• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zulferiyenni*, Sri Hidayati1, Dessy Sintaria2

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Rajabasa, Bandar Lampung, 35144

E-mail: zulferiyenni@gmail.com

ABSTRAK

Limbah ekstraksi olahan karaginan rumput laut echeuma cottonii yang biasanya hanya merupakan limbah atau ampas yang dibuang dapat dimanfaatkan sebagai sumber selulosa. Limbah yang menjadi permasalahan bagi industri pengolah rumput laut merupakan potensi untuk bahan baku dalam proses pembuatan kertas. Untuk itu perlu dilakukan proses pemutihan untuk menghilangkan lignin dan tapioka untuk mengisi pori pori kertas. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh konsentrasi H2O2 dan konsentrasi tapioka terhadap karakteristik kertas dari ampas rumput laut yang

dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara konsentrasi H2O2 dengan konsentrasi tapioka

terhadap derajat putih dan daya regang lembaran. Hasil terbaik diperoleh pada perlakuan dengan konsentrasi H2O2

sebesar 2% dan tapioka 6% yang menghasilkan rendemen 60,52%, derajat putih 52,4% dan daya regang 1,76 Gpa.

Kata Kunci: Ampas rumput laut, H2O2, tapioka PENDAHULUAN

Rumput laut yang banyak ditemukan dan dibudidayakan di Indonesia penghasil karaginan yaitu jenis rumput laut

Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Namun

dalam pembuatan olahan rumput laut menjadi karaginan menghasilkan limbah berupa sisa ekstrak dari rumput laut yang berbentuk padatan dan cair hasil dari proses penyaringan pertama dan kedua. Kedua limbah ini hanya dibuang begitu saja tanpa adanya olahan yang lebih bermanfaat. Limbah ekstraksi olahan karaginan rumput laut echeuma cottonii yang biasanya hanya merupakan limbah atau ampas yang dibuang dapat dimanfaatkan sebagai sumber selulosa.

Riyanto dan Maya (1998) menyatakan bahwa dalam pengolahan rumput laut menjadi agar-agar kertas banyak dihasilkan ampas yang tidak terpakai dengan komponen selulosa sebesar 16-20%, hemiselulosa 18-22%, lignin 7-

8%. Limbah hasil pengolahan agar berkisar 70–85% (Basmal

et al., 2003). Limbah padat rumput laut cenderung terbuang dan

menjadi sampah organik. Menurut Nuryati (2009), limbah pengolahan rumput laut mencapai 1.682.545 ton. Limbah padat tersebut menjadi permasalahan bagi industri pengolah rumput laut. Salah satu solusinya adalah memanfaatkan limbah padat rumput laut menjadi kertas. Keunggulan rumput laut bila dibandingkan dengan kayu adalah mengandung serat agalosa selebar 3-7 mikrometer dan panjang 0,5-1 milimeter, dengan fleksibilitas tinggi dan mengandung substansi perekat cair. Rumput laut alginat mempunyai kemampuan membentuk film yang lembut, tidak terputus dan dapat menjadi perekat yang baik.

Pembentukan film tersebut memperkuat serat selulosa dan ketegangan permukaan kertas yang baik dalam mengatur ketebalan tinta (Sudriastuti, 2011).

Pulp hasil pemasakan secara umum menghasilkan warna yang gelap sehingga perlu dilakukan pemutihan untuk menghilangkan sisa lignin. Salah satu bahan kimia yang bisa dimanfaatkan untuk pemutih adalah H2O2. Menurut Fuadi (2008), H2O2 merupakan bahan pemutih yang bisa digunakan untuk proses pemutihan dengan konsep totally chlorine free (TCF). H2O2 mampu memutihkan pulp hingga mendekati 90% dengan efek degradasi selulosa yang cukup kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemutihan adalah konsentrasi zat pemutih, waktu pemutihan, suhu dan pH. Sehingga perlu dipilih proses pemutihan yang dapat menghasilkan pulp dengan warna yang putih tetapi tidak menyebabkan kerusakan selulosa dan pencemaran lingkungan. (Batubara, 2006).

