaian, meskipun hanya terkurung di tempat tidur, misalnya. perawatan diri, mandi dan ke toilet, mereka masih memerlukan bantuan dari keluarga. Menggigil yang terjadi pada penderita disebabkan oleh mekanisme vasokonstriksi untuk menjaga keseimbangan suhu tubuh (Yondri, 2014). Hasil pengkajian pada pasien I terdapat risiko infeksi yang dibuktikan dengan rusaknya integritas jaringan yang diindikasikan pada pasien I, leukosit 9,32 10'3 ul, tekanan darah 140/70 mmHg, denyut nadi 92 kali/ menit, pernapasan 21 kali/menit, dan suhu 36,5oC.
Pada penderita diabetes terjadi ketidakstabilan kadar glukosa darah, yang diamati pada pasien I dengan glukosa darah 241 mg/dl dan pada pasien II 230 mg/dl, disertai dengan adanya tukak diabetik sebagai salah satu komplikasinya. diabetes yang pada pasien II terjadi defisit, perawatan diri dan hipertermia akibat infeksi, perubahan psikologis pada pasien diabetes sehingga menimbulkan kecemasan dan penurunan nafsu makan pada pasien I. Kami berharap hasil penelitian yang telah dilakukan dapat digunakan sebagai acuan dan bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian terhadap pasien diabetes tipe II khususnya dalam memotivasi pasien dalam mengelola penyakit diabetesnya dengan mengatur pola makan, aktivitas fisik, pemantauan gula darah dan kepatuhan dalam berobat. Bagi pasien diabetes tipe II sebaiknya memberikan motivasi dan semangat yang lebih besar dalam berobat jalan, dan dalam melakukan perawatan luka ulkus diabetikum sebaiknya dapat menggunakan metode perawatan luka yang modern dengan balutan yang disesuaikan dengan kondisi luka.