' Campus ' C
Organised by:
Faculty of Psychology and Education Universiti Malaysia Sabah
&
Postgraduate Program Universitas Negeri Jakarta
CONFERENCE PROCEEDINGS
INTERNATIONAL CONFERENCE ON EDUCATION 2014 (ICEdu14)
^Uheme.
'(SLmp^erin^ GLducators,
Gutucationand Q^Cenorin^ ^eachin^ ^rofession
4-6 June 2014
Faculty of Psychology and Education Universiti Malaysia Sabah
Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia
UMS !?•
numbers 1. ANALYSIS ACADEMIC SERVICE AT PROGRAM STUDY
MAGISTER EDUCATION MANAGEMENT PROGRAM PASCASARJANA STATE UNIVERSITY OF JAKARTA
Dwi Deswary1
1Lecturer Program Study Education Management Program Pascasarjana State University of Jakarta
1-12
2. MULTIDIMENSIONAL RELIABILITY OF INSTRUMENT FOR MEASURING ATTITUDES TOWARD PHYSICS USING SEMANTIC
DIFFERENTIAL SCALE
Gaguk Margono1
1Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta, Kampus UNJ, Jl. Rawamangun Muka,
Rawamangun, Jakarta 13220
13-20
3. ENGLISH LEARNING IN GRADE IV OF ELEMENTARY (Descriptive Study in Sekolah Dasar Laboratorium PGSD FIP
Universitas Negeri Jakarta)
Mohamad Syarif Sumantri1
1Primary educarion Program, Jakarta State University
21-28
4. THE COMPARISON OF ITEM INFORMATION FUNCTIONS IN PARALLEL LEST WITH THE MODEL OF L2P
Yuliatri Sastra Wijaya1
1Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
29-35
5. EVALUASI MANAJEMEN PROGRAM PRIMA PADA PENINGKATAN PRESTASI WUSHU INDONESIA
Moch. Asmawi1
1Universitas Negeri Jakarta
36-44
6. KETERAMPILAN SHOOTING SEPAKBOLA
STUDI KORELASIONAL PANJANG TUNGKAI, DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI, PERCAYA DIRI DENGAN KETERAMPILAN SHOOTING
PERMAINAN SEPAKBOLA PADA KLUB SEPAKBOLA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA TAHUN 2013
Muchtar Hendra Hasibuan, Sofyan Hanif
45-55
7. THE EFFECT OF COOPERATIVE LEARNING (STAD) AND ENTRY BEHAVIOR TO THE STUDENTS’ MATHEMATICS LEARNING
RESULT
Nurdin Ibrahim1
1Jakarta State University
56-66
TEACHERS COMMITMENT IN THE HIGH SCHOOL BALI PROVINCE
I Ketut R. Sudiarditha
Fakulty of Economic, Universitas Negeri Jakarta
9. PARENTING, AND CAREER SELECTION STUDENTS ACCELERATION OF SENIOR HIGH SCHOOL IN JAKARTA
Hartini Nara1
1Department of Special Education Faculty of Education University of Jakarta
83-93
10. MEASURING INTEREST OF TEACHING PROFESSION
Muchlas Suseno1
1Department of Primary Education, Postgraduate Program, State University of Jakarta
94-99
11. KONTRIBUSI PENDIDIKAN SEJARAH DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER GENERASI EMAS INDONESIA
Prof. Dr. Tuti Nuriah M.Pd. 1
1Universitas Negeri Jakarta
100-105
12. PENGARUH BUDAYA SEKOLAH TERHADAP KINERJA KEPALA SEKOLAH: PENELITIAN PADA KEPALA SMPN
DI KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR Matin1
106-114
13. PENERAPAN PRINSIP KESANTUNAN DALAM BERBAHASA Ninuk Lustyantie1
115-123
14. KONSEP PENDIDIKAN YANG AKOMODATIF TERHADAP NILAI BUDAYA LOKAL DI INDONESIA
Prof. Dr. R. Madhakomala1
1Universitas Negeri Jakarta
124-134
15. EFEKTIVITAS PELATIHAN GURU MATA PELAJARAN
Burhanuddin Tola1
1Graduate School, State University of Jakarta
135-161
16. PARAMETER ESTIMATION AND EQUATING METHOD ON SMALL SAMPLE SIZE BASED ON
ITEM RESPONSE THEORY
Wardani Rahayu1
1Jakarta State University
162-167
Suwirman Nuryadin1
1Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
1 ANALYSIS ACADEMIC SERVICE AT PROGRAM STUDY MAGISTER
EDUCATION MANAGEMENT PROGRAM PASCASARJANA STATE UNIVERSITY OF JAKARTA
Dwi Deswary1
1Lecturer Program Study Education Management Program Pascasarjana State University of Jakarta
Abstract
This Research purpose to know in descriptive about customer expectation to grads will relate networked interest grads, interest what must sharpened according to workplace each grad, and interest what must developed in academic service. Method that used by is method survey customer, that is to describe customer expectations that obtained from questionnaire how many they expect and feel something (derived satisfaction). Result of these research explain be needed competence bases science area (professionalism), visionary leadership, interdisciplinary knowledge broadness science, moral integrity in working, effective communication ability, team cooperation that solid, ability uses Information Technology, ability quiesently and also active, and ability to develop it-self. Prodi MP S2 must sharpen core interest that related to professionality as the education organizer, that is ability in plans, management, and control to good education management at institutional level, area autonomy (Otda), and also at national level. Prodi MP S2 in academic service, that is give service according to need stakeholders.
Keyword: Academic service, need stakeholders, Program Study Magister Education Management.
PENDAHULUAN
Prodi MP S2 berupaya untuk mewujudkan pelayanan prima yang merupakan upaya besar Program Pascasarjana UNJ sebagai Center of Excellent. Wujud yang dapat diberikan oleh Prodi adalah melalui penyediaan layanan akademik dan administratif yang berkualitas, cepat, dan sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan stakeholders. Muara dari pelayanan prima ini adalah kepuasan stakeholders Prodi MP S2 Program Pascasarjana UNJ yang meliputi mahasiswa, dosen, pegawai administratif (TU), pengguna lulusan, serta pengguna hasil penelitian dan pengabdian masyarakat.
Kompetensi yang diharapkan program studi MP S2 UNJ memang sudah seharusnya dapat menjawab kebutuhan yang diperlukan di dalam dunia kerja para lulusannya. Kompetensi para lulusan ini akan berimbas pada keprofesionalan mereka yang sangat dibutuhkan demi mewujudkan kualitas pendidikan dan daya saing sumber daya manusia (SDM) yang dapat memasuki era pasar bebas minimal di tingkat ASEAN. SDM yang merupakan bagian dari instrumental input dalam sistem penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu infrastruktur utama yang dapat mendukung lembaga ke arah perwujudan mutu yang diharapkan dan daya saing tersebut. Melalui kualitas layanan yang diberikan sebagai salah satu indikator kinerja SDM dapat diketahui apakah suatu lembaga pendidikan akan dapat mencapai efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuannya. Untuk itu, dalam suatu lembaga pendidikan diperlukan kemampuan SDM yang prima untuk mengaplikasikan fungsi-fungsi pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pembinaan. Kemampuan SDM dalam proses manajemen perlu mengaplikasikan fungsi-fungsi pokok manajemen yang senantiasa berorientasi mutu, yaitu perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan peningkatan mutu. Pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang berorientasi mutu secara efisien dan efektif diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan yang diharapkan dapat memenuhi kepuasan pelanggan. Dengan demikian kepuasan pelanggan sebagai respons pelanggan terhadap upaya manajemen di dalam menyediakan produk layanan jasa yang memenuhi harapan pelanggan akan dapat diwujudkan. Untuk memperjelas permasalahan ini, maka penting bagi Prodi untuk mengkaji tentang “Analisis Layanan Akademik pada
2 Program Studi Magister Manajemen Pendidikan (Prodi MP S2) Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta” guna mewujudkan mutu layanan yang diharapkan.
