• Tidak ada hasil yang ditemukan

a Lonjakan Harga Komoditas: Dampak Positif dan Negatif

Dalam dokumen Perkembangan Pemicu dan Dampak Harga Kom (Halaman 177-180)

Dampak Dramatis terhadap Pendapatan Ekspor: Selama periode tahun 2004-08, harga minyak naik lebih dari tiga kali lipat, harga logam naik lima kali lipat dan harga padi-padian melonjak 87 persen. Kenaikan harga ini menyebabkan peningkatan nilai ekspor sekitar 16 persen per tahun selama periode tersebut, ekspansi ekspor tertinggi dan paling lama yang pernah dialami Indonesia

Bab 7

Memanfaatkan Sebaik-baiknya Harga Komoditas yang Tinggi untuk Pembangunan Indonesia

sejak krisis Asia Timur. Rejeki dari pendapatan ekspor meningkatkan surplus neraca perdagangan dan membantu Indonesia mendapatkan cadangan devisanya hampir dua kali lipat.53 Meskipun

impor komoditas juga signii kan, nilai ekspor netto positif. Diperkirakan harga komoditas yang tinggi telah meningkatkan total pendapatan Indonesia rata-rata sebesar 1,2 persen dari PDB pada tahun 2004 sampai 2007 (Gambar 7.2).

Peningkatan nilai produksi komoditas: Peningkatan nilai produksi komoditas mencapai 40 persen dari pertumbuhan nominal PDB selama tahun 2005-07. Dari nilai pertumbuhan ini, 30 persen disumbangkan oleh sektor pertambangan dan migas sedangkan 10 persen disumbangkan oleh sektor pertanian. Volume produksi juga mengalami peningkatan meskipun hanya terkonsentrasi pada dua komoditas yaitu minyak sawit dan batubara. Volume produksi minyak sawit meningkat 15,5 persen dari tahun 2005 sampai 2007, sedangkan nilai ekspor minyak sawit melonjak tiga kali lipat dari tahun 2003 sampai 2007. Pada tahun 2007 saja, pendapatan ekspor minyak sawit berjumlah hampir US$9 milyar dengan 3,8 juta pekerja purna waktu di sektor ini.Pertumbuhan nilai ekspor minyak sawit mencapai seperempat dari pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia dari tahun 2005 sampai 2007. Volume produksi batubara meningkat 94 persen selama periode 2000-2007 ketika harga komoditas ini naik sebesar 134 persen.

Peningkatan nilai pasar saham Indonesia dipimpin oleh perusahaan-perusahaan komoditas:

Pasar saham Indonesia meningkat hampir 250 persen dari tahun 2005 sampai 2007, sehingga menjadi salah satu bursa efek berkinerja terbaik di dunia selama periode tersebut. Harga komoditas yang lebih tinggi juga mendorong peningkatan yang signii kan pada pemberian izin investasi asing langsung (FDI) di sektor primer pada segmen-segmen tertentu selama tahun 2005-07 sedangkan FDI di sektor manufaktur tetap stabil.

Peningkatan pendapatan pemerintah: Meskipun kenaikan harga komoditas secara keseluruhan menghasilkan peningkatan pendapatan pemerintah, dampaknya terhadap pemerintah pusat dan daerah berbeda. Karena besarnya dana bagi hasil untuk pemerintah daerah dan pematokan pemerintah daerah pada harga minyak internasional maka harga minyak yang tinggi mempunyai dampak negatif netto terhadap pemerintah pusat namun memberikan rejeki i skal kepada banyak daerah (Agustina, del Granado, Bulman, Fengler dan Ikhsan, 2008).

Peningkatan penghasilan bagi produsen dan pekerja komoditas: Hal ini khususnya terjadi di pulau-pulau penghasil komoditas di luar Jawa, yang mendapatkan peningkatan penghasilan sehingga menyebabkan peningkatan konsumsi barang konsumen. Misalnya, PT Indofood Sukses Makmur, produsen mie instan terbesar di Indonesia, meningkatkan penjualannya sebesar 23 persen pada tahun 2007 dan 39 persen pada tahun 2008 untuk memenuhi permintaan yang kuat terhadap barang konsumen.54 Demikian pula, volume penjualan sepeda motor meningkat

44 persen pada pertengahan pertama tahun 2008 dibandingkan dengan pertengahan pertama tahun 2007, sedangkan volume penjualan mobil pada bulan Juli 2008 naik 58 persen dibandingkan pada bulan yang sama tahun sebelumnya.55 Kenaikan harga komoditas umumnya meningkatkan

pendapatan di provinsi-provinsi yang kaya akan sumber daya alam di luar Pulau Jawa, terutama di daerah-daerah perkebunan dan pertambangan di Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Ini telah menyebabkan kenaikan yang signii kan pada penjualan mobil di pulau-pulau tersebut, sehingga Jawa dan Bali kehilangan pangsa pasar 5 sampai 7 persen dalam penjualan mobil Astra pada tahun 2009 dibandingkan dengan tiga atau empat tahun yang lalu.56

