• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Citrussinensis l)

DAN PATI BIJI NANGKA

(Artocarpus heterophyllus)

Yani Kartika

*

, Iffan Maflahah

1

, Asfan

2

*Alumni Prodi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura 1, 2 Dosen Prodi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura

Jalan Raya Telang PO BOX II Kamal – Bangkalan

Email : yanikartika24@yahoo.com

ABSTRAK

Penggunaan edible film dengan menggunakan ekstrak kulit jeruk dan pati biji nangka merupakan sebuah alternatif bahan kemasan yang aman untuk produk pangan. Edible film tersusun atas beberapa komponen yaitu hirokoloid lipid, dan komposit. Pati biji nangka dan pektin dari kulit jeruk merupakan komponen hidrokoloid. Biji nangka mengandung banyak karbohidrat dan kulit jeruk merupakan sumber pektin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fisik edible film menggunakan ekstrak kulit jeruk dan pati biji nangka. Desain penelitian menggunakan rancangan percobaan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor (konsentrasi pektin 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%). Tahapan penelitian ini dimulai dari pembuatan pati biji nangka, pembuatan pektin kulit jeruk, pembuatan edible film.Parameter uji yang digunakan adalah uji ketebalan, uji kuat tarik, uji pemanjangan, uji elastisitas, uji kelarutan dalam air dan uji permeabilitas uap air. Hasil penelitian uji ketebalan menunjukan nilai antara 0.076 mm-0.16 mm, hasil uji kuat tarik menujukan nilai antara 0.6333 Mpa- 0.9367 Mpa, hasil uji pemanjangan menunjukan nilai antara 2.91%-8.05%, hasil uji elastisitas menunjukan nilai antara 0.1020 Mpa-0.3435 Mpa, hasil uji kelarutan dalam air menunjukan nilai antara 12.3%-72.2%, dan hasil uji permeabilitas uap air menunjukan nilai antara 25.06-53.58(g/m2.jam).

Kata Kunci : Edible Film, Pektin, Pati.

PENDAHULUAN

Pengemasan juga sangat penting untuk melindungi makanan dari faktor – faktor perusak makanan (Buckle et

al, 2007 dan Winarno, 2007). Menurut Harris et al (1975)

ada beberapa jenis bahan kemasan pangan. Edible film

merupakan suatu jenis kemasan yang berupa lapisan tipis yang dapat dibentuk dan dilapiskan pada permukaan

komponen pangan. Syarifuddin et al 2015 dan Bourtoom,

2008). Menurut Warkoyo et al (2014) Edible film yang

terbuat dari pati, pektin, dan plasticizer. Biji nangka yang digunakan nangka jenis salak karena nangka jenis salak ini yang mengandung kadar air (Rukmana 1997). Kulit jeruk manis banyak mengandung pektin yang sangat tinggi

sehingga dapat membentuk gel (Tobing et al 2013 dan

Rezzoug et al 2008). Pektin memiliki sifat lengket dan dapat membentuk gel (Rauf 2015 dan Muchtadi 2013). Pati merupakan cadangan makanan yang terdapat pada biji- bijian dan umbi-umbian. (Muchtadi et al 1988 dan Rauf

2015). Pati sendiri memiliki sifat biodegradable dan

hidrofilik. Pati diendapkan selama ±16 jam (Noor et al 2014

dan Lu et al 2009).

Menurut Cahyadi (2008) secara umum pati mengandung 25% amilosa dan 75% amilopektin. tinggi. Nangka

(Artocarpus heterophyllus) merupakan keluarga Moraceace

yang memiliki sifat tahunan (Madruga et al 2014). Menurut

Walter (1991) proses pembuatan pektin menggunakan metode ekstraksi dengan suatu larutan yang bersifat asam. Jeruk manis yang banyak mengandung pektin (Landaniya

2008). Menurut Perina et al (2007) Sumber pektin terdapat

pada bagian daging ataupun kulit pada buah – buahan dan

sayuran. Plasticizer yang digunakan dalam pembuatan

edible film memiliki sifat humektat yang berarti mampu

menyerap air dan dapat larut dalam air. Plasticizer yang

biasa digunakan dalam pembuatan edible film yaitu gliserol

dan sorbitol. (Cheng et al 2006). Dengan adanya

penambahan CaSO4 0.05% dapat memperkuat matrik- matrik jaringan pada pektin sehingga menghasilkan gel pektin cincau hijau yang lebih baik (Rachmawati,2009). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fisik edible film menggunakan ekstrak kulit jeruk dan pati biji nangka.

