Gambar 5.8: Harga pangan mendahului inl asi umum
Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan data dari BPS.
Dari tahun 2005 sampai 2008, perekonomian Indonesia mengalami masa inl asi yang tinggi. Inl asi tersebut pada awalnya disebabkan oleh pengurangan subsidi BBM tahun 2005, meskipun dampaknya dapat diatasi selama tahun 2006. Pada tahun 2006 dan 2007, harga beras tetap lebih tinggi daripada harga dunia karena adanya pembatasan impor dan ekspor. Pada tahun 2007, inl asi pangan disebabkan oleh kenaikan harga minyak goreng, tepung dan kedelai pada tahun 2007 (Gambar 5.8, Gambar 5.9 dan Gambar 5.10).
Kenaikan harga komoditas menimbulkan tantangan bagi Indonesia. Sejak krisis moneter, Indonesia semakin mengandalkan perdagangan swasta dan mengalami harga yang relatif stabil untuk sebagian besar komoditas pangan. Pada bulan Februari 2008, untuk mengatasi lonjakan harga pangan, pemerintah bertindak cepat untuk menghadapi kenaikan harga pangan melalui berbagai instrumen. Instrumen-instrumen tersebut diuraikan di bawah ini dan dirangkum dalam Tabel 5.3.
Bab 5
Guncangan Harga Komoditas di Indonesia
Gambar 5.9: Kenaikan harga pangan internasional
Gambar 5.10: Kecuali beras,harga-harga di Indonesia dipengaruhi oleh kenaikan harga internasional
Sumber: DECPG, perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan data dari DECPG
Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan data dari BPS dan Kementerian Perdagangan.
Tabel 5.2: Pengalaman Indonesia baru-baru ini
Paket kebijakan untuk menstabilkan harga dan melindungi rakyat miskin dari kenaikan harga pangan, yang diumumkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada bulan Februari 2008
Tepung
Menghapuskan bea masuk 5 persen untuk tepung gandum (terigu), melaksanakan PPN-DTP (pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah) untuk tepung gandum, menunda ketentuan kelayakan tepung gandum yang dinyatakan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia);
Diversii kasi pangan, termasuk pengembangan dan penggunaan tepung yang berasal dari ubi-ubian lain;
Memfasilitasi UKM di sektor industri pangan untuk mengkonversikan sumber energi dari minyak tanah menjadi LPG yang lebih murah.
Kedelai
Menghapuskan bea masuk 10 persen untuk kedelai dan memberikan “lampu hijau” Pabean kepada impor kedelai untuk mempercepat perizinan impor;
Menjual kedelai dengan harga subsidi untuk UKM yang memproduksi tahu dan tempe selama 6 bulan (subsidi Rp 1.000/kg);
Terus mengembangkan perkebunan besar kedelai untuk meningkatkan produksi domestik.
Minyak Goreng
Terus mengenakan pajak ekspor CPO;
Melaksanakan PPTN-DTP (Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung Pemerintah) untuk minyak goreng kemasan.
Menjual minyak goreng kemasan non-merek dengan harga bersubsidi kepada masyarakat yang berpendapatan rendah dan UKM selama enam bulan (subsidi Rp 2.500/liter).
Beras
Meningkatkan beras bersubsidi hingga 15 kg/rumah tangga miskin selama 9 bulan berturut-turut. Rumah tangga miskin berhak untuk membeli beras pada harga Rp. 1,600/kg (sekitar 16 sen/kg).
Menurunkan bea masuk beras menjadi Rp 450/kg;
Meningkatkan produksi beras melalui distribusi benih yang berkualitas lebih tinggi.
105
Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas: Implikasinya terhadap Perekonomian Indonesia
Bab 5 Guncangan Harga Komoditas di Indonesia
Gandum
Gandum merupakan input penting bagi industri pangan. Industri pangan, yang terdiri dari ribuan usaha kecil yang melayani berbagai segmen penghasilan, mengkonsumsi tepung gandum (terigu) dalam jumlah yang besar. 49 persen input antara di industri makaroni dan mie serta 35 persen input antara di industri roti dan biskuit adalah gandum.29 Gandum yang sebagian
besar digunakan di industri pangan adalah gandum impor. Sebelum krisis keuangan Asia Timur, Pemerintah mengendalikan impor gandum melalui badan-badan usaha milik negara. Sejak krisis keuangan, perdagangan diliberalisasi. Pada tahun 2007, Indonesia mengimpor 4,6 juta ton gandum atau 9 persen dari seluruh volume perdagangan dunia.
