• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

IV. METODE PENELITIAN

4.4 Metode Analisis Data

4.4.2 Analisis Persepsi Stakeholder

Persepsi yang dimiliki oleh stakeholder menentukan perilaku dalam pemanfaatan dan pengelolaan Waduk Cirata. Persepsi dan motivasi yang dimiliki oleh para stakeholder dapat saja berbeda antara masing-masing stakeholder. Dalam penelitian ini, analisis mengenai persepsi stakeholder akan dianalisis menggunakan radar diagram untuk melihat penyebaran yang terjadi. Orientasi stakeholder yang berupa persepsi dijaring dengan menggunakan kuesioner dimana responden diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan atas pertanyaan yang diberikan. Tanggapan mereka atas setiap pertanyaan tersebut dimintakan pula besaran skornya. Adapun sebaran persepsi dan motivasi dibangun dari aspek ekologi, ekonomi, sosial, pengelolaan, dan pemanfaatan. Gambaran matriks polarisasi secara sederhana dapat dilihat dalam Gambar 4.1 sebagai berikut.

Unit Analisis Kategori Parameter

Peraturan-perundangan Informasi Formal Jenis Peraturan Judul Peraturan

Keterangan (tanggal dan tahun terbit)

Pasal dan Ayat Keterlibatan Stakeholder Siapa saja stakeholder yang terlibat

Peran masing-masing stakeholder

Manajemen Waduk Pemanfaatan/eksploitasi Perlindungan/proteksi Rehabilitasi

Aksesibilitas Waduk Pihak yang Memiliki Akses Jumlah Maksimum

Zonasi (pembatasan) Perizinan Penggunaan

Waduk

Bentuk Izin Pihak Pemberi Izin Masa Berlaku Izin Pengawasan Waduk Pihak yang Mengawasi

Kegiatan yang Diawasi

Pelanggaran Mekanisme Penindakan

Pihak yang Memberikan Tindakan dan Sanksi Sanksi yang Diberlakukan Aspek Utama Peraturan Aspek yang menjadi fokus

dalam peraturan Keterkaitan dengan

Keberlanjutan (sustainability)

Keterkaitan aspek-aspek dalam peraturan dengan keberlanjutan

25

Gambar 4.1 Gambaran Matriks Polarisasi secara Sederhana

Dalam diagram tersebut, titik 0 merupakan kondisi yang berkelanjutan. Hal ini berarti kelima aspek yang dianalisis berada dalam keadaan yang baik menurut responden. Semakin menjauhi titik 0, kondisi di Waduk Cirata semakin jauh dari keberlanjutan. Penilaian responden mungkin akan berbeda-beda antara satu kelompok stakeholder dengan yang lainnya. Hal ini karena persepsi merupakan hal yang subjektif. Adapun untuk melihat persepsi dan motivasi stakeholder akan ditinjau dari beberapa aspek, yaitu meliputi aspek ekonomi, ekologi, sosial, pengelolaan, dan pemanfaatan. Matriks penduan pertanyaan persepsi untuk stakeholder tersaji dalam Tabel 4.5 sebagai berikut.

Tabel 4.5 Matriks panduan pertanyaan persepsi untuk stakeholder ditinjau dari aspek ekonomi, ekologi, sosial, pengelolaan, dan pemanfaatan

Aspek Stakeholder Persepsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 a Ekonomi           b Ekologi           c Sosial           d Pengelolaan           e Pemanfaatan          

Keterangan: 1 = DPK Jawa Barat; 2 = Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat; 3 = Dinas Perikanan Kabupaten Purwakarta; 4 = Dinas Perikanan Kabupaten Cianjur; 5 = BPWC; 6 = Satpol PP Jawa Barat; 7 = kelompok penjual pakan ikan; 8 = kelompok pengepul ikan; 9 = kelompok pengolah hasil perikanan; 10 = petani KJA

4.4 3 Analisis Redesign Kelembagaan

Redesign kelembagaan sebagai wujud perubahan kelembagaan diperlukan untuk membentuk kelembagaan yang mampu mengakomodir kepentingan publik dan mengarahkan masyarakat untuk melakukan collective action. Simulasi model dapat digunakan untuk mengeksplorasi perubahan kelembagaan. Dalam perubahan kelembagaan, definisi pembangun kelembagaan dan bagaimana mereka bergabung untuk membangun struktur kelembagaan sangat penting. Memahami unsur-unsur struktural kelembagaan memerlukan beberapa identifikasi; pertama adalah

0 1 2 3 4 5 6 Ekologi Ekonomi Sosial Pengelolaan Pemanfaatan

identifikasi aturan main, dan kedua identifikasi unsur-unsur yang mementuk aturan main (Ostrom 1990, Crawford dan Ostrom, 1995). Dinamika kelembagaan yang terjadi merupakan bagian dari proses perubahan kelembagaan. Komponen struktural dalam dinamika kelembagaan perlu dianalisis untuk mengontekstualisasikan perubahan. Proses perubahan kelembagaan secara umum meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Perubahan persepsi, dimana individu menerima perubahan atau mengalami gangguan yang meliputi kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, atau institusi 2. Identifikasi sebab-akibat, tergantung pada kecenderungan perilaku dan sikap

mereka. Beberapa individu membandingkan perubahan yang dirasakan, apa yang menjadi penyebab hal tersebut terjadi, dan bagaimana dampaknya

3. Komunikasi mengenai pendapat perubahan, tergantung pada kecenderungan perilaku dan sikap mereka. Komunikasi ini mungkin membuat proses difusi, tergantung posisi/kekuasaan individu dalam jaringan, serta relevansi perubahan yang dirasakan