METODE

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 - Januari 2016. Tempat penelitian ini adalah Laboratorium Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura. Penelitian ini menggunakan design penelitian RAL (Rancangan Acak Lengkap) satu

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

faktor terdiri dari 5 level konsentrasi pektin kulit jeruk

manis (0%,5%, 10%,15%,20%) penelitian ini menggunakan 5 perlakuan konsentrasi pektin dengan 3 kali ulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pati Biji Nangka

Pati yang dihasilkan dari ekstraksi biji nangka jenis salak, pati lebih berwarna cerah daripada pati dari biji nangka jenis bubur sedikit kekuningan. Bahan pelarut pati menggunakan aquades yang memiliki nilai polaritas 9 dan

densitas 1 (g/cm2) dan menggunakan teknik ekstraksi

dekoksi (Kumoro, 2015). Pati yang terbuat dari proses ekstraksi biji nangka dengan perbandingan 1:3 pengendapan selama 16 jam dan pengeringan pati suhu 50oC selama 3 jam. Pembuatan pati biji nangka dengan menggunakan 2 kg biji nangka menghasilkan pati 2,006 gram. Pati yang dihasilkan berwarna putih cerah dan berbentuk bubuk. Pektin dari Kulit Jeruk

Pektin merupakan turunan dari polisakarida yang banyak terdapat pada buah dan sayuran (Dhanapal 2012). Pektin

terdapat pada jaringan tanaman (Rauf, 2015). Edible film

yang dimodifikasi dengan penambahan pektin yang berfungsi untuk meningkatkan kekompakan viskositas,

kelengketan dan kemampuan membentuk gel (Ortega et al,

2014). Penelitian ini, untuk pembuatan pektin menggunakan kulit jeruk manis Citrussinesis. L jenis jeruk medan. Dalam pembuatan pektin, terlebih dahulu dilakukan pembuatan serbuk kulit jeruk manis dengan menggunakan 2 kg kulit jeruk manis dan menghasilkan 400 gram serbuk kulit jeruk

manis dengan pengeringan suhu 65oC selama 3 jam. Setiap

pembuatan pektin kering menghasilkan ≤1gram/10gram serbuk kulit jeruk manis.

Edible Film

Penelitian ini menggunakan uji ketebalan, uji kuat tarik, uji elongitas, uji modulus young, uji kelarutan dan uji permeabilitas uap air. Alat yang digunakan jangka sorong digital, Teksture Profile Analyzer (TPA), metode gravimetri dan dilanjut untuk menganalisa data (Tabel 1) di

Laboratorium Teknologi Industri Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Konsentrasi

Pektin (%) Ketebalan (mm) Kuat Tarik (Mpa) Pemanjangan (%) Elastisitas (Mpa) Kelarutan (%) (g/mWVP 2.jam)

0 0,142b 0,6333a 6,69a 0,0003ab 29,4ab 25,06a

5 0,071a 0,7167a 8,05a 0,0002a 12,3a 29,32a

10 0,142b 0,7767a 3,12a 0,0009c 41,4b 47,24b

15 0,143b 0,8067a 4,77a 0,0004abc 71,3c 53,19b

20 0,161b 0,9367a 2,91a 0,0008bc 72,2c 53,58b

Tabel 1. Nilai Pembanding rata-rata parameter : ketebalan edible film(mm), kuat tarik(Mpa), pemanjangan (elongitas)(%), elastisitas (Modulus Young)(Mpa), kelarutan(%) dan permeabilitas uap air (water vapor permeability)(g/m2.jam). Uji Ketebalan

