• Tidak ada hasil yang ditemukan

tugas terstruktur - Spada UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "tugas terstruktur - Spada UNS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS TERSTRUKTUR

Disusun untuk Memenuhi Tugas Daring Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling yang Diampu Oleh

Dr. Naharus Surur, M.pd.

Disusun oleh :

Nama : Anisatun Nuzula Fitriani NIM : K5418013

Kelas : A

PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2020

(2)

Penjelasan Tugas:

Studi Kasus Forum

 Download materi pembelajaran yang ada di spada ataupun WAG.

 Pahami isi materi.

 Dengankan penjelasan materi yang diberikan melalui VN (voice notes)

 Tanyakan hal-hal yang belum jelas melalui spada atau WAG

 Pilihlah salah satu kasus berdasar identifikasi permasalahan pada pertemuan 13 (lebih baik kasus peserta didik yang Anda kenal) dan dalami permasalahan tersebut melalui tahapan studi kasus.

 Tugas di upload di spada paling lambat hari Jumat, 15 Mei 2020, Pk. 23.30.

Jawab:

Dalam hal ini saya memilih mendalami permasalahan yang dialami oleh peserta didik yaitu dalam Menerima diri dan mengembangkan secara efektif, meliputi: Kurang merasa bangga dengan keadaan diri sendiri, konsep diri yang negatif, dan lain sebagainya.

Pada usia remaja di sekolah sebagai seorang peserta didik yang sedang berkembang berusaha untuk mencapai taraf perkembangan pribadi dalam berbagai aspek kehidupan. Symonds (dalam Agustiani, 2006:143) menyatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat individu dilahirkan, melainkan berkembang secara bertahap seiring dengan munculnya kemampuan perseptif. Konsep diri penting artinya karena peserta didik dapat memandang diri dan dunianya, tidak hanya mempengaruhi perilaku peserta didik, tetapi juga tingkat kepuasan yang diperoleh dalam hidupnya.

Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mulyana (2000:7) bahwa konsep diri itu penting adanya agar individu dapat mengenal siapa dirinya yang sebenarnya, dan informasi tersebut diperoleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada dirinya. Setiap peserta didik pasti memiliki konsep diri, baik positif atau negatif.

Peserta didik yang memiliki konsep diri positif ia akan memiliki dorongan mandiri lebih baik, dapat mengenal serta memahami dirinya sendiri sehingga dapat berperilaku efektif dalam berbagai situasi. Sependapat dengan apa yang dikemukakan menurut Rakhmat (2007:104) menyatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif ia akan mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik, memiliki keyakinan pada kemampuannya

(3)

mengatasi persoalan, merasa sama dengan orang lain, serta sanggup menerima dirinya sendiri. Sedangkan peserta didik yang memiliki konsep diri negatif ia akan memandang dan meyakini bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidupnya sendiri.

Dalam hal ini saya mengambil contoh bahwa kekurangan fisik menjadi salah satu faktor penyebab peserta didik di sekolah memiliki konsep diri yang negatif. Selain itu perilaku seperti tidak percaya diri, cenderung menyalahkan takdir Tuhan, dan faktor intelektual yang kurang memahami pelajaran juga menjadi faktor pemicu timbulnya konsep diri negatif peserta didik. Jika tidak segera ditangani kasus tersebut secara cepat dan efektif, maka akan berdampak lebih buruk bagi psikologis peserta didik. Jika masalah tersebut bertambah parah, kemungkinan peserta didik untuk membolos atau bahkan berhenti dari dunia pendidikan bisa saja terjadi. Hal ini akan mengakibatkan suramnya masa depan peserta didik karena harus putus sekolah. Oleh sebab itu, saya tertarik untuk melakukan studi kasus terhadap kasus peserta didik yang mengalami kesulitan tentang memahami konsep dirinya.

1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi oleh peserta didik. Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap identifikasi masalah yaitu peneliti mengenal kasus atau masalah serta gejala- gejala yang nampak pada peserta didik yangm memiliki konsep diri negatif dengan mengamati karakteristik peserta didik menggunakan teknik observasi dengan alat pengumpul datanya panduan observasi. Salah satu cara untuk memudahkan dalam menyatakan identifikasi masalah adalah dengan mengetahui secara jelas apa yang dihadapi. Dalam identifikasi masalah konselor berupaya menentukan hakikat masalah yang dihadapi konseli dan mengambil suatu kesimpulan dengan menggunakan klasifikasi masalah.

