PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DENGAN VALUE
STREAM MAPPING (VSM)
(Studi Kasus di CV Cita Nasional Salatiga, Jawa Tengah)
Panji Deoranto
1*, Awanda Tyas Mahardika
2, dan Rizky Luthfian Ramadhan Silalahi
3
1Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya
2Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya
*Alamat Korespondensi: deoranto@ub.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis pemborosan yang terjadi pada produksi susu pasteurisasi di CV Cita Nasional Salatiga serta memberikan usulan perbaikan dengan mengurangi production lead time menggunakan value stream mapping sehingga proses produksi menjadi lebih efisien. Penelitian ini menggunakan konsep lean manufacturing. Dalam membantu menyelesaikan permasalahan terkait pemborosan pada lean manufacturing yaitu dengan menggunakan metode Value Stream Mapping (VSM), yang digunakan untuk memetakan keseluruhan proses produksi. Tujuan dari VSM yaitu untuk mengetahui dan menggambarkan semua proses yang ada pada saat ini (current state map) dengan semua permasalahan yang terjadi di dalamnya, kemudian menghasilkan future state map yang merupakan gambaran perbaikan dalam sistem proses poduksi tersebut. Pengolahan data menghasilkan tools VALSAT yang akan terpilih dalam proses detail mapping. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pemborosan tertinggi yaitu waiting. Rekomendasi perbaikan yang diusulkan meliputi adanya penambahan fasilitas berupa mesin pasteurisasi dan penjadwalan kedatangan bahan baku. Analisis dengan value stream mapping menunjukkan bahwa berkurangnya lead time produksi sebesar 67,62 menit.
Kata Kunci:Lean Manufacturing, Pemborosan, Rekomendasi Perbaikan, Value Stream Mapping.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Susu merupakan produk agroindustri yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan data statistik konsumsi dan produksi susu di Indonesia yang terus meningkat. Produksi susu yang meningkat juga menyebabkan perkembangan industri susu di Indonesia. Perkembangan industri susu di Indonesia menyebabkan persaingan antar perusahaan produk olahan susu. Menurut Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) (2015), tercatat terdapat 44 industri di Indonesia yang bergerak dalam bidang pengolahan susu dan menurut Kementrian Perindustrian (2013), industri pengolahan susu meningkat sebesar 12 % per tahunnya. Dalam pelaksanaan produksi, setiap perusahaan harus mampu mencapai target yang telah ditentukan. Salah satu upaya pencapaian target yaitu dengan mengurangi pemborosan yang terjadi selama proses produksi. Pemborosan dapat mengurangi angka produktivitas dan kualitas produksi yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan. Pemborosan terjadi di sebagaian besar perusahaan, termasuk CV Cita Nasional yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan susu.
CV Cita Nasional didirikan pada tanggal 10 November 2000 dan diresmikan oleh Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih Mec, selaku Menteri Pertanian dan Perkebunan Republik Indonesia. Lokasi Pabrik terletak di Jalan Raya Salatiga
Kopeng Km 5 Desa Sumogawe, kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Produk yang dihasilkan dari CV Cita Nasional ini diberi nama “Susu Segar Nasional”. Terdapat dua produk olahan susu yang diproduksi oleh CV Cita Nasional, yaitu produk susu pasteurisasi dengan varian rasa coklat, strawberi, jeruk dan vanilla serta produk yogurt yang memiliki varian rasa mangga dan strawberi.
Pada proses produksi produk susu pasteurisasi di CV Cita Nasional hingga Bulan April 2016 teridentifikasi bahwa kendala yang muncul yaitu terjadinya waktu menunggu bahan baku untuk memulai produksi. Kedatangan bahan baku yang tidak menentu setiap harinya menyebabkan waktu produksi yang dibutuhkan menjadi lebih lama, dikarenakan proses produksi dapat berjalan jika bahan baku selanjutnya telah datang. Kendala yang terjadi pada CV Cita Nasional termasuk dalam salah satu jenis pemborosan, yaitu waiting. Waiting merupakan salah satu pemborosan dengan keadaaan dimana pekerja menggangur dikarenakan kehabisan material, keterlambatan proses, mesin rusak dan bottle neck. Pemborosan tersebut dapat
diminimasi menggunakan konsep pendekatan lean
manufacturing dengan menggunakan metode VSM.