Uji ketebalan dilakukan pada edible film karena

ketebalan berhubungan dengan permeabilitas uap air dan kelarutan. Dengan adanya uji ketebalan akan diketahui bagaimana sifat edible film terhadap pengujian yang lain (Galus et al, 2012). Ketebalan edible film yang berbahan dasar pati biji nangka, penambahan pektin dengan konsentrasi berbeda dan perlakuan yang sama. Dengan adanya penambahan pektin dengan berbagai macam konsentrasi pektin sangat mempengaruh akan ketebalan

edible film. Semakin tinggi penambahan pektin semakin

tinggi nilai ketebalan pada edible film. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya penambahan pektin ada pengaruh beda nyata (Tabel 1) dengan nilai signifikan (P<0,05) pada ketebalan edible film.

Dengan adanya penurunan dan peningkatan nilai ketebalan diduga dipengaruhi oleh pektin yang bersifat asam mengikat sebagian senyawa amilosa pada pati yang bersifat basa sehingga pektin dapat mengubah edible film menjadi berwarna transparan dan memiliki nilai terendah diantara kelima level konsentrasi tersebut. Pektin konsentrasi 5% bersifat sedikit kaku dan tidak lengket pada cetakan karena masih mengandung sisa kadar amilosa pada pati.

Pektin memiliki gugus hidroksil yang lebih reaktif dan tigkat kelarutan yang tinggi dibandingkan dengan amilosa (Rauf, 2015). Edible film 20% memiliki nilai ketebalan

tertinggi dari kelima variasi konsentrasi pektin karena tingkat molekul pektin yang sangat tinggi membuat ikatan amilosa terikat oleh kadar pektin yang berkonsentrasi tinggi. Pada konsentrasi 20% memiliki kandungan nilai asam yang lebih tinggi dan edible film bersifat tidak kaku, berwarna kuning pekat, dan lengket pada cetakan karena kadar pektin yang bersifat lengket tinggi. Tingginya kandungan pektin dapat memberikan struktur yang pulen dan lengket pada bahan (Rauf, 2015).

Edible film 0% lebih tinggi nilai ketebalannya apabila

dibandingkan dengan kadar pektin 5%. Hal ini terjadi karena pati yang di gunakan tidak mendapatkan pengaruh konsentrasi pektin dan pati dapat tergelatinisasi dengan sendirinya dengan kandungan amilosa dan amilopektin, sehingga kandungan amilosa masih tetap utuh pada pati dan dihasilkan edible film bersifat sangat kaku, berwarna cokelat pekat, tidak halus dan tidak lengket pada cetakan.

Nilai ketebalan terendah konsentrasi pektin 5% (0,07 mm) dan tertinggi terdapat pada konsentrasi pektin 20% dengan ketebalan 0,16 mm. Serta nilai ketebalan yang mendekati nilai tertinggi dengan konsentrasi pektin 15% dengan ketebalan 0,143 mm. Nilai ketebalan maksimal 0,16 mm dengan kandungan pektin 20% nilai ketebalannya sangat tinggi dibandingkan dengan penelitian Katili (2013) ketebalan edible film dengan berbagai macam konsentrasi khitosan terendah 2 gram dengan ketebalan 0,018 mm dan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

penambahan khitosan tertinggi 5 gram yang hanya memiliki

nilai ketebalan 0,097 mm. Penelitian ini, sama dengan hasil penelitian Rofikah (2013) yang menyatakan bahwa konsentrasi pektin yang sama dan penambahan pati tapioka dengan konsentrasi yang tinggi menyebabkan kenaikan total padatan dalam larutan film, sehingga ketebalan semakin meningkat. Hasil penelitian Harris (2001) edible film tepung tapioka tanpa pektin memiliki nilai ketebalan yang lebih rendah 0,120 mm.