TINJAUAN PUSTAKA Manajemen dan Kinerja
Griffin (2004:7) menjelaskan manajemen merupakan rangkaian aktivitas termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan; pengorganisasian; kepemimpinan; dan pengendalian yang diarahkan pada sumber daya organisasi (manusia, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Kepemimpinan pendidikan yang patut untuk dikaji ulang oleh para pemimpin pendidikan di Indonesia adalah kemampuan di dalam menerapkan apa yang dikatakan tokoh pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara dengan: (a) Ing ngarso sung tulodho,yaitu pemimpin tampil di depan untuk memberikan contoh, keteladanan, mengarahkan, membina, menunjukkan; (b) Ing madyo mangun karso, yaitu pemimpin bekerja bersama staf, dengan memberikan semangat kepada staf/bawahan; dan (c) Tut wuri handayani, yaitu pemimpin memberikan dukungan kepada staf agar dapat bertanggungjawab terhadap tugasnya. Pemimpin yang efektif akan berorientasi pada tugas dan berorientasi pada orang. Blake dan Mouton dalam Griffin (2004:76) menggambarkan sosok seorang pemimpin yang efektif adalah yang fokus pada tugas dan pada orang (9.9). Pada peta kepemimpinan yang efektif, manajemen tim (9.9) dijelaskan bahwa pencapaian kerja didapatkan dari SDM yang memiliki komitmen, saling ketergantungan yang memunculkan hubungan saling percaya dan saling menghormati. Seorang pemimpin pendidikan harus memiliki kemampuan untuk meningkatkan kinerja SDM melalui proses manajemen yang berorientasi pada mutu. Manajemen pendidikan yang bermutu dalam implementasinya memerlukan komunikasi, keterlibatan anggota, dan perencanaan strategik yang berorientasi pada pelanggan.
Dalam perkembangan selanjutnya Robbins (2011:599) menjelaskan terdapat tiga tipe dalam perilaku kerja seseorang yang penting diperhatikan seorang pemimpin, yaitu ”task performance, citizenship, dan counterproductivity”. Demikian pula Colquitt (2011:36-47) menjelaskan yaitu ”two categories are task performance and citizenship behavior, both of wich contributes positively to the organization. The third category is counterproductive behavior, wich contributes negatively to the organization”. Soedarmayanti (2001:50) menjelaskan kinerja menurut August W. Smith,” ...output drive from processes, human or otherwise”. Kinerja dapat ditunjukkan pada seseorang, dapat juga pada unit kerja tertentu atau organisasi. Pada pengertian ini kinerja lebih mengarah pada proses kegiatan yang dilakukan SDM. Dalam hal ini Smith telah menggabungkan dua pengertian antara proses dan hasil kerja. Gibson et al., (2009:327) mendefinisikan “job performance is the outcomes of jobs that relate to the purposes of the organization such as quality, efficiency, and other criteria of effectiveness”. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang berhubungan dengan tujuan dari organisasi seperti kualitas, efisiensi, dan kriteria lain demi efektivitas organisasi. Pendapat ini lebih menekankan bahwa kinerja sangat erat kaitannya dengan tujuan sebuah organisasi. Pendapat yang sama disampaikan oleh Schermerhorn (2005:386) yang mengemukakan, “job performance is measured as the quantity and quality of task accomplished by an individual or group“. Kinerja diukur sebagai kuantitas dan kualitas tugas yang dicapai oleh individu atau kelompok. Sementara itu, Jex (2008:114) menjelaskan “job performance is a deceptively simple term. At the most general level, it can be defined simply as ‘‘all of the behaviors employees engage in while at work’’. Kinerja merupakan keseluruhan perilaku karyawan yang terlibat dalam pekerjaan di tempat kerja. Secara ringkas Ivancevich (2003:33) telah menjelaskan 5 hal yang menurut peneliti penting diperhatikan untuk mengukur kinerja seseorang, yaitu berasal dari pribadi pekerja yang bersangkutan, organisasi, perencanaan, strategi pelaksanaan, peningkatan keahlian dan peluang yang diberikan. Demikian pula Scoth A Sneel dan Kenneth N. Wexley dalam Timpe (2002:329) menjelaskan kinerja adalah kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yaitu keterampilan, tingkat upaya, dan keadaan eksternal. Untuk membina dan meningkatkan kinerja, Luthans (2008:374) menekankan pada kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan. Hal ini diutarakan dalam pendapatnya bahwa,
“behavior performance management is not a good idea to be tried for a while and then cast aside for some other good idea. It is a science that explains how people behave. It can not go away anymore tha gravity can go away. In a changing world, the science of behavior must remain the bedrock, the starting place for every new technology we apply, and every initiative we employee in our effort to bring out the
3 best in people”. Ada beberapa pekerjaan yang berkaitan dengan kinerja kelompok yang harus dimulai dengan pengetahuan atas kerja kelompok bagian terbesar dari sebuah organisasi dan faktor strategi, struktur penyeleksian dan sistem penghargaan serta pemberian hadiah bagi anggota kelompok organisasi yang meraih pencapaian. Payaman J. Simanjuntak (2005:17) menjelaskan pembinaan kinerja merupakan bagian dari aktivitas manajemen kinerja. Dijelaskan bahwa dalam manajemen kinerja seluruh aktivitas merupakan proses berkelanjutan berbentuk siklus yang terdiri dari perencanaan, pembinaan, dan evaluasi. Pengukuran kinerja dalam sistem manajemen kinerja menurut Vincent (2006:212) merupakan alat manajemen untuk menilai keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Sedangkan Dale (2002:13), menjelaskan ukuran kinerja yang efektif terdiri dari ukuran kuantitatif, mudah dipahami, seimbang, mudah dipantau, dan dipublikasikan. Dengan demikian, melalui aplikasi pengukuran kinerja SDM yang tepat, upaya manajemen di dalam menyediakan kualitas layanan jasa yang memenuhi harapan pelanggan akan dapat diwujudkan dalam suatu penyelenggaraan pendidikan.
Kualitas Layanan (Quality Service)dan Kepuasan Pelanggan
Frank M. Gryna, et.al (2007:15) mendefinisikan mutu, sebagai “totality of characteristics of an entity that bear on its ability to satisfy stated and implied needs.” Kualitas layanan dalam kajian ini diidentikkan dengan konsep kualitas jasa (service quality) yang dijelaskan oleh Fandy Ciptono (2005:160-162) sebagai suatu model yang terdiri atas tiga komponen, yaitu kualitas interaksi (interaction quality), kualitas lingkungan fisik (physical environment quality), dan kualitas hasil (outcome quality). Lebih lanjut dalam tulisan Tjiptono dijelaskan, dimensi kualitas interaksi meliputi sikap, perilaku dan keahlian pegawai/karyawan jasa. Dimensi lingkungan fisik terdiri dari kondisi (non visual, seperti temperatur, aroma, musik), desain fasilitas, dan faktor sosial. Disain fasilitas meliputi layout lingkungan, praktikal, maupun estetis (menarik secara visual). Sedangkan faktor sosial berupa jumlah dan perilaku orang dalam setting jasa. Dimensi kualitas hasil merupakan waktu tunggu penyampaian jasa. Waktu tunggu yang diukur merupakan persepsi pelanggan terhadap lamanya waktu menunggu penyampaian jasa. Bukti fisik (tangible evidence) mencerminkan fasilitas fisik yang relevan dalam jasa dan valensi (valence) mengacu pada atribut yang mempengaruhi keyakinan pelanggan bahwa hasil suatu jasa itu baik atau buruk. Dalam penyelenggaraan pendidikan, dimensi-dimensi tersebut akan mewarnai suatu kondisi yang diharapkan oleh para pelanggan baik secara internal maupun eksternal yang akan bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan. Dengan demikian, SDM dalam penyelenggaraan pendidikan memerlukan berbagai kompetensi yang relevan dengan perilaku manajerial mereka guna mewujudkan kualitas yang diharapkan.
