• Tidak ada hasil yang ditemukan

113 Tabel 3. Persyaratan teknis minimal pupuk organik padat

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Kentang Merah Selama Penyimpanan

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor.Faktor pertama adalah lama penyimpanan (H0 = 0 hari, H1 = 7 hari, H2 = 14 hari, H3

= 21 hari, H4 = 28, H5 = 35 hari, H6 = 42 hari), faktor kedua adalah suhu penyimpanan (T1=suhu ruang, T2=suhu 160C). Parameter yang diamati selama penyimpanan kentang merah, setiap tujuh hari sekali dilakukan pengamatan terhadap bobot kentang merah (bobot awal dan bobot akhir), prosentase cacat/kerusakan (cacat kering, bertunas, busuk ujung, dan busuk), Kadar Gula dan Kadar Pati.

Data hasil pengamatan kemudian dianalisis menggunakanAnalysis of Variance (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% (P<0.05) lalu dilanjutkan dengan uji beda nyata (Duncan).

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Kentang Merah Selama Penyimpanan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dua arah (Two Way Anova) menunjukkan bahwa lama dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap bobot kentang merah selama penyimpanan pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05). Namun, interaksi antara suhu dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kentang merah selama penyimpanan pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05). Bobot kentang merah rata-rata selama penyimpanan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata bobot kentang merah selama penyimpanan

Lama Penyimpanan (Hari)

Rata-rata Bobot Kentang (gram) pada

Suhu Ruang (27-28oC) Suhu Dingin (16oC)

0 1.826 1.963 7 1.796 1.926 14 1.686 1.820 21 1.600 1.713 28 1.353 1.570 35 1.236 1.403 42 953 1.270

Sumber: Data primer terolah (2014)

Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa terdapat keragaman antarperlakuan lama penyimpanan pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05) (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil uji lanjut Duncan bobot kentang merah selama penyimpanan

Lama Penyimpanan (Hari)

Rata-rata Bobot Kentang (gram) Selama Penyimpanan 0 1.895,00 a 7 1.861,67 a 14 1.753,33 ab 21 1.656,67 b 28 1.461,67 c 35 1.320,00 c 42 1.111,67 c

Ket : nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbedanyata

(uji Duncan α = 5%)

Sumber : Data primer terolah (2014)

Hasil pengamatan terhadap bobot kentang merah yang disimpan 0-42 hari pada suhu ruang dan suhu dingin menunjukkan bahwa kentang merah mengalami penyusutan selama penyimpanan. Penyusutan bobot kentang merah disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi sehingga umbi kentang merah melepaskan karbon dioksida dan air dari dalam umbi ke lingkungan sekitar. Semakin lama penyimpanan, semakin berkurang bobot kentang merah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

133

dilakukan oleh Dewi, I. (2016) bahwa umbi Talium paniculatum yang disimpan selama 21 hari pada suhu 390C memiliki penyusutan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu rendah (110C) yaitu sebesar 12,712 gram, sedangkan susut bobot terendah umbi T panicualatum disimpan selama 7 hari sebesar 2,564 gram.

Kenaikan susut bobot selama penyimpanan tidak dapat dicegah, kenaikan susut bobot terjadi akibat dari proses fisiologis respirasi dan transpirasi. Kenaikan susut bobot diduga karena tingginya laju respirasi yang terus berlangsung selama proses penyimpanan. Ditambahkan oleh Will et al., (1981 dalam Pertiwi, (2009)) bahwa selama proses respirasi berlangsung menghasilkan gas CO2, air dan energi. