• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN PETANI APEL DI KOTA BATU

Wendra G Rohmah

1*

, Siti Asmaul Mustaniroh

1

1Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya

Jl. Veteran, Kota Malang, Kode Pos 65145, Indonesia

*Alamat Korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Kota Batu merupakan daerah di Jawa Timur yang dikenal sebagai Kota Agropolitan karena memiliki tanah yang subur dan sangat cocok ditanami tanaman hortikultura, salah satunya tanaman apel. Menurut Badan Pusat Statistika Kota Batu (2015) populasi tanaman apel di Kota Batu sebanyak 2,1 juta pohon yang dapat menghasilkan buah apel sebanyak 590.004 ton. Produksi buah apel yang berlimpah mendorong masyarakat untuk mengolah menjadi berbagai macam bentuk olahan apel, antara lain sari apel, keripik apel, dodol, jus, selai, jenang, tonik apel, dan cuka apel. Cuka apel merupakan salah satu produk yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk minuman herbal guna mendapatkan manfaat dari buah apel. Cuka apel adalah cairan hasil fermentasi buah apel segar yang merubah gula menjadi alkohol dan alkohol diubah menjadi asam asetat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kelayakan finansial usaha pengembangan produk cuka apel di Kota Batu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria kelayakan investasi NPV, IRR, Payback Period, B/C ratio, R/C ratio, dan BEP usaha pengembangan produk cuka apel layak untuk dilakukan. Harga jual cuka apel diperoleh sebesar Rp.19.542 dengan nilai NPV sebesar Rp.52.946.859,90; IRR sebesar 92,43%; Payback period selama 11 bulan; BEP sebanyak 1.176 botol atau Rp.22.987.669; nilai B/C ratio1,17; dan nilai R/C ratio sebesar 1,30. Pengembangan produk cuka apel ini diharapkan dapat meningkatkan nilai jual buah apel dan mendiversifikasi produk olahan apel sehingga dapat memberdayakan petani apel untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraannya.

Kata Kunci:cuka apel, studi kelayakan usaha, pemberdayaan petani

PENDAHULUAN

Kota Batu merupakan daerah otonom termuda di Jawa Timur yang dikenal sebagai Kota Agropolitan karena memiliki tanah yang subur dan sangat cocok ditanami tanaman hortikultura baik itu buah-buahan, sayuran, maupun tanaman hias. Tanaman yang paling dominan ditanam di Kota Batu adalah buah apel. Menurut Badan Pusat Statistika Kota Batu (2015) populasi tanaman apel di Kota Batu sebanyak 2,1 juta pohon yang dapat menghasilkan buah apel sebanyak 590.004 ton pada tahun 2012, 838.915 ton buah apel pada tahun 2013, dan 708.438 ton buah apel pada tahun 2014. Banyaknya produksi apel di Kota Batu mendorong masyarakat di sekitar Batu untuk mengolah produk apel dengan membentuk sentra industri atau UKM. Pengolahan buah apel menjadi produk baru bertujuan untuk menambah nilai jual apel dibandingkan dengan nilai jual apel yang dijual langsung kepada konsumen. Produk hasil olahan apel yang dapat menaikan nilai jual apel diantaranya adalah sari apel, keripik apel, dodol, jus, selai, jenang, tonik apel, dan cuka apel.

Cuka apel merupakan salah satu produk yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan

produk minuman herbal guna mendapatkan manfaat dari buah apel. Cuka apel adalah cairan hasil fermentasi buah apel segar yang merubah gula menjadi alkohol dan alkohol diubah menjadi asam asetat. Cuka apel memiliki banyak khasiat medis secara internal dan eksternal, diantaranya mampu mengontrol dan menormalkan berat badan dan menangulangi penyakit degeneratif (Zubaidah, 2011). Salah satu UKM yang memproduksi cuka apel di Kota Batu adalah CV Herbal Nusantara yang berada di Kecamatan Bumiaji. Pada proses produksinya, CV Herbal Nusantara dapat memproduksi 180-200 L cuka apel perharinya yang akan dikemas dalam botol berukuran 300 ml. Bahan baku yang digunakan oleh CV Herbal Nusantara adalah apel

rome beauty, apel manalagi, dan apel anna yang berasal dari

para petani lokal yang ada di Kota Batu. Produk cuka apel CV Herbal Nusantara banyak di jual di pusat oleh-oleh dan apotek Kota Batu, Malang, serta dikirim ke berbagai wilayah seperti Jakarta, Mojokerto, Blitar, Banyuwangi, dan sebagainya.