Pandy Tjiptono (1996:100) menjelaskan, dalam pendekatan total quality management (TQM) pelanggan eksternal adalah orang yang membeli dan menggunakan produk perusahaan. Dalam pendekatan TQM, kualitas sangat ditentukan oleh pelanggan. Kotler (1994:40) menjelaskan, kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Beberapa cara/metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan antara lain dijelaskan oleh Kotler adalah survei kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan sasaran dari suatu upaya manajemen yang dilakukan lembaga baik yang berorientasi pada bisnis (profit) maupun lembaga/organisasi nirlaba (non profit) seperti lembaga pendidikan. Oleh karena itu, pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam lembaga pendidikan perlu diarahkan pada upaya peningkatan kualitas layanan yang diharapkan pelanggannya. SDM suatu lembaga pendidikan perlu menyediakan layanan jasa yang berorientasi pada mutu dan melakukan perubahan yang terus menerus (continuous improvement) serta pembelajaran organisasi (learning organization) dalam perilaku kerja mereka.
METODE DAN SAMPLING
Metode yang digunakan adalah metode survey pelanggan, yaitu mendeskripsikan harapan- harapan pelanggan yang diperoleh dari sebaran angket. Metode survey kepuasan pelanggan dilakukan antara lain dengan cara memberikan pertanyaan kepada responden mengenai harapan mereka dan apa yang dirasakan (derived satisfaction).
Penelitian ini dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Wilayah Jakarta, Bogor, dan Bekasi yang stakeholders atau para pegawainya ada yang berasal dari
4 lulusan Prodi MP S2 dengan teknik sampling bertujuan. Sumber data yang digunakan adalah para pengguna (pimpinan/pemilik yayasan), para lulusan Prodi MP S2 Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, dan pihak pengguna/konsumen di Lembaga-lembaga Diklat. Data dikumpulkan dengan:
(1) kuesioner/angket, dan (2) analisis dokumen, dilakukan untuk menentukan keberadaan alumni Prodi MP S2 PPs UNJ dengan menggunakan data yang ada di bagian akademik dan data yang ada di lapangan (Instansi/lembaga tempat penelitian). Analisis data dilakukan secara deskriptif dilanjutkan dengan melakukan interpretasi dan pemaknaan pada setiap hasil informasi yang berhasil dijaring. Tahapan yang dilakukan meliputi: (1) Data Collection, (2) Data Reduction, (3) Data Display, dan (4) Data Verifikasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Integritas (Etika dan Moral)
Integritas terkait dengan keutuhan atau totalitas yang dimiliki oleh seseorang baik dari segi etika maupun moral. Sedangkan etika merupakan pola perilaku seseorang sebagai suatu kelaziman yang dapat diterima umum dalam berinteraksi dengan lingkungannnya, etika terkait dengan ukuran baik dan buruk. Sedangkan moral merujuk pada nilai-nilai yang diyakini dan menjadi semangat dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Diperoleh hasil terkait integritas dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Integritas lulusan Manajemen Pendidikan
Keahlian berdasarkan bidang ilmu (profesionalisme)
Setiap lulusan diharapkan profesional di bidangnya. Dalam hal ini para lulusan manajemen pendidikan dituntut untuk profesional dalam mengelola pendidikan. Diperoleh hasil terkait kemampuan profesionalisme pada gambar berikut:
Gambar 2. Profesionalisme lulusan Manajemen Pendidikan 85%
15%
Integritas (Etika dan Moral)
Sangat Diperlukan Cukup Diperlukan
98%
2%
Profesionalisme
Sangat Diperlukan Cukup Diperlukan
5 Keluasan Wawasan antar Disiplin Ilmu
Di samping dituntut untuk memiliki kemampuan dalam disiplin ilmunya, setiap lulusan juga diharapkan memiliki keluasan wawasan di luar disiplin ilmu manajemen pendidikan sebagai penunjang dalam berinteraksi dan bahkan dalam membantu mempercepat penyelesaian tugasnya. Diperoleh hasil terkait kemampuan keluasan wawasan antar disiplin ilmu dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3. Keluasan wawasan antar disiplin ilmu lulusan Manajemen Pendidikan
Kepemimpinan
Sesuai dengan bidang studi yang digeluti, seorang lulusan manajemen pendidikan diharapkan memiliki jiwa kepemimpinan yang baik, yakni kemampuan untuk mempengaruhi orang lain ke arah pencapaian tujuan dengan kemauan dan antusiasme yang tinggi. Diperoleh hasil terkait kemampuan kepemimpinan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4. Kepemimpinan lulusan Manajemen Pendidikan
Kerjasama dalam tim
Kerjasama dalam tim terkait dengan kerjasama antara 2 orang atau lebih yang bersinergi secara intensif untuk mencapai tujuan. Orang-orang yang berada di dalamnya harus saling melengkapi, saling percaya, saling menghargai, serta saling mendorong dan membantu dalam semangat kebersamaan.
Diperoleh hasil terkait kemampuan di dalam kerjasama tim dapat dilihat pada gambar berikut:
87%
12% Keluasan wawasan antar disiplin ilmu1%
Sangat Diperlukan Cukup Diperlukan Kurang Diperlukan
95%
3% 2%
Kepemimpinan
Sangat Diperlukan Cukup Diperlukan Kurang Diperlukan
6
Gambar 5. Kerjasama dalam tim lulusan Manajemen Pendidikan
Bahasa Asing
Kemampuan dalam berbahasa asing saat ini menjadi suatu kebutuhan, terutama dalam penguasaan bahasa inggris yang sudah menjadi bahasa internasional. Dari hasil persentase, sebagian besar kemampuan bahasa asing masih sangat diperlukan untuk mendukung lancarnya pekerjaan yang dihadapi para lulusan. Selanjutnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 6. Kemampuan berbasahasa asing
Komunikasi
Komunikasi merupakan modal utama seseorang untuk dapat berinteraksi satu sama lain. Di dalam komunikasi terjadi transfer informasi/pesan-pesan dari komunikator ke komunikan yang di dalam prosesnya terjadi feedback agar terjadi saling pengertian di antara kedua belah pihak. Selanjutnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 7. Komunikasi lulusan Manajemen Pendidikan 71%
21%
7% 1%
Kerjasama dalam tim
Sangat Diperlukan Cukup Diperlukan Kurang Diperlukan Tidak Diperlukan
68%
29%
3%
Bahasa Asing
Sangat Diperlukan Cukup Diperlukan Kurang Diperlukan
82%
18%
Komunikasi
Sangat Diperlukan Cukup Diperlukan
7 Penggunaan Teknologi Informasi (TI)
Sama halnya dengan kemampuan dalam berbahasa asing, penggunaan teknologi informasi saat ini sudah menjadi tool yang sangat membantu mempermudah pekerjaan sehari-hari. Dalam penyelenggaraan pendidikan TI dapat digunakan untuk meng-update pengetahuan terkait disiplin ilmu yang digeluti yang senantiasa berkembang. Sebagian besar lulusan perlu dibekali dengan kemampuan mengaplikasikan TI dalam mendukung pekerjaannya. Selanjutnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 8. Penggunaan Teknologi Informasi Lulusan Manajemen Pendidikan Pengembangan diri
Pengembangan diri terkait dengan kemampuan lulusan untuk secara aktif meningkatkan profesionalismenya melalui berbagai kegiatan, baik dengan mengikuti berbagai seminar, lokakarya, mengikuti diklat, dan bergabung dalam forum-forum ilmiah sesuai dengan bidang tugasnya. Diperoleh hasil terkait kemampuan pengembangan diri dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 9. Pengembangan diri lulusan Manajemen Pendidikan
Harapan Konsumen terkait Kompetensi yang Dimiliki Para Lulusan.