Konsep meminimasi pemborosan yang terjadi dalam
perusahan dapat dicerminkan dengan lean manufacturing.
Lean manufacturing adalah suatu pendekatan sistematis
untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan berupa aktivitas yang tidak memberi nilai lebih (non-value
PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016
added activities) melalui perbaikan secara terus menerus
dengan mengizinkan aliran produk dengan sistem tarik (pull
system) dari sudut pelanggan dengan tujuan kesempurnaan
kepuasaan pelanggan (Fontana, 2011). Value Stream
Mapping (VSM) adalah suatu metode pemetaan aliran
produksi dan aliran informasi untuk memproduksikan satu produk atau satu family produk, yang tidak hanya pada masing-masing area kerja, tetapi pada tingkat total produksi
serta mengidentifikasi kegiatan yang termasuk value added
dan non value added (Rother and Shook, 2003).
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di CV Cita Nasional di di Jalan Raya Salatiga Kopeng Km 5 Desa Sumogawe, kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016. Pengolahan data penelitian dilakukan di Laboratorium Komputasi dan Analisis Sistem, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang.
Pada penelitian ini terdapat batasan masalah, dimana hal ini digunakan lebih memfokuskan masalah yang sedang dikaji agar sesuai dengan harapan yang ingin dicapai. Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Hasil penelitian tidak memperhitungkan biaya
perbaikan.
2. Pengukuran dilakukan per batch produksi (10.000 Liter).
3. Identifikasi pemborosan dilakukan pada 7 jenis
pemborosan (waste), yaitu overproduction, waiting,
transportation, inappropriate processing, unnecessary inventory, unnecessary motion, defects.
Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap penelitian, yaitu survei pendahuluan dan studi literatur, identifikasi masalah, penetapan tujuan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan pembahasan serta kesimpulan dan saran. Tahapan penelitian lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Identifikasi masalah pada penelitian ini yaitu
mengidentifikasi waste pada proses produksi susu
pasteurisasi di CV Cita Nasional. Pada penelitian ini sumber data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dengan cara melakukan observasi, pengamatan, wawancara, dan kuisioner. Data sekunder yang dibutuhkan yaitu data gambaran umum CV Cita Nasional, data produksi, data jumlah operator, data jam kerja, data permintaan, dan data
inventory.
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Pengolahan Data
1. Value Stream Mapping
a. Current State Map
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mebuat current
PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016
1. Menentukan dan mengidentifikasi jenis produk apa yang
akan digunakan dalam penelitian.
2. Menentukan value stream manager, yaitu pihak yang
memegang peranan penting dalam proses produksi dan harus memahami keseluruhan proses secara mendetail. 3. Membentuk diagram SIPOC (supplier, input, process,
output dan customer).
4. Menghitung waktu standar
Pada tahap ini dilakukan pengamatan pada proses
produksi dengan menggunakan time study dalam
menentukan waktu siklus.
Data yang telah didapat dari hasil pengamatan selanjutnya akan dilakukan beberapa pengujian, yaitu:
1) Uji Kecukupan Data
Untuk menetapkan beberapa jumlah pengamatan yang seharusnya dibuat (N’) maka harus diputuskan terlebih dahulu berapa tingkat kepercayaan (convidence level)
dan derajat ketelitian (degree of accuracy)
(Wignjosoebroto, 2003). Untuk melakukan uji kecukupan data, dapat dihitung dengan formulasi berikut:
Dimana:
N’ = Jumlah data yang dibutuhkan
(batch)
N = Jumlah data yang diambil (batch)
= Tingkat kepercayaan s = Tingkat ketelitian (%) X = Waktu Pengamatan (menit)
Apabila N’ < N, maka data dinyatakan cukup. Jika N’ > N, maka data dinyatakan tidak cukup dan perlu dilakukan pengamatan harus ditambah lagi sedemikian rupa sehingga data yang diperoleh bisa memberikan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian sesuai yang diharapkan (Wignjosoebroto, 2003).