4. Penyesuaian pendapat, dimana individu meneysuaikan diri berdasarkan pendapat mereka tentang hubungan kausal dan faktor motivasi

5. Penurunan kesesuaian kelembagaan yang ada 6. Pembentukan kelembagaan baru

7. Penggantian/modifikasi kelembagaan yang ada

Adapun langkah-langkah dalam redesign kelembagaan adalah sebagai berikut: 1) Mendefinisikan substansi kelembagaan, meliputi substansi-substansi yang

harus dipenuhi dan harus ada dalam suatu kelembagaan. Substansi-substansi tersebut yaitu: (a) Aturan/keharusan; (b) Larangan; (c) Hak; (d) Kewajiban; (e) Sanksi; (f) Monitoring/pengawasan; (g) Pihak yang memberikan sanksi; (h) Pihak yang melakukan monitoring; (i) Mekanisme resolusi konflik; (j) Mekanisme perubahan kelembagaan; (k) Mekanisme penentuan akses terhadap sumberdaya; dan (l) Pembatasan zonasi

2) Mendefinisikan struktur kelembagaan, dimana bangunan organisasi mampu menghimpun semua kepentingan stakeholder.

a. Eksplorasi tentang bangunan struktur yang bisa mengikat b. Offering struktur kelembagaan baru kepada masyarakat c. Mekanisme koordinasi yang jelas

d. Seorang pimpinan yang diposisikan lebih tinggi untuk memimpin dan mengikat semua stakeholder terkait

Sebelum melakukan redesign kelembagaan, dilakukan analisis kualitatif mengenai kelembagaan eksisting dengan indikator-indikator kelembagaan menurut Ostrom (1990). Dengan melakukan analisis ini, dapat diketahui bagaimana kelembagaan eksisting berjalan di lapangan (de facto). Indikator-indikator kelembagaan ideal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.6.

Analisis mengenai kelembagaan sesuai dasar hukum yang berlaku (de jure) juga dilakukan untuk melihat secara hukum bagaimana struktur kelembagaan yang ada menurut aturan. Analisis kualitatif mengenai kelembagaan sesuai dasar hukum yang berlaku dilakukan untuk mengetahui kelembagaan tersebut berjalan atau tidak di lapangan. Analisis kualitatif melibatkan indikator-indikator kelembagaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya (Tabel 4.6). Responden dalam analisis redesign

kelembagaan ini adalah stakeholder-stakeholder terkait dalam pengelolaan Waduk Cirata. Respon stakeholder terhadap kelembagaan eksisting (de facto) maupun

27

kelembagaan berdasarkan aturan yang berlaku (de jure) dikaji sebagai masukan untuk design kelembagaan baru yang sesuai dengan kebutuhan. Hasil dari redesign

kelembagaan merupakan justifikasi peneliti yang kemudian ditawarkan kepada masyarakat. Hasil redesign kelembagaan ini diharapkan dapat mengakomodir semua kepentingan stakeholder dan mengarahkan kepada collective action dari pihak-pihak yang terlibat. Penerapan dari hasil redesign kelembagaan adalah untuk mengoptimalkan fungsi kelembagaan yang bertujuan untuk melestarikan Waduk Cirata melalui pengendalian jumlah KJA.

Tabel 4.6 Indikator-indikator kelembagaan ideal

No Indikator Penjelasan

1. Batas-batas yang Jelas (clearly defined boundaries)

Siapa saja pihak yang memiliki hak dan wewenang untuk mengakses dan memanfaatkan sumberdaya; serta sejauh mana sumberdaya boleh diakses dan dimanfaatkan

2. Kelembagaan penyediaan dan pemanfaatan sesuai dengan kondisi lokalitas (congruence between appropriation and provision rules and local conditions)

Aturan alokasi yang membatasi waktu, tempat, teknologi, dan jumlah unit sumberdaya yang diperbolehkan untuk diekstraksi dikaitkan dnegan kondisi setempat; dan aturan mengenai penyediaan dalam hal tenaga kerja, material, modal/budget

3. Pengaturan pilihan kolektif (collective-choice

arrangements)

Aksi bersama yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu banyaknya individu yang terdampak dapat ikut berpartisipasi dalam mengubah aturan- aturan operasional

4. Pengawasan (monitoring) Pihak pengawas secara aktif berperan dalam audit kondisi sumberdaya serta perilaku pihak yang diawasi; dalam prosesnya harus akuntabel bagi kedua belah pihak

5. Penerapan Sanksi (graduated sanctions)

Apabila ada pihak yang melanggar aturan main, sanksi yang ditegakkan sesuai dengan tingkat keseriusan dan konteks pelanggaran yang dilakukan; baik oleh sesamanya, pihak yang berwenang, atau kedua belah pihak

6. Mekanisme Resolusi Konflik (conflict-resolution

mechanism)

Pemilik dan pihak berwenang memiliki akses yang mudah ke arena aksi untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi, baik antarpemilik maupun antara pemilik dengan pihak yang berwenang

7. Pengakuan minimal atas hak untuk mengelola (minimal recognition of rights to organize)

Hak pemilik untuk merancang kelembagaan mereka sendiri dan tidak dihalangi oleh otoritas pihak pemerintahan eksternal

8. Kelembagaan lain yang

melengkapi (nested

enterprises)

Pemanfaatan, penyediaan, pengawasa, penegakan, resolusi konflik, and kegiatan pemerintahan diselenggarakan dalam beberapa lapisan kelembagaan yang saling melengkapi Sumber: Ostrom (1990)

4.4.4 Analisis Biaya Transaksi dan Manfaat Kelembagaan