2. Analisis

Langkah pengumpulan informasi tentang diri peserta didik beserta latar belakanganya. Informasi atau data yang dikumpulkan mencakup segala aspek kepribadian, seperti kemampuan, minat, motivasi, kesehatan fisik, dan

(4)

karakteristik lainnya. Tujuan analisis yaitu untuk mengetahui secara mendalam dan luas tentang masalah yang dihadapi oleh peserta didik serta untuk memberikan bantuan yang tepat pada peserta didik. Pada tahap analisis data dikumpulkan secara mendalam dan disajikan dalam bentuk yang terorganisir.

Maka dapat diperoleh dalam tahap analisis bahwa hubungan peserta didik dengan keluarganya baik. peserta didik dekat dengan kedua orang tuanya. peserta didik selalu melakukan apa yang dikatakan oleh kedua orang tuanya. Dalam keluarganya peserta didik dikenal anak yang sopan, ramah dan penurut..

Hubungan peserta didik dengan guru bahwa peserta didik ini tidak pernah melawan guru apalagi menantang guru. Saat berada di sekolah peserta didik , selalu menyapa guru jika ada yang melewati depannya. peserta didik tidak bermasalah dengan guru-guru yang ada disekolah

3. Sintesis

Usaha untuk merangkum, menggolong-golongkan, dan menghubung- hubungkan data yang telah terkumpul sehingga menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri peserta didik. Untuk diperoleh pemahaman secara keseluruhan tentang siapa diri peserta didik sebenarnya, serta gambaran masalah apa yang dihadapi peserta didik. Menyimpulkan bahwa peserta didik mengalami masalah.

Dalam tahap sintesis tersebut dapat disimpulkan peserta didik mengalami masalah dilihat dari:

 Faktor psikologis adalah keadaan psikologis subyek kasus yang mempengaruhi konsep dirinya. Fikar Evhy (2014), menyatakan bahwa faktor psikologis yang mempengaruhi konsep diri negatif siswi diantaranya pikiran, perasaan, dan emosi. Faktor psikologis yang mempengaruhi konsep diri negatif peserta didik diantaranya pikiran, perasaan, dan emosi.

 Faktor sosiologis adalah faktor yang berhubungan dengan hubungan subyek kasus terhadap lingkungan interaksi sosialnya. Dari studi kasus yang saya mabil bahwa peserta didik merupakan anak yang tidak terlalu aktif dalam hubungan sosial dengan teman sekolahnya. Di dalam kelas saja peserta didik duduk di bangku sendirian, ia juga termasuk anak yang cenderung pendiam

(5)

dalam berkomunikasi. Meskipun kurang aktif dalam bidang sosial namun ia memiliki beberapa teman yang ia kenal baik.

4. Diagnosis

Langkah diagnosis dilakukan dengan menetapkan masalah peserta didik yang memiliki konsep diri negatif berdasarkan temuan analisis dari identifikasi yang menjadi penyebab timbulnya masalah.

Diagnosis merupakan langkah untuk mencari faktor- faktor yang menjadi penyebab dari masalah yang sedang dihadapi oleh peserta didik . Berdasarkan pengamatan yang diperoleh dari hasil identifikasi, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyebab peserta didik memiliki konsep diri yang negatif disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

 peserta didik tidak memahami dirinya secara keseluruhan sehingga peserta didik minder dengan keadaannya.

 peserta didik menganggap teman sekelasnya tidak menyukai dia sehingga tidak percaya diri karena dari keluarga kurang mampu dan menarik diri dari pegaulan dengan semua teman-temannya.

5. Prognosis

Setelah menetapkan masalah peserta didik yang memiliki konsep diri negatif tersebut, maka direncakanlah alternatif bantuan yang tepat untuk diberikan kepada peserta didik sesuai dengan permasalahan yang dialami. Alternatif bantuan yang direncanakan dan ditetapkan kepada peserta didik yaitu dengan menggunakan pendekatan konseling REBT dengan teknik menyerang rasa malu.

