• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKALA LABORATORIUM DAN INDUSTRI MIKRO

Susinggih Wijana*, Shyntia Atica Putri

1

, Ina Martina

2

Jurusan Teknologi Industri Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Laboratorium Teknologi Agrokimia

Jl.Veteran No. 1-5 Malang Kode Pos 65145

Email : [email protected]

ABSTRAK

Nipah merupakan salah satu jenis tanaman palma yang banyak tumbuh di Indonesia khususnya daerah berair, hingga kini komoditi tersebut belum banyak dimanfaatkan untuk industri pangan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas produk gula semut yang diolah dari nira tanaman Nipah (Nypa fructicans) pada skala laboratorium dan agroindustri mikro. Metode pengolahan gula semut menggunakan tambahan inti kristal dari serbuk sukrosa (fine crystal sucrose) untuk mempercepat pertumbuhan kristal. Analisis kualitas bahan baku nira nipah meliputi kadar air, gula total, gula reduksi dan garam, sedangkan produkgula semut meliputi kadar air, gula total, gula reduksi, garam dan abu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas gula semut nipah yang dihasilkan memiliki kandungan air sebesar 3,067%, abu sebesar 1,579%, gula reduksi sebesar 13,23%, gula total sebesar 94,759%, dan rendemen gula semut sebesar 22%. Hasil uji sensoris menunjukkan nilai warna 4,2 (cenderung disukai), warna 3,2 (cenderung netral), aroma 3,2 (cenderung netral) dan kenampakan 2,8 (cenderung netral).

Kata kunci:Nypa fructicans, gula semut, skala industri mikro

I. PENDAHULUAN

Nipah merupakan tanaman palma yang banyak tumbuh di daerah berair (rawa dan pantai), luas tananam nipah di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 700.000 ha. Diperkirakan total populasi nipah di Indonesia mencapai 5,6x 109 pohon, dengan rerata populasi pohon nipah

8.000/ha(Baharudin dan Taskirawati, 2009). Di Jawa Timur

nipah banyak terdapat di wilayah P. Bawean, hasil penelitian Wijana et al. (2011) menunjukkan bahwa luas tanaman nipah di daerah tersebut diperkirakan mencapai 300 ha, dengan proyeksi hasil nira sebesar 25,69 juta liter/tahun.

Nira nipah dapat dibuat menjadi berbagai bentuk olahan gula seperti gula sirup, gula cetak (bathok) maupun gula semut yang mempunyai milai ekonomi paling tinggi, Gula semut merupakan bentuk diversifikasi produk gula merah berbentuk serbuk. Bila dibandingkan dengan gula cetak, gula semut memiliki beberapa keunggulan yaitu lebih awet karena kadar airnya lebih rendah dan harganya lebih mahal bekitar antara Rp.47.500-Rp 65.000,-/kg. Bentuk gula semut seperti gula pasir sehingga gula ter mudah dikemas,mudahlarut, penggunaannya lebih praktis, dan harganya lebih tinggi dari gula merah cetak (Nurhaida dan Hasbullah, 2000).

Permasalahan yang dihadapi dalam pengolahan gula semut adalah kadar gula reduksi yang tinggi (> 6%) akan menyebabkan proses kristalisasi menjadi gula semut sangat sulit. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan penambahan inti kristal dari gula sukrosa. Penelitian pada skala

laboratorium telah dilakukan oleh Wijana et al.(2011), dengan hasil gula semut dari nira nipah yang mempunyai kualitas memenuhi syarat SNI, oleh karena itu diperlukan uji penggandaan pada skala industri kecil. Perlakuan terbaik pada skala laboratorium dilanjutkan pada skala industri mikro, untuk mengetahui kualitas produk yang dihasilkan dan sekaligus analisis kelayakan produksi.

