Harga bahan bakar di Indonesia adalah yang termurah di kawasan Asia Pasii k33 (Gambar 53).
Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara di kawasan ini di mana pemerintah masih mengatur harga BBM secara langsung. Harga-harga sangat disubsidi. Subsidi tersebut sangat regresif karena jauh lebih banyak dimanfaatkan oleh orang-orang kaya ketimbang rakyat miskin.
Kenaikan harga minyak mentah dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan kenaikan yang signii kan pada biaya subsidi BBM. Lonjakan harga minyak pada tahun 2005 memaksa pemerintah untuk meninjau kembali subsidi beberapa produk BBM. Pemerintah banyak mengurangi jenis produk energi yang disubsidi dan menaikkan harga banyak produk energi secara tajam. Dalam beberapa kasus, kenaikan tersebut lebih dari 100 persen. Namun, pemerintah tetap memberikan subsidi untuk minyak tanah yang dikonsumsi rumah tangga, untuk bensin dan solar yang beroktan rendah, dan LPG yang digunakan rumah tangga. Pemerintah juga tetap memberikan subsidi kepada Perusahaan Listrik Negara.
Skema harga dan subsidi yang baru masih belum ei sien dan kurang tepat sasaran. Harga BBM dinaikkan berdasarkan surat keputusan namun tidak ada mekanisme yang diterapkan untuk menghubungkan perubahan harga dunia lebih lanjut dengan harga domestik BBM. Akibatnya, APBN tetap rentan terhadap kenaikan harga minyak lebih lanjut. Subsidi masih regresif. Sekitar dua per tiga belanja untuk subsidi BBM masih dinikmati oleh 20 persen penduduk teratas, sedangkan sepersepuluh penduduk terbawah hanya menerima 1 persen manfaat langsung (Gambar 5.13).34
Gambar 5.13: Subsidi BBM lebih banyak dinikmati orang kaya ketimbang orang miskin
Gambar 5.14: Subsidi energi menjadi tidak berkelanjutan
Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan data dari Susenas 2007.
Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan data dari BPS dan Kementerian Keuangan.
33 Untuk analisis yang terperinci terhadap subsidi energi, lihat Cut Dian R.D. Agustina dkk dan laporan Bank Dunia “Tinjauan Pengeluaran Publik Indonesia 2008”
34 Pemerintah menyadari hal ini dan memperkirakan bahwa dari subsidi BBM sebesar US$6 milyar yang semula diusulkan dalam APBN 2008, US$5,6 milyar akan dinikmati orang kaya. Sementara itu, dalam APBN, pemerintah hanya mengalokasikan US$7,4 milyar untuk program pengentasan kemiskinan. http://www.depsos.go.id/unduh/ wawancana%20MENSOS%20vs%20RAMAKO.pdf
Bab 5
Guncangan Harga Komoditas di Indonesia
Lonjakan harga BBM pada tahun 2007 menimbulkan tekanan baru atas APBN. Biaya subsidi pada tahun 2008 diproyeksikan mencapai US$25 milyar. Ini melebihi tingkat biaya sebelum penyesuaian harga tahun 2005. Mengingat pemerintah menerima sekitar 80 persen nilai produksi minyak bumi dan sekitar 70 persen nilai produksi gas bumi, maka setiap kenaikan US$10 pada harga minyak mentah dunia menyebabkan kenaikan pendapatan pemerintah sekitar 25 persen. Namun, kenaikan harga minyak mentah tersebut menyebabkan kenaikan biaya subsidi pemerintah untuk produk- produk energi sedikitnya sebesar 81 persen, atau lebih dari US$ 4,4 milyar. Selain transfer terkait dengan minyak sekitar 30 persen lebih tinggi oleh pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, kenaikan harga minyak internasional pada tahun 2007 dari US$60 menjadi US$90 per barel menyebabkan kenaikan dei sit pemerintah pusat sedikitnya sebesar dua per tiga, dari 1,5 persen menjadi sekitar 2,15 persen dari PDB (Gambar 5.12). Pada tahun 2008, pemerintah Indonesia terpaksa meninjau sekali lagi program subsidi BBMnya
Untuk mengurangi tekanan pada APBN dan menjaga stabilisasi pasar keuangan, pemerintah memutuskan untuk mengurangi subsidi BBM dan menggunakan dana yang dihemat untuk melaksanakan program bantuan langsung tunai yang ditargetkan sangat luas. Setelah harga internasional minyak mentah naik melebihi ambang batas US$110 per barel, pemerintah menaikkan harga BBM yang diatur rata-rata sebesar 28,7 persen di akhir bulan Mei 2008. Namun, kenaikan harga tersebut masih lebih rendah dibandingkan kenaikan harga BBM dunia sejak awal tahun 2008. Pemerintah maih menetapkan harga BBM jauh di bawah biaya ekonomisnya (Gambar 5.13) dan jauh di bawah tingkat harga di kawasan regional (Gambar 5.14). Akibatnya, sekitar seperlima dari belanja pemerintah, atau sekitar 4,5 persen dari PDB, harus digunakan untuk subsidi energi. Namun, tindakan tersebut memberikan sumber daya yang memungkinkan pemerintah meluncurkan kembali bantuan langsung tunai yang ditargetkan tanpa syarat untuk menutupi kenaikan biaya pangan bagi 19 juta rumah tangga.
