Meskipun harga komoditas yang lebih tinggi dapat mempunyai dampak positif yang signii kan terhadap neraca perdagangan negara eksportir komoditas, harga yang lebih tinggi juga menyebabkan ‘penyakit Belanda’. Di satu pihak, meskipun harga komoditas yang lebih tinggi dapat mempunyai dampak positif yang signii kan terhadap neraca perdagangan negara eksportir komoditas, harga yang lebih tinggi juga menyebabkan apresiasi mata uang dan menyingkirkan sektor yang layak diperdagangkan, suatu fenomena yang umumnya disebut “penyakit Belanda” (Dutch disease).
Negara-negara eksportir komoditas rentan terhadap guncangan harga selama terjadinya lonjakan dan anjloknya harga. Negara-negara eksportir komoditas khususnya rentan terhadap guncangan harga selama terjadinya lonjakan dan anjloknya harga karena l uktuasi harga komoditas secara tiba-tiba dan dramatis dapat mempunyai dampak yang signii kan terhadap pendapatan pemerintah dan kemampuan pemerintah untuk mengadakan belanja. Selama terjadinya lonjakan harga minyak baru-baru ini, misalnya, banyak pemerintah di negara-negara eksportir minyak menaikkan tingkat belanja mereka dan memperluas intervensi mereka dalam perekonomian. Penurunan harga yang kemudian terjadi menyebabkan pemerintah-pemerintah tersebut menghadapi posisi anggaran yang sangat sulit.
Kenaikan harga komoditas, khususnya harga BBM dan minyak mentah yang tinggi, dapat menyebabkan kesulitan yang besar bagi keuangan publik di negara-negara eksportir komoditas. Di negara-negara demikian, pemerintah mungkin mendapatkan tekanan politik yang berat untuk mensubsidi biaya BBM dan pangan dalam rangka memitigasi dampak kenaikan harga
101
Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas: Implikasinya terhadap Perekonomian Indonesia
Bab 5 Guncangan Harga Komoditas di Indonesia
terhadap rumah tangga miskin. Kenaikan harga komoditas akan menaikan biaya subsidi. Misalnya, sebagai negara eksportir netto energi dan pangan, anggaran pemerintah Indonesia mungkin mendapatkan keuntungan dari harga komoditas yang tinggi. Namun, sebagai akibat biaya subsidi BBM, anggaran pemerintah pusat mendapatkan dampak netto yang negatif. Selama terjadinya lonjakan harga BBM baru-baru ini, biaya subsidi mencapai sekitar 20 persen dari total anggaran belanja pemerintah.
Biaya utang Pemerintah Indonesia sangat berhubungan dengan ukuran subsidi energi pemerintah dan kebutuhan pembiayaannya. Pasar utang membebankan premi ketika subsidi bertambah. Keuntungan dari obligasi pemerintah yang bergerak bersama-sama dengan harga minyak sudah umum terjadi di Indonesia (Gambar 5.6). Namun, pergerakan keuntungan obligasi Indonesia teristimewa menonjol, dan membutuhkan waktu yang lebih lama dari rata-rata untuk kembali ke tingkat normal setelah harga minyak kembali menguat. Selanjutnya, transaksi obligasi Indonesia juga sangat sensitif terhadap bagaimana Pemerintah Indonesia mengelola harga BBM domestik yang telah diatur. Ketika kesenjangan semakin melebar antara harga BBM Indonesia dan harga BBM internasional, keuntungan obligasi Indonesia meningkat dengan nyata.
Gambar 5.6: Keuntungan dari obligasi Pemerintah Indonesia tampaknya mengikuti biaya subsidi
Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan data dari CEIC dan Departemen Energi AS.
Ketidakstabilan harga yang melekat pada komoditas mempunyai implikasi ekonomi mikro dan ekonomi makro yang signii kan terhadap negara-negara yang perekonomiannya banyak mengandalkan ekspor komoditas. Ketidakstabilan harga menimbulkan kesulitan bagi petani kecil yang hidup secara pas-pasan. Ketidakstabilan harga juga memperbesar risiko produsen komoditas karena menghambat investasi. Ketidakstabilan harga juga meningkatkan jumlah tabungan sebagai tindakan pencegahan dalam perekonomian (Deaton, 1992) karena konsumen menabung lebih banyak untuk melindungi diri dari kenaikan harga di masa mendatang dan produsen menabung lebih banyak untuk melindungi diri dari anjloknya harga di masa mendatang.
