• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Biaya Transaks

Biaya transaksi diperkenalkan secara konseptual oleh Ronald Coase pada tahun 1937 melalui karyanya yang berjudul “The nature of firm”. Dalam karyanya tersebut, Coase menyatakan bahwa biaya transaksi merupakan biaya yang timbul karena pelaksanaan mekanisme harga (the cost of using the price mechanism). Konsep biaya transaksi dipertegas oleh Coase dalam karyanya yang ditulis pada tahun 1961 yaitu biaya dari pelaksanaan transaksi atau pertukaran dalam pasar terbuka (the cost of carrying out a transaction by means of an exchange on the open market). Pendekatan neoklasik terhadap biaya transaksi lebih didominasi oleh sektor keuangan dan teori murni. Komponen dalam biaya transaksi mencakup komponen yang tetap (fixed components) ataupun komponen yang tidak tetap

15

(variable components). Furubotn & Richter (1997) mendefinisikan dua varian dalam setiap tipe biaya transaksi yaitu: 1) biaya transaksi tetap (fixed transaction cost) merupakan investasi khusus yang menentukan susunan kelembagaan; dan 2) biaya transaksi variabel (variable transaction cost) yaitu biaya yang tergantung pada jumlah atau volume transaksi. Konsep biaya transaksi yang mendasar pada pendekatan neoklasik adalah biaya-biaya yang timbul antara perusahaan dan individu dari proses pertukaran pasar. Oleh karena itu dalam pendekatan neoklasik, biaya penegakan dalam perusahaan bukan merupakan biaya transaksi.

Dalam ekonomi kelembagaan, biaya untuk menjalankan sistem ekonomi disebut dengan biaya transaksi (Marinescu 2012). Biaya transaksi (transaction costs) didefinisikan sebagai biaya aktor yang terkait dengan informasi. Di sisi lain, North (1990) menyatakan bahwa biaya transaksi meliputi biaya informasi, biaya negosiasi, biaya membuat kesepakatan dan kontrak, biaya perlindungan suberdaya, dan biaya penegakan peraturan. Dahlmann (1979) berpendapat bahwa biaya transaksi meliputi costs of negotiating, aggreing, monitoring, enforcing, dan

adapting institutions. Young (2002) mendefinisikan biaya transaksi sebagai biaya yang berhubungan dengan pemindahan, pemilikan, dan perlindungan dari property rights. Persepsi tentang transaksi atau governance costs tergantung dari keterkaitan teknologi dan costliness serta fungsi horisontal maupun vertikal diantara interplays. Selain itu, biaya transaksi tergantung dari kepentingan relatif atau karateristik yang dimiliki. Sebagai contoh, nilai biaya transaksi bisa lebih tinggi apabila sebagian besar transaksi sulit untuk dipisahkan. (Lin 1989, Ostrom 2000)

Definisi mengenai biaya transaksi semakin berkembang seiring dilakukannya studi pada beberapa sektor antara lain sektor industri perbankan dan lingkungan. Pengukuran biaya transaksi di sektor industri perbankan yang dilakukan oleh Wallis dan North yang diacu dalam Wang (2003) menyebutkan bahwa seluruh ekonomi dibagi dalam dua bagian yaitu transformasi/produksi dan transaksi, dengan mengukur total nilai dari sumberdaya yang digunakan dalam sektor transaksi/jasa dan menjadi agregasi biaya transaksi dari ekonomi. Sedangkan North dan Thomas (1973) membagi biaya transaksi menjadi 3 tipe yaitu: 1) biaya pencarian (search costs) yaitu biaya untuk mendapatkan informasi tentang keuntungan atau kerugian suatu transaksi/pertukaran (cost of allocating information about opportunity of the exchange); 2) biaya negosiasi (negotiation costs) yaitu biaya merundingkan syarat-syarat suatu transaksi/pertukaran (costs of negotiating the terms of the exchange); dan 3) biaya pelaksanaan (enforcement costs) yaitu biaya untuk melaksanakan suatu kontrak/transaksi (costs of enforcing the contract). Selain diukur dalam nilai pasar, biaya transaksi juga harus diukur dari aspek yang bukan nilai pasar/non-marketed transaction cost (de Soto 1989). Biaya yang termasuk dalam non-marketed transaction cost antara lain adalah sumberdaya yang dikeluarkan/dihabiskan dalam kondisi menunggu (resources spent in waiting), mendapatkan izin usaha, peresmian (cutting through red tapes), menyuap pejabat (bribing officials), dan lain sebagainya. Biaya transaksi non-pasar ini merajalela dalam pembangunan ekonomi dari masa ke masa.