Menurut Ulia (2007), penggunaan konsentrasi pemutih yang terlalu tinggi bisa menghasilkan kertas dengan indeks sobek dan indeks retak yang rendah karena bahan pemutih selain menyerang lignin juga mendegradasi selulosa sehingga kertas yang dihasilkan lebih mudah robek. Perlakuan pemutihan eceng gondok dengan menggunakan H2O2 pada konsentrasi 4 % dengan kadar lignin awal 9,75% diperoleh warna putih yang cerah serta mempunyai kuat tarik 4,7 N/cm2 (Retnowati, 2008) sedangkan. proses deinking kertas koran bekas dengan menggunakan H2O2 menyatakan bahwa pada penggunaan H2O2 dengan konsentrasi 3 % dan lama waktu operasi 95 menit menghasilkan nilai brightness 58,75% (Edahwati, 2009).

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

Pada proses pembuatan kertas, terkadang masing

terdapat pori-pori yang terjadi karena adanya jalinan serat yang tidak rata. Erythrina (2010) melaporkan bahwa sifat kertas dapat diperbaiki dengan penambahan zat-zat lain seperti pigmen, pengisi dan pewarna. Pigmen ini berfungsi untuk mengisi pori-pori permukaan kertas sehingga permukaan menjadi rata. Bahan yang digunakan untuk pengisi adalah tapioka, tapioka termodifikasi, PVA, dan CMC. Tapioka digunakan untuk meningkatkan kehalusan permukaan kertas dan opasitas, sehingga kertas tidak tembus pandang. Penambahan tapioka dimaksudkan untuk meningkatkan kecerahan (brighteness), kemampuan daya cetak lembaran dan ketahanan lipat. Tapioka ditambahkan pada saat pembentukan kertas baik dalam keadaaan basah maupun dalam keadaan kering untuk memperbaiki sifat fisik dan sifat optik kertas (Casey, 1981).

Manfaata tapioka yaitu untuk menutup pori-pori kertas yang tidak terisi serat sehingga tidak mudah dipenetrasi oleh air. Selain untuk sizing, tapioka juga digunakan untuk menggabungkan lapisan-lapisan kertas dan menjamin ikatan antar lapisan kertas. Pemakaian tapioka pada pembuatan kertas berkisar antara 2-3% dari berat pulp kering oven, serta tergantung pada jenis dan prosentase bahan penolong lainnya. (Casey 1980).

Pada pembuatan lembaran karton seni dari campuran TKKS 30-50%, sludge industri kertas 35-50%, dan pulp batang pisang (0-30%), aditif (kaolin 5%, alum 2%, tapioka 4%, dan rosin size 2%) menghasilkan sifat fisik/ kekuatan karton seni yang lebih baik/ tinggi daripada sifat karton produksi industri rakyat (dari campuran sludge 50%, kertas bekas 50%, tanpa aditif (Roliadi., 2009). Untuk itu perlu kombinasi konsentrasi pemutih hidrogen peroksida (H2O2) dan konsentrasi tapioka yang tepat untuk menghasilkan sifat fisik kertas berbasis ampas rumput laut spesies Eucheuma cottonii terbaik.yang diharapkan dapat menghasilkan rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas berbasis ampas rumput laut spesies Eucheuma cottonii terbaik.

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rumput laut Euchema cottoni kering, asam asetat, H2SO4, aquades, H2O2, CaCO3, tapioka (pati ubi kayu), kain saring, alumunium foil, serta bahan analisis lainnya.

Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, timbangan, cawan porselin, desikator, corong, oven, shaker waterbath, termometer, hot plate, serta alat-alat analisis lainnya. Metode Penelitian

Perlakuan dirancang secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga kali ulangan. Penelitian dilakukan meggunakan dua faktor, yaitu faktor pertama adalah konsentrasi hidrogen peroksida (H) yaitu 0% (H0), 2% (H1), 4% (H2), dan 6% (H3) dan Sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi tapioka (P) yaitu 2% (P1), 4% (P2), dan 6% (P3). Kesamaan ragam data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan Uji Tukey. Data hasil pengamatan sifat fisika pulp berbasis ampas rumput laut (Eucheuma cottonii) dianalisis dengan