Hasil penelitian edible film pada penelitian ini berbentuk lembaran bening mengkilap, tidak kaku homogeny dan

aman untuk diaplikasikan pada produk makanan yaitu edible

film pada konsentrasi pektin 5% karena menurut

Sulistriyono (2014) pengemasan yang baik dikonsumsi terbuat dari hidrokoloid sejenis pati dan lipid sejenis pektin. Uji Kuat Tarik

Uji kuat tarik dilakukan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik edible film dengan penambahan pektin dari kulit jeruk. Hasil penelitian uji kuat tarik edible film berbahan dasar pati biji nangka dengan penambahan berbagai konsentrasi pektin (0%,5%,10%,15% dan 20%). Dari nilai pengulangan hingga tiga kali nilai annova dan uji DMRT nilai kuat tarik (P≥0.05) yang berarti tidak ada beda nyata (tidak signifikan). Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Mahecha (2012) yang memiliki nilai annova kuat tarik (P<0.05) dengan nilai 0.001 dan penelitian Bourbon et al (2011) yang berarti memiliki pengaruh beda nyata.

Perbedaan komposisi pada edible film dan konsentrasi bahan dapat mempengaruhi nilai kuat tarik (Rofikah, 2013).

Menurut Syarifuddin et al (2015) mengatakan semakin

tinggi konsentrasi pektin maka semakin tinggi pula nilai tingkat kuat tarik pada edible film. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Sinaga et al (2014) bahwa kuat tarik semakin rendah apabila ada peningkatan penambahan gliserol. Akan tetapi, dalam penelitian ini menggunakan konsentrasi gliserol 0,1% dari volume pelarut yang menghasilkan nilai kuat tarik semakin meningkat tidak beda nyata.

Uji Elongitas

Uji elongitas dan elastisitas bertujuan untuk mengetahui nilai elongasi dan elastisitas pada edible film. Uji elongitas

dilakukan yang dilakukan pada edible film menggunakan

alat teksture profile. Nilai annova yang tidak signifikan dan dilanjut dengan uji DMRT, nilai tetap tidak signifikan. Hal tersebut dikarenakan pati dan pektin memiliki sifat hidrofolik sehingga tidak bisa memanjang dan cepat patah saat dilakukan uji elongasi. Nilai uji elongasi berbanding terbalik dnegan nilai uji kuat tarik. Akan tetapi, nilai uji kuat tarik dan uji elongasi tetap tidak signifikan.

Nilai elongasi pada edible film pati biji nangka dan penambahan variasi pektin kulit jeruk berkisar 2,911% - 8,05%. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Mahecha (2012) yang memiliki nilai annova kuat tarik (P<0,05) dengan nilai 0,004 dan penelitian Bourbon et al

(2011) yang berarti memiliki pengaruh beda nyata.

Hasil penelitian jauh lebih tinggi nilai elongasinya jika dibandingkan dengan hasil penelitian Kasfillah (2013)

edible film tepung biji nangka dan penambahan variasi agar-

agar yang hanya memiliki nilai elongasi 1,428%- 2,856%.

Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Septiosari (2014) yang semakin tinggi konsentrasi gliserol semakin tinggi pula nilai elongasinya. Hal ini membuktikan bahwa gliserol memiliki peran sebagai pengelastis (plasticizer)

(Skurtys et al, 2010). Menurut Sinaga et al (2014)

Penambahan gliserol akan meningkatkan pemanjangan saat putus dan semakin elastis.

Elastisitas (Modulus Young)

Hasil penelitian elastisitas (modulus young) dari

pembandingan nilai kuat tarik dan elongitas menghasilkan nilai yang signifikan setelah dilakukan uji DMRT. Konsentrasi pektin 5% dan 10% yang memiliki nilai beda nyata. Konsentrasi pektin 5% memiliki nilai kuat tarik yang rendah dan nilai elongitas tinggi. Sedangkan konsentrasi pektin 10% memiliki nilai kuat tarik yang rendah dan nilai elongitas yang tinggi.

Uji Kelarutan dalam Air

Uji kelarutan yang dilakukan pada edible film dengan

menggunakan cara perendaman edible film dengan ukuran 3

cm x 3 cm selama 24 jam, kemudian ditimbang dan dihasilkan nilai edible film kering dan edible film basah.