II. METODE PENELITIAN

2.1 Bahan Percobaan

Bahan baku yang digunakan adalah nira yang diperoleh dari Desa Sungairujing, Kecamatan Sangkapura Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur, sedangkan bahan pembantu serbuk gula pasir putih (FCS) dibeli di Toko Avia Malang. 2.2 Tempat Penelitian

Penelitian skala indusri kecil dilakukan di Desa Sungairujing, Kecamatan Bawean, Kabupaten Gresik untuk menghasilkan produk gulasemut, sedangkan analisis kualitas khemis dan uji organoleptic di lakukan di Laboratorium Teknologi Agrokimia, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

2.3 Metode Percobaan

Prosedur pembuatan gula semut skala industri mikro mengacu pada percobaan skala laboratorium, dengan meningkatkan volume produksi sebanyak 25 liter/proses, dengan urutan proses (Lampiran 1). Nira sebanyak 25 liter dimasak pad suhu uhu 105-110°C sampai kental dengan kepekatan 76°Brix, selanjutnya dibiarkan selama 10 menit tanpa pengadukan. Nira pekat tersebut selanjutnya ditambah

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

Fine Crystal Sucrose (FCS) atau serbuk sukrosa ukuran 20

mesh sebanyak 10% (Wijana, Setyawan dan Sucipto, 2009), setelah tercampur diaduk perlahan kemudian dilanjutkan dengan pengadukan cepat untuk mendapatkan butiran- butiran kristal.

Butiran kristal yang telah dingin selanjutnya dilakukan penggilingan dan diayak dengan ukuran 20 mest untuk mendapatkan kristal gula semut yang seragam. Serbuk yang

dihasilkan dikeringkan pada oven (suhu 50-60oC) selama 4

jam, didinginkan suhu ruangan dan dikemas dalam kantong plastik untuk pengamatan kualitas dan uji organoleptik. Analisis data kualitas khemis meliputi kadar air, kadar gula reduksi, kadar abu dan total gula,sedangkan uji organoleptic

menggunakan metode Hedonic Scoring (uji kesukaan)

meliputi atribut warna, aroma, rasa, dan kenampakan.. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Bahan Baku

Nira nipah memiliki warna putih agak jernih dan aroma yang khas nipah yang cukup kuat, rasa dari nira nipah memiliki tingkat kemanisan yang tinggi ditambah dengan rasa sedikit asin, yang dikarenakan kandungan garam didalamnya. Karakteristik khemis nira nipah hasil penyadapan seperti pada Tabel 1.

Hasil analisis laboratorium menunjukkan nira nipah memiliki kandungan total gula sebesar 15,61%, kandungan gula tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nira dari tanaman palma yang lain (kelapa, aren dan siwalan). Hal tersebut didukung oleh Mashud dan Matana (2015), bahwa kelapa Genjah sebagai sumber nira untuk bahan baku pembuatan gula, kadar gula lebih tinggi (13,51-14,56%) dari kelapa Dalam (12,61-12,92%).

Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman Nipah sangat potensial sebagai tanaman penghasil gula. Akan tetapi memiliki kelemahan kadar gula reduksi sebesar 6,6 %, kadar tersebut tergolong kategori tinggi dibandingkan dengan nira tanaman palma lain yaitu < 5. Tingginya kandungan gula reduksi tersebut akan menyulitkan dalam proses pengkristalan (Wijana, Setyawan dan Sucipto, 2009), sehingga sulit mengkristal dan cenderung liat (jawa=gelali). Oleh karena itu pada proses pengkristalan perlu penambahan inti kristal (Fine Crystal Sucrose), akan tetapi dalam batas minimal agar tidak mempengaruhi citarasa sebagai gula palma.

Dalam nira nipah juga terdapat kandungan garam sebesar 0,4 %, hal ini dikarenakan tanaman nipah banyak yang tumbuh di area pantai sehingga menyerap kandungan garam dari air laut. Kandungan garam tersebut yang menyebabkan nira nipah memiliki rasa dan aroma yang khas dibandingkan dengan nira kelapa, aren maupun siwalan.