sidik ragam untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data diolah lebih lanjut dengan uji BNJ 1% dan 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Pulp ampas rumput laut diperoleh dari hasil pemasakan menggunakan metode acetosolv. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan menggunakan perlakuan perbedaan konsentrasi hidrogen peroksida yaitu 0% (v/v), 2% (v/v), 4% (v/v), dan 6% (v/v). Pulp dipanaskan dengan shaker

waterbath pada suhu 85o C selama 1 jam. Kemudian

dilakukan pencucian dan pengeringan pada suhu kamar. Pulp hasil pemasakan selanjutnya dicuci dengan

mengunakan air dengan suhu 800C, kemudian dilakukan

penyaringan, dan setelah itu dikeringkan suhu kamar. Kemudian ditambahkan perlakuan penambahan tapioka 2% (b/b), 4% (b/b) dan 6% (b/b) setelah itu dilakukan pembuatan lembaran kertas. Diagram alir pembuatan pulp dapat dilihat pada Gambar 1.

Pemutihan dengan hidrogen peroksida 0%, 2%, 4% dan 6%

T= 85oC, t = 3 jam

Pencucian Penyaringan (lolos 100 mesh) Pengeringan suhu kamar

Penambahan tapioka 2, 4 dan 6%

Pengamatan (sifat kimia dan fisik pulp)

Air filtrat

Pembuatan lembaran

Gambar 1. Diagram alir pembuatan pulp bahan baku rumput laut

Sumber : Hidayati (2000), yang telah dimodifikasi dengan penambahan tapioka

Pengamatan

Pulp yang diperoleh kemudian diuji rendemen dan sifat fisiknya. Sifat fisik yang diuji meliputi rendemen (Datta, 1981), sifat optis (derajat putih) (SNI 14-0438-1989) dan Daya Regang (ASTM, 1983).

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Bahan Baku

Dalam penelitian ini dilakukan analisis untuk mengetahui sifat kimia yang terkandung dalam bahan baku yaitu ampas rumput laut jenis Eucheuma cottonii . Sifat kimia yang dianalisis yaitu kadar selulosa, hemiselulosa,

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

lignin. Hasil analisis sifat kimia ampas rumput laut

Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat kimia ampas rumput laut Eucheuma cottonii

Parameter Ampas rumput laut

Sampel Pustaka Kadar selulosa (%) 17,47 16a – 20ab Kadar hemiselulosa (%) 21,16 18 – 22 a Kadar lignin (%) 8,23 7a – 10b

Sumber : a Riyanto dan Maya (1998)

b Ujiani (2007)

Ampas rumput laut Eucheuma cottonii mengandung selulosa sebesar 17,47%, hemiselulosa 21,16% dan lignin 8,23%. Dan nilai yang dihasilkan hampir sama dengan hasil analisis oleh Riyanto dan Maya (1998) terhadap ampas rumput laut hasil pengolahan agar-agar kertas yaitu menghasilkan selulosa berkisar 16–20%, hemiselulosa 18– 22% dan lignin 7–8%. Nilai selulosa dan hemiselulosa yang tinggi merupakan bahan yang potensial untuk digunakan sebagai bahan baku kertas. Tetapi tingginya nilai kadar lignin yaitu 8,23% harus dikurangi dengan cara oksidasi dengan menggunakan oksidator seperti H2O2. Pada proses pemasakan (pulping), lignin tidak dapat dipisahkan secara sempurna.. Bila pulp yang dihasilkan masih mengandung kadar lignin yang tinggi, maka kualitas kertas menjadi rendah dengan sifat kaku, mudah patah dan berwarna gelap. Untuk memperoleh pulp yang lebih putih dan tidak mengalami degradasi maka perlu dilakukan pemutihan. Pemutihan yang tidak tepat dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari kertas karena ada reaksi samping yang menyebabkan terdegradasinya serat-serat (Casey, 1980). Untuk mengurangi atau meringankan degradasi tersebut perlu dilakukan pemilihan bahan kimia yang efektif, tepat, murah dan efisien untuk meningkatkan sifat fisik dari pulp yang dihasilkan. Klor banyak digunakan untuk pemutih tetapi penggunaannya sudah dibatasi karena

