• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelembagaan Pengelolaan Waduk Cirata sesuai Dasar Hukum yang Berlaku

DAFTAR LAMPIRAN

VIII. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN WADUK CIRATA

6. Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum dan Ikan Hias (BP3UIH)

8.4 Kelembagaan Pengelolaan Waduk Cirata sesuai Dasar Hukum yang Berlaku

Kelembagaan yang sesuai dengan dasar hukum yang berlaku (de jure) melibatkan pemerintah dan beberapa stakeholder terkait. Berdasarkan hasil wawancara dengan key person, kelembagaan yang telah ada dasar hukumnya ini belum berjalan optimal di lapangan. Para stakeholder terkait belum memahami secara rinci peran dan fungsinya masing-masing. Selain itu, koordinasi diantara stakeholder terkait juga masih sangat minim sehingga mengakibatkan kelembagaan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Review secara kualitatif mengenai kelembagaan sesuai dasar hukum yang berlaku berdasarkan indikator kelembagaan ideal adalah sebagai berikut.

Dalam peraturan disebutkan bahwa fungsi utama Waduk Cirata adalah sebagai PLTA PT. PJB yang menyediakan listrik untuk kebutuhan Pulau Jawa dan Bali. Beberapa kegiatan lain yang diperbolehkan dilakukan di Waduk Cirata adalah penangkapan ikan, budidaya KJA, pariwisata, dan penelitian. Khusus untuk budidaya KJA, petani ikan yang memanfaatkan perairan Waduk Cirata harus merupakan masyarakat terdampak dan berdomisili di sekitar Waduk yang dinyatakan tertulis oleh Kepala Desa dan diketahui oleh Camat setempat. Realitanya, sebagian besar usaha budidaya KJA di Waduk Cirata tidak dilakukan

77

oleh masyarakat lokal. Banyak masyarakat dari luar desa-desa sekitar yang ikut menjadi pengusaha KJA di Waduk Cirata, bahkan hingga lintas provinsi dan lintas pulau.

Mengingat bahwa waduk memiliki karakteristik sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan, maka kondisi Waduk Cirata harus dijaga agar dapat memberikan benefit sesuai yang diharapkan dalam kurun waktu yang diperkirakan. Dengan demikian, penggunaan Waduk Cirata telah diatur dalam peraturan yang ada dengan mempertimbangkan karakteristik dan kondisi sumberdaya tersebut. Dalam peraturan disebutkan bahwa luas genangan yang dipergunakan untuk usaha budidaya KJA adalah terbatas, dengan kuota 12.000 petak KJA. Fakta yang ada, jumlah KJA di Waduk Cirata terus meningkat jumlahnya sepanjang tahun dan melampaui batas yang ditetapkan. Kondisi ini jika dibiarkan terus-menerus tidak menutup kemungkinan akan menurunkan masa layan Waduk Cirata. Kurangnya penanganan dari instansi terkait menimbulkan peningkatan jumlah KJA di Waduk Cirata yang tidak terkontrol.

Aksi bersama yang dilakukan oleh para stakeholder masih sangat minim, terlihat dari kegiatan-kegiatan yang selama ini diselenggarakan. Antara stakeholder satu dengan stakeholder yang lain memiliki kepentingan yang berbeda sehingga masing-masing dari mereka memiliki cara tersendiri untuk mengakomodir kepentingan tersebut. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat misalnya. DKP memiliki kepentingan untuk menjadikan Waduk Cirata sebagai salah satu sentra penghasil ikan tawar di Jawa Barat. Dengan demikian DKP memberikan bantuan/subsidi kepada petani KJA untuk meningkatkan produksi ikan air tawar mereka. Beda halnya dengan BPWC. BPWC memiliki kepentingan untuk menjaga perairan Waduk Cirata agar supply listrik dapat terpenuhi. Dengan demikian BPWC selalu melakukan kegiatan bersih-bersih Waduk Cirata secara rutin. Terlihat bahwa stakeholder terkait bergerak sendiri-sendiri, belum saling bekerjasama dan melakukan aksi bersama dalam memanfaatkan dan mengelola Waduk Cirata.