Tabel 1. Karakteristik Bahan Baku Nira Nipah

No Komponen Kandungan (%)

1 Air 83,27

2 Gula reduksi 6,60

3 Total gula 15,61

4 Garam 0,40

3.2 Gula Semut Skala Laboratorium

Hasil analisis kualitas khemis gula semut yang dihasilkan pada skala laboratorium pada perlakuan terbaik seperti pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 10, karakteristik masing-masing parameter menunjukkan bahwa total gula pada produk gula semut perlakuan terbaik dengan penambahan FCS 10% dari hasil penelitian yaitu 90,04%, kadar tersebut sudah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Standar Industri Indonesia (SII) No. 2043 tahun 1985 yaitu 80%. Pembuatan gula semut nipah dengan penambahan FCS sebesar 10% mempengaruhi kandungan sukrosa yang terdapat pada produk gula semut nipah yang dihasilkan, selain menambah inti kristal juga menurunkan kandungan gula reduksi sehingga semakin mudah proses pengkristalan terjadi.

Kadar air produk perlakuan terbaik tersebut yaitu sebesar 7,20%, lebih tinggi kandungan bila dibandingkan dengan syarat yang ditentukan SII yaitu maksimal kandungan air adalah 3%. Hal tersebut diduga tersebut diduga akibat proses pengeringan sampelyang kurang memadai sehingga kadnungan airnya masih relative tinggi. Kadar abu sebesar 1,88%, sudah memenuhi syarat yang ditentukan SII yaitu maksimal kadar air adalah 2%. Kadar abu dari produk gula semut perlakuan terbaik lebih rendah kandungan abunya dari persyaratan maksimal yang ditetapkan oleh SII. Waktu pemasakan nira sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar abu pada produk gula semut yang dihasilkan. Menurut Sudarmaji (1997), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran zat organic. Pada penelitian tersebut kadar abu juga semakin meningkat dengan adanya kandungan garam dari nira nipah yang diperoleh, akibat lokasi tumbuh di pinggir pantai..

Nilai kandungan gula reduksi sebesar 8,48%. masih terlalu tinggi dari syarat yang ditetapkan yaitu maksimal 6%. Tingginya kadar gula reduksi sangat dipengaruhi oleh tingkat kerusakan nira, yang sebagian besar disebabkan oleh proses fermentasi mikoba menjadi alcohol dan jika berlanjut akan menjadi asam cuka. Menurut Goutara dan Wijandi (1985), pertumbuhan mikroba pada bahan baku menyebabkan nira menjadi alcohol dan asam, dan pada proses pemasakan banyaknya asam (pH rendah) menyebabkan terjadinya inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, yang selanjutnya menyebabkan proses karamelisasi dengan warna coklat kehitaman.

Hasil uji organoleptik perlakuan terbaik, yang meliputi rasa, warna dan aroma dengan skor masing-masing : warna memiliki nilai 3,93 (agak menyukai), aroma 3,87 (agak menyukai) dan rasa 3,87 (agak menyukai). Dalam hal ini, warna merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk gula semut. Panelis cenderung agak menyukai karena dari segi tekstur gula semut masih belum menyerupai serbuk, dan bentuknya kristal agak kasarpartikel kurang seragam.

3.3 Gula Semut Skala Industri Mikro

Analisa kualitas produk gula semut pada skala industri kecil bertujuan untuk mendapatkan profil gula semut pada skala komersial. Evaluasi tersebut dilakukan untuk membandingkan hasil skala laboratoriumdan komersial,

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh

pada saat dilakukan peningkatan kapasitas, khususnya alat dan mesin yang digunakan serta bahan baku yang digunakan. Dalam penelitian ini kualitas produk dibedakan menjadi 2 yaitu uji kimia dan uji organoleptik.

