• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dwi Purnomo

1*

, Anas Bunyamin

1

, Marlis Nawawi

2

, Fathia Salsabila

3

1Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

2Alumi Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

3Program Studi Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

Jln. Raya Bandung-Sumedang, km.21 Jatinangor, Sumedang 45363 Jawa Barat

*Alamat Korespondensi: dwi.purnomo@unpad.ac.id

ABSTRAK

Inisiasi pembentukan sentra olahan susu di Kelurahan Cipageran, Kota Cimahi, Jawa Barat sudah beberapa kali dilakukan namun kurang begitu berhasil dengan baik. Hal ini terlihat dari masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menghasilkan olahan susu yang berkualitas baik dan bernilai jual tinggi. Penerapan metode design thinking yang diawali dengan observasi kondisi masyarakat diharapkan akan mampu menghasilkan solusi yang sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat. Observasi dilakukan selama dua minggu oleh tim peneliti yang berhasil merumuskan pola-pola sosial masyarakat yang sebenarnya terjadi dan selama ini tersembunyi. Berdasarkan pola-pola tersembunyi tersebut, beberapa prototype solusi kemudian dirancang. Setelah melalui diskusi yang melibatkan seluruh stakeholder terkait, maka dirumuskanlah pembentukan sentra susu Cipageran sebagai lokomotif pemberdayaan dan peningkatan kesadaran dan kesejahteraan masyarakat. Pembentukan sentra susu Cipageran berhasil menginisiasi replikasi unit usaha masyarakat sampai terbentuk 40 unit usaha dengan kurang lebih 16 produk olahan susu. Produk unggulan yang dibentuk dan dipasarkan sebagai produk percontohan yaitu “Yourgood” berhasil memenangkan Kompetisi sebagai Juara I Wirausaha Baru Terbaik Jawa Barat. Selain itu, hal yang lebih penting lainnya adalah terbentuknya kesadaran masyarakat dalam peningkatan higienitas dan sanitasi olahan susu karena mereka menyadari pentingnya kualitas susu segar sebagai bahan baku utama berbagai produk olahan susu yang dihasilkan di Kelurahan Cipageran. Karena keberhasilan program tersebut kini di Kelurahan Cipageran telah berdiri gerai pemasaran bersama produk olahan susu Cipageran dan sedang dibangun beberapa kandang sapi baru sebagai bantuan CSR dari beberapa perusahaan.

Kata Kunci: Design Thinking, Produk Olahan Susu, Industri Kecil Menengah

PENDAHULUAN

Cipageran merupakan sebuah Kecamatan di wilayah Kota Cimahi dengan karaktersitik geografis yang berbukit- bukit. Kawasan Cipageran merupakan daerah pertanian dan peternakan yang dikelola secara perorangan dan berkelompok. Pada umumnya kelompok warga memiliki sapi sebagai ternak peliharaan. Susu sapi menjadi bahan baku dengan potensi yang besar. Berdasarkan pengumpulan data, dalam satu hari sapi perah milik warga dapat menghasilkan 2.500 liter susu sapi. Namun, selama ini para peternak lokal hanya menjual susu tersebut tanpa dilakukan pengolahan sedikitpun sehingga tidak terdapat nilai tambah yang dihasilkan dari penjualannya.

Susu yang diproduksi hanya dijual kepada koperasi dan tengkulak seharga Rp 4.300 per liter. Sehingga para peternak hanya memiliki margin yang sedikit untuk menambah penghasilannya. Karena minimnya pengetahuan dan keterbatasan akses yang dimiliki oleh masyarakat lokal, peternak hanya menjual susu sapi tanpa diolah terlebih dahulu. Selain itu, para perternak juga memiliki

permasalahan dalam motivasi mereka dalam mengelola ternak dan kebersihan kandangnya. Selain itu, pergerakan masyarakat di Desa Cipageran belum optimal dalam memberikan dampak kemajuan yang memandirikan.

Dari permasalahan tersebut, terdapat kesempatan dan potensi yang besar untuk mengembangkan dan memanfaatkan bahan baku berupa susu sapi perah dengan adanya kelompok pemerah susu, kelompok wanita untuk pengolahan, dan aksesibilitas yang cukup mudah dengan prasarana yang baik. Potensi yang dimiliki oleh peternak Desa Cipageran ditunjukkan oleh jumlah sapi yang banyak dan kelompok masyarakat yang telah berjalan walaupun tidak maksimal.