Gambar 5.15: Harga minyak ditetapkan di bawah biaya ekonomis
Gambar 5.16: Harga BBM di Indonesia masih terendah di kawasan regional
Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan data dari BPS dan Kementerian Keuangan.
Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan data dari Kementerian Keuangan.
Catatan: Pra-Indonesia mengacu kepada harga sebelum bulan Mei 2008 dan pasca-Indonesia mengacu kepada harga setelah Mei 2008.
Skema subsidi Indonesia menyebabkan perekonomian domestik dipengaruhi kenaikan harga internasional secara tiba-tiba. Indonesia masih mempertahankan kebijakan harga yang ditetapkan untuk kebanyakan jenis bahan bakar dan untuk listrik. Indonesia membatasi impor bahan pangan tertentu, terutama beras. Harga-harga hanya sesekali dibiarkan berubah sehingga menimbulkan
111
Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas: Implikasinya terhadap Perekonomian Indonesia
Bab 5 Guncangan Harga Komoditas di Indonesia
lonjakan inl asi dan penurunan angka pertumbuhan selama tahun-tahun berlangsungnya penyesuaian harga. Misalnya, tindakan pada tahun 2005 untuk menaikkan sebagian besar harga BBM lebih dari 100 persen “mengguncang” perekonomian Indonesia selama setahun dan membentuk pola inl asi Indonesia yang tidak lazim, yang mencapai 13,1 persen pada tahun 2006. Hal ini memaksa bank sentral menaikkan suku bunga yang menyebabkan penurunan angka pertumbuhan menjadi 5,5 persen.
5.4 Tanggapan Kebijakan Internasional Baru-Baru
ini Terhadap Kenaikan dan Ketidakstabilan Harga
Komoditas
Kebanyakan negara harus menghadapi masalah-masalah sosial dan ekonomi sehubungan dengan kenaikan harga pangan. Di seluruh dunia, selama dasawarsa terakhir, harga komoditias secara umum dan komoditas pangan secara khusus terus mengalami kenaikan. Kenaikan harga pangan dan bahan bakar mencerminkan laju inl asi yang lebih tinggi. Kecenderungan terhadap kenaikan harga mempunyai dampak langsung terhadap penduduk di kebanyakan negara. Hampir semua negara, termasuk negara-negara dengan perekonomian maju dan berkembang, harus menghadapi masalah sosial dan ekonomi terkait dengan kenaikan harga pangan. Tanggapan dari 56 tim tingkat negara Bank Dunia terhadap suatu survei di awal tahun 2008 memperlihatkan bahwa 39 negara merasa bahwa kenaikan harga merupakan masalah sosial politik yang utama. Di 18 negara telah terjadi pergolakan atau aksi protes sosial, dan di 33 negara dikhawatirkan akan terjadi pergolakan di masa mendatang (Gambar 5.17). Situasi ini memaksa banyak pemerintah melaksanakan tindakan untuk membatasi dampak guncangan harga. Misalnya, Malaysia dalam jangka pendek mengendalikan pasokan minyak gorengnya, dan Cina membebankan pajak atas ekspor makanan ketika inl asi mencapai puncak tertinggi dalam kurun waktu 11 tahun.
Pemerintah-pemerintah mempunyai instrumen kebijakan yang terbatas untuk menghadapi kenaikan harga pangan. Instrumen-instrumen kebijakan tersebut mungkin dimaksudkan untuk mencapai sejumlah tujuan tertentu atau menyelesaikan sejumlah masalah tertentu, termasuk: (i) Ketidakamanan pangan rumah tangga; (ii) memperbaiki ketersediaan bahan pangan pokok dalam jangka pendek; (iii) menghadapi implikasi ekonomi makro; dan (iv) meningkatkan pasokan bahan pangan dalam jangka panjang dan mengurangi ketidakstabilan.