mencemari lingkungan dan bersifat toksik (Goncalves et al,

2005). Rendemen

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi H2O2 dan konsentrasi pati memiliki pengaruh sangat nyata terhadap kadar rendemen pulp yang dihasilkan. Namun interaksi antara konsentrasi H2O2 dan konsentrasi tapioka tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen pulp yang dihasilkan. Hasil uji lanjut BNJ menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap kadar rendemen pulp yang dihasilkan, yaitu pada H0 (dengan rendemen pulp pada H2 (konsentrasi H2O2 4%) dan H3 (konsentrasi H2O2 6%) . Kadar rendemen pulp acetosolv pada beberapa konsentrasi H2O2 ampas rumput laut Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rendemen pulp acetosolv ampas rumput laut pada perlakuan konsentrasi Hidrogen peroksida dan tapioka

Hasil menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi hidrogen peroksida akan menurunkan kadar rendemen pulp ampas rumput laut yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pemutihan terjadi reaksi delignifikasi yang menyebabkan lignin terdegradasi. Menurut Mac Donald dan Franklin (1969) proses delignifikasi yang semakin sempurna akan menyebabkan turunnya rendemen sebagai akibat meningkatnya konsentrasi larutan pemutih. Dence dan Reeve (1996) menyebutkan bahwa selama pemutihan pulp, degradasi pulp dapat terjadi, akibatnya fragmen-fragmen selulosa menjadi terlarut sehingga rendemen pulp yang dihasilkan rendah. Hasil penelitian Amri (2008) dan Ferdiyanto (2011) juga menyatakan bahwa produksi pulp acetosolv menggunakan konsentrasi pemutih asam perasetat mengalami penurunan nilai rendemen seiring meningkatnya konsentrasi pemutih. Hasil penelitian menunjukkan, rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan tanpa proses pemutihan (H0). Pada pulp tanpa mengalami proses pemutihan tidak ada komponen kimia yang terurai dan terlarut baik itu selulosa, hemiselulosa, dan lignin sehingga rendemen yang didapat juga tinggi. Nilai rendemen pulp terputihkan hasil penelitian berkisar antara 53,82-66,17%. Hasil penelitian Nimz dan Casten (1986) yang menyatakan bahwa produksi pulp acetosolv menggunakan pelarut asam asetat dan katalis HCl dengan

konsentrasi 5%-0,2% pada suhu pemasakan 195oC serta

proses akhir pemutihan menggunakan H2O2 dengan konsentrasi 0,5-2% menghasilkan rendemen pulp sebesar 40-60%. Penambahan konsentrasi tapioka membantu meningkatkan rendemen pulp. Hal ini diduga karena kandungan karbohidrat yang terdapat pada tapioka. Tapioka dapat menjadi bahan aditif untuk menambah jumlah kandungan karbohidrat dikarenakan memiliki kesamaan unsur glukosa seperti halnya selulosa, sehingga mampu menambah kandungan glukosa pada selulosa pulp dan meningkatkan rendemen.

Derajat Putih

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi hidrogen peroksida dan tapioka berpengaruh sangat nyata terhadap derajat putih dari lembaran kertas yang dihasilkan, serta terdapat interaksi antara kedua perlakuan. Hasil uji lanjut menggunakan Beda Nyata Jujur 5% menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata terhadap semua perlakuan kecuali pada perlakuan H0P3 (Konsentrasi H2O2 0% Tapioka 6%) dan H2P3 (Konsentrasi H2O2 4% Tapioka 6%) serta H1P1 (Konsentrasi H2O2 4% Tapioka 2%) dan H2P2 (Konsentrasi H2O2 4% Tapioka 4%).

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

Hubungan antara penambahan konsentrasi H2O2 dan

konsentrasi tapioka terhadap nilai derajat putih lembaran kertas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh penambahan konsentrasi H2O2 dan konsentrasi tapioka terhadap nilai derajat putih lembaran kertas