TUJUAN RISET

Menginisiasi model yang dapat memberikan dampak bagi kemajuan sebuah daerah untuk dapat mencapai kemandirian yang berkelanjutan.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian empirik selama dua tahun (2014-2016) yang menggunakan pendekatan Design

Thinking. Purnomo, 2013 menyatakan bahwa “Design

Thinking dapat melengkapi proses pembelajaran agar proses penguasaan kompetensi dapat berjalan lebih efektif dengan pola pembelajaran yang menyenangkan dan menstimulasi mahasiswa untuk mampu berpikir secara kreatif dan kritis”. Design Thinking yang didalamnya mengedepankan proses Discovery-Interpretation-Ideation- Experimentation-Evolution dapat diilustrasikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Proses pembelajaran dengan kaidah Design

Thinking (Purnomo, 2013)

Observasi dilakukan di lapangan yang kemudian dilanjutkan dengan tahapan sintesa, agregasi, pengambilan keputusan, pembuatan prototype, pengujian dan penerapan. Observasi

Observasi dilakukan selama dua minggu di Daerah Kecamatan Cipageran dengan melakukan beragam riset

mendalam hingga mengetahui berbagai hidden pattern yang

terkemukakan. Merujuk pada bukti empiris selama ini, di lapangan menunjukkan bahwa minat kepada dunia pertanian atau peternakan semakin berkurang, termasuk di Cipageran terutama pada generasi mudanya, di sisi lain terdapat hal yang menarik dimana banyak produk kreatif berkembang dengan basis produk peternakan dan pertanian dapat dikolabosikan sehingga mampu memberikan daya tarik bagi masyarakat untuk menekuni bidangnya. Dengan banyak kendala dimana produk-produk tersebut memiliki kesulitan dalam keberlanjutannya dan atau memiliki ketergantungan yang kuat pada impor karena dinilai lebih murah dan mudah didapatkan.

Pola tersembunyi (Hidden pattern) yang ditemukan:

1. Masyarakat Cipageran merupakan masyarakat yang

memiliki beberapa produk ekonomi yang memiliki potensi yang tinggi. Letak desa Cipageran yang tinggi dan memiliki pemandangan yang indah ke arah kota Bandung menjadikan Cipageran berpotensi untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata lokal.

2. Banyaknya jenis produk yang dapat dikembangkan dari

susu sapi yang diproduksi oleh masyarakat Cipageran turut mendukung pengembangan Cipageran sebagai sentra produksi produk turunan susu sapi seperti yoghurt, es krim, permen susu, krupuk susu, sabun susu, mentega, keju, dan lain-lain.

3. Pola pendampingan melibatkan kelompok ibu-ibu rumah

tangga dengan memberikan pelatihan olahan produk turunan dengan pendekatan inovatif.

4. Kelompok peternak yang terdiri dari para suami

dilibatkan untuk memasok susu dalam skala kecil untuk memancing produksi olahan baru.

5. Kelompok pemuda dan mahasiswa diintroduksi untuk

melakukan pendampingan dan mengawal pemasaran

dengan pendekatan pola pemasaran on-line.

6. Pendampingan tidak dapat dilakukan pada waktu siang

hari, sehingga dilakukan pada malam hari mengikuti ritme pekerjaan harian yang dilakukan. Malam hari adalah waktu dimana kelompok ibu-ibu dan Bapak- bapak tidak dalam mengerjakan kegiatan kesehariannya.

7. Pendampingan yang intensif ini mempunyai efek positif

dimana terjadi perubahan perilaku pada masyarakat lokal yang terlibat sehingga terjadi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendampingan ini juga menekankan pada penerapan ilmu dan teknologi untuk pengolahan susu sapi. Dimana masyarakat lokal pada awalnya tidak mempunyai ilmu untuk memproses susu sapi menjadi produk namun dikarenakan adanya pendampingan terdapat peningkatan akan pengetahuan yang dapat diterapkan.

8. Merancang kriteria pencapaian kemajuan dan merancang

reward bagi berbagai tahapan yang dilakukan oleh

kelompok yang berhasil mencapai target baik mutu, kuantitas, penguasaan keterampilan dan pencapaian omzet.

Sintesa

Hasil observasi menemukan bahwa pengembangan minat dan kelembagaan perlu dirancang agar masyarakat dapat membuat kegiatan yang merumuskan orientasi jangka pendek dan jangka panjang. Hasil sintesa menunjukkan bahwa:

1. Kegiatan di Cipageran Kota Cimahi perlu diproyeksikan

dalam jangka panjang untuk mengembangkan proses dan sistem yakni dengan memberikan pendampingan berkelanjutan pada pengembangan kelembagaan, manajerial, karakter, jejaring dan teknologi untuk mewujudkan kemandirian.