Para lulusan MP S2, misalnya mereka yang bergerak di bidang layanan seperti Staf Administrasi Sekolah (TU) dapat melakukan layanan yang lebih baik lagi untuk dapat memuaskan pelanggan.
Keterampilan di bidang mengapilkasikan TI diharapkan lebih meningkat, demikian juga di bidang komunikasi, kerjasama, integritas, dan kemampuan lainnya yang diperlukan untuk melakukan dukungan layanan akademik.
Pada kompetensi layanan seperti untuk bidang tupoksi guru, diharapkan para guru akan lebih banyak memiliki kepekaan yang tinggi di dalam tugas-tugasnya yang terkait dengan penguasaan komunikasi yang lebih baik sehingga pembelajaran yang dilakukannya lebih bermakna. Seorang guru perlu memiliki kepemimpinan yang patut “digugu” dan “ditiru”, melakukan kerjasama dengan stakeholders yang transparan, etika dan moral yang tinggi, dan menguasai TI untuk menghadapi era global demi menghasilkan para lulusan yang siap bersaing di lapangan kerja terutama untuk siswa- siswa SLTA.
70%
20%
9% 1%
Penggunaan Teknologi Informasi
sangat Diperlukan Cukup Diperlukan Kurang Diperlukan Tidak Diperlukan
65%
30%
3% 2%
Pengembangan Diri
Sangat Diperlukan Cukup Diperlukan Kurang Diperlukan Tidak Diperlukan
8 Pada kompetensi layanan seperti kepala sekolah, diharapkan terwujud pemimpin-pemimpin yang amanah karena mereka telah memiliki etika dan moral yang tinggi yang memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat di bidang pendidikan dan bukan sebagai orang yang harus dilayani. Fungsi layanan yang dapat memuaskan pelanggan baik secara internal maupun eksternal sangat diharapkan muncul dari pemimpin-pemimpin pendidikan di era persaingan yang semakin ketat ini. Para kepala sekolah selaku pemimpin dalam suatu sistem penyelenggaraan pendidikan harus memiliki kemampuan komunikasi yang prima, menguasai bahasa asing, kepemimpinan yang dapat menyesuaikan dengan situasi yang dihadapi, kerjasama tim yang sangat baik, selalu siap untuk mengembangkan diri dalam bentuk learning organization bersama rekan kerjanya, dan tentu saja memiliki kemampuan TI yang memadai sebagai seorang pemimpin yang profesional di bidangnya.
Sedangkan pada kompetensi kepengawasan, bagi lulusan MP S2 yang akan berkiprah sebagai seorang calon atau sudah menjadi pengawas di lembaga satuan pendidikan, maka diharapkan para lulusan ini lebih memiliki kompetensi yang memadai di bidang layanan kepengawasan seperti mampu melakukan penilaian yang objektif, mampu melakukan umpan balik sesuai dengan hasil temuannya dan mampu melakukan pembinaan yang sifatnya continuous improvement. Di samping itu, bagi para calon pengawas dan para pengawas, diharapkan mereka lebih menguasai keilmuan yang inter dan antar disiplin sehingga perilaku mereka di dalam bekerja akan lebih profesional, menguasai kepemimpinan yang egaliter, memiliki tanggung jawab moral yang tinggi akan tugas-tugasnya, dan memiliki kemampuan yang tinggi di dalam TIK untuk dapat menjawab kebutuhan stakeholders yang ada di bawah binaannya. Kemampuan TIK sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendasar terutama bagi para pemimpin pendidikan di era global ini. Komunikasi tidak harus lagi dilakukan dengan komunikasi yang sifatnya langsung, tetapi bisa dengan berbasis TIK. Dengan demikian, para pemimpin pendidikan ini akan siap berdialog dengan mitra kerjanya di mana pun dan kapan pun sesuai kebutuhan stakeholders yang memerlukannya.
Pada kompetensi layanan yang terkait dengan lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), diharapkan para lulusan MP S2 yang berada pada bidang ini lebih dapat melayani dengan baik kebutuhan peserta diklat sehingga lebih memberikan kepuasan layanan baik secara internal maupun eksternal lembaga. Instruktur maupun para staf administrasi yang bekerja pada lembaga Diklat lebih memiliki kemampuan di bidang komunikasi, siap melakukan perubahan dengan melakukan pembelajaran dan pengembangan diri secara terus menerus, integritas dan kejujuran yang tinggi, objektif dalam penilaian, menjadi pemimpin yang dapat dijadikan panutan, dan menguasai TIK dengan baik.
Pada kompetensi layanan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi para pengelola pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta seperti di Dinas Pendidikan, Yayasan- yayasan pendidikan dan lembaga swasta non kependidikan, diharapkan para lulusannya memiliki kemampuan yang prima di dalam memberikan pelayanan kepada stakeholders-nya. Para lulusan MP S2 diharapkan memiliki integritas, kejujuran, dan komitmen yang tinggi di dalam memberikan layanan, kemampuan komunikasi seperti mampu berbahasa asing yang lebih baik, kemauan untuk selalu mengembangkan diri, kepemimpinan yang visioner, mampu bekerjasama dalam tim yang solid, dan kemampuan TIK yang lebih baik.
Kompetensi yang perlu dipertajam dari para lulusan di tempat kerjanya masing-masing.
Beberapa kompetensi yang perlu dipertajam dari para lulusan MP S2 diurutkan sesuai masukan stakeholders sebagai berikut: (1) Kompetensi inti yang terkait dengan keprofesionalan sebagai pengelola pendidikan, yaitu para lulusan MP S2 benar-benar memiliki kemampuan di dalam merencanakan, mengelola, dan mengendalikan/mengawasi penyelenggaraan pendidikan baik pada level nasional maupun pada level otonomi daerah (Otda). (2) Kompetensi yang terkait dengan kompetensi pendukung, yaitu para lulusan MP S2 benar-benar memiliki kemampuan di dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan dengan berbasis TIK, kemampuan berbahasa asing seperti berbahasa Inggris, dan kemampuan terkait dengan kompetensi moral dan karakter, yaitu kemampuan kerjasama yang baik, transparan, jujur, penuh integritas, dan komitmen serta perhatian yang tinggi.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi), para lulusan MP S2 diharapkan: (1) Bagi Kepala Sekolah, yaitu memiliki kompetensi manajerial, supervisi akademik, kompetensi pengawas dan kepengawasan, kompetensi riset tindakan sekolah untuk memperbaiki kinerja, kompetensi kewirausahaan, analisis kohor untuk memahami koefisien efisiensi internal penyelenggaraan
9 pendidikan di sekolahnya, penyusunan rencana strategik sekolah (Renstra sekolah), kompetensi penyusunan RAPBS, kompetensi pengelolaan, dan pengembangan SDM. (2) Bagi Pengawas Sekolah, yaitu memiliki kompetensi supervisi dan evaluasi, kompetensi pengawas dan kepengawasan, kompetensi riset kepengawasan untuk perbaikan kinerja, kompetensi kewirausahaan, kompetensi analisis kohor, kompetensi mengelola dan mengembangkan SDM pendidikan. (3) Bagi para Guru, yaitu memiliki kompetensi kewirausahaan, analisis kohor pendidikan untuk memahami koefisien efisiensi internal penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya, kompetensi penyusunan RAPBS, kompetensi mengelola dan mengembangkan SDM pendidikan. (4) Bagi para tenaga struktural, yaitu kompetensi pengembangan sumber daya pendidikan.