Di tingkat ekonomi makro, tingginya ketidakstabilan harga komoditas menyebabkan PDB, nilai kurs dan pendapatan ekspor menjadi lebih tidak stabil. Hal ini khususnya terjadi pada negara-negara yang sangat bergantung pada ekspor komoditas utama (Gambar 5.7). Ketidakstabilan
Bab 5
Guncangan Harga Komoditas di Indonesia
harga juga dapat mempunyai dampak yang merugikan terhadap kemampuan pemerintah untuk merumuskan kebijakan-kebijakan ekonomi jangka panjang yang efektif dan dapat menimbulkan disekuilibrium i nansial dan moneter yang negatif.
Gambar 5.7: Dampak guncangan yang parah terhadap kemajuan ekonomi
Perekonomian yang bergantung pada komoditi primer mengalami ketidakstabilan yang lebih parah
Standar deviasi dari perubahan persentase
Sumber: Prospek Ekonomi Global (2008).
Catatan: Ketidakstabilan didei nisikan sebagai deviasi standar perubahan persentase dari waktu ke waktu (data tahunan). Konsentrasi komoditas yang diukur pada tahun 1980 tidak termasuk negara-negara dengan jumlah penduduk kurang dari satu juta jiwa.
5.3 Menghadapi Guncangan Harga Komoditas:
Pengalaman Indonesia
Di masa lalu, pemerintah Indonesia pernah menjadikan stabilisasi harga komoditas makanan pokok di pasar domestik sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan sosial ekonominya. Kebijakan tersebut dilaksanakan karena dua alasan utama:
mengurangi dampak l uktuasi harga terhadap konsumen, khususnya rakyat miskin; dan
melengkapi kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengembangkan sektor pertanian dan mencapai ketahanan pangan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 1960an, Indonesia telah melaksanakan berbagai program dan kebijakan untuk menstabilkan harga-harga dari komoditas yang sebagian besar termasuk dalam “keranjang konsumsi” dan komoditas yang sangat penting bagi Indonesia. Selama jangka waktu tahun 1969 sampai 1998, pemerintah memberikan wewenang kepada Badan Logistik (Bulog) untuk melaksanakan tindakan-tindakan guna memastikan ketersediaan makanan pokok dan menstabilkan harganya, antara lain seperti beras, gula, kedelai, minyak goreng dan daging. Mekanisme untuk mencapai tujuan ini berupa intervensi publik di bidang pengadaan, pengelolaan stok dan distribusi pangan. Demikian pula, pemerintah telah memberikan wewenang kepada perusahaan minyak negara Pertamina untuk mengelola seluruh produksi dan sepenuhnya mengendalikan harga dan distribusi bahan bakar bersubsidi.
103
Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas: Implikasinya terhadap Perekonomian Indonesia
Bab 5 Guncangan Harga Komoditas di Indonesia
mengeluarkan kebijakan yang kuat. Krisis tersebut disebabkan oleh perdagangan pangan global yang menurun dan tidak stabil. Pemerintah menanggapinya dengan melakukan investasi yang besar di sektor irigasi dan dengan mempromosikan penggunaan teknologi penanaman padi yang baru untuk meningkatkan produksi beras. Pemerintah juga memberikan mandat kepada Bulog untuk memastikan insentif harga yang layak bagi petani padi dengan mempertahankan harga beras domestik pada tingkat yang diinginkan melalui pengadaan stok dan operasi pasar. Sejak krisis keuangan tahun 1997 di Asia Timur, peranan Bulog mengalami perubahan besar melalui transformasi menjadi perusahaan publik yang berorientasi pada laba.
Pemerintah menciptakan monopoli perdagangan bahan bakar dalam rangka mewujudkan stabilitas harga bahan bakar. Melalui perusahaan minyak milik negara, Pertamina, pemerintah menjalankan monopoli perdagangan bahan bakar dalam rangka mewujudkan stabilitas harga bahan bakar di Indonesia. Pemerintah mengalokasikan subsidi BBM dalam anggaran belanja tahunannya dan menyalurkannya melalui Pertamina. Selama puluhan tahun, pemerintah menggunakan Pertamina untuk memastikan bahwa BBM dialokasikan ke semua daerah dan dijual dengan harga yang sama. Pertamina tetap mengendalikan distribusi eceran BBM dan minyak pelumas serta perizinan SPBU di seluruh Indonesia. Setelah krisis keuangan, pemerintah meliberalisasi distribusi BBM dan produk-produk minyak bumi dengan mengundang investasi swasta, khususnya dalam jaringan distribusi. Pada tahun 2005, pemerintah menjalankan reformasi kebijakan besar lain dengan mengurangi subsidi BBM.