Dan juga dengan menggunakan pendekatan model konseling Terapi Rasional Emotif untuk mengubah pemikiran peserta didik yang irasional menjadi rasianoal dan Behavioral untuk memperbaiki tingkah laku peserta didik yang salah. Teknik yang digunakan adalah teknik konfrontasi, teknik didaktik, pengondisian operan dengan metode penguatan positif, dan teknik pemberian tugas.

6. Treatment

Langkah yang dilakukan dengan merealisasikan alternatif bantuan berdasarkan masalah dan latar belakang yang menjadi penyebab. Pada langkah ini dilaksanakanlah teknik menyerang rasa malu pada peserta didik.

(6)

Langkah yang harus disiapkan oleh peserta didik hanyalah menyiapkan diri dan mentalnya sesiapkan mungkin. Sebelum teknik dilaksanakan, konselor bertanya terlebih dulu kepada peserta didik tentang hal apakah yang membuatnya merasa minder jika berada di lingkungan sekolah atau di dalam kelasnya. peserta didik memberikan jawaban bahwa yang membuatnya selalu merasa minder dan tidak nyaman apabila berada di sekolah yaitu ia sangat malu ketika berusaha untuk berkomunikasi dengan teman-temannya. Setiap peserta didik akan berbicara dengan teman-temannya, peserta didik merasa bahwa teman-temannya tersebut seperti mengacuhkan dirinya.

Hal tersebutlah yang membuat peserta didik menjadi anak yang lebih menyukai kesendirian dan menjadi anak yang cenderung pendiam. Ia berpikir bahwa teman-temannya seolah tidak menginginkan kehadiran dirinya dan membuat peserta didik merasa takut untuk mencoba berkomunikasi kembali dengan teman sekolahnya. Dari pernyataan yang dijelaskan oleh peserta didik , peneliti kemudian mengarahkan peserta didik untuk berusaha kembali melawan ketakutannya berkomunikasi dengan teman sebayanya itu. Dengan membuat peserta didik memperkenalkan dirinya kepada temantemannya baik di dalam kelas maupun di luar kelas, kemudian mengatakan bahwa siapa dirinya, menceritakan hobi yang peserta didik senangi kepada mereka, dan memberitahu mengenai kelebihan dan kekurangan dirinya tersebut.

7. Follow Up

Setelah diperoleh hasil dari tahap treatme nyang didapat, maka dilakukan langkah follow up untuk melihat perkembangan selanjutnya dari diri peserta didik tersebut dalam jangka waktu yang lebih jauh agar peserta didik dapat mengalami perubahan diri dan karakternya secara optimal dengan bekerjasama dengan masing- masing pihak yang terkait dengan peserta didik seperti wali kelas, guru mata pelajaran, dan orangtua peserta didik.

Peserta didik akan tetap mempertahankan perubahan yang sudah ada, dan kedepannya peserta didik akan terus bersikap untuk lebih aktif di dalam kelas baik itu saat sedang menerima pelajaran kelompok ataupun individu, ataupun saat sedang berkomunikasi dengan teman-teman. Dan yang terpenting bagi peserta didik sendiri akan selalu tetap bersyukur untuk menerima kekurangan diri apa

(7)

adanya. Berkerjasama dengan wali kelas guna untuk memonitor perkembangan dan perubahan-perubahan pada diri peserta didik agar tetap bertahan. Serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi kemampuan minat dan bakat yang ia miliki. Berkerjasama dengan guru mata pelajaran untuk melihat perkembangan dan perubahan-perubahan yang ada pada diri peserta didik agar tetap terpelihara ke kondisi yang positif.

Selain itu melibatkan peserta didik dalam diskusi kelompok yang lebih terlaksana dengan sering agar peserta didik bisa dapat lebih aktif dalam mengemukakan pendapat yang ada dipikirannya supaya peserta didik bisa lebih aktif lagi di kelas. Bekerjasama dengan orang tua, agar orang tua tetap memantau perubahan dan perkembangan anaknya. Dengan memberikan pujian dan hadiah pada diri anak supaya perubahannya tetap bertahan dan selalu senantiasa memberikan dukungan dalam berbagai hal kepadanya agar tetap semangat.