Penambahan konsentrasi tapioka juga dapat

meningkatkan nilai derajat putih lembaran kertas ampas rumput laut. Penggunaan konsentrasi H2O2 pada konsentrasi 2% memberikan nilai kecerahan pada lembaran kertas yang cukup signifikan seiring dengan penambahan konsentrasi tapioka 2%, 4% dan 6%. Namun terjadi penurunan nilai derajat putih dimulai dari konsentrasi H2O2 4%. Nilai derajat putih lembaran kertas berkisar antara 0-100%, semakin tinggi persentase yang dihasilkan maka warna lembaran kertas semakin putih. Derajat putih pada penelitian ini berkisar antara 20,7-52,3%. Berdasarkan kriteria SNI 14-0091-1998 (kertas koran) derajat putih minimal adalah 55%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pulp dari ampas rumput laut hasil pemutihan pada berbagai konsentrasi belum memenuhi kriteria SNI pulp untuk kertas koran, namun pada setiap peningkatan konsentrasi pemutih mengalami peningkatan nilai derajat putih dan mendekati nilai derajat putih sesuai kriteria SNI kertas koran. Meningkatnya derajat putih pulp diduga karena terjadinya penurunan kadar lignin dan struktur-struktur tak jenuh (kromofor) pada pulp terhidrolisis oleh peroksida dan larut dalam air saat proses pencucian. Menurut Casey (1952) bahan aktif pemutih dalam proses pemutihan pulp dengan peroksida adalah ion OOH- yang berasal dari ionisasi H2O2, ion-ion tersebut menyerang lignin dan bahan-bahan pewarna lain dalam pulp secara selektif.

Dari hasil penelitian ini terlihat adanya ketidakefektifan pemakaian bahan pemutih, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan nilai derajat putih pada lembaran yang dihasilkan. Menurut Fuadi (2008), ketidakefektifan pemakaian H2O2 di sini disebabkan oleh adanya beberapa metal ions yang ada di dalam pulp (Fe, Mn dan Cu) yang bertindak sebagai katalisator. Hidayati (2000) menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi peroksida berpengaruh nyata terhadap derajat putih pulp ampas tebu. Hasil analisis derajat putih menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi peroksida akan meningkatkan derajat putih, tetapi pada peningkatan yang lebih dari 5% akan menurunkan nilai derajat putih. Selain pengaruh dari bahan pemutih, tapioka memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan kecarahan (brightness) pada lembaran kertas. Menurut Casey (1981), penambahan tapioka dapat meningkatkan kecarahan (brightness), kemampuan daya

cetak lembaran dan ketahanan lipat. Tapioka sebagai tapioka memiliki sifat tidak mudah larut dalam air dan memiliki penampilan fisik warna putih cerah sehingga mampu memberikan sifat cerah pada lembaran kertas yang dihasilkan. Nilai derajat putih merupakan indikasi mutu dari suatu kertas. Semakin tinggi nilai derajat putih, kadar lignin akan semakin rendah dan kualitas kertas akan semakin tinggi.

Daya Regang

Berdasarkan hasil analisis ragam terlihat bahwa pengaruh penambahan tapioka dan konsentrasi H2O2 , serta interaksinya terhadap nilai kekuatan regang lembaran kertas ampas rumput laut yang dihasilkan adalah sangat berbeda nyata. Hasil uji lanjut menggunakan Beda Nyata Jujur 5% menyatakan bahwa perlakuan H0P3 (Konsentrasi H2O2 0% Tapioka 6%) berbeda nyata terhadap semua perlakuan kecuali terhadap H1P1 (Konsentrasi H2O2 2% Tapioka 4%), H2P1 (Konsentrasi H2O2 4% Tapioka 2%), H3P1 (Konsentrasi H2O2 6% Tapioka 2%) dan H3P2 (Konsentrasi H2O2 6% Tapioka 4%). Nilai kekuatan regang lembaran kertas tertinggi adalah pada perlakuan H1P3 (Konsentrasi H2O2 2%, tapioka 6%) yaitu sebesar 1,75 Gpa. Pengaruh penambahan konsentrasi H2O2 dan konsentrasi tapioka terhadap nilai daya regang lembaran kertas dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh penambahan konsentrasi H2O2 dan konsentrasi tapioca terhadap nilai daya regang lembaran kertas.