3.3.1 Karakteristik Kimia

Uji kualitas kimia gula semut meliputi kadar air, kadar abu, kadar gula reduksi, total gula dan rendemen, seperti disajikan pada Tabel 2.

a) Kadar Air

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar air gula semut yang dihasilkan sebesar 3,07%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar air gula semut masih memenuhi standar mutu gula semut yang telah ditentukan dalam Standar Industri Indonesia (SII) No. 0268-85, yaitu maksimal 3%. Jika dibandingkan antara kadar air pada percobaan skala laboratorium dan industri mikro, Nampak bahwa kadar air yang dihasilkan skala industri mikro lebih rendah (3,07%) dibandingkan kadar air pada skala laboratorium (7,20%). Terjadinya perbedaan tersebut disebabkan pada produk skala industri mikro mengalami proses pengeringan kristal gula semut yang dilakukan guna meningkatkan daya awet produk yang dihasilkan serta mempermudah proses penggilingan untuk menyeragamkan granula.

Tabel 2. Kualitas Kimia Gula Semut Skala Laboratorium dan Industri Mikro

No Komponen Skala

Lab. IndustrSkala i Mikro SNI* 1 Air (%) 7,20 3,07 Maksimal 3 2 Gula reduksi (%) 8,48** 13,23** Maksimal 6

3 Total gula (%) 90,04 94,76 Minimal 80

4 Abu (%) 1,88 1,58 Maksimal 2

5 Rendemen (%) 20,80 22,00 -

Catatan : SNI No. 0268-85. b) Kadar Abu

Rerata kadar abu produk yang dihasilkan pada skala industri mikro sebesar 1,58%, nilai tersebut menunjukkan bahwa kadar abu telah memenuhi standar mutu gula semut berdasar Standar Industri Indonesia (SII) No. 0268-85, yaitu maksimal 2%. Menurut Winarno (2002), semakin tinggi kadar abu, maka produk tersebut kurang bersih dalam pengolahannya, sebaliknya semakin rendah kadar abu maka bersih dalam pengolahannya. Pada proses pengolahan yang paling berpengaruh tinggi rendahnya kadar abu yaitu pada tahapan proses penyaringan nira dan memasukkan bahan tambahan. Bila dibandingkan dengan gula semut dari tanaman palma lain, maka tingginya kadar abu gula nipah juga dikarenakan nira tanaman nipah mengandung kadar garam yang tinggi akibat tempat tumbuh sebagian besar sampel yang diambil dari lokasi pantai.

c) Kadar Gula Reduksi

Kadar gula reduksi gula semut nipah yang dihasilkan pada skala laboratorium sebesar 8,48% dan pada skala industri mikro a 13,23%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar gula reduksi belum memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) No. 0268-85, yaitu maksimal 6%. Tingginya nilai gula reduksi ini dikarenakan kandungan gula reduksi pada bahan baku nira nipah sudah cukup tinggi yaitu sebesar 6,60 %. Tingginya kadar gula reduksi pada nira nipah kemungkinan disebabkan oleh kualitas nira yang kurang bagus, kemungkinan penyadapan dilakukan musim hujan sehingga kontaminasi akibat rembesan air hujan tinggi, jarak antara tangkai bunga nipah yang disadap dekat dengan air tempat tumbuh serta rapatnya jarak tanaman nipah antar pohon sehingga memperbanyak kontaminasi nira yang disadap.

Akibat kontaminasi nira akan menyebabkan fermentasi sehingga sukrosa dirombak menjadi gula reduksim selanjutnya alcohol dan asam cuka, akibat proses tersebut akan menyebabkan pH nira menjadi rendah. Lebih lanjut Zuliana, Widyastuti dan Santoso (2016) menyatakan bahwa perlakuan terbaik organoleptik diperoleh pada gula kelapa dengan pH 7.00(±0.10) dan konsentrasi Natrium bikarbonat 1,25% dan perlakuan terbaik fisiko-kimia ialah perlakuan gula kelapa dengan pH 7,50 (±0.10) dan konsentrasi penambahan Natrium bikarbonat 0,75%.).