Dalam layanan akademik di Prodi MP S2 yang perlu diperhatikan, yaitu terkait dengan keprofesionalan para pengajarnya. Para dosen di Prodi MP S2 khususnya yang mengajarkan kompetensi utama diharapkan linear dalam keilmuan di bidang manajemen pendidikan mulai S1 hingga S3. Dengan demikian, ada jaminan tidak terjadi kekeliruan dalam menjelaskan suatu konsep di dalam keilmuan manajemen pendidikan dan dalam memberikan ilustrasi atau gambaran yang terjadi di lapangan secara jelas. Kematangan konsep dan pengalaman empiris dari para dosen akan membantu para mahasiswa terlatih di dalam menyelesaikan suatu masalah sesuai keilmuan yang didapatnya secara proporsional.
Pembahasan
Beberapa kompetensi yang sangat diperlukan, yakni kompetensi keahlian berdasarkan bidang ilmu (profesionalisme), kepemimpinan visoner, keluasan wawasan antar disiplin ilmu, integritas/moral dalam bekerja, kemampuan komunikasi yang efektif, kerjasama tim yang solid, kemampuan menggunakan teknologi informasi, kemampuan berbahasa asing secara pasif maupun aktif, dan kemampuan untuk mengembangkan diri. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan profesional sangat diperlukan di dalam melakukan tugas pokok dan fungsi sesuai bidang pekerjaan mereka. Hal ini sudah menjadi tuntutan bagi peningkatan profesionalisme mereka yakni harus senantiasa mampu memimpin dengan kepemimpinan yang visioner yang siap melakukan perubahan. Dengan kepemimpinan yang visioner, maka mereka akan selalu melakukan pembelajaran untuk keluasan wawasan antar disiplin ilmu yang diiringi dengan integritas moral dalam bekerja yang juga tinggi. Di samping itu para pengelola pendidikan juga diharapkan memiliki kemampuan komunikasi yang efektif sehingga kerjasama dalam tim pun akan berjalan sangat baik dan solid di dalam mewujudkan tujuan organisasi di mana mereka bekerja. Demikian pula untuk kemampuan di dalam menggunakan teknologi informasi, kemampuan berbahasa asing, dan melakukan pengembangan diri yang perlu terus dilakukan di dalam mewujudkan pribadi-pribadi profesional yang dapat dijadikan sebagai asset lembaga. Kesadaran dalam diri individu untuk senantiasa mengembangkan diri, hal ini agar mereka tidak tertinggal oleh perkembangan zaman yang senantiasa menuntut untuk memperbaharui diri. Untuk itu Prodi MP S2 perlu untuk melakukan penjabaran yang lebih proporsional di dalam setiap deskripsi dari mata kuliah yang diberikan. Strategi pembelajaran yang telah baik perlu dipertahankan dan dikembangkan dengan komitmen memberikan layanan yang prima untuk kepuasan pelanggan secara eksternal. Demikian pula dalam layanan yang diberikan secara internal, perlu lebih memperhatikan kebutuhan sarana pendukung pembelajaran dalam bentuk keberadaan sumber kepustakaan yang relevan dengan Prodi MP S2, sumber-sumber kepustakaan yang menunjang, fasilitas pembelajaran yang memadai dan siap pakai dengan kondisi prima, ruangan kelas yang nyaman, dan strategi pembelajaran yang lebih variatif yang dilakukan oleh setiap pendidik sesuai kebutuhan pembelajaran yang akan diberikan.
Untuk kompetensi kerjasama tim yang solid dan penggunaan teknologi informasi, Prodi MP S2 masih perlu meningkatkan layanan pada pencapaian kompetensi ini yang terintegrasi di dalam setiap deskripsi kompetensi mata kuliah yang diberikan. Kompetensi ini merupakan softskill yang harus dimiliki oleh setiap lulusan di dunia kerja. Organisasi yang berhasil lebih disebabkan adanya kerjasama tim yang berjalan efektif. Kedua kompetensi tersebut memegang peran penting bagi kesempurnaan penyelesaian pekerjaan apalagi dalam menghadapi era pasar bebas yang mengindikasikan akan terjadi persaingan yang sangat ketat dalam memperoleh pasar kerja. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu yang diperoleh selama kuliah perlu didesain untuk dapat menjawab kebutuhan dunia kerja dan sesuai dengan bidang kerja yang mereka masuki (aplicable).
Usaha meningkatkan kemampuan dalam berbahasa Inggris dan kemampuan untuk selalu mengembangkan diri diintegrasikan dalam setiap deskripsi pada mata kuliah yang diberikan.
Kemampuan berbahasa Inggris baik secara pasif maupun aktif, dibiasakan sejak di bangku kuliah.
10 Sedangkan pada kemampuan untuk selalu mengembangkan diri, kompetensi ini terus dirangsang melalui strategi pembelajaran yang lebih variatif yang diberikan oleh para pendidik sehingga cara pembelajaran yang mereka alami akan membangkitkan motivasi pada diri mahasiswa untuk menggali lebih dalam secara mandiri maupun di bawah pengawasan para pendidiknya dalam bentuk pemberian tugas yang lebih merangsang berpikir kreatif dan imaginatif.
Untuk harapan konsumen terhadap para lulusan terkait kompetensi yang dimiliki para lulusan, maka Prodi MP S2 perlu memperhatikan masing-masing tugas pokok dan fungsi para stakeholders seperti kepala sekolah, guru, pengawas, tata usaha, Lembaga Diklat, Lembaga Dinas Pendidikan, dan Yayasan-yayasan pendidikan. Demikian pula pada kompetensi yang perlu dipertajam, akan sangat disesuaikan dengan tupoksi stakeholders. Kompetensi yang paling menarik untuk dipertajam misalnya kompetensi inti yang terkait dengan keprofesionalan sebagai pengelola pendidikan, yaitu para lulusan MP S2 memiliki kemampuan di dalam mengaplikasikan fungsi-fungsi manajemen seperti merencanakan, mengelola, dan mengendalikan/mengawasi penyelenggaraan pendidikan baik pada level institusional, otonomi daerah (Otda) maupun level nasional. Seperti yang dijelaskan oleh Hoy (2001:25),”management is the process of planning, organizing, leading, and controlling that encompasses human, material, financial and information resources is an organizational envirounment”. Demikian pula Griffin (2004:7) menambahkan, manajemen merupakan rangkaian aktivitas perencanaan dan pengambilan keputusan; pengorganisasian; kepemimpinan; dan pengendalian yang diarahkan pada sumber daya organisasi (manusia, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu upaya manajemen perlu direncanakan, dikelola, dan dikendalikan secara profesional dengan strategi yang tepat.
Kompetensi yang terkait dengan kompetensi pendukung, yaitu para lulusan MP S2 perlu memiliki kemampuan di dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan dengan berbasis TIK;
kemampuan berbahasa asing seperti berbahasa Inggris; dan kemampuan terkait dengan kompetensi moral dan karakter, yaitu kemampuan kerjasama yang baik, transparan, jujur, penuh integritas, dan komitmen serta perhatian yang tinggi. Sedangkan kompetensi yang perlu dikembangkan dalam layanan akademik, yaitu memperkaya kemampuan sesuai tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) bagi para kepala sekolah, pengawas, guru dan tenaga struktural pendidikan. Kualitas layanan dalam kajian ini diidentikkan dengan konsep kualitas jasa (service quality) yang dijelaskan oleh Fandy Ciptono (2005:160-162) sebagai suatu model yang terdiri atas tiga komponen, yaitu kualitas interaksi (interaction quality), kualitas lingkungan fisik (physical environment quality), dan kualitas hasil (outcome quality). Selanjutnya Rust & Oliver (1994) dalam tulisan yang sama juga menjelaskan konseptualisasi model ini didasarkan pada tiga komponen model “service product, service delivery, dan service environment”. Lebih lanjut dalam tuisan Tjiptono dijelaskan, dimensi kualitas interaksi meliputi sikap, perilaku dan keahlian pegawai/karyawan jasa. Dimensi lingkungan fisik terdiri dari kondisi (non visual, seperti temperatur, aroma, musik), desain fasilitas, dan faktor sosial. Dimensi fasilitas meliputi layout lingkungan, praktikal, maupun estetis (menarik secara visual). Sedangkan faktor sosial berupa jumlah dan perilaku orang dalam setting jasa. Dimensi kualitas hasil merupakan waktu tunggu penyampaian jasa. Waktu tunggu yang diukur merupakan persepsi pelanggan terhadap lamanya waktu menunggu penyampaian jasa. Bukti fisik (tangible evidence) mencerminkan fasilitas fisik yang relevan dalam jasa dan valensi (valence) mengacu pada atribut yang mempengaruhi keyakinan pelanggan bahwa hasil suatu jasa itu baik atau buruk.