Dalam pengembangan produk cuka apel perlu dilakukan studi kelayakannya. Studi kelayakan merupakan sebuah penelitian yang mendalam dan terintegrasi mengenai

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

kelayakan suatu proyek atau bisnis untuk dapat dijalankan.

Studi kelayakan dilakukan untuk memperkecil tingkat resiko dan memastikan bahwa investasi yang dilakukan menguntungkan secara finansial. Analisis kelayakan finansial adalah alat yang digunakan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman modal. Tujuan dilakukan analisis kelayakan finansial adalah untuk menghindari ketelanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Sebuah proyek dapat dikatakan layak atau tidak secara finansial dapat diketahui dari kriteria investasi. Metode kelayakan finansial yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial anatar lain Harga Pokok

Produksi (HPP), Break Event Point (BEP), Net Present

Velue (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback

Periods (PP), B/C ratio, dan R/C Rasio. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial pengembangan produk cuka apel sehingga dapat memberdayakan masyarakat petani apel di Kota Batu..

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, dengan metode pengumpulan data observasi, wawancara, dan studi literature. Prosedur penelitian ditampilkan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Prosedur Penelitian Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan perhitungan berikut: a. Harga Pokok Produksi (HPP)

Harga Pokok Produksi (HPP) menunjukkan biaya yang dimasukkan kedalam proses produksi selama satu periode ditambah biaya persediaan awal barang dalam proses pada awal periode berikutnya. HPP merupakan akumulasi dari biaya-biaya yang dibebankan pada

produk yang dihasilkan oleh perusahaan, dapat dihitung menggunakan rumus :

dihasilkan

yang

barang

Jumlah

biaya

seluruh

Jumlah

HPP

b. Break Event Point (BEP)

Break Event Point merupakan teknik untuk analisis

hubungan antara biaya variabel, biaya tetap, dan harga jual. Perhitungan BEP adalah sebagai berikut:

VC

P

FC

unit

BEP

)

(

)

/

(

1

)

(

P

VC

FC

price

BEP

Keterangan :

FC = Fixed cost (Biaya tetap)

VC = Variable cost (Biaya variabel)

P = Price (Harga jual)

c. Payback Periode (PP)

Payback Periode merupakan perhitungan atau penentuan

jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutupi modal awal dari suatu proyek dengan menggunakan arus kas masuk yang dihasilkan oleh proyek tersebut

. PP =

x

bulan

c

d

c

b

t



12



Keterangan :

t = tahun terakhir dimana komulatif net cash belum mencapai initial investment

b = initial investment (modal awal)

c = kumulatif net cash inflow pada tahun ke t d = kumulatif net cash inflow pada tahun t + 1

HASIL DAN PEMBAHASAN Asumsi Dasar

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan biaya produksi adalah :

 Kapasitas produksi cuka apel sebesar 240 botol per

produksi (5.760 botol per tahun)

 Umur ekonomis proyek adalah 5 tahun

 Produksi dilaksanakan 2 kali per bulan

 Harga bahan baku, mesin, peralatan, kebutuhan utilitas,

bangunan, tenaga kerja untuk perhitungan biaya produksi cuka apel berlaku pada saat perhitungan ini yakni pada bulan Juli – Agustus 2015

 Permintaan produk stabil, produk terjual habis setiap akhir tahun dan selama umur proyek

 Modal yang digunakan berasal dari modal sendiri

 Harga pokok produksi dan harga jual naik secara

proporsional setiap tahun sesuai kenaikan komponen biaya berdasarkan tingkat pertumbuhan inflasi menurut Bank Indonesia yakni sebesar 10 % per tahun dan diasumsikan tetap selama pengujian.