Hasil penelitian uji kelarutan pada edible film yang

berbahan dasar pati biji nangka dan pektin kulit jeruk menghasilkan data yang semakin tinggi konsentrasi pektin maka semakin meningkat sifat kelarutan dalam air. Hal ini karena pektin yang memiliki sifat hidrofilik. Dalam penelitian ini juga membuktikan bahwa sisa air yang telah

dilarutkan pada edible film mengalami perubahan warna

menjadi kekuningan. Hasil analisa annova dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan penambahan konsentrasi pektin memiliki pengaruh beda nyata dengan nilai signifikan 0,002. Uji kelarutan dalam air pada edible film nilai tertinggi pada konsentrasi pektin 20%. Pada edible film ini setelah ditetesi air sebanyak 10 ml setelah perendaman 5 jam air telah meresap dengan sempurna. Hal ini telah dijelaskan Rauf (2015) bahwa pectin memiliki tingkat kelarutan dalam air yang sangat tinggi dibandingkan dengan granula pati yang mengandung amilosa saja tanpa penambahan pektin.

Penelitian ini sama dengan hasil penelitian Rofikah (2013) yang menyatakan bahwa dengan konsentrasi pektin yang tetap dan penambahan konsentrasi pati yang semakin tinggi maka nilai kelarutan semakin tinggi. Menurut Kasfillah (2013) juga mengatakan bahwa semakin meningtkan konsentrasi agar – agar maka semakin menurun nilai kelarutan dalam airnya 3.6% - 12%. Hal ini juga dijelaskan oleh Santoso (2014) bahwa semakin tinggi nilai

pH kelarutan edible film semakin menurun. Dengan adanya

komponen pati dan penambahan pektin yang bersifat hidrofilik maka kelarutan akan meningkat. Hal ini terjadi karena kadar amilosa pada pati yang tinggi dan penambahan kandungan pektin semakin tinggi. Semakin tinggi nilai

persentase kelarutan maka semakin mudah edible film untuk

dikonsumsi (Bourtoom, 2008). Uji Permeabilitas Uap Air

Uji permeabilitas uap air yang dilaksanakan dengan menggunakan metode penguapan dan gravimetri yaitu penimbangan perubahan dalam setiap 0, 5, 10 dan 24 jam.

Menurut Ortega et al(2014) edible film perlu di uji

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

tinggi edible film dapat menyarap uap air untuk melindungi

produk yang akan dikemas.

Berdasarkan Tabel 1, nilai permeabilitas air pada edible film dari pati biji nangka dan penambahan variasi pektin kulit jeruk mulai dari 0%, 5%, 10%, 10%, 15% dan 20% memberikan nilai annova yang signifikan (P<0.05) dengan,nilai 0.004 yang berarti setiap penambahan pektin mulai dari konsentrasi pektin terendah 0% hingga 20% ada pengaruh nyata. Semakin tinggi konsentrasi pektin maka semakin tinggi nilai daya serap uap airnya.

Komposisi dan sifat edible film yang berbasis pati itu lebih baik karena memiliki sifat hidrofilik yang tinggi dan memberikan penghalang oksigen dan karbondioksida tetapi tidak dapat menahan uap air dengan sempurna. Dengan adanya penamabahan plasticizer berupa gliserol yang akan meningkatkan aktifitas jaringan protein. Akan tetapi, edible

film dapat menahan uap air dengan sempurna dengan

adanya penambahan senyawa lipid yang bersifat hidrofobik seperti lilin lebah atau minyak (Ortega et al, 2014).

Hasil penelitian ini, pembuatan edible film berbahan dasar pati biji nangka dan penambahan variasi pektin yang terbuat dari kulit jeruk memiliki sifat yang tinggi terhadap transmisi uap air. Dilihat dari menunjukan bahwa semakin tinggi penambahan pektin maka semakin tinggi pula uap air

yang diserap oleh edible film. Pektin memiliki sifat

hidrofilik yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan sifat pati. Pektin memiliki sifat serat yang larut dalam air sehingga dapat mengikat uap air dalam jumlah banyak dan membentuk gel. Dengan adanya pengikatan air dalam jumlah banyak menyebabkan serat molekul pada pectin terbuka dan menyerap uap air dalam jumlah yang tinggi.