Ada tiga pilihan untuk menanggulangi ketidakamanan pangan rumah tangga: Pilihan-pilihan terbaik untuk mengelola ketidakamanan pangan rumah tangga mencakup program bantuan tunai (Etiopia, Brasil); program pemberian pangan kepada kelompok-kelompok rentan (misalnya, program- program yang dilaksanakan di Burkina Faso, Honduras, Maroko); dan program pekerjaan umum yang ditargetkan sendiri (Mozambik, Kamboja). Pengendalian harga terbukti merupakan pilihan kebijakan yang sangat tidak ei sien. Meskipun begitu, 23 dari 56 negara yang disurvei telah melaksanakan pengendalian harga di produk-produk dan pasar-pasar tertentu. Salah satu pilihan kebijakan yang khususnya buruk adalah memaksa produsen menjual di bawah harga pokok (Mongolia dan Zimbabwe) karena pilihan tersebut justru memperburuk masalah-masalah yang seharusnya diatasi oleh kebijakan.
Pilihan terbaik untuk menjamin pasokan bahan pangan dasar dalam jangka pendek adalah mengurangi bea masuk atas padi-padian. Sebenarnya, kebanyakan negara membebankan bea masuk yang tinggi atas padi-padian sehingga ketika terjadi lonjakan harga hal itu direspons dengan penurunan bea masuk yang cukup besar. Instrumen-instrumen yang kurang efektif mencakup
Bab 5
Guncangan Harga Komoditas di Indonesia
intervensi langsung dari negara dalam perdagangan padi-padian untuk menekan harga (Yaman); subsidi impor untuk padi-padian tertentu (Saudi Arabia); dan pembatasan ekspor padi-padian (India, Argentina, Kroasia, Pakistan, Vietnam, Rusia, Ukraina). Pembatasan ekspor di sejumlah negara telah menimbulkan ketidakstabilan harga yang tajam di pasar-pasar lain (seperti dalam kasus larangan ekspor beras oleh India dan Vietnam, yang menimbulkan gelembung harga beras).
Pinjaman dan hibah dari luar negeri dapat membantu mengelola implikasi ekonomi makro dari instrumen-instrumen kebijakan: Tindakan-tindakan untuk mengatasi kesenjangan i skal akibat biaya kebijakan baru dan turunnya pendapatan pajak perdagangan dapat mencakup pinjaman dan hibah dari luar negeri. Pilihan-pilihan lain untuk mengendalikan laju inl asi secara lebih umum mencakup kebijakan moneter yang lebih ketat; kebijakan i skal yang lebih ketat dan kebijakan-kebijakan lain yang dimaksudkan untuk mendorong apresiasi nilai tukar.
Ada beberapa opsi untuk meningkatkan pasokan bahan pangan dalam jangka panjang dan mengurangi ketidakstabilan. Pilihan-pilihan kebijakan yang cocok untuk mengurangi ketidakstabilan harga dengan meningkatkan pasokan mencakup menggeser perdagangan dan pengadaan pangan ke sektor swasta; mengembangkan instrumen-instrumen pengelolaan risiko berbasis pasar (Malawi, Afrika Selatan); mendorong investasi di bidang jasa pendukung pertanian (Brasil, Malaysia, Thailand); dan melakukan investasi di bidang infrastruktur pedesaan dan fasilitasi perdagangan.
Gambar 5.17: Pengalaman negara dan kekhawatiran terhadap gejolak sosial
Mo zambique Ma dagascar Zimbabwe Tanzania Ethiopia Zambia Eritrea Sudan Kenya DRC Cambodia Kyrgyz Have not experienced protest BUT have concerns of future unrest: 21 Burundi Lesot ho Cameroon Burkina Faso Sao To me & Principe
Indonesia Mo ngol ia Me xico Peru Yemen Mo ro cc o Pakist an Experienced protest AND have concerns of future unrest: 12 El Salvador Ar gentina Bo livia Haiti Sri Lanka Experienced protest AND have concerns of future unrest: 12 Have not experienced protest BUT have concerns of future unrest: 21 Experienced
protest but NOT concerned about future unrest: 5 Panama Ho nduras Egypt Tunisia Nepal India Ma ldives Bangladesh Af ghanist an
Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan data mengenai tanggapan kebijakan dari 56 tim tingkat negara Bank Dunia
Paragraf-paragraf berikut ini mengulas pilihan-pilihan kebijakan dengan lebih terperinci.