Pada mulanya, Coase menggunakan pendekatan neoklasik dalam menjelaskan konsep tentang biaya transaksi. Lebih lanjut pemikirannya dilengkapi dalam Coase (1959) tentang biaya transaksi yang awalnya hanya menggunakan pendekatan neoklasik kemudian berkembang menggunakan pendekatan hak kepemilikan (property right approach) yang terangkum teorema Coase. Dalam

teorema ini Coase menyatakan bahwa hak kepemilikan yang penuh terhadap suatu sumberdaya akan mendukung alokasi sumberdaya tanpa menimbulkan biaya transaksi. Jelas dalam hal ini Coase berpendapat bahwa faktor hak kepemilikan sangat menentukan ada atau tidaknya biaya transaksi. Allen (1999) menyatakan bahwa konsep tentang property right dan biaya transaksi secara fundamental terkait satu sama lain (interlinked). Keterkaitan ini juga yang membedakan (distinguished) pendekatan property right dengan pendekatan neoklasik dalam studi biaya transaksi. Keberadaan property right sangat penting dalam menentukan efisiensi suatu kegiatan, oleh karena itu pemahaman yang jelas tentang hak kepemilikan seseorang terhadap suatu barang atau sumberdaya sangat diperlukan untuk menghindari klaim kepemilikan oleh pihak lain yang ingin menguasai atau merebut barang/sumberdaya tersebut.

Randal (1972) diacu dalam Abdullah et al. (1998) mendefiniskan bahwa biaya transaksi mencakup: a) biaya memperoleh infomasi, b) biaya untuk memperkuat posisi tawar dalam sebuah kelompok pengambil keputusan, dan iii) biaya untuk menegakkan keputusan yang telah dibuat. Lebih lengkap Gray (1994)

diacu dalam Abdullah et al. (1998) mengemukakan beberapa komponen yang termasuk ke dalam biaya transaksi adalah sebagai berikut: (i) Biaya negosiasi kontrak: mencakup biaya mengumpulkan informasi dan negosiasi dalam membuat kesepakatan; (ii) Moral hazard (perilaku oportunistik dari pelaku (iii) Biaya monitoring dan penegakan; (iv) Signalling cost; (v) Tingkah laku untuk menghindari resiko; (vi) Mengurangi investasi karena kondisi yang tidak aman; serta (vii) Keterbatasan ukuran ekonomi.

Dalam pembentukan suatu kelembagaan baru atau melakukan redesign

kelembagaan diperlukan beberapa tahapan yang tidak terlepas dari biaya yang harus dikeluarkan. Biaya-biaya tersebut adalah biaya untuk menyelesaikan tahapan- tahapan hingga kelembagaan tercipta, serta biaya untuk menerapkan kelembagaan tersebut. Biaya yang harus dikeluarkan dalam pembentukan dan penerapan suatu kelembagaan disebut dengan biaya transaksi. Biaya transaksi meliputi biaya pencarian informasi, biaya pengukuran, biaya negosiasi, biaya pembuatan keputusan, biaya pelaksanaan, biaya pengawasan, dan biaya penegakan hukum (Mburu, 2002). Dalam definisi yang lain, biaya transaksi merupakan biaya untuk menjalankan sistem ekonomi (Williamson, 1985). Menurut Dorfman (1981), biaya transaksi merupakan biaya untuk menyesuaikan terhadap perubahna lingkungan. North (1991) menyatakan bahwa biaya transaksi adalah biaya untuk menspesifikasi dan memaksakan kontrak yang mendasari pertukaran, sehingga mencakup biaya organisasi politik dan ekonomi, negosiasi, mengukur, dan memaksakan pertukaran. Biaya transaksi diklasifikasikan dalam 3 jenis; yaitu biaya transaksi pasar, biaya transaksi pengelolaan/managerial, dan biaya transaksi politik (Richter dan Furubotn, 2000).

Abdullah, Kuperan, dan Pomeroy mengembangkan definisi biaya transaksi menurut Williamsonian untuk menelaah biaya transaksi di bidang perikanan. Abdullah et al. (1998) mengelompokkan biaya transaksi dalam ko-manajemen perikanan menjadi tiga kategori. Pertama yaitu biaya informasi yang mencakup beberapa aktivitas seperti upaya untuk mencari dan memperoleh pengetahuan tentang sumberdaya, memperoleh dan menggunakan informasi, serta biaya penyusunan strategi dan free riding. Kedua adalah biaya pengambilan keputusan bersama yang mencakup aktivitas menghadapi permasalahan di bidang perikanan,

17

keikutsertaan dalam pertemuan atau rapat, membuat kebijakan atau aturan, menyampaikan hasil keputusan, serta koordinasi dengan pihak yang berwenang di tingkat lokal dan pusat. Ketiga merupakan biaya operasional bersama dalam kon- manajemen perikanan yang dijabarkan lagi menjadi tiga kelompok biaya, dimana setiap kelompok mencakup beberapa aktivitas yaitu: 1) Biaya pemantauan penegakan, dan pengendalian terdiri dari pemantauan aturan-aturan perikanan, pengelolaan laporan hasil tangkapan/budidaya, pemantauan lokasi penangkapan/budidaya, pemantauan input untuk kegiatan penangkapan/budidaya, manajemen atau resolusi konflik, serta pemberian sanksi terhadap setiap pelanggaran; 2) Biaya mempertahankan kondisi sumberdaya terdiri dari perlindungan terhadap hak-hak penangkapan/budidaya, peningkatan stok sumberdaya, dan evaluasi terhadap kondisi sumberdaya; serta 3) Biaya distribusi sumberdaya terdiri dari distribusi hak penangkapan/budidaya, dan biaya kelembagaan atau keikutsertaan. Kategori pertama dan kedua merupakan biaya transaksi sebelum kegiatan kontrak (ex-ante transaction cost) sedangkan kategori ketiga merupakan biaya transaksi sesudah kegiatan kontrak (ex-post transaction cost).