Sedangkan edible film dengan kandungan pektin 0%

memiliki nilai transmisi uap air yang cukup rendah daya serap airnya karena kandungan amilosa patitidak mengikat banyak air sehingga menyebabkan matrik film memiliki matrik rapat, padat dan kaku (Rauf, 2015).

KESIMPULAN

Hasil penelitian karakteristik fisik edible film

menggunakan ekstrak kulit jeruk dan pati biji nangka didapatkan nilai seperti berikut :

1. Hasil uji ketebalan menunjukan nilai antara 0,076 mm –

0,16 mm.

2. Hasil uji kuat tarik menunjukan nilai antara 0,6333 Mpa

– 0,9367 Mpa.

3. Hasil uji pemanjangan menunjukan nilai antara 2,91 % -

8,05%.

4. Hasil uji elastisitas menunjukan nilai antara 0,1020 - 0,3435 Mpa.

5. Hasil uji kelarutan dalam air menunjukan nilai antara 12,3% - 72,2 %.

6. Hasil uji permeabilitas uap air menunjukan nilai antara 25,06 - 53,58 (g/m2.jam).

SARAN

Perlu dengan adanya penambahan komposisi yang bersifat hidrofobik agar dapat menahan transmisi uap air pada edible film.

DAFTAR PUSTAKA

Bourtoom T. 2008. Edible Film and Coatings:

Characteristics and Properties. Internationa l Food Research Journals. 15(3):237-248.

Buckle KA., Edwards RA., Fleet GH., Wootton M. 2007.

Ilmu Pangan (Food Science). Jakarta: UI-Press.

Cahyadi W. 2008. Analisa dan Aspek Kesehatan Bahan

Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Cheng LH., Karim A., Norziah., Fazillah A., Seow C. 2006.

Interactive Effects of Water-Glycerol and Water- Sorbitol On Physical Properties of Konjac Glucomannan Film. Journals Journals Food Science. 71(2):E62-E67.

Dhanapal A., Sasikala P., Raamani L., Kavitha V.,

Yazhining G., Banu MS. 2012. Edible Films of

Polysaccharides. Food Science and quality Manajement. ISSN 2224- 6088.

Galus S., Turska A., Lenart A. 2012. Sorption and Wetting

Properties of Pectin Edible Film.Czech Jurnal Foods Sci. 30(5):446-455.

Harris H. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film

dari Pati Tapioka Untuk Pengemas Lempuk.Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 3(2):99-106.

Kasfillah. 2013. Karakteristik Edible Film dari Pati Biji Nangka dan Agar-agar Sebagai Pembungkus Jenang.

Indnesian Journal of Chemical Science. 2(3):241-246.

Katili S., Harsunu BT., Irawan S. 2013. Pengaruh

Konsentrasi Plasticizer Gliserol dan Komposisi Khitosan Dalam Zat Pelarut Terhadap Sifat Fisik Edible film dari Khitosan.Jurnal Teknologi. 6(1):29-38.

Ladaniya MS. 2008. Citrus Fruit Biology,Technology and

Evaluation. San Diego: Academic Press.

Lu DR., Xiao CM., Xu SJ. 2009. Starchbased Completely

Biodegradable Polymer Materials. Express Polymer Letters. 3(6):366-375.

Madruga MS., Albuuqerque FSMD., Silva IRA., Amaral

DSD., Magnani M., Neto VQ. 2014.

Chemical,Morpholoogical and Functional Properties of Brazillian Jackfruit (Artocarpus heterophyllus L.) seeds starch. Journal Food Chemistry. 143:440-445.

Muchtadi TR. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi

Pangan.Bogor: ALFABETA.

Noor F., Rahman J., Mohammad S., Akter S., Talukder AI.,

Ahmed M. 2004. Physicochemical Properties of Flour

and Extraction of Strach from Jackfruit Seed.

International Journal of Nutrition and Food Sciences. 3(4):347-354.

