• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Nurmalinda et al (2014) preferensi merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam rangka untuk melihat kinerja dari suatu produk yang dihasilkan, artinya konsumen dalam memilih suatu produk mengarah pada selera yang lebih baik dan sempurna. Pada Gambar 2 menunjukkan hasil analisis preferensi petani terhadap cabai rawit menggunakan analisis PCA, didapatkan bahwa komponen utama mampu menjelaskan keragaman sebesar 100%, dengan komponen pertama sebesar 84.4% dan komponen kedua sebesar 15.6%. Pada Gambar 2, menunjukkan bahwa tingkat preferensi petani terhadap varietas cabai rawit ditentukan oleh tiga kelompok preferensi yaitu (1) preferensi visual, harga, dan proses budidaya, (2) memperoleh benih, dan (3) umur panen. Kelompok preferensi tersebut pada dasarnya diharapkan menyatu, dimana vektornya menjadi satu atau saling berdekatan. Sementara dalam kenyataannya petani memberikan penilaian yang berbeda terhadap cabai rawit yang disukai, misalnya untuk cabai rawit Malita FM dimana harga, proses budidaya dan preferensi visual disukai. Namun untuk umur panen dan mendapatkan benih bersertifikat vektornya berbanding terbalik atau berkorelasi negatif dengan preferensi lainnya. Selain itu untuk cabai rawit Sret menjauh dari semua vektor preferensi, sehingga varietas tersebut sulit untuk direkomendasi dan dikembangkan petani. Hal ini berbeda dengan varietas cabai rawit Dewata, varietas tersebut meskipun korelasinya lemah dengan kelompok atau vektor preferensi satu, akan tetapi sangat dekat dengan umur panen, artinya petani dapat mengejar waktu panen meskipun harganya Rp. 45.000

– Rp.55.000 per kg dibawah dari cabai rawit Malita FM sebesar Rp. 85.000 – Rp. 100.000 per kg. Berdasarkan pengamatan bahwa umur panen cabai rawit Malita FM sekitar 4 - 5 bulan, sedangkan untuk cabai rawit Dewata umur panennya + 2 bulan. Hal ini yang menjadi daya tarik petani memilih cabai rawit dewata untuk dikembangkan sebagai usahataninya. Menurut Astuti (2013), suatu inovasi akan mudah diterima oleh petani apabila inovasi teknologi dapat meningkatkan produksi suatu usaha tani dibandingkan dengan cara konvensional yang biasa dilakukan oleh petani sebelumnya. Benih yang mudah didapatkan dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas cabai sebelumnya dapat meningkatkan adopsi petani.

Gambar 2. Analisis komponen Utama Petani Terhadap Preferensi Cabai Rawit KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian bahwa petani memiliki preferensi yang kuat terhadap varietas cabai rawit Dewata dibanding dengan varietas malita FM dan Sret. Varietas Dewata berada pada posisi tidak menjauh dari ketiga variabel utama preferensi yang meliputi (1) preferensi visual, harga, dan proses

3 2 1 0 -1 -2 -3 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 First Component (84,4%) S e co n d C o m p o n e n t (1 5 ,6 % ) Umur Panen Harga Memperoleh Benih Proses Budidaya Ukuran Penampilan Warna Kuning Warna Merah

Dewata

Sre

t

Malita

177

budidaya, (2) memperoleh benih, dan (3) umur panen, sehingga varietas tersebut dapat dijadikan sebagai varietas rekomendasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada saudara Ibrahim Laita dan Nurul Aisyah, SP yang telah membantu dalam menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W. 2011, Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keputusan konsumen untuk membeli kentang, bawang merah, dan cabai merah. Jurnal Hortikultura 21 (3); 280-94. Anonim. 2005. Keputusan Menteri Pertanian tentang pelepasan cabai rawit hibrida dewata No.

345/Kpts/SR.120/9/2005. http://www.perundangan.pertanian.go.id. [Diunduh Tgl 29 Agustus 2016]

Anonim. 2016. Cabai sret. Cabai Sret. http://bibitbunga.com/bintang-asia-cabe-rawit-sret/. [Diunduh Tgl 29 Agustus 2016].

Astuti, P., Ismono, R.H., Situmorang, S. 2013. Faktor–faktor penyebab rendahnya minat petani untuk menerapkan budidaya cabai merah ramah lingkungan di Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmu–Ilmu Agribisnis1 (1): 87 – 92.

Basuki, R.S., Arshanti, I.W., Zamzani, L., Khaririyatun, N., Kusandriani, Y., Luthfy. 2014. Studi adopsi cabai merah varietas tanjung-2 hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Jurnal Hortikultura 24 (4) : 355-362.