Dalam proses pengolahan, kadar gula pereduksi mempengaruhi kekerasan, warna dan rasa gula di mana semakin rendah kadar gula pereduksi semakin coklat kekuningan (terang) warna gulanya (Sardjono dkk., 1999), sebaliknya makin tinggi kadar gula pereduksi makin gelap warna gula. Warna coklat tersebut disebabkan karena terjadi reaksi maillard yang menghasilkan senyawa berwarna coklat pada gula (Winarno, 2002), dan juga reaksi karamelisasi sewaktu proses pemekatan. Hal tersebut diperkuat oleh Wijana, Setyawan dan Sucipto (2009) yang menyatakan bahwa untuk dapat dibuat kristal gula semut, nira dengan kandungan gula reduksi > 6% diperlukan penambahan bibit seperti sukrosa (gula pasir), selain dapat membentuk inti kristal juga terjadi pertumbuhan kristal yang baik dengan adanya pengadukan akibat meningkatnya kadar sukrosa dan menurunnya gula reduksi.

d) Total Gula

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total gula semut nipah yang dihasilkan pada skala industri mikro sebesar 94,759%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa total gula sudah memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) No. 0268- 85, yaitu minimal 80%. Penambahan serbuk sukrosa (FCS) mengakibatkan kadar sukrosa bertambah, hal tersebut mengakibatkan tingginya kadar gula total. Semakin banyak FCS yang ditambahkan maka semakin tinggi kandungan gulanya, akan tetapi penambahan FCS yang terlalu tinggidi lain pihak justru menyebabkan menurunkan citarasa khasdari gula palma, oleh karena itu penambahan FCS tertinggi tidak boleh menyebabkan nilai citarasa produk berada pada posisi mendekati nilai ambang batas bawah gula palma.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

e) Rendemen

Rendemen gula semut yang dihasilkan pada skala industri mikro sebesar 22%, sedangkan pada percobaan skala laboratorium sebesar 20,80%. Terjadinya perbedaan tersebut disebabkan pada skala laboratorium terdapat banyak masa gula semut yang menempel pada wajan pengkristal. Dengan rendemen sebesar 22% pada skala industri kecil,berarti nilai tambah ekonomi cukup tinggi, sebagai gambaran dengan kesetimbangan material jika harga nira sebesar Rp. 5.000/liter (kelapa), maka nira sebanyak 5 liter akan menjadi 1,1 kg gula semut. Dengan harga pasaran Rp. 45.000/kg, maka terdapat selisih nilai (Rp. 49.500 – Rp. 25.00) = Rp. 24.500 sehingga industri skala mikro kemungkinan sangat layak diimplementasikan. 3.3.2 Karakteristik Nilai Organoleptik

Hasil uji organoleptik terhadap masing-masing atribut yang dimiliki oleh produk gula semut yang dihasilkan pada skala industri mikro, menunjukkan bahwa nilai warna, aroma, rasa dan bentuk seperti disajikan pada Tabel 3..

Tabel 3. Rerata Nilai Terhadap Warna, Aroma, Rasa dan Bentuk Gula Semut

No Atribut Kesukaan Nilai

1 Warna 4,2

2 Rasa 3,2

3 Aroma 3,2

4 Kenampakan 2,8

Keterangan : nilai kesukaan : 1 (tidak suka), 2 (agak tidak suka), 3 (netral), 4 (agak suka) dan 5 (sangat suka)

a) Warna

Warna gula semut yang dihasilkan pada penelitian skala industri mikro adalah kuning kecoklatan. Menurut Sunantyo dan Utami (2000), temperatur pengolahan nira menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan karamelisasi. Hal ini diakibatkan karena reaksi yang terjadi antara gula sederhana mengalami polimersiasi membentuk karamel berwarna coklat. Semakin tinggi temperatur pemasakan, dan semakin rendah pH akan menyebabkan hidrolisis sukrosa menjadi gula reduksi semakin tinggi. Begitu juga semakin tinggi gula reduksi akanmenyebabkan terbentuk polimerk aramel yang menyebabkan intensitas warnanya semakin coklat..