2. Menggunakan konsep dari The Fruters Model yang

mensinergikan berbagai kegiatan pertanian dari hulu yang mengembangkan praktek pertanian dan perkebunan, pengolahan hasil hingga hilir dimana hasil pertanian tersebut diolah menjadi produk pertanian dan dijual dengan harga premium (Putri, 2015)

3. Sapi perah menjadi komoditas utama yang dapat

dijadikan motor penggerak dalam menggerakkan proses pemberdayaan.

4. Memilih yoghurt sebagai komoditas yang dimulai untuk

dikembangkan karena penguasaan teknologinya relatif mudah dan bernilai tinggi.

5. Beberapa warga Cipageran sudah mulai memproduksi

produk turunan susu sebagai upaya penyediaan alternatif pemanfaatan susu sapi selain dijual dalam bentuk segar ke koperasi.

6. Peningkatan kualitas keterampilan masyarakat masih

sangat diperlukan karena produk yang dihasilkan oleh masyarakat memiliki kualitas yang masih terbatas.

7. Kegiatan harus mengutamakan keberlanjutan baik dari

keuntungan maupun bagi kelangsungan keselamatan lingkungan hidup dan kemajuan sosial.

8. Pada titik permulaan yang sama dilakukan juga dimulai

kegiatan jangka pendek yang lebih bersifat visual dengan tujuan memberikan daya tarik visual atas

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

kegiatan yang akan dilakukan.

9. Proses pemberdayaan perlu dimulai dari skala kecil

untuk kemudian dirancang agar berdampak luas.

10.Proses dengan orientasi jangka panjang dirancang dalam

memerlukan waktu dua hingga tiga tahun.

11.Kegiatan dalam jangka pendek ini adalah stimulan dan katalisator pengembangan yang menyentuh aspek-aspek dasar visual, proses pengolahan dan legalitas yakni menyangkut kemasan, merek, jaminan mutu, legalitas dan faktor-faktor organoleptiknya.

12.Program memadukan tujuan jangka panjang dengan

tahapan mengembangan tujuan jangka pendek, produk dengan tampilan yang baik bukan akhir dari kegiatan, namun adalah awal untuk mengembangkan proses berkelanjutan hingga mampu memberikan stimulan untuk membentuk kelembagaan beserta sistem manajerial yang baik, karakter, jejaring yang luas serta penguasaan teknologi secara mandiri.

Agregasi

Agregasi dilakukan dengan melakukan penataan beragam solusi yang dihasilkan dari beragam hal yang diperoleh melalui proses sintesa pada tahapan sebelumnya. Hasil dari agregasi didapatkan bahwa variabel penting yang dihasilkan sebagai basis pengembangan prototyping adalah:

1. Kolaborasi dalam aksi

Model kolaboratif yang dapat mensinergikan berbagai kegiatan peternakan dari hulu yang mengembangkan hasilnya sebagai produk bernilai tambah yang tinggi.

2. Mengutamakan pada pembangunan proses berbasis pada

kekuatan lokal yang memiliki rantai nilai dan manfaat yang panjang sehingga memiliki dampak positif yang luas dan berkelanjutan.

3. Kegiatan pendampingan terstruktur berkelanjutan

sehingga menjadi daya dorong masif bagi kemajuan perekonomian, sosial dan pendidikan.

4. Menggunakan basis bisnis sosial dimana dapat

memberikan investasi yang lebih besar untuk kegiatan pemberdayaan peternak dan masyarakat lokal dalam hal pendampingan serta teknologi.

5. Peningkatan nilai tambah diwujudkan dari berbagai

konsep kolaborasi dimana peningkatan nilai tambah juga berasal dari kontribusi yang diberikan oleh tiap-tiap pihak yang terlibat.

6. Usaha dilakukan berbasis proses, dalam hal ini

menggiring pada kemandirian.

7. Melibatkan mahasiswa wirausaha yang diposisikan

sebagai poros dari kegiatan kolaboratif untuk mengembangkan potensi masyarakat. mahasiswa sebagai penggerak dan lokomotif kegiatan ini, komunitas sebagai katalisator, distributor berupa reseller

dengan memberdayakan masyarakat luar, serta konsumen sebagai pembeli produk.