Nilai daya regang tertinggi pada penelitian ini mencapai 1,75 Gpa yang telah memenuhi standar nilai daya regang kertas fotokopi sebesar 0.49 GPa (Zulferiyenni, 2002). Daya regang (elongation) merupakan regangan maksimal yang dicapai oleh kertas sebelum putus diukur pada kondisi standar (SNI,1998). Menurut Suyitno dalam Stevany (2010), daya regang putus suatu bahan dihitung dari beban maksimum selama pengujian peregangan sampai bahan menjadi rusak atau putus terhadap luas penampang melintang mula-mula dari sampel. Faktor yang mempengaruhi daya regang antara lain panjang serat, fleksibilitas serat dan ikatan antar serat (Rismijana, 2003). Kekuatan regang lembaran kertas sangat dipengaruhi oleh

konsentrasi H2O2 dan konsentrasi tapioka. Peningkatan

konsentrasi H2O2 yang diberikan akan menurunkan nilai kekuatan regang dari lembaran kertas yang dihasilkan, sebaliknya peningkatan konsentrasi tapioka yang diberikan akan meningkatkan kekuatan regang lembaran kertas. Menurut Ulia (2007), konsentrasi H2O2 yang besar dapat menurunkan kekuatan kertas, kondisi ini disebabkan karena

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

sebagian selulosa ikut terdegradasi bersama lignin sehingga

kertas menjadi rapuh. Hal ini didukung juga oleh Edahwati (2009) bahwa pencapaian kekuatan tarik teringgi diperoleh pada perlakuan tanpa penambahan H2O2, sedangkan nilai ketahanan tarik terendah dicapai pada penambahan dosis H2O2 sebesar 3%. Tapioka sebagai bahan pengikat mampu memperbaiki ikatan antar serat dari ampas rumput laut pada lembaran yang dihasilkan sehingga menutup pori-pori kertas. Hal ini di kemukakan juga oleh Wurzburg (1989) dalam Munawaroh (1998) bahwa fungsi tapioka sebagai bahan aditif kertas akan memperbaiki daya penetrasi minyak dan air pada kertas serta memperbaiki sifat fisik lembaran kertas seperti kekuatan internal dan kekuatan permukaan.

KESIMPULAN

Konsentrasi larutan pemutih H2O2 sangat berpengaruh nyata terhadap rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii. Hasil perlakuan terbaik diperoleh pada konsentrasi H2O2 2%. Konsentrasi tapioka sangat erpengaruh nyata terhadap rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii. Hasil perlakuan terbaik diperoleh pada konsentrasi tapioka 6%. Terdapat interaksi antara kedua perlakuan penambahan konsentrasi H2O2 dan konsentrasi tapioka terhadap derajat putih dan daya regang lembaran kertas namun tidak terdapat interaksi terhadap rendemen ampas ramput laut dengan nilai rata-rata derajat putih 52.40 % dan daya regang 1.76 GPa. Hasil perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan HIP3 (Konsentrasi H2O2 2% Tapioka 6%) dengan nilai rata-rata rendemen 60,52%, derajat putih 52,40%, dan daya regang 1,76 GPa.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Y. 2009. Pengaruh konsentrasi asam perasetat terhadap karakteristik pulp acetosolv dari campuran ampas tebu dan bambu. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.

ASTM. 1983. Annual Book of ASTM Standards. American Society For Testing And Materian. Philadelpia.

Batubara, R. 2002. Kayu dalam Kehidupan Manusia. Jurnal Program Ilmu Kehutanan.

Basmal, J., Yeni, Y., Murdinah, Suherman, M., dan Gunawan, B. 2003. Laporan Teknis Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan – Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 61 pp. Casey, J. P. 1952. Pulp and Paper Chemistry and

Technology. Vol.1 . Inter science Publisher, Inc. New York.

Casey JP. 1980. Pulp and Paper: Chemistry and Chemical Technology vol.1, 3rd ed. New York (US): Interscience Publisher Inc.

Casey. 1981. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Vol ke-3. New York: A wiley Interscience Publisher Inc.

Datta, R. 1981. Acidogenic Fermentation of Lignocellulose Acid Yield and Convertation of Componens. Biotechnol. Bioeng 23, p : 2167-2170.

Edahwati, L. 2009. Proses Deinkin Kertas Koran Bekas Dengan Menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2). Jurnal Kimia dan Teknologi, ISSN 0216 – 163X. Hal 322-327.