Pengawasan, pengendalian, dan penertiban kegiatan usaha KJA dilakukan oleh Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat dengan melibatkan instansi pengelola dan instansi terkait yang dipandnag perlu. Namun fakta yang ada, kunjungan dari pihak DKP Provinsi Jawa Barat untuk melakukan pengawasan, pengendalian, dan penertiban masih kurang intensif. Dalam peraturan juga disebutkan sanksi yang harus diterima apabila ada pihak yang melanggar peraturan. Jika petani KJA tidak memiliki izin, maka KJA akan dibongkar dan ditarik ke pinggir. Saat ini sebagian besar KJA di Waduk Cirata tidak memiliki izin, namun terjadi pembiaran dari pihak pengelola sebagai pemegang otoritas penerbitan SPL. Pihak pengelola kurang tegas dalam menindak para pelanggar peraturan sehingga banyak KJA yang tidak memiliki status/ilegal, ditambah lagi banyak KJA yang tetap ‘mangkrak’ di prairan Waduk Cirata meskipun sudah tidak aktif beroperasi.

Penyelesaian konflik diatur dalam peraturan yang ada, apabila terjadi konflik antar stakeholder agar dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Jika dengan cara kekeluargaan tidak berhasil maka dilakukan musyawarah untuk mufakat, dan apabila masih tidak berhasil juga dapat diselesaikan melalui jalur hukum. Saat ini, di Waduk Cirata terjadi konflik kepentingan diantara pemanfaat sebagai petani KJA. Sebagaian besar pemilik KJA di Waduk Cirata saat ini adalah bukan merupakan masyarakat lokal melainkan sosok yang memiliki power dan kedudukan di jajaran pemerintahan. Hal ini masih belum terselesaikan dan hanya menjadi

selentingan begitu saja tanpa tindak lanjut yang jelas dan tegas. Pengakuan atas kelembagaan sesuai dasar hukum yang berlaku ini masih terbatas pada stakeholder- stakeholder tertentu saja. Belum semua stakeholder menjalankan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Bahkan kelembagaan tersebut terkesan seperti hanya ‘formalitas’ semata, pelaksanaanya di lapangan sangat jauh dari yang diharapkan. Kelembagaan lain yang terlibat sebenarnya banyak, namun belum sepenuhnya mendukung dan melengkapi kelembagaan yang ada. Kelembagaan tersebut antara lain adalah kelembagaan intern pihak pengelola Waduk Cirata (BPWC) dan kelembagaan intern pemerintahan di Jawa Barat terkait Waduk Cirata, dan kelembagaan intern masyarakat petani KJA. Dasar hukum yang digunakan dalam analisis ini adalah peraturan-peraturan terkait kelembagaan pengelolaan Waduk Cirata sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 8.3 dan struktur kelembagaan pengelolaan Waduk Cirata Jawa Barat sesuai dasar hukum yang berlaku tersaji dalam Gambar 8.4.

Tabel 8.4. Dasar hukum dalam analisis kelembagaan pengelolaan Waduk Cirata

No. Peraturan

1. Keputusan Dirjen SDA No. 21/KTPS/D/2014 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengoperasian Bendungan Kaskade Saguling, Cirata, dan Djuanda/ Jatiluhur

2. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Perikanan

3. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 tentang Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum, Lahan Pertanian dan Kawasan Waduk Cirata

4. Keputusan Direksi PT. Pembangkitan Jawa-Bali Nomor 023.K/020/DIR/ 2014 tentang Penyempurnaan Organisasi Badan Pengelola waduk Cirata pada PT. Pembangkitan Jawa-Bali

79

Gambar 8.3. Struktur kelembagaan pengelolaan Waduk Cirata Jawa Barat sesuai dasar hukum yang berlaku

Kementerian PU Kementerian BUMN Gubernur PT. PJB BPWC BBWS Citarum

DKP Provinsi Jawa Barat BPMPT Provinsi Jawa Barat

Satpol PP Provinsi Satpol PP Kabupaten BP3UIH Dinas Perikanan Kabupaten

Petani Ikan/Kelompok Tani

: Garis Koordinasi : Garis Perintah

: Garis Pertanggungjawaban : Garis Pembinaan