Pada pertengahan tahun 2007 dan awal tahun 2008, harga gandum di pasar global meningkat dengan tajam. Pemerintah Indonesia segera merespons kenaikan harga ini dengan serangkaian tindakan.30 Di antara tindakan-tindakan tersebut, Pemerintah menghapuskan bea masuk atas
gandum dan pajak pertambahan nilai atas tepung gandum. Untuk sementara waktu, Pemerintah menangguhkan ketentuan kelayakan tepung untuk mengurangi biaya lebih lanjut dan mempercepat waktu distribusi ke pengecer. Dalam banyak hal, tindakan-tindakan tersebut berhasil mencapai tujuannya untuk menstabilkan harga eceran tepung gandum.
Kedelai
Kedelai adalah sumber utama protein bagi rakyat miskin Indonesia. 14 persen total biaya input produksi tempe dan kecap, dua jenis produk makanan populer di Indonesia, adalah kedelai.31
Pengeluaran per kapita rumah tangga untuk kedelai dan produk-produknya (tempe, tahu dan kecap) mencapai sekitar dua persen dalam desil pertama dan kedua pengeluaran per kapita.
Harga kedelai di pasar domestik Indonesia meningkat secara dramatis selama periode setelah Januari 2007. Akibat kenaikan harga di pasar dunia, harga kedelai di pasar domestik naik sebesar 54 persen selama periode Januari 2007 sampai Januari 2008. Harga kedelai sangat dipengaruhi oleh harga internasional. Korelasi antara harga domestik dan internasional mencapai 0,7 yang menunjukkan pengaruh yang kuat dari guncangan harga internasional terhadap komoditas ini (Tabel 5.4).
Tabel 5.3: Harga kedelai di tingkat internasional dan domestik
Harga kedelai internasional (Rp/Kg)
Harga eceran kedelai impor (Rp/Kg)
Harga eceran kedelai lokal (Rp/Kg)
Jan 07 2.221 4.884 5.113
Des 07 3.739 5.824 5.871
Jan 08 4.181 7.500 7.500
Kenaikan Jan 07- Des 07 68 19 15
Kenaikan Jan 07- Jan 08 88 54 47
Sumber: Harga kedelai internasional dari DECPG Bank Dunia, Harga eceran Januari 07 dan Desember 08 dari Kementerian Perdagangan dan Harga eceran Januari 08 dari the Jakarta Post (berwarna merah dalam tabel).
29 Tabel Input-Output Indonesia 2000.
30 Lihat USDA Wheat Outlook: http://usda.mannlib.cornell.edu/usda/ers/WHS//2000s/2007/WHS-12-13-2007.pdf 31 Tabel Input-Output Indonesia 2000.
Bab 5
Guncangan Harga Komoditas di Indonesia
Kenaikan harga kedelai menimbulkan demonstrasi produsen produk-produk makanan yang berbahan baku kedelai. Para produsen mengaku bahwa mereka dirugikan oleh kenaikan biaya input karena mereka tidak dapat meneruskan biaya tersebut kepada konsumen akibat tingginya elastisitas permintaan. Sebagai jawaban, pemerintah memperkenalkan serangkaian tindakan sementara yang efektif dalam membantu para konsumen untuk menghadapi lonjakan harga. Untuk menjawab keluhan para produsen, pemerintah merumuskan suatu paket yang mencakup dihapuskannya bea masuk atas kedelai dan pembebasan sementara pajak pertambahan nilai atas produk olahan kedelai.
Pemerintah juga menyetujui sistem subsidi langsung kepada produsen makanan berskala kecil yang menggunakan bahan baku kedelai. Namun, pemerintah tidak melaksanakan sistem tersebut karena menyadari bahwa sistem tersebut merupakan tindakan yang tidak ei sien dan tidak perlu di mana produsen makanan berskala kecil yang menggunakan bahan baku kedelai akan meneruskan biaya kenaikan input kepada produk akhir mereka. Meskipun demikian, pengumuman sistem subsidi langsung ini mempunyai sejumlah dampak yang merugikan. Secara khusus, sistem subsidi ini menimbulkan harapan dari sektor-sektor lain bahwa subsidi pemerintah dapat digunakan sebagai jalan keluar untuk harga-harga yang mengalami kenaikan. Produsen daging dan nelayan tidak lama kemudian juga menuntut diberikan subsidi dari pemerintah.