Erythrina. 2011. Kajian Penggunaan Selulosa Mikrobial Sebagai Pensubstitusi Selulosa Kayu Dalam Pembuatan Kertas. http://erythrinaszone.blogspot.com/. Diakses tanggal 5 Agustus 2011.

Ferdiyanto. 2011. Kajian Penggunaan Asam Klorida Dan Asam Perasetat Pada Proses Produksi Pulp Acetosolv Dari Ampas Tebu Dan Bambu Betung. Tesis. Program

Pascasarjana Teknologi Agroindustri. Fakultas

Pertanian. Universitas Lampung. Lampung. 102 hal Fuadi, A,M. 2008. Pemutihan Pulp dengan Hidrogen

Peroksida. Reaktor, Vol 12 No. 2. Hal 23-128

Goncalves, A.R, D. Denise, R. Moriya dan L.R.M Oliveria. 2005. Pulping Of Sugarcane Bagasse Dan Straw Dan Biobleaching Of The Pulps: Conditions Parameters Dan Recycling Of Enzymes. Appita Conference, Auckldan, New Zealdan, 16-19 May 2005.

Hidayati, S. 2000. Pemutihan Pulp Ampas Tebu sebagai Bahan Dasar Pembuatan CMC. Jurnal Agrosains vol:13 (1). Hal. 59-78

Mac Donald, R.G. dan J.N. Franklin. 1969. The Pulping Wood. 2nd. Ed (1). Mc Graw-Hill Book Company. New York

Munawaroh, F. 1998. Kajian Pengaruh Suhu Dan Waktu Hidrolisis Asam Terhadap Sifat Tapioka Sagu

Termodifikasi Sebagai Surface Sizing.

http://repository.ipb.ac.id/ Diakses tanggal 15 Januari 2012

Nuryati, S. 2009. Melirik Potensi Energi, Pangan, dan

Kesehatan dari Laut. http://www.suarakarya-

online.com/news.html?id=224458. Diakses pada 20 September 2009

Retnowati. 2008. Pemutihan Eceng Gondok Menggunakan H2O2 Dengan Katalisator Natrium Bikarbonat. Reaktor, Vol 12 No. 1. Hal 33-36.

Riyanto,B., Maya W. 2006. Cookies Berkadar Serat Tinggi Substitusi Tepung Ampas Rumput Laut Dari Pengolahan Agar-Agar Kertas. Buletin Teknologi Hasil Perikanan, Vol IX Nomor 1 Tahun 2006. Hal 47-57.

Rismijana, J., Iin Naomi Indriani., dan Tutus Pitriyani. 2003. Penggunaan Enzim Selulase-Hemiselulase pada Proses Deinking Kertas Koran Bekas. Jurnal Matematika dan Sains Vol. 8 No. 2, Juni 2003. Hal 67 – 71.

Roliadi, H. 2009. Pembuatan dan Kualitas Karton Seni dari Campuran Pulp Tandan Kosong Kelapa Sawit, sludge Industri Kertas, dan Pulp Batang Pisang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. Hal 1-19.

Standar Industri Indonesia. 1989. SNI 0438-1989 (Cara Uji Derajat Putih Pulp), SNI 0091-1998 (Daya regang kertas) Departemen Perindustrian RI. Jakarta.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

Stevany. 2010. Daya Regang.

http://www.scribd.com/ihalingkar/d/47971604 daya- regang-b4-fix. Diakses tanggal 12 Januari 2012

Sudariastuti, E. 2011. Pengolahan Rumput Laut. Materi Penyuluhan Perikanan. Pusat Penyuluhan KP- BPSDMKP. Jakarta

Ujiani. 2007. Kandungan Ampas Rumpit Laut. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-NonDegree-12874- Chapter1.pdf . Diakses tanggal 15 Desember 2011. Ulia, H. 2007. Alternatif Penggunaan Hidrogen Peroksida

Pada Tahap Akhir Proses Pemutihan Pulp. Tesis. Pascasarjana. Magister Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara. Medan. 94 Hal.

Zuidar, A.S. dan S. Hidayati. 2007. Pengaruh Konsentrasi Larutan Pemasak Dan Nisbahnya Dengan Bobot Bagase