Dengan demikian, penting bagi Prodi MP S2 untuk memberikan kualitas layanan yang diharapkan pelanggan (stakeholders). Kompetensi lulusan tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan atau harapan pelanggan (stakeholders) dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi mereka sesuai bidang kerjanya masing-masing.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan
Beberapa kompetensi yang sangat diperlukan diurutkan sesuai jumlah persentase jawaban stakeholders, yakni keahlian berdasarkan bidang ilmu (profesionalisme), kepemimpinan visoner, keluasan wawasan antar disiplin ilmu, integritas moral dalam bekerja, kemampuan komunikasi yang efektif, kerjasama tim yang solid, kemampuan menggunakan teknologi informasi, kemampuan
11 berbahasa asing secara pasif maupun aktif, dan kemampuan untuk mengembangkan diri. Untuk kompetensi kerjasama tim yang solid dan penggunaan teknologi informasi sangat diperlukan oleh para stakeholders, Prodi MP S2 perlu meningkatkan layanan pada pencapaian kompetensi ini yang terintegrasi di dalam setiap deskripsi kompetensi mata kuliah yang diberikan. Selain itu pada kompetensi kerjasama dalam tim yang solid merupakan softskill yang harus dimiliki oleh setiap lulusan.
Usaha meningkatkan kemampuan dalam berbahasa Inggris dan kemampuan untuk selalu mengembangkan diri tetap menjadi kompetensi yang perlu dikembangkan dan diintegrasikan dalam setiap deskripsi pada mata kuliah yang diberikan. Kemampuan berbahasa Inggris baik secara pasif maupun aktif, perlu dibiasakan sejak di bangku kuliah. Sedangkan pada kemampuan untuk selalu mengembangkan diri, kompetensi ini perlu terus dirangsang melalui strategi pembelajaran yang lebih variatif yang lebih merangsang berpikir kreatif dan imaginatif. Untuk harapan konsumen terhadap para lulusan terkait kompetensi yang dimiliki para lulusan, maka Prodi MP S2 perlu memperhatikan masing- masing tugas pokok dan fungsi kepala sekolah, guru, pengawas, Tenaga Administrasi (TU), Lembaga Dilklat, Lembaga Dinas Pendidikan, dan Yayasan-yayasan pendidikan. Demikian pula pada kompetensi yang perlu dipertajam, disesuaikan dengan tupoksi stakeholders. Kompetensi yang paling menarik untuk dipertajam misalnya kompetensi inti yang terkait dengan keprofesionalan sebagai pengelola pendidikan, yaitu para lulusan MP S2 memiliki kemampuan di dalam mengaplikasikan fungsi-fungsi manajemen seperti merencanakan, mengelola, dan mengendalikan/mengawasi penyelenggaraan pendidikan baik pada level institusional, otonomi daerah (Otda), maupun level nasional. Kompetensi yang terkait dengan kompetensi pendukung, yaitu para lulusan MP S2 memiliki kemampuan di dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan dengan berbasis TIK; kemampuan berbahasa asing seperti berbahasa Inggris; dan kemampuan terkait dengan kompetensi moral dan karakter, yaitu kemampuan kerjasama yang baik, transparan, jujur, penuh integritas, dan komitmen serta perhatian yang tinggi.
Dalam layanan akademik di Prodi MP S2 perlu memperhatikan keberadaan dosen yang diharapkan memiliki kemampuan konsep dan pengalaman empiris yang linear dengan bidang keilmuan manajemen pendidikan khususnya pada pencapaian kompetensi utama dari para lulusan.
Rekomendasi
Dalam proses perkuliahan, para mahasiswa yang akan menjadi lulusan perlu diberikan pemahaman dan pengalaman empiris akan pentingnya meningkatkan keprofesionalan mereka untuk masuk dalam dunia kerja. Lembaga PPs dan Prodi MP S2 perlu menyediakan dosen-dosen yang linear dengan keilmuan di bidang manajemen pendidikan dan fasilitas pembelajaran yang memadai seperti perpustakaan dengan referensi yang relevan dan menunjang, menyediakan hotspot area yang memadai, dan mengadakan kuliah umum/terbuka melalui strategi visiting professor dari Perguruan Tinggi lain atau memanggil nara sumber sesuai bidang keahliannya minimal satu kali dalam satu semester. Untuk meningkatkan kompetensi inti dapat dilakukan dengan cara para lulusan sering meng-update informasi melalui berbagai media yang tersedia, baik cetak maupun elektronik dalam bentuk jurnal ilmiah hasil penelitian, kajian teoretik, dan meng-upgrade kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan wawasan melalui penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta melakukan riset-riset yang relevan terkait implementasi keilmuan Manajemen Pendidikan secara mandiri atau berkolaborasi dengan para dosennya. Untuk meningkatkan kompetensi baik kompetensi inti maupun pendukung, para mahasiswa, pendidik/dosen, dan pengelola Prodi MP S2 serta PPs UNJ, perlu berkolaborasi dengan mitra kerja terkait di dalam pengembangan keterampilan yang dibutuhkan melalui sistem pelatihan atau workshop dengan sekolah/lembaga-lembaga yang menjadi binaan Prodi MP S2 dan lembaga PPs UNJ.
DAFTAR PUSTAKA
Dale A. Timpe, (2002), Kinerja Seri Ilmu dan Seri Manajemen Bisnis, terjemahan Budidharma, Jakarta:
PT. Alex Media Komputindo,
Fandy Tjiptono, Anastasia Diana, (1996), Total Quality Management, Yogyakarta: Andi Offset, Fandy Tjiptono, Gregorius Chandra, (2005), Service, Quality, Satisfaction, Yogyakarta: Andi Offset, Fred Luthans. (2008), Organizational Behavior, New York: McGraw-Haill,
Gibson et al., (2009), Organization: Behaviour, Structure, Processes, England: Pearson education limited,
12 Gryna Frank M., et.al., (2007), Juran’s Quality Planning and Analysis For Enterprise Quality 5th ed.,
Singapore: McGraw-Hill,
Griffin, Ricky Manajemen, (2004), alih bahasa Gina Gania, Wisnu Chandra Kristiaji, Jakarta, Erlangga, Ivanceivich, John M., James H. Deadly, Jr. L. James Gibson, (2003), Management India: ALTBS
Publisher,
Jason A. Colquitt, Jeffery A. LePine, dan Michael J. Wesson, (2011), Organizational Behavior:
Improving Performance and Commitment in the Workplace, Second Edition, New York:
McGraw-Hill,
Jex, M. Steve, Thomas W. Britt, (2008), Organizational Psychology: A Scientist-Practitioner Approach, New York: John Wiley & Sons, Jhon R. Schermerhorn, (2005), Management, USA:
Jhon Wiley and Sons Inc.,
Kotler, P., (1994), Marketing Management: Analysis,Planning, Implementation, and Control, N.J.:
Prentice Hall International, Inc.,
Robbins,Organizational Behavior, New Jersey: Pearson Education, Inc., Prentice Hall, 2011
Simanjuntak J. Payaman, (2005), Manajemen dan Evaluasi Kinerja, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Soedarmayanti, (2001), SDMatau ProduktIvitas Kerja, Bandung: Mandar Maju,
Vincent Gaspersz, (2006), Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah, Jakarta: PT. Gramedia,
13 MULTIDIMENSIONAL RELIABILITY OF INSTRUMENT FOR MEASURING ATTITUDES TOWARD PHYSICS USING SEMANTIC DIFFERENTIAL SCALE
Gaguk Margono1
1Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Jakarta, Kampus UNJ, Jl. Rawamangun Muka, Rawamangun, Jakarta 13220 [email protected]
Abstract
The purpose of this paper is to compare multidimensional and unidimensional reliability on instrument for measuring attitude toward physics using semantic differential scale. Multidimensional reliability measurement is rarely used in the field of research. Multidimensional reliability is estimated by using Confirmatory Factor Analysis (CFA) on the Structural Equation Model (SEM). Measurements and calculations are described in this article using instrument of attitude toward physics with used semantic differential scale. Survey method used in this study and sampling used simple random sampling. This instrument has been tried out to 116 students.