2) Uji Kenormalan Data
Uji kenormalan data dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan bantuan software SPSS 19. Data dikatakan terdistribusi normal apabila memiliki angka signifikansi > 0,5. Tujuan dari uji kenormalan data ini yaitu untuk mengetahui apakah asumsi kenormalan telah terpenuhi apa tidak.
3) Uji Keseragaman Data
Tes keseragaman data dilakukan dengan
mengaplikasikan peta kontrol (control chart). Batas kontrol atas (BKA) serta batas kontrol bawah (BKB) untuk grup data dapat dicari dengan formulasi berikut (Wignjosoebroto, 2003):
Dimana:
BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
= Nilai rata-rata
SD ( ) =StandarDeviasi (menit)
Perhitungan standar deviasi:
Dimana:
= standar deviasi (menit) = waktu pengamatan ke-i (menit) = rata-rata waktu pengamatan (menit)
= jumlah pengamatan (batch)
4) Menggambarkan sistem produksi mulai dari awal proses
produksi saampai barang jadi beserta aliran nilai (value
stream) yang terdapat di perusahaan. Sehingga akan
diperoleh gambaran mengenai aliran informasi dan aliran fisik dari sistem yang ada, serta menggambarkan
lead time yang dibutuhkan pada masing-masing proses
produksi.
b. Analisis Current State Map
Analisis ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi pemborosaan (waste) pada value stream current state.
Setelah membuat current state map kemudian menghitung
total cycle time, yaitu total waktu yang digunakan dalam
pengerjaan produk, mulai dari raw material hingga produk
jadi, baik yang termasuk value added, non value added dan
necessary but non value added.
2. Mengidentifiasi Waste dan Akar Penyebabnya
Pada tahap ini dilakukan pembobotan waste yang sering
terjadi dalam value stream produksi. Dalam melakukan
pembobotan dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner
dan melakukan brainstorming dengan pihak-pihak yang
terlibat dalam proses produksi. Dari hasil kuisioner ini akan
diketahui waste terbanyak yang terjadi pada proses
produksi. Pembobotan waste digunakan untuk menentukan
skor dan tools VALSAT yang akan digunakan.
Setelah melakukan identifikasi penyebab terjadinya pemborosan yang dengan menggunakan kuisioner kemudian mengidentifikasi akar penyebab terjadinya pemborosan pada
proses produksi dengan menggunakan fishbone diagram,
diagram ini berbentuk seperti tulang ikan. Dengan
menggunakan fishbone diagram akan dapat menentukan
faktor-faktor yang menjadi penyebab dari perubahan dalam proses produksi. Faktor-faktor penyebab yang dimaksud biasanya dibagi menjadi lima faktor, yaitu bahan baku, mesin, manusia, metode, dan lingkungan.
3. Pemilihan Value Stream Anaysis Tools
Pada tahap sebelumnya didapatkan nilai rata-rata tiap
waste dari hasil rekapitulasi kuisioner, di mana nilai rata-
rata tersebut akan digunakan dalam pemilihan tools pada
tahap ini. Nilai tiap tools didapatkan dengan cara
mengalikan nilai rata-rata tiap waste dari hasil rekapitulasi kuisioner dengan faktor pengali sesuai dengan tabel matriks VALSAT (Intifada & Witantyo, 2012). Matriks VALSAT dapat dilihat pada Tabel 1.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016
Tabel 1. Value Stream Analysis ToolsCatatan:
H (High correlations and usefullness) Faktor pengali = 9 M (Medium correlations and usefullness) Faktor pengali = 3 L (Low correlations and usefullness) Faktor pengali = 1 (Sumber: Hines & Nick, 2005)
4. Penyusunan Future State Map
Hasil analisis current state map dan detail mapping
menggunakan tools VALSAT, dilakukan beberapa
perubahan atau dengan memberikan rekomendasi saran perbaikan untuk perusahaan. Rekomendasi perbaikan bertujuan untuk mengurangi waste yang ada pada proses produksi susu pasteurisasi di CV Cita Nasional. Rekomendasi perbaikan diperoleh setelah mengetahui apa yang menjadi penyebab permasalahan atas yang terjadi pada proses produksi. Penyusunan future state map didapatkan dari hasil penerapan rekomendasi perbaikan dan didapatkan
value added dan non value added yang baru dengan tujuan
minimasi waktu non value added.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum CV Cita Nasional
CV Cita Nasional merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan susu. Lokasi Pabrik terletak di Jalan Raya Salatiga Kopeng Km 5 Desa Sumogawe, kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Produk yang dihasilkan dari CV Cita Nasional ini diberi nama “Susu Segar Nasional”. Produk susu pasteurisasi
dikemas dalam bentuk cup 150 ml.