Fachrista, I.A, Issukindarsyah., Rusmawan, D., Dewi, H.A. 2012. Preferensi petani kabupaten Bangka Selatan terhadap beberapa varietas unggul baru padi sawah. Artikel Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energy Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura. Hendarini, A.T . 2011. Persepsi masyarakat terhadap manfaat kesehatan dan pengembangan produk

minuman fungsional dari ekstrak daun hantap (Sterculia oblongata r.brown). [Tesis] Pasca Sarjana IPB : 96 hlm.

Hikmawati. 2015. Mengenal rica malita (Capsicum frutescens L.) cabe lokal spesifik Gorontalo serta hama dan penyakit yang menyerang. http://www.bkpgorontalo.org. [Diunduh Tgl 29 Agustus 2016].

Lim, J.H., Seo, J.Y., Shim, M.S. 2013. Characteristics that affect Japanese consumer preference for chrysanthemum, Korean Journal of Hort. Sci. & Tech. (31) 5 : 640-6477. DalamNurmalinda dan Hayati, NQ. 2014. Preferensi konsumen terhadap krisan bunga potong dan Pot. Jurnal Horikultura. 24 (4): 363-372.

Musaddad., Setiasih., Kastaman. 2013. Laju perubahan mutu kubis bunga di olah minimal pada berbagai pengemasan dan suhu penyimpanan. Jurnal Hortikultura 23 (2): 184 – 194. Novia, R.A. 2011. Respon petani terhadap kegiatan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu.

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 7 (2): 22 48-60.

Nurmalinda., Hayati, N,Q. 2014. Judul preferensi konsumen terhadap krisan bunga potong dan pot. Jurnal Hortikultura 24 (4): 363 – 372.

Sanjur, D. 1982. Social and culture perspective in nutrition: Prentice Hall, new York.

Sutradi D. 2014. pemerintah kesulitan stabilkan produksi cabai.

http://radarpena.com/read/2014/04/23/10797/18/1/pemerintah-kesulitan-stabilkan-produksi-cabai. [Diunduh Tgl 31 Januari 2015].

178

PENGARUH APLIKASI KERAK BOILER TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN HARA PADA TANAMAN CAISIM

THE EFFECT OF BOILER CRUST APLICATION ON MUSTARD (Brassica Juncea L.) YIELD AND NUTRIENT CONTENT

Eliartati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Jl. Kaharuddin Nasution No. 341 Pekanbaru

eliartati@pertanian.go.id ABSTRAK

Pemanfaatan lahan marginal untuk budidaya sayuran memerlukan penambahan bahan amelioran untuk memperbaiki kesuburannya. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan amelioran adalah kerak boiler yang banyak dijumpai di daerah perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Fisika Tanah Balai Penelitian Tanah di Laladon Bogor dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kerak boiler terhadap produksi dan kandungan hara pada tanaman caisim. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang dimaksud adalah A0 (kontrol/tanpa kerak boiler), A1 (kerak boiler 250 mg/pot), A2 (kerak boiler 500 mg/pot) dan A3 (kerak boiler 1000 mg/pot). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kerak boiler tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, lebar daun dan panjang daun) dan hasil tanaman (berat basah tanaman), tetapi terdapat kecenderungan peningkatan parameter pertumbuhan dan hasil tanaman sejalan dengan peningkatan dosis kerak boiler yang diberikan. Di lain pihak pemberian kerak boiler berpengaruh nyata terhadap kadar P, K, Ca, dan Mg tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar N tanaman. Tinggi tanaman, lebar daun, berat basah tanaman, serta kadar P, K, Ca dan Mg tertinggi diperlihatkan oleh perlakuan kerak boiler 1000 mg/pot. Hasil tanaman caisim meningkat 0,6 % - 6 % dibandingkan dengan kontrol.

Kata kunci : kerak boiler, caisim, brassica juncea

ABSTRACT

The utilization of marginal land for cultivation of vegetables requires the addition of ameliorant to improve its fertility. One of the materials that can be used as ameliorant is the boiler crust which is abundantly produced in any oil palm plantations. This study aimed to determine the effect of boiler crust on yield and nutrients content of mustard. This research was conducted in the greenhouse Soil Physics Laboratory of Soil Research Institute in Laladon Bogor from May to August 2012. This study used a completely randomized design with 4 treatments and 5 replications. The treatmentswere A0 (control / no boiler crust), A1 (boiler crust 250 mg / pot), A2 (boiler crust 500 mg / pot) and A3 (boiler crust 1000 mg / pot). The results showed that the boiler crust did not significantly influence on growth parameters (plant height, leaf number, leaf width and leaf length) and results from parameter (plantfresh weight), but there was an increasing trend of growth parameters and yield in accordance with the increase of boiler crust doses. On the other hand, boiler crust significantly influenced on P, K,Caand Mg content of mustard, whereas N content of mustard was not significantly influenced by the addition of boiler crust. The greatest of plant height, leaf width, fresh weight, and P, K, Ca and Mg contentof mustardwas shown by application of the boiler crust dose 1000 mg/pot. The yield of mustard increased about 0.6% - 6% as compared to control.