The result of the calculation is concluded that the measuring instrument of attitude toward physics using semantic differential scale by used multidimensional reliability coefficient has higher accuracy when compared with a unidimensional reliability coefficient. Expected in advanced research using another formula multidimensional reliability, including when using SEM.
Keywords: multidimensional reliability, attitudes toward physics using semantic differential scale, confirmatory factor analysis
INTRODUCTION
In education and psychology, good judgment requires reliable or trustworthy measurement.
According to Naga (1992), educational and psychological measurements include several things. First, measure the latent trait which is invisible to the respondent. Secondly, measure the characteristics of the latent form of the respondents’ questionnaire that given stimulus or appropriate measuring instruments. Third, stimulus responded by respondents with expectations correctly reflects the response of latent trait. Fourth, the response can be scored and interpreted adequately. Then, some questions rise up such as which scores accurately reflect the latent trait? Did the instrument reveal unseen latent traits properly? The next question regards to validity. In associate to reliability, can responses given by the participants be believed to be used as material for scoring psychological attributes?
According to Wiersma (1986) reliability is the consistency of an instrument to measure something to be measured. Reliability indicates the extent to which the results of measurements with the device can be trusted. Therefore, reliability is an index that indicates the extent to which a measure can be reliable or unreliable. When an instrument is used repeatedly to measure the same symptoms and the results obtained are relatively stable or consistent, then the reliable the instrument is. In other words, the measurement results are expected to be the same if the measurements are repeated.
By operating variance approach, Kerlinger (2000) developed two definitions of reliability: (1) it is the proportion of "true" variance to the total variance obtained from the data. The equation
tt t
r v v
can be explained as follows:v
is pure variance andv
t is the total variance, and (2) it is the proportion of variance erroneously generated by a measuring instrument that is deductible at 1.00, with an index of 1.00 indicates perfect reliability coefficients. It can be written with equation:tt
1
e tr v v
wherev
eis error variance andv
t is the total variance. Therefore, reliability is an index that indicates the extent to which a measure can be reliable or unreliable.Generally, there are three major categories of measurement reliability: (1) type of stability (e.g.
retest, parallel forms, and alternate forms), (2) type of homogeneity or internal consistency (e.g. split half, Kuder-Richardson, Cronbach's alpha, theta and omega), and (3) type equivalent (e.g. parallel to
14 the item of alternate forms and inter-rater reliability. The instrument was given to one group of subjects and in a certain way is calculated to estimate reliability. This once application measurement approach generates information about the internal consistency of the instrument. Internal consistency used to measure statements or to reflect the same aspect of item homogeneity statement. Furthermore, how the test can be a good instrument shown by the following scheme in
Figure 1: Scheme of Instruments and Testing Methods of Validity and Reliability.
Adapted from Sugiyono (2010), Metode penelitian pendidikan (Bandung: Alfabeta).
The higher the reliability coefficient, the closer the value of observation scores with actual scores, so a score of observation can be used as a substitute for the real component of the score. Size of high or low reliability coefficient is not only determined by the value of the coefficient. The interpretation of high and low coefficient value obtained through computation is also determined by the standard disciplines involved in the measurement. The higher the coefficient of reliability of an instrument, the possibility of errors which occur will be smaller
Commonly, measurement of affective characteristics provide lower reliability coefficient than measurement of cognitive, because cognitive characteristics tend to be more stable than affective characteristics. According to Gable (1986) cognitive reliability coefficient of the instrument is usually about 0.90 or more, whereas affective instrument reliability coefficient is less than 0.70. Level of reliability coefficient of 0.70 or more is generally accepted as a good reliability (Litwin, 1995).
However, Naga (1992) says that adequate reliability coefficient should be above of 0.75.
15 LITERATURE REVIEW
Psychological measurement always applies test validity and reliability. But in field of psychometrics, still there is not agreement among experts about reliability coefficient or formula used by researchers for gaining reliability. It is caused by some issues: first, many researchers who considered as quite competent researchers still give less precise report of reliability of their measurements result (Thompson, 1994).
Second, reliability coefficients used by researchers are considered as monotonous calculation without having assumptions underlie the coefficient. The researchers do not acknowledge well the use of alpha coefficients. In addition, they also do not realize that this coefficient requires assumptions which are difficult to fulfill. If the assumptions are not met then the result of alpha coefficient estimates the lowest limit value. Many researchers only focus on use of coefficient alpha to estimate reliability.
Cronbach 's alpha coefficient is famous because of some factors: 1) computational technique used is relatively easy, as it only requires information such as total score variance, and 2) the sampling distribution is already known that the determination of confidence intervals on the population is exceedingly possible (Feld et al., 1987).
Third, the problem associated with assumption in estimating reliability. In empirical realm that requires nature of parallel, the use of tau-equivalent term becomes a tough challenge for researchers in developing measurement instruments. This is supported by Kamata et al (2003) who found that the assumption of equality, the power of discrimination between test components, and unidimensionality measurement are relatively difficult to achieve. If the assumption of tau-equivalent essentially cannot be met, then the coefficient alpha reliability values which produced are very small, so it is below the estimated coefficients.
Fourth, discourse of unidimensiononality measurement becomes measurement problem.
Unidimensionality is an important aspect in estimating reliability. In psychological measurement, unidimension results are very difficult to achieve, especially in context of personality domain that contains broad area variances traits. Socan (2000) writes that factor analysis of several studies conducted many cases of multidimensional rather than unidimensional.
According to the Latan (2012) Structural Equation Modeling (SEM) is a second-generation multivariate analysis technique that combines factor analysis and path analysis. This technique allows researchers to simultaneously test and estimate the relationship between exogenous and endogenous multiple variables with many indicators. In 1970s Joreskog’ research discovered statistical theory of linear structural analysis which is better known as structural equation modeling or SEM. This modeling uses analysis of covariance structure. So this approach sometimes called as covariant structure model (CSM).
The model includes immeasurable variables called latent constructs which created by a set of measurable variables, namely construct measured. Measurement error reflects reliability scores which are seen as unique construct. Being an important part of SEM analysis, measurement error is included in SEM analysis, and it becomes the advantage of SEM analysis compared to other analytical techniques (Capraro et al., 2001). SEM can estimate error variance in actual measurement outcome scores that estimate reliability.
According to Geffen and colleagues (2001), SEM is a multivariate statistical technique that combines multiple regressions to identify relationships between constructs and factor analysis. SEM identifies concept measured with several indicators which manifest both analysis simultaneously.
Approaches for this calculation are correlation correction attenuation caused by measurement error and structural equation model in the context of confirmatory factor analysis. Lee and Song (2001) said that SEM is one approach to confirm measurement model. SEM measurement model links latent constructs with empirical construct. Empirical constructs are expressed by combination of latent constructs.
Instead handling generalizability and item response theory, SEM is also able to compare measurement model and accuracy of investigation.
SEM has two basic components. First, the measurement model is defined as the relationship between latent variables and group of explanatory variables that can be measured directly. Second, the structural model is defined as the relationship between latent variables that cannot be measured directly.