Dari hasil penilaian kesukaan oleh panelis terhadap warna gula semut nipah, diperoleh rerata nilai kesukaan 4,2 (cenderung menyukai). Hal tersebut berarti dari segi warna gula semut yang dihasilkan pada penelitian skala industri mikro telah memenuhi kesukaan panelis, memenuhi Standar Industri Indonesia (SII), sehingga tidak memerlukan penambahan bahan pemucat seperti pada produk gula semut yang lain. Menurut Putra (2016) pemberian Na-metabisulfit dapat memperbaiki warna, dan rasa gula semut. Konsentrasi pemberian Na-metabisulfit optimal pada pembuatan gula semut adalah 200 ppm, pada perlakuan tersebut pemberian Na-metabisulfit dapat mengurangi intensitas kecoklatan sampai 6 bulan penyimpanan.

b) Rasa

Gula semut yang dihasilkan pada penelitian skala industri mikro memiliki rasa manis yang agak gurih dan

sedikit asin. Rasa yang dihasilkan dari gula nipah berasal dari bahan baku utamanya nira nipah yang memiliki rasa manis dan gurih, serta sedikit asin. Rasa manis dari nira nipah berasal dari sukrosa yang terdapat nira nipah sedangkan rasa asin dikarenakan kandungan garam tanaman nipah yang berada didaerah pesisir pantai. Menurut (Riyano,1999) nira nipah mengandung sukrosa yang cukup tinggi (13-15 %), dan memiliki kandungan gula reduksi lebih rendah.

Dari hasil uji kesukaan dapat diketahui bahwa panelis memberikan penilaian rasa gula semut dengan rata-rata 3,2 (cenderung netral). Kurang tingginya nilai kesukaan terhadap rasa gula semut nipah, kemungkinan akibat adanya rasa asin dari garam NaCl akibat lokasi tumbuh nipah di daerah pantai. Untuk mengurangi rasa asin tersebut diperlukan upaya penelitian absorbs garam NaCl agar kandungan skecil mungkin, sehingga tingkat penerimaan konsumen terhadap rasa gula semut dari nipah meningkat menyamai gula semut dari nira kelapa, arena tau siwalan yang tidak ada rasa asinnya.

c) Aroma

Gula semut nipah yang dihasilkan memiliki aroma khas nipah, nilai rerata kesukaan aroma sebesar 3,2 (cenderung netral). Nilai tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya aroma yang merupakan kombinasi dari senyawa gula, protein dan juga adanya kandungan garam laut yang merupakan khas nira dan produk olahan dari nipah. Namun demikian kandungan garam tersebut nantinya akan menurun sewaktu aplikasi gula semut menjadi minuman atau produk makanan lanjutan yang menggunakan bahan baku gula semut.

d) Kenampakan

Hasil penilaian panelis terhadap bentuk dapat diketahui bahwa rerata nilai kesukaan bentuk gula nipah adalah 2,8 (cenderung netral). Nilai kesukaan tersebut disebabkan oleh adanya perlakuan pengayakan dengan menggunakan ukuran 20 mesh, sehingga granular gula semut nipah yang dihasilkan seragam.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Karakteristik gula semut yang dihasilkan dari nira nipah pada pengolahan skala industri mikro, memiliki kadar air (3,07%), kadar abu (1,58%), kadar gula reduksi (13,23%), total gula (94,76%), dan rendemen tinggi (22,00%). Produk gula semut tersebut telah memenuhi kualitas standar SII. No.0268-85, dengan nilai organoleptic rasa 3,2 (cenderung netral), warna 4,2 (cenderung menyukai), aroma 3,2 (cenderung netral) dan kenampakan 3,2 (cenderung netral), sehingga layak untuk diproduksi secara komersial. Kelemahan dari gula semut nipah adalah tingginya gula reduksi sehingga memerlukan kemasan yang kedap uap air udara penyimpan.

Saran

Untuk memperbaiki kualitas gula semut dari nira palma perlu adanya penelitian lanjutan sebagai berikut :a). Perlu penelitian mengenai daya simpan produk pada berbagai bahan pengemas; dan b). Perlu penelitian lanjutan untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

mengurangi sekecil mungkin kandungan garam pada

produk.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Diberikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan, Provinsi Jawa Timur yang telah membiayai penelitian ini yang merupakan bagian dari proyek besar “Inovasi Teknologi Produksi Produk Gula Palma di Wilayah Kepulauan Jawa Timur” Pada Tahun Anggaran 2011.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Kimia Semarang. 1999. Laporan Penelitian Tentang Pengawetan Nira Dalam Pembuatan Gula Kelapa. Kominikasi BPK Semarang.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan (terjemahan). Universitas Hasanuddin Press. Jakarta.