8. Pemangku kepentingan lain yang dilibatkan terdiri dari peternak lokal berperan sebagai pemasok bahan baku, masyarakat lokal sebagai pihak pengolah produk, pemerintah sebagai pengambil kebijakan, pihak akademisi dan universitas sebagai fasilitator untuk

pengembangan ilmu dan teknologi serta networking,

Prototyping

Gambar 1. Diagram VENuntuk Kolaborasi pada Yourgood

Usaha Berbasis Proses

Perkembangan Yourgood dari awal terbentuk pada tahun 2014 hingga saat ini mengalami berbagai peningkatan dalam:

1. Jumlah omzet serta kapasitas produksi di level desa. Kapasitas produksi tersebut dipengaruhi oleh kemampuan penjualan yang terjadi pada setiap periode.

2. Proses perkembangan Yourgood sebagai usaha dimana

terjadi peningkatan dari sisi produksi serta pasar yang terlibat.

3. Kelompok usaha yang dibina tetap dua kelompok,

namun dalam perjalanannya memiliki dampak bagi tumbuhnya 38 kelompok lainnya di Desa Cipageran.

4. Dampak bagi pengembangan produk turunan di Desa

Cipageran menjadi beragam, dimana Desa Cipageran kini memiliki lebih dari 16 jenis produk turunan olahan susu.

5. Yourgood menjadi rujukan bagi pengembangan bisnis

sosial yang berdampak bagi para usahawan baru.

6. Juara Wirausaha Baru Jawa Barat pada tahun 2016 yang

berdampak bagi semakin populernya penggunaan bisnis sosial sebagai bentuk yang dapat dijadikan media pengembangan masyarakat berbasis wirausaha

7. Perubahan perilaku masyarkat yang menjadi lebih

terbuka, egaliter dan mau belajar meningkatkan keterampilan usaha dan jejaringnya.

Prototyping Konsep Bisnis dan Produk

Pengembangan produk yang dilakukan tidak hanya untuk memberikan nilai tambah namun juga memberikan manfaat yang panjang pada setiap mata rantainya, menjadi poros kolaborasi yang kreatif dalam pengembangan produk berbasis agroindustri, membangun budaya positif berkolaborasi dengan berbagai pihak, meningkatkan daya saing, menumbuhkan rasa empati dan perubahan perilaku menjadi perilaku positif, serta membangun bisnis dengan prospek yang cerah danberkelanjutan.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

Gambar 2. Produk Yourgood Nilai-nilai Bisnis (Business Value)

1. Kolaborasi

Proses pemberdayaan melibatkan para peternak sebagai pemasok bahan baku yoghurt berupa susu sapi perah. Peternak lokal merupakan pihak yang memiliki pengalaman tinggi akan berternak. Namun mereka membutuhkan sebuah lokomotif untuk memberikan inovasi, mengembangkan potensi, serta menghasilkan susu sapi yang lebih baik lagi.

2. Peningatkatan Kapasitas Keterampilan dan Pengetahuan

Masyarakat

Yourgood dijadikan sebagai penggerak untuk

memaksimalkan kemampuan peternak dalam

memproduksi susu sapi perah. Dimana pada jangka waktu yang panjang Yourgood berpotensi untuk membutuhkan pasokan bahan baku dalam jumlah berlimpah.

3. Nilai tambah dan Penciptaan Nilai

Permintaan yang tinggi dari adanya produk Yourgood akan mengakibatkan peningkatan perekonomian para peternak sehingga peternak dapat mengelola peternakan menjadi lebih baik. Sehingga dapat menghasilkan susu dan produk olahannya dengan kualitas tinggi. Konsep ini juga akan mendorong para peternak untuk menggali ilmu pengetahuan lebih dalam lagi sehingga secara tidak langsung akan mengakibatkan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

4. Menyebarkan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat

Bisnis Yourgood ditujukan untuk meningkatkan keadaan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Cipageran, meningkatkan pengembangan ilmu dan teknologi serta kualitas SDM, pengembangan industri kreatif lokal, sebagai benang merah kolaborasi berbagai pihak, memberikan manfaat dan peningkatan nilai pada tiap

mata rantai, sebagai role model dalam pelaksanaan

socio-technopreneurship dan menebar semangat

berwirausaha pada mahasiswa

5. Merek yang menarik

Penamaan Yourgood dipilih agar memiliki nilai jual yang tinggi sesuai dengan ilmu morfososiolinguistik. Penamaan ini dihasilkan dari hasil kolaborasi antara tim Yourgood dengan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) sebagai pihak yang berkompeten pada bidang linguistik. Nama Yourgood terdiri dari kata “Your” dan “Good” yang mempunyai makna bahwa Yourgood merupakan produk yang memberikan dan menyimpan kebaikan.