Pembentukan Current State Map
Produk yang yang dipilih dalam pembentukan current
state map di CV Cita Nasional adalah susu pasteurisasi
kemasan cup 150 ml. Informasi yang diperlukan dalam
pembuatan peta untuk setiap kategori proses di sepanjang
value stream yaitu menggunakan waktu siklus. Hasil
pengambilan data waktu siklus dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Waktu siklus setiap proses
Proses Waktu Siklus ( menit )
Penampungan Susu dan pendinginan 10,90
Pencampuran 43,43
Pasteurisasi dan Homogenisasi 129,07
Penampungan Produk Jadi dan Pendinginan 12,90
Pengemasan 131,46
Sumber: Data primer yang diolah (2016).
Current state map akan dijadikan sebagai dasar untuk
mengidentifikasi adanya pemborosan di sepanjang value
stream. Analisis yang dilakukan terhadap current state map
yaitu dengan mengelompokkan kegiatan yang termasuk
Value Added (VA), Non Value added (NVA) dan Necessary
but Non Value Added (NNVA). Aktivitas yang termasuk
value added (VA) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Aktivtas yang termasuk value added (VA)
No Aktivitas Waktu (menit)
1 Penampungan Susu dan
pendinginan 10,90
2 Pencampuran 43,43
3 Pasteurisasi dan
Homogenisasi 129,07
4 Penampungan Produk Jadi
dan Pendinginan 12,90
5 Pengemasan 131,46
Jumlah 327,76 Sumber: Data primer yang diolah (2016).
Aktivitas yang termasuk nonvalue added (NVA) dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Aktivitas yang termasuk nonvalue added (NVA)
No Aktivitas Waktu
(menit) 1 Staff QC mengambil bahan baku
tambahan 1,43
2 Mengembalikan bahan baku tambahan pada tempatnya dan membersihkan tempat penimbangan
2,13 3 Staff QC mengambil sampel susu yang
datang dari KUD 2,23 Satff QC membawa sampel ke
laboratorium 2,68
4 Staff produksi mengambil bahan baku
tambahan ke laboratorium QC 5,34 5 Staff produksi memasang selang yang
menghubungkan antara tangki penampungan dengan tangki pencampuran
2,54
6 Staff produksi menutup kran tangki
penampungan 0,13
7 Staff produksi mengambil bahan baku
tambahan gula, perasa, dan pewarna 3,46 8 Susu berada di tangki pencampuran 50,12 9 Staff produksi mengganti selang menuju
menuju tangki antara 2,21 10 Staff produksi membuka kran tangki
pencampuran 0,13
11 Susu dialirkan menuju tangki antara 12,65 12 Staff QC melakukan pengambilan sampel
terhadap susu pasteurisasi 3,83 13 Staff QC membawa sampel ke
laboratorium 3,31
14 Staff pengemasan mengambil bahan
pengemas dari gudang 4,65 15 Staff pengemasan membawa bahan
pengemas ke area pengemasan 6,76 16 Staff pengemasan menata krat di area
pengemasan 4,32
17 Susu dialirkan ke mesin pengemas 13,05 18 Staff QC membawa sampel ke
laboratorium 4,18
19 Susu pasteurisasi pesanan distributor
dibawa menuju mobil pengiriman 14,52 20 Susu pasteurisasi ditata di mobil
pengiriman 15,67
21 Susu pasteurisasi untuk persediaan
dibawa menuju cold storage 11,42 22 Susu pasteurisasi ditata di cold storage 5,36
Jumlah 187,54
PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016
Aktivitas yang termasuk necessary butnonvalue added
(NNVA) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Aktiitas yang termasuk necessary nonvalue added
(NBNVA)
No Aktivitas Waktu (menit)
1 Staff QC melakukan penimbangan formula bahan baku tambahan
10,72 2 Staff QC melakukan
pengujian 125,41
3 Staff QC melakukan pengujian terhadap susu pasteurisasi
27,14 4 Staff QC mengambil sampel
produk jadi dan diuji suhunya 2,49 5 Staff pengemasan melakukan
set up mesin 10,55
6 Staff pengemasan melakukan
uji coba mesin 10,47
Jumlah 186,78 Sumber: Data Primer yang Diolah (2016).