Ortega IS., Almendarez BEG., Lopes EMS., Reyes AA.,

Corona EB., Regalado C. 2014. Antimicrobaial Edible

Film and Coating for Meat and Meat Products Preservation.The Scientific World Journal. [Review Article]. Hindawi Publishing Corporation.

Perina I., Satiruiani., Soetaredjo FE., Hindarso H. 2007.

Ekstraksi Pektin dari Berbagai Macam Kulit Jeruk.

Widya teknik. 6(1):1-10.

Rachmawati AK. 2009. Ekstraksi dan Karakteristik

Pektin Cincau Hijau (Premna oblongifolia) Untuk Pembuatan Edible Film. [Skripsi]. Surakarta. Universitas Sebelas Maret.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

Rauf R. 2015. Kimia Pangan. Yogyakarta:ANDI.

Rezzoug SA., Rezzoug Zm., Sannier F., Allaf K. 2008. A Thermomechanical Proprocessing for Pectin Extraction From Orange Peel, Opptimisation by Response Surface Methodology. International Journal of Food Engineering. 4(1):00414470.

Risitia E., Daningsih E., Nurdini MA. 2014. Perbandingan

Kadar Gizi Tempe Biji Nangka dan Tempe Kedelai.

Pontianak: Universitas Tanjungpura [Artikel Penelitian].

Rofikah. 2013. Pemanfaatan Kulit Pektin Pisang Kepok

(Musa paradisiaca Linn) Untuk Pembuatan Edible Film.[Skripsi]. Semarang : Universitas Negeri Semarang.

Rukmana R. 1997. Budi Daya Nangka. Jakarta: Kanisius.

Santoso B., Tampubolon OH., Wijaya A., Pambayun R.

2014. Interaksi pH dan Ekstrak Gambir Pada

Pembuatan Edible Film Anti Bakteri. Jurnal Agritech. 34(1):08-13.

Septiosari A., Latifah., Kusumastuti E. 2014. Pembuatan dan Karakteristik Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserol.Indonesian Journal of Chemical Science. 3(2)159-162.

Sinaga RF., Ginting GM., Ginting MHS., Hasibuan R. 2014.

Pengaruh Penambahan Gliserol Terhadap Sifat Kekuatan Tarik dan Pemanjangan Saat Putus Bioplastik dari Pati Umbi Talas. Jurnal Teknik Kimia. 3(2):19-24.

Skurtys O., Acevedo C., Pedreschi F., Enrione J., Osorio F., Aguilera JM. 2010. Food Hydrocolloid Edible Films and Coatings. Santiago Chile: Department of Food Science and Technology.

Sulihono A., Tarihoran B., Agustina TE. 2012. Pengaruh Waktu, Temperatur, dan Jenis Pelarut terhadap Ekstraksi Pektin dari Kulit Jeruk Bali (Citrus maxima).Jurnal Teknik Kimia. 18(14): 1-8.

Sulistriyono A., Pratjojo W., Widiarti N. 2014. Sintesis dan Karakteristik Plastik Edible Film dan Pektin Belimbing Wuluh Sebagai Pembungkus Wingko.Indonesian Journal of Chemical Science. 3(3):212-216.

Syarifuddin A., Yunianta. 2015. Karakteristik Edible Film

Dari Pektin Albedo Jeruk Bali dan Pati Garut. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4):1538-1547.

Tobing DMAL., Bayu ES., Siregar LAM. 2013. Identifikasi

Karakter Morfologi Dalam Penyusunan Deskripsi jeruk Siam (Citrus nobilis) di Beberapa Daerah Kabupaten Karo. Jurnal Agroeteknologi. 2(1):77-85. Warkoyo., Rahardjo B., Marseno DW., Karyadi JNW. 2014.

Sifat Fisik, Mekanik dan Barrier Edible Film Berbasis Pati Umbi Kimpul (Xanthosoma sigittifolium) Yang Diinkorposari Dengan Kalium Sorbat. Jurnal Agritech. 34(1):72-81.

Walter RH. 1991. The Chemistry and Technology of Pectin

(Food Science and Technology). San Diego:Academic Press.

Winarno FC. 2007. Teknobiologi Pangan. Bogor: Mbrio

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016