6. Pemberdayaan Perempuan dan Kelompok Peternak

Pemberdayaan melibatkan perempuan berusia dengan rata-rata usia 25 tahun ke atas yang mayoritas merupakan istri dari para peternak. Sebelumnya, kelompok masyarakat ini tidak memilliki penghasilan dan kondisi finansial yang bergantung kepada suami masing-masing.

KESIMPULAN

Beberapa hal temuan dari Inovasi yang dihasilkan dari proses inisiasi Yourgood selama dua tahun didapatkan beberapa bukti empiris yakni:

1. Pola penyuluhan harus mengikuti ritme kerja penduduk

lokal

2. Model penyuluhan dilakukan dengan cara yang

menyenangkan dan interaktif

3. Penggunaan pola bisnis sosial memberikan peluang bagi

kemandirian yang lebih baik.

4. Untuk merealisasikan usaha pengembangan masyarakat

yang berkelanjutan, pola ini dapat menumbuhkan jiwa

entrepreneurial serta kreativitas yang tinggi untuk

menjadi penggerak kegiatan wirausaha.

5. Pelibatan generasi muda mempermudah proses nilai

tambah pada hilir menjadi lebih baik, yakni dimulai dari proses branding, desain, penganggaran biaya seperti

pembuatan cash flow dan penetapan harga, peracikan

resep, serta mengatur konsep marketing dan melakukan

penjualan.

6. Kolaborasi perlu dilakukan antar keilmuan yang berbeda

untuk saling mengisi kompetensi yang dibutuhkan. DAFTAR PUSTAKA

Bunyamin A. 2016. The Local Enablers: Mengusung

Pemberdaya Lokal Berorientasi Global dalam Kerangka Bisnis Sosial. Prosiding Konferensi Nasional Inovasi dan Technopreneurship . Akselerasi Inovasi. Bogor, Purnomo, D. 2015. Pengembangan Kurikulum Berbasis

Technoprenership pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran. Proceeding Konferensi Nasional Inovasi dan Teknologi. Bogor. Putri, S.H. et al. 2015. Pengembangan Model Usaha Produk

Puree Buah Hasil Sinergitas Kurikulum dan

Pengembangan Sistem Pendukung Kolaborasi

Technopreneurship. Proceeding Konferensi Nasional Inovasi dan Teknologi. Bogor.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

MINIMASI WAKTU PRODUKSI FROZEN FOOD

MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING (VSM)

(Studi Kasus di CV Punokawan Tegal Lestari, Jawa Tengah)

Danang Triagus Setiyawan

1*

, Panji Deoranto

2

, Panji Wira Manggala

3

1Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya

Jalan Veteran, Kota Malang, Kode Pos 65145, Indonesia

2Laboratorium Komputasi dan Analisis Sistem, Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya

Jalan Veteran, Kota Malang, Kode Pos 65145, Indonesia

*Alamat Korespondensi: danangtriagus@ub.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemborosan dan memberikan saran perbaikan untuk meminimasi pemborosan yang terjadi pada proses produksi frozen food. Dalam mengurangi pemborosan, digunakan metode Value Stream Mapping (VSM). Value Stream Mapping membantu dalam memahami flow material dan informasi pada saat proses produksi, dan berfokus pada pengurangan scrap dan pengerjaan ulang serta perbaikan kualitas produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pemborosan yang dominan diantaranya waiting, unnecessary motion, dan inappropriate processing. Perbaikan yang diusulkan meliputi adanya penambahan mesin steamer, pengawasan yang lebih baik dari atasan, pembuatan SOP yang lebih jelas dan perbaikan areal kerja. Analisis dengan value stream mapping menunjukan bahwa berkurangnya lead time produksi sebesar 37.78 menit yang mengakibatkan pengurangan pada lead time dari 674.44 menit menjadi 636.66 menit.

Kata Kunci:Lean Manufacturing, Pemborosan, Process Activity Mapping, Value Stream Mapping.

PENDAHULUAN

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat. Kandungan protein dalam ikan dapat dikatakan sama dengan daging, susu, unggas, dan telur. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2013), jumlah produksi perikanan dan luas areal perikanan di Indonesia mengalami peningkatan, dengan rata-rata peningkatan untuk jumlah produksi per tahun sebesar 2,397,000 dan luas areal per tahun sebesar 80,967 ha mulai dari 2009-2013.