Dewi, IA, Wijana, S, Rahmah, NL dan E. Sugiarto, 2015. Ketahanan Tarik Kertas Seni dari Serat Pelepah Nipah

(Nypa fructican), Kajian Proporsi Bahan Baku dan

Perekat. Prosiding Seminar dan Lokakarya FKPT-TPI, Surabaya Tahun 2015.

Dinas Perindustrian. 2008. Gula Aren (Gula Semut dan Cetak). Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK). Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Bank Indonesia. Lebak.

Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3742-1995

:Standar Nasional Indonesia Gula Palma.

http://www.BSI.com.Diakses tanggal 29 April 2011

Baharuddin.2007. Pemanfaatan Nira Aren (Arenga pinnata

Merr) Sebagai Bahan Pembuatan Gula Kristal.Lab.

Keteknikan dan

DiversifikasiProdukHasilHutan.Makassar.

Marsigit, W., 2005. Penggunaan Bahan Tambahan pada Nira dan Mutu Gula Aren yang Dihasilkan di Beberapa Sentra Produksi di Bengkulu. Jurnal Penelitian UNIB. Vol. 11 No. 1, hal : 42-48. Maret 2005.

Mashud, N., dan Y. Matana, 2015. Kelapa Genjah sebagai Sumber Nira untuk Pembuatan Gula. Prosiding Komferensi Nasional Kelapa VIII. Hal : 179-184. http://perkebunan.litbang. pertanian.go.id/wp- content/uploads/2015/09/MT-6-Nurhaini.pdf.

Mulyadi, AF dan S. Wijana, 2014. Penggandaan Skala Pada

Pembuatan Pulp Dari Pelepah Nipah (Nypa Fructicans).

Prosiding International Conference on Agro-Industry 2014. ISBN : 978-979-18918-4-4.

Mustaufik, Tobari dan N. Hidayat, 2014. Peningkatan Mutu Produksi dan Pemasaran di Koperasi Serba Usaha(KSU) Ligasirem Sumbang – Banyumas. Jurnal Performance Vol. 19 No. 1. Maret 2014.

Putra, INK., 2016. Upaya Memperbaiki Warna Gula Semut dengan Pemberian Natrium-metabisulfit. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 5 No. 1. (Abstrak).

Sardjono, E.A. Basrah, dan O. Sukardi. 1999. Penelitian dan Pengembangan Diversifikasi Produk dan Pengepakan Gula Merah Cetak. Bogor.

Setyawan, HY dan Wijana, S. 2011. Identifikasi Potensi

Nipah (Nipa fructican) Sebagai Sumber Gula Alternatif

Di Jawa Timur. Proceeding Seminar Nasional APTA, November 2010.

Sumarno,1997. Pembuatan Gula Super Putih dari Nira Nipah Melalui Proses Fosfatasi-Flotasi. Prosiding Seminar Teknologi Pangan.

Wijana, S., D. Pranowo dan Sucipto, 2009. The Effect of Solid Coconut Sugar from Different Regions and Concentration of Fine Crystal Sucrose Additive on the Quality of Granular Coconut Sugar through a Re-

processing Method. Proceeding of 11th ASEAN Food

Conference, October 2009 : 110.

Wijana, S, Santoso, I, Hidayat, A, dan Effendi, A dan HY. Setyawan, 2011. Inovasi Teknologi Produksi Produk Gula Palma di Wilayah Kepulauan. Laporan Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur. Surabaya

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zuliana, C., E. Widyasturi dan WH. Susanto, 2016. Pembuatan Gula Semut Kelapa (Kajian pH Gula Kelapa dan Konsentrasi Natrium Karbonat). Jurnal Pangan dan