Keywords: boiler crust, mustard, brassica juncea

PENDAHULUAN

Caisim (Brassica juncea L.) sebagai salah satu jenis tanaman sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai sayur maupun produk olahannya. Tanaman caisim termasuk famili Brassicaceae yang dibudidayakan sebagai tanaman penghasil biji dan tanaman sayuran (Poincelot, 2004). Tanaman caisim berasal dari Asia Tengah dan Himalaya. Tanaman caisim banyak ditanam di Asia Tengah, Himalaya, India dan Cina terutama di Provinsi Sichuan. Di India, Cina, Jepang dan Eropa tanaman caisim ditanam sebagai tanaman penghasil biji. Tanaman caisim pertama kali dikembangkan sebagai tanaman sayuran di Cina (Phillips dan Rix, 1993).

179

Iklim dan tanah di Indonesia juga cocok untuk perkembangan tanaman caisim. Caisim dapat tumbuh pada daerah yang beriklim panas maupun dingin, pada tanah yang subur dengan kandungan air yang cukup (Phillips dan Rix, 1993), pH tanah berisar antara 6,0 - 7,0 dan kelembaban tanah 0,25 Bar (Poincelot, 2003). Tanaman muda tidak tahan terhadap kekeringan (Phillip dan Rix, 1993).

Maraknya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi perumahan, kolam ikan dll menyebabkan ketersedian lahan subur untuk usaha pertanian terutaman usaha tani tanaman sayuran makin berkurang. Akibatnya usaha tani sayuran dilakukan pada lahan sub optimal seperti lahan kering masam. Luas lahan kering masam di indonesia 108.775.830 ha dengan luas potensial untuk pengembangan pertanian 62.647.199 ha (Mulyani dan Sarwani, 20013). Proses pelapukan dan pencucian hara pada tanah-tanah yang terbentuk di daerah iklim tropika basah berjalan sangat intensif, akibatnya tanah menjadi masam dengan kejenuhan basa rendah dan kejenuhan aluminium tinggi (Subagyo et al. 2000). Usaha tani sayuran yang dilakukan pada lahan seperti ini memerlukan penanganan khusus, antara lain dengan melakukan ameliorasi melalui penambahan bahan amelioran.

Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai amelioran adalah kerak boiler yang banyak dijumpai di daerah tempat pengolahan kelapa sawit. Kerak boiler berasal dari pembakaran cangkang dan serat kelapa sawit pada suhu tinggi. Kerak boiler merupakan abu yang mengeras pada dinding-dinding boiler saat terjadinya pembakaran cangkang dan serat kelapa sawit pada tungku pembakaran. Kerak boiler memiliki massa yang lebih berat daripada fly ash (abu terbang), memiliki pori - pori relatif lebih banyak seperti batu apung dan ukurannya bervariasi dari kecil sampai besar Komposisi kimia kerak boiler antara lain SiO2 65,06%; CaO 8,61%; K2O 8,41%; Mg 6,9%; P2O5 3,24%; Al2O3

2,2%; Fe2O3 2,09%; Na2O 0,17%; MnO 0,09%, SO3767 ppm; CuO 316 ppm dan ZnO 31 ppm (Eliartati et al., 20114).

Pada umumnya kerak boiler digunakan oleh Pabrik Kelapa Sawit sebagai pengeras jalan di sekitar pabrik dan belum dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Sementara itu penelitian pemanfaatan kerak boiler lebih banyak diarahkan pada pemanfataannya sebagai bahan pengganti semen (Altwair et al., 2011 and Karim et al., 2011) dan campuran aspal (Borhan et al., 2010), sedangkan penelitian pemanfaatannya di bidang pertanian belum ada. Jumlah kerak boileryang dihasilkan + 5% dari jumlah bahan yang dibakar (Borhan et al., 2010). Berdasarkan komposisi kimia dan jumlah ketersediaannya, kerak boiler berpotensi digunakan sebagai bahan pengganti kapur untuk meningkatkan pH tanah, sumber Si pada tanaman padi keuatan jerami padi serta sumber unsur hara makro dan mikro terutama K bagi tanaman. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pemanfaatan kerak boiler di bidang pertanian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kerak boiler terhadap produksi dan kandungan hara tanaman caisim.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Fisika Tanah Balai Penelitian Tanah di Laladon Bogor dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2012.

Bahan yang digunakan adalah kerak boiler dari pabrik pengolahan kelapa sawit (komposisi kimia Tabel 1), tanah Podsolik Merah Kuning, benih caisim, Urea, KCl, SP-36, serta bahan-bahan kimia untuk analisis. Alat yang digunakan antara lain pot plastik, hand sprayer, meteran, muffle furnace, spectrophotometer, flamephotometerdan alat-alat lain yang diperlukan untuk analisis.

180