Identifikasi waste
Proses identifikasi waste dilakukan dengan menyebarkan
kuisioner pembobotan waste dan wawancara terhadap
beberapa pihak yang terlibat di dalam proses produksi udang beku. Hasil yang diperoleh dari penyebaran kuisioner tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Rekapitulasi Kuisioner
Tipe Pemborosan Rata-rata
Skor Ranking Overproduction 1,4 6 Waiting 2,6 1 Excessive transportation 1,2 7 Inappropriate processing 1,6 4 Unnecessary inventory 2,4 2 Unnecessary motion 1,6 5 Defect 2,2 3
Sumber: Data Primer yang Diolah (2016).
Setelah memperoleh hasil pembobotan, langkah selanjunya yaitu pemilihan tools value stream mapping.
Hasil dari pembobotan VALSAT dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7. Hasil Pembobotan VALSAT
Value Stream Mapping Tools Total
Bobot Ranking
Process Activity Mapping 73,8 1
Supply Chain Respon Matrix 50,8 2
Demand Amplification Mapping 33,6 3
Decission Point Analysis 20,8 4
Production Variety Funnel 14,6 5
Quality Filter Mapping 22,8 7
Physical Structure 3,6 6
Sumber: Data Primer yang Diolah (2016)
Setelah diketahui rangking dari VALSAT, langkah
selanjutnya yaitu melakukan penggambaran detail mapping
tersebut sehingga dapat digunakan untuk menganalisis
pemborosan yang terjadi pada value stream. Pemilihan tools
yang akan digambarkan dalam penelitian ini adalah tools
dengan nilai bobot yang paling besar yaitu Process Activity
Mapping (PAM) sebesar 73,8. Hasil process activity
mapping pada proses produksi susu pasteurisasi CV Cita
Nasional terdiri dari 20 aktivitas operasi, 10 aktivitas transportasi, 5 aktivitas inspeksi 1 aktivitas waktu menunggu, dan tidak ada aktivitas penyimpanan.
Identifikasi Penyebab Terjadinya waste dengan fishbone
Dari ketujuh jenis waste yang ada, waste yang paling dominan dan tertinggi yaitu waiting. Waiting terjadi pada
bagian proses produksi dan pengemasan. Waiting pada
proses produksi disebakan terjadinya bottleneck saat akan memasuki proses pasteurisasi. Hal ini disebabkan hanya terdapat satu mesin pasteurisasi. Sementara waiting pada pengemasan terjadi karena seringnya mesin pengemas yang terhenti disebabkan bahan pengemas yang tersangkut pada mesin. Penyebab terjadinya waiting dengan fishbone dapat
dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016
Gambar 3. Diagram Tulang Ikan Waktu Tunggu Pada Pengemasan
Gambar 4. Diagram Tulang Ikan Waktu Tunggu Pada Proses Produksi Analisis Future State Map
Hasil identifikasi dan analisis pemborosan dapat dilakukan reduksi waktu dibeberapa tahapan proses pada
future state map. Waktu yang direduksi pada produksi susu
paseurisasi CV Cita Nasional yaitu pada tahapan persiapan
produksi dan pada saat produksi berlangsung. Lead time
produksi susu pasteurisasi berkurang sebesar 67,62 menit. Aktivitas yang direduksi berupa aktivitas staff produksi mengambil bahan baku tambahan sebesar 3,46 menit. Waktu menunggu susu berada di tangki pencampuan sebesar 50,12 menit. Waktu operator pengemasan dalam
meng set up sebesar 10,55 menit dan melakukan uji coba
mesin sebesar 10,47 menit. Future state map dapat dilihat pada Gambar 5.