Jadi pada dasarnya masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki dewasa. Pada akhir masa remaja, seorang siswi jiwanya sudah tidak mudah terpengaruh serta sudah mampu untuk memilih dan menyeleksi. Siswi juga mulai belajar bertanggung jawab pada dirinya, keluarga, dan lingkungan, mulai sadar akan dirinya sendiri dan tidak mau diperlakukan seperti anak-anak lagi. Proses perkembangan dapat membantu terbentuknya konsep diri pada siswi yang bersangkutan. Hal ini karena perkembangan konsep diri merupakan suatu proses yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan manusia.

Calhoun dan Acocella, 1990 (dalam Saifullah, 2016:206) menyatakan bahwa ada dua tipe individu yang memiliki konsep diri negatif, yaitu:

1) Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang dihargai dalam kehidupannya.

2) Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras sehingga menciptakan perilaku yang kurang baik. Untuk mengatasi masalah peserta didik ini maka

(8)

Guru Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu pendidik di sekolah yang harus berperan aktif dalam mengembangkan konsep diri positif peserta didik, serta mengubah konsep diri negatif tersebut menjadi konsep diri yang positif demi perkembangan diri peserta didik yang lebih baik.

Noted: Dalam studi kasus yang saya ambil seperti halnya penjelasan diatas bahwa yang di maksut peserta didik disini adalah pengalaman dari diri saya sendiri, sehingga kurang lebihnya begitulah apa yang saya rasakan dulu. Terimakasih :)

(9)

Daftar Pustaka

Abu Ahmadi. 1991. Bimbingan dn Konseling di sekolah. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Achmad Jutika Nurihsan. 2016. Bimbingan & Konseling Bandung : PT Rafika Aditama.

Dewa Ketut Sukardi. 2010. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Ketut, D dan Made, D. 1990. Pedoman Praktis Bimbingan Penyuluhan di Sekolah.

Jakarta: Rineka Cipta.

Nayak, A. 1997. Guidance and Counseling. New Delhi: Aph Publishing Corporation.

Nurihsan, J. 2003. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.

Prayitno. 1987. Profesional Konseling dan Pendidikan Konselor. Padang: FIP IKIP.

Surya, M. 1988. Dasar-dasar Penyuluhan Konseling. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPLPTK .

Tohrin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi).

Jakarta:Kharisma Putra Utama Offset.

Winkel, W. S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta:

Gramedia.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun masalah konsep diri peserta didik dapat dikategorikan masalah pribadi sosial, karena peserta didik yang memiliki konsep diri negatif tidak hanya berpengaruh buruk

Dengan praktek dan diskusi kelompok Dengan praktek dan diskusi kelompok peserta didik dapat menerapkan layout dan komposisi peserta didik dapat menerapkan layout dan komposisi

Melaksanakan BK terhadap minimal 75 peserta didik bagi wakil kepala sekolah yang berlatar belakang BK.. Membuat usulan kepada kepala sekolah dan mengusahakan terpenuhinya tenaga,

pelayanan bimbingan konseling diantaranya membantu peserta mengidentifikasi peserta didik yang membutuhkan bimbingan konseling, mengalihtangankan serta menerima alih tangan dari guru

IX Menjelaskan perkembangan moral yang terjadi pada diri peserta didik a Ruang lingkup perkembangan moral b Perkembangan emosi menurut Freud, Jean Piaget, Kohlrberg dan Bandura 1,

DEFINISI KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK MERUPAKAN CIRI ATAU SIFAT DANATRIBUT YANG MELEKAT PADAPESERTA DIDIK YANG MENGGAMBARKAN KONDISI PESERTA DIDIK, MISALNYA GAYA BELAJAR,

Pengertian Identifikasi permasalahan peserta didik terkait bidang belajar adalah proses pemberian bantuan guru bimbingan dan konseling atau konselor kepada peserta didik atau konseli

Diagnosis Berdasarkan identifikasi data yang telah diperoleh, maka dapat ditetapkan bahwa faktor penyebab rendahnya prestasi belajar konseli yaitu sebagai berikut : a Faktor yang