53 Dari tahun 2002 sampai 2007. 54 The Jakarta Post, 14 Mei 2009.

163

Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas: Implikasinya terhadap Perekonomian Indonesia

Bab 7 Memanfaatkan Sebaik-baiknya Harga Komoditas yang Tinggi untuk Pembangunan Indonesia

Kenaikan harga pangan merugikan konsumen pangan netto: Walaupun lonjakan harga pangan merugikan konsumen pangan netto, tetapi dampak keseluruhan secara langsung dan tidak langsung dari harga komoditas yang tinggi mungkin adalah penurunan angka kemiskinan. Angka inl asi pangan di pasar konsumen meningkat dari 13 persen pada tahun 2006 menjadi 16,4 persen pada tahun 2008, sehingga merugikan konsumen miskin pangan netto. Akan tetapi, simulasi Computable General Equilibrium (CGE) dalam Bab 4 memperlihatkan bahwa kenaikan harga komoditas telah menurunkan angka kemiskinan dengan adanya peningkatan upah riil di sektor pertanian dan hasil nyata dari bentuk-bentuk modal yang dimiliki masyarakat miskin. Hal-hal ini melebihi dampak dari kenaikan harga komoditas yang dikonsumsi masyarakat miskin, terutama sejak harga beras, makanan pokok masyarakat miskin, tidak naik setinggi di negara-negara lain karena adanya pembatasan impor dan ekspor beras (Bab 4).57

Gambar 7.2: Dampak dari harga komoditas terhadap nilai tukar perdagangan negara-negara sebagai persentase dari PDB

Sumber: World Bank East Asia Update (2009).

Dampak negatif terhadap sektor-sektor yang menggunakan input komoditas dengan intensitas yang lebih tinggi: Dampak negatif terbesar dialami oleh sektor-sektor yang menggunakan input komoditas dengan intensitas yang tinggi, seperti produk logam, dan sektor-sektor yang mengalami lonjakan tajam pada harga bahan baku mereka meskipun intensitas input komoditasnya lebih rendah (misalnya produk karet dan plastik, lihat analisis survei perusahaan dalam lampiran Bab 4). Harga BBM yang tinggi khususnya merugikan perusahaan manufaktur yang bersifat intensif energi (yang menggunakan BBM untuk generator mereka). Harga BBM yang tinggi juga menyebabkan peningkatan subsidi energi, yang menguras keuangan negara58 dan akhirnya memaksa pemerintah

untuk mengurangi subsidinya (Bab 5).

Apresiasi nilai tukar mata uang yang signii kan dan kenaikan harga obligasi pemerintah: Peningkatan cadangan devisa yang dihasilkan oleh kenaikan volume ekspor dan inl asi domestik yang

57 Perhatikan bahwa simulasi ini dibuat dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan lain di Indonesia yang berdampak bagi angka kemiskinan, namun tidak demikian halnya. Angka kemiskinan aktual turun hanya 0,6 persen selama periode 2005- 08.

58 Untuk analisis yang terperinci mengenai dampak subsidi energi terhadap keuangan Negara, lihat Agustina dkk (2008) dan Bank Dunia (2007b).

Bab 7

Memanfaatkan Sebaik-baiknya Harga Komoditas yang Tinggi untuk Pembangunan Indonesia

tinggi menimbulkan apresiasi nilai tukar sebesar 48 persen selama periode dari tahun 2001 sampai September 2008, sehingga menyebabkan hilangnya daya saing ekspor (Gambar 7.3). Hasil korelasi dan regresi selama periode dari Januari 2007 sampai November 2009 memperlihatkan adanya korelasi 88% antara EWCPI non-minyak (indeks harga komoditas tertimbang ekspor dalam US$) dengan nilai tukar riil. Hasil ini memperlihatkan bahwa kenaikan indeks sebesar 1 persen menyebabkan apresiasi nilai tukar sebesar 0,46 persen. Hubungan serupa juga ditemukan untuk WECPI minyak (Bank Dunia, 2009a). Hubungan antara harga komoditas dan nilai tukar juga ditemukan di negara-negara lain yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Chen dan Rogof (2003) mendapati korelasi yang signii kan antara nilai tukar riil dan harga komoditas dunia di Australia, Kanada dan Selandia Baru, tiga negara di mana komoditas juga merupakan komponen ekspor yang utama. Harga minyak internasional yang tinggi mempengaruhi harga obligasi Indonesia yang berdampak terhadap subsidi sehingga memperberat utang sektor publik. Gambar 7.4 memperlihatkan korelasi yang kuat antara hasil-hasil obligasi lima tahunan dalam rupiah, dan kesenjangan antara harga minyak internasional dan harga BBM domestik.

Gambar 7.3: Kenaikan harga komoditas telah menyebabkan apresiasi nilai tukar

Nilai tukar efektif riil/(LHS, indeks 2000=100)

Indeks harga komoditas terbobot ekspor/(LHS, indeks 2000=100)

Sumber: Data dari IMF dan Bank Dunia.

Dalam dokumen Perkembangan Pemicu dan Dampak Harga Kom (Halaman 177-180)

Dokumen terkait