CV Punokawan Tegal Lestari merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan ikan yang berada di kota Tegal. Secara umum produk yang dihasilkan CV

Punokawan Tegal Lestari adalah frozen food yang meliputi

bakso ikan, scallop, otak-otak ikan, sosis ikan, dan lain-lain dengan wilayah pemasaran meliputi Jakarta, Bandung, Pemalang, Kudus, Klaten, Purworejo, dan Purwokerto. Proses produksi pada CV Punokawan Tegal Lestari masih mengalami beberapa kendala. Beberapa kendala yang teridentifikasi diantaranya adalah terjadinya waktu menunggu pada proses pengukusan, kapasitas mesin yang terbatas, persiapan mesin yang kurang. Pendekatan

menggunakan Value Stream Mapping dapat digunakan

untuk memetakan proses produksi secara keseluruhan dan melihat kemungkinan-kemungkinan pemborosan yang menghambat dalam proses produksi.

Value Stream Mapping merupakan tool grafik dalam

Lean Manufacturing yang membantu melihat dan

memahami flow material dan informasi saat produk berjalan

mulai dari raw material sampai diantar ke konsumen.

Informasi yang akan ditampilkan dalam VSM diantaranya

adalah information flow, material flow dan process timeline. Hal ini dapat memvisualisasikan aliran produk secara menyeluruh dan dapat mengidentifikasikan kemungkinan

pemborosan dalam proses produksi (Rother and Shook,

2008). Upaya perbaikan dengan VSM terfokus terutama

pada pengurangan lead time, pengurangan scrap dan

pengerjaan ulang serta perbaikan kualitas produk, perbaikan penggunaan alat dan tempat, pengurangan tingkat penyimpanan dan pengurangan secara langsung dan tidak langsung biaya bahan baku dan pekerja (El-Haik and Al-

Aomar, 2006).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2016. Tempat penelitian dilakukan di CV Punokawan Tegal Lestari yang berlokasi di Jl. Blanak Blok B Pelabuhan Pantai Tegal Sari, Jongor, Jawa Tengah. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputasi dan Analisis Sistem Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Bawijaya. Prosedur Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan melalui beberapa tahapan penelitian yang terdiri dari survei pendahuluan dan studi literatur, identifikasi masalah, penetapan tujuan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan pembahasan serta kesimpulan dan saran. Identifikasi

masalah pada penelitian ini adalah kemungkinan waste atau

pemborosan yang terjadi pada proses produksi scallop ikan

di CV Punokawan Tegal Lestari. Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Data

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember 26-27 Oktober 2016

primer adalah data yang diambil dari lapangan yang

diperoleh melalui pengamatan, wawancara dan/atau kuisioner. Data sekunder yang dibutuhkan yaitu data gambaran umum CV Punokawan Tegal Lestari, data produksi, data jam kerja, data jumlah operator, data permintaan, dan data inventory.

Pengolahan Data

A. Pembuatan Curent State Map

Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat

current state map yaitu:

1. Menentukan produk yang dijadikan model atau objek

penelitian

2. Membentuk diagram SIPOC (supplier, input, process,

output dan customer). Untuk mempermudah memahami

seluruh proses produksi.

3. Menentukan value stream manager, sebaiknya orang

yang mengerti dengan detail proses produksi agar

mempermudah dalam pembuatan value stream mapping,

4. Menghitung waktu baku, yang didapat dari pengamatan

pada proses produksi dengan metode time study.

Data yang telah didapat dari hasil pengamatan selanjutnya akan dilakukan beberapa pengujian, yaitu:

1. Uji Kecukupan Data

Untuk menetapkan beberapa jumlah pengamatan yang seharusnya dibuat (N’) maka harus diputuskan terlebih dahulu berapa tingkat kepercayaan (convidence level)

dan derajat ketelitian (degree of accuracy)

(Wignjosoebroto, 2003). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

N’ = Jumlah data yang dibutuhkan (batch)

N = Jumlah data yang diambil (batch)

= Tingkat kepercayaan s = Tingkat ketelitian (%) X = Waktu Pengamatan (menit)

Apabila N’ < N, maka data dinyatakan cukup. Jika N’ > N, maka data dinyatakan tidak cukup dan perlu dilakukan pengamatan harus ditambah lagi hingga data