 Pajak penghasilan dihitung berdasarkan Undang-Undang

Perpajakan Pasal 17 No. 17 tahun 2000 yaitu penghasilan antara 0-25 juta dikenakan pajak 5%. Penghasilan antara 25-50 juta dikenakan pajak 10%,

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

penghasilan antara 50-100 juta dikenakan pajak 15%,

penghasilan antara 100-200 juta dikenakan pajak 25% dan penghasilan diatas 200 juta dikenakan pajak 35%. Analisis Biaya

Analisis biaya merupakan kajian biaya dalam kelayakan finansial yang meliputi biaya produksi, harga prokok produksi (HPP), harga jual, prakiraan laba rugi, dan kriteria investasi. Hasil perhitungan kelayakan finansial pengembangan produk cuka apel ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Perhitungan Kelayakan Finansial Produk Cuka Apel

No Uraian Nilai

1 Biaya Produksi (Rp) 86,586,240

2 Biaya Tetap (Rp) 6,666,240

3 Biaya Tidak Tetap (Rp) 79,920,000

4 Kapasitas Produksi per tahun (botol) 5,760

5 Biaya Variabel per botol 13,875

6 Harga Pokok Produksi (Rp/botol) 15,032

7 Mark Up (%) 4,510

8 Harga Jual (Rp/botol) 19,542

9 BEP (botol) 1,176 10 BEP (Rp) 22,987,669 11 B/C rasio 1.17 12 R/C Rasio 1.30 13 NPV 52,946,859.90 14 IRR 92.43% 15 PP 11 bulan a. Biaya Produksi

Biaya produksi adalah keseluruhan biaya yang berhubungan dengan seluruh kegiatan produksi. Biaya produksi terdiri atas biaya variabel dan biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap meskipun volume produksinya berubah sampai batas perubahan volume tertentu. Komponen biaya tetap dalam produksi cuka apel adalah gaji tenaga kerja tidak langsung, biaya penyusutan, bunga modal, dan biaya pemeliharaan atas mesin dan perlengkapan pendukung. Pada industri cuka apel yang direncanakan ini adalah sebesar Rp.6.666.240,-. Biaya tetap ini memiliki besaran yang sama dan tetap selama proyek dijalankan. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume produksinya. Komponen biaya variabel pada produksi cuka apel terdiri atas biaya bahan baku dan pembantu, bahan pengemas, upah tenaga kerja langsung, serta kebutuhan energi dan telepon. Besarnya biaya variabel pada industri cuka apel yang sedang direncanakan ini adalah sebesar Rp.79.920.000,-. Berdasarkan uraian tersebut biaya produksi adalah jumlah dari keseluruhan biaya tetap dan biaya variable yaitu sebesar Rp.86.586.240,-. b. Harga Pokok Produksi dan Harga Jual

Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam suatu perusahaan adalah harga pokok produksi (HPP), yaitu untuk mengetahui besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan setiap satuan produk. Berdasarkan atas biaya produksi dan kapasitas produksi yang direncanakan, maka harga pokok produk dan harga jual produk dapat ditentukan. Penentuan harga jual produk berdasarkan harga pokok produk yang ditambah dengan margin keuntungan yang diharapkan.

Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produksi dan harga jual diperoleh harga pokok produksi cuka apel adalah Rp.15.032,-/botol cuka apel. Harga jual produk setelah dikalikan dengan margin keuntungan adalah sebesar Rp.19.542,-/botol ≈ Rp.19.500,-/Botol cuka apel. c. Prakiraan Laba Rugi

Laba atau rugi merupakan selisih antara hasil penjualan bersih selama periode tertentu dengan jumlah seluruh biaya yang ditanggung perusahaan dalam jangka waktu yang sama. Besar kecilnya laba yang diperoleh suatu perusahaan pada suatu periode tertentu merupakan suatu ukuran baik tidaknya perusahaan tersebut dalam menjalankan fungsinya sehubungan dengan sifat kegiatan perusahaan tersebut. Besarnya perkiraan laba rugi pada industri cuka apel pada tahun pertama adalah laba bersih sebesar Rp.11.793.496,-, tahun kedua sebesar Rp.12,972,845,-, dan seterusnya. Dari prakiraan ini, terdapat kenaikan laba bersih seiring dengan naiknya kapasitas produksi. Hal ini dikarenakan biaya rata-rata tiap produk yang semakin kecil (sesuai dengan teori

economic of scale), sehingga laba yang diperoleh akan

semakin basar karena harga jual yang digunakan tetap. d. Kelayakan Investasi

Kriteria investasi diperlukan untuk mengetahui kelayakan proyek dari segi finansial. Kriteria investasi dapat dikelompokkan berdasarkan nilai uang dan nilai waktu. Berdasarkan nilai uang, parameter yang sering

digunakan adalah Net Present Value (NPV) dan Internal

Rate of Return (IRR). Sedangkan berdasarkan nilai

waktu, parameter yang digunakan adalah Payback

Period dan Break Event Point (BEP). Kriteria investasi

agroindustri cuka apel adalah sebagai berikut. 1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan metode analisis

keuangan yang memerhatikan adanya perubahan nilai uang karena faktor waktu; proyeksi arus kas dapat dinilai sekarang (periode awal investasi) melalui pemotongan nilai dengan faktor pengurang yang dikaitkan dengan biaya modal (persentase bunga) (Subagyo, 2007). NPV merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Proyek akan dinilai layak jika NPV bernilai positif dan dinilai tidak layak jika NPV bernilai negatif. Berdasarkan hasil perhitungan NPV diketahui bahwa proyek pendirian agroindustri cuka apel memiliki nilai NPV positif, yaitu sebesar Rp.52.946.859,90,- sehingga proyek ini layak untuk dilaksanakan. 2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return merupakan metode penilaian

kelayakan proyek dengan menggunakan perluasan metode nilai sekarang. IRR merupakan tingkat bunga yang menyamakan nilai penerimaan kas bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari proyek yang sedang dinilai. Pada posisi NPV = 0 akan diperoleh tingkat persentase tertentu. IRR adalah tingkat bunga yang akan menyebabkan nilai NPV=0. Proyek dinilai layak jika IRR lebih besar dari persentase biaya modal (bunga kredit) atau sesuai

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

dengan persentase keuntungan yang ditetapkan oleh

investor, dan sebaliknya, proyek dinilai tidak layak jika IRR lebih kecil dari biaya modal atau lebih rendah dari keinginan investor (Subagyo, 2007). Berdasarkan hasil perhitungan IRR diketahui bahwa nilai IRR pada proyek pendirian agroindustri cuka apel ini adalah 92,43%. Nilai ini lebih besar dibandingkan nilai suku bunga bank yang berlaku, yaitu 7,5%, sehingga proyek ini layak untuk diteruskan.

3. Payback Periode (PP)

Payback period merupakan jangka waktu periode

yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek dengan hasil yang diperoleh oleh

investasi tersebut. Alasan dasar metode payback

period adalah semakin cepat suatu investasi dapat

ditutup kembali maka semakin diinginkan investasi tersebut. Apabila investasi akan dinilai dengan

menggunakan kriteria penilaian payback period

maka sebelumnya ditetapkan terlebih dahulu payback

period maksimal. Dalam pengambilan keputusan

diperbandingkan antara payback period maksimal

yang telah ditetapkan dengan payback period

investasi yang akan dilaksanakan, apabila payback

period investasi yang akan dilaksanakan lebih

singkat waktunya dibandingkan payback period

maksimal yang disyaratkan maka investasi akan dilaksanakan. Suatu proyek dinyatakan layak jika nilai proyek tersebut kurang dari umur proyek yang sedang direncanakan, dan sebaliknya jika nilai PP lebih besar dari umur proyek maka proyek dinilai tidak layak untuk dijalankan. Berdasarkan hasil perhitungan PP diketahui bahwa PP proyek agroindustri cuka apel ini adalah 11 bulan. Nilai ini lebih kecil dari nilai umur proyek, yaitu 5 tahun, sehingga proyek dinilai layak untuk dilakukan. 4. Break Event Point (BEP)

Break Event Point atau titik impas adalah titik

dimana total biaya produksi sama dengan pendapatannya. Titik impas memberikan petunjuk bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Selain itu bagi manajemen dapat memberikan informasi mengenai biaya tetap dan biaya variabel yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan tentang pengadaan bahan baku, pemilihan peralatan dan mengikuti perkembangan proses teknologi (Soeharto, 2001). Dengan diketahui tituk impas maka suatu perusahaan akan dapat mengetahui jumlah produksi (volume produksi) yang harus dipertahankan agar tidak mengalami kerugian, akan tetapi setiap perusahaan hendaknya dapat memproduksi diatas volume ini dengan merencanakan jumlah tambahan kebutuhan akan modal berkaitan dengan volume produksi. BEP produksi cuka apel dicapai pada tingkat penjualan 1.176 botol atau Rp.22.987.669,-.

5. B/C Ratio

Net B/C dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Hasil perhitungan menunjukkan nilai Net B/C usaha cuka apel sebesar 1.17 Karena nilai Net B/C > 1 maka gagasan usaha tersebut layak untuk dikerjakan (Umar, 2009). Nilai efisiensi usaha cuka apel ini adalah sebesar 1,30 Hal ini berarti bahwa usaha tersebut sudah efisien dan menguntungkan sesuai dengan kritetria efisiensi usaha yaitu bila nilai R/C > 1. Pentingnya efisiensi dalam usaha adalah sebagai dasar pertimbangan dalam evaluasi efisiensi usaha serta sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam rangka pengembangan usaha, dalam hal ini adalah pengembangan usaha Cuka apel. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat penyesuaian terhadap perubahan yang mungkin terjadi dan sebagai upaya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga karena adanya berbagai perubahan. Nilai kriteria investasi dapat menyimpang dari perhitungan yang dilakukan dikarenakan berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kenaikan harga bahan baku, penurunan harga jual produk, kenaikan biaya produksi dan lain-lain. Pada kajian finansial produksi cuka apel dilakukan analisis sensitivitas terhadap fluktuasi harga bahan baku. Analisis terhadap perubahan harga baku bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perubahan harga bahan baku akan mempengaruhi kelayakan proyek. Dari hasil analisis sensitivitas dengan penurunan dan kenaikan harga bahan baku sampai 25% maka proyek masih layak dijalankan.

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian kelayakan finansial pengembangan produk cuka apel layak untuk dikembangkan. kriteria kelayakan investasi pengembangan produk cuka apel antara lain harga jual cuka apel diperoleh sebesar Rp.19.542 dengan nilai NPV sebesar Rp.52.946.859,90; IRR sebesar 92,43%; Payback period selama 11 bulan; BEP sebanyak 1.176 botol atau Rp.22.987.669; nilai B/C ratio1,17; dan nilai R/C ratio sebesar 1,30. Analisis sensitivitas menunjukkan kelayakan pengembangan produk cuka apel ini tidak dipengaruhi perubahan fluktuasi harga bahan baku hingga 25%.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Kota Batu. 2015. Statistik Daerah Kota Batu 2014. Dilihat 25 November 2015. http://batukota.bps.go.id/data/publikasi/file/PB- 201400035

Damanik, S. 2007. Strategi Pengembangan Agribisnis Kelapa (Cocos nucifera) untuk Meningkatkan Pendapatan Petani di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Jurnal Perspektif 6(2): 94-104.

Kusuma, Parama Tirta Wulandari Wening Dan Nur Kartika Indah Mayasti. 2014. Analisa Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Produksi Komoditas Lokal: Mie Berbasis Jagung. Agritech, 34(2), Mei 2014 Subagyo, Ahmad. 2007. Studi Kelayakan: Teori dan Aplikasi. Alex Media

Computindo: Jakarta

Soeharto, Iman, 2001. Studi Kelayakan Proyek Industri. Erlangga. Jakarta Zubaidah, E. 2011. Pengaruh Pemberian Cuka Apel dan Cuka Salak

Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diberi Diet Tinggi Gula. Jurnal Teknologi Pertanian 12(3): 163-169

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016