Rekomendasi Perbaikan
Berdasarkan identifikasi pemborosan, waktu tunggu terjadi pada proses produksi dan pengemasan. Rekomendasi perbaikan waktu tunggu pada pengemasan, yaitu :
1. Persiapan yang lebih teliti sebelum proses pengemasan
dimulai dengan mengatur suhu sealer yang tepat.
2. Peningkatan pengawasan operator selama proses
pengemasan berlangsung sehingga tidak terjadi kekosongan pada tangki pengemasan dan dapat menangani dengan cepat jika tejadi kendala.
3. Pembagian tugas yang lebih rinci per operator sehingga
PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016
Gambar 5.Future State Map CV Cita Nasional Rekomendasi perbaikan waktu tunggu pada proses produksi
, yaitu :
1. Penambahan mesin pasteurisasi sehingga aliran material
dapat berjalan lancar.
2. Penjadwalan kedatangan bahan baku per harinya.
Membuat kesepakatan jam kedatangan dengan setiap KUD dalam memasok susu ke perusahaan.
3. Pemasangan selang sebaiknya dilakukan saat proses
masih berlangsung sehingga tidak menimbulkan waktu tunggu saat akan dilakukan pergantian proses.
4. Penempatan bahan baku tambahan pada satu area proses.
Bahan baku tambahan yang diambil dari laboratorium sebaiknya diletakan satu area dengan tangki pencampuran sehingga operator tidak membutuhkan transportasi untuk mengambil bahan baku tambahan.
5. Pembuatan daftar bahan baku tambahan yang akan
ditimbang beserta jumlahnya per harinya, sehingga mengurangi kesalahan dalam penimbangan.
6. Dilakukan pengeringan pada lantai sebelum
dilakukannya proses produksi, sehingga lantai tidak terlalu licin saat dilewati oleh pekerja.
KESIMPULAN
Pemborosan yang dominan terjadi yaitu waktu menunggu, persediaan yang tidak perlu dan produk cacat. Pemborosan waktu menunggu terjadi pada proses produksi dan pengemasan. Pemborosan pada persediaan dikarenakan kapasitas bahan baku yang lebih banyak dibandingkan area gudang penyimpanan sehingga mengakibatkan kerusakan bahan baku. Pemborosan pada produk cacat terjadi pada saat
pengemasan produk, jenis cacat berupa kemasan yang tidak terpotong dan kemasan bocor.
DAFTAR PUSTAKA
AIPS. 2015. Data Industri Pengolahan Susu. Asosiasi Industri Pengolahan Susu. Jakarta.
Fontana, Avanti, Gaspers. 2011. Lean Six Sigma for
Manufacturing and Service Idustry. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Hines, P & Nick, R. 2005. The Seven Value Stream
Mapping Tools. International Journal of Operation &
Production Management, Vol 17 Iss: 1 pp. 46-64.
Intifada, G. S., dan Witantyo. 2012. Minimasi Waste
(Pemborosan) Menggunakan Value Stream Analysis
Tools Untuk Meningkatkan Efisiensi Waktu Produksi
(Studi Kasus PT. Barata Indonesia, Gersik). Jurnal Teknik Mesin. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. 1(1):1-6.
Kemenperin. 2013. Perkembangan Industri Susu. Kementrian Perindustrian. Jakarta.
Wignjosoebroto, S. 2003. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Gunawidya. Surabaya.