These variables are also distinguished as independent variable and dependent variable. Geffen and colleagues (2001) said that the measurement model is sub-models in SEM with latent constructs that
16 identifies indicators. This model can determine reliability of each construct included in the model. SEM can also identify constructs reliability which is visible through the result value of the items reliability loading. Based on SEM construct reliability perspective, it can be calculated through the following equation:
2
1 2
1 1
i i i
i i
i
i i
CR
Descriptions:
CR = Construct reliability
i = Factor loading of standardized indicators to-i = Standard error of measurementMcDonald (1981) formulates reliability coefficient which later was named as McDonald composite score reliability coefficients that also called omega ( ). Reliability coefficient is based on confirmatory factor analysis that is part of SEM modeling menu. This McDonald composite score reliability explains large proportion of indicators in measuring construct explained. Formula to obtain construct reliability coefficients is as follows:
2
1 2
2
1 1
1
i i i
i i
i i
i i
Descriptions:
i = Factor loading of standardized indicators to-iWhen constructs reliability and McDonald composite score reliability are compared it will give the same result as 1 2.
The following rule is a reliability coefficient of multidimensional construct reliability coefficients developed by Hancock and Mueller (2000). It shows how well indicator could reflect construct to be measured. This coefficient is modification of McDonald construct reliability coefficient which cannot accommodate different weights of interdimensions. The modified construct is called weighted reliability coefficients as follows:
2 2 1
2 2 1
(1 )
1 (1 )
p i
i i
w p
i
i i
l l l l
Descriptions:
l
i = Coefficient of the i-th standardized dimensionsReliability coefficient can be interpreted as square of correlation between dimensions of optimal linear composites, so some experts call it as maximum reliability.
17 Developing a model of internal consistency is assumed not a major issue. But the problem is the assessment of reliability. Research done by Vehkahlati (2000) concluded that the assumptions are not realistic enough to score purely classical theory. The assumption of those pure scores of unidimensional is practically difficult to be proved. So study of multidimensional becomes surface of measurements because many cases also found that correlation between dimensions of items is sometimes higher than correlation between items in the test.
Unidimensional measurement is used to calculate capability factors, personality, traits, and attitudes. However, many studies have shown that the unidimension assumption is difficult for discovering several new factors involved in the measurement. In other words, the instrument that is often used in psychological research tends to be multidimensional.
Some important reasons for using multidimensional measurement reliability as suggested by Widhiarso (2009) with the following descriptions: First, the general characteristics of the psychological construct is multidimensional. Second, any involvements in the preparation of psychological instruments aspects are usually preceded by a decrease in item of some theoretical aspects and the tendency is multidimensional.
Third, the number of items in the instrument will affect the measurement. The number of items that can add much additional error potential of variance in item will rise new dimensions of the original defined dimensions. The total of the items and also forms the scale affect respondents' attitudes toward the item and it will then affect their response to the instrument.
Fourth, item writing techniques. Spector and colleagues (1997) found that the technique of writing item that have reversed direction between positive (favorable) and negative (unfavorable) form new dimension. When measuring the data captured many psychological scales use different writing techniques of items direction.
Fifth, different measurement units. Measurement in psychological tends to have different measuring units between one item with other items. It has different capability measured as indicator of construct. This condition will cause multidimensional result.
In Widhiarso and Mardapi research (2010), multidimensional model for measuring reliability coefficient has high accuracy when compared to unidimension reliability. It can be concluded that in psychological measurement, both cognitive and other form of constructs are highly susceptible to the plurality of attributes measured (multidimensional). Furthermore, by understanding the trends over the psychological measurement and by comparing multidimensional measurement with unidimensional model, it is expected that the measurement process also involves psychometric analysis technique that uses multidimensional model.
Therefore, in this study, researchers focused on multidimesional and unidimensional reliability.
This study aims to test the accuracy of multidimensional reliability coefficient compared to unidimensional reliability coefficient. Based on the explanation above we could question about: What is the internal consistency reliability of multidimensional instrument measuring student satisfaction as an internal customer? How is the comparison between the multidimesional and unidimensional reliability? Which is more accurate to measure reliability; multidimesional or unidimensional measurement?
METHOD AND SAMPLING
The method used in this study was survey method. The survey is used in data collecting and there was no treatment or conditioning of the variables studied, but only reveals the fact from students or respondents symptoms. Variables in this study are area that is targeted, that is to measure attitudes toward physics, namely the tendency of a person to Physics with all the evaluation, potency and activity (EPA). Semantic differential scale is an instrument used in assessing the concept of stimulant on a set of seven-step bipolar scale from one end to the other end of the continuum. It consists of three dimensions of evaluation, potency and activity.
Type of response in this study is typical performance, therefore the expected response can be obtained through habit instrument of respondents or what people can do or feel (what a person usually does or feels) in specific situation of learning activities. It also commonly called sentiment expression.
18 This type of response cannot be declared as true or false marking, or often it is said all correct responses according to each reason. In accordance with the characteristics of type of response, then format of measuring instrument chosen which presents the items of the instrument is limited. It has 7 possible answers for each item with range 1 to 7 grading. There are 13 totals of items. Respondents have about 5-10 minutes to work. The quality or status of this instrument has two directions of tendencies; those are positive or negative direction of attitude towards Physics. The quality of the ideal grade is to be in neutral point, because it will provide conclusions on quality of attitude towards Physics.
FINDINGS AND DISCUSSIONS
This attitude towards physics instrument originally consisted of 15 statements. 13 statements are the result of researcher's own research which was originally 15 items and 2 statements are drop. The instrument consists of 13 items where: 5 items are dimensions of evaluation, 3 items are potential dimension, and 5 items are activity dimension. First calculation used unidimension measurement.
Cronbach alpha reliability obtained 0.743 by operating SPSS 19.0 program.
Second, calculation for multidimensional measurement got McDonald omega composite reliability used program of LISREL 8.8 and Excel programs. It was obtained:
1
6.990
i i i
and 21
1 8.861
i i i
, soThird, estimation for multidimensional construct reliability, it was obtained the same results as follows:
1
6.990
i i i
and1
8.860
i
i
, soFourth, assessment for multidimensional maximum reliability, the result gained by using LISREL 8.8 and Excel programs, that is:
2 2 1
9.408
(1 )
p i
i i
l
l
, so it can be calculated as follows:9.408
0.904.
1 9.408
w
Table 1: Summary of Research Findings
CR
w0.743 0.846 0.904
The calculation of the instrument for Cronbach alpha coefficient is much smaller when compared to the construct reliability, composite scores McDonald reliability, and maximum reliability with a difference of 0.103 and 0.161. What did the accuracy difference reflect to? There is no agreement among psychometrics experts about this. But among researchers in Indonesia, after knowing this, there should be an appropriate tool which is used correctly and adequately.
Indeed, most researchers among the faculty and students of both S2 and S3 do not know formula for calculating construct reliability coefficient, omega or maximum reliability. So it is time to introduce and use the formula. Most of psychological constructs, personality, education, and social research need multidimensional measurement. All students and faculty researchers need to develop and grow understanding about reliability coefficient in the measurement.
Interpretation of reliability coefficient is precision of evaluation test scores, it is not only consistency matter. In interpreting high reliability coefficients, there are at least two things that need to be understood, they are: (1) reliability is estimated using group of subjects in a given situation which produce coefficient estimates. This estimation is not equal to the test on group of other subjects and (2) reliability coefficient indicates the magnitude of the inconsistency score measurement results, the causes of inconsistency are not stated directly.
2 2
(6.990)
0.846.
(6.990) (8.861)
2 2
(6.990)
0.846.
(6.990) (8.860)
CR
19 Measurement in education is something that is quite complicated. Various writings in journals ranging from educational measurement method expected to provide results that are valid, reliable, and accurate. It is not easy for experts to do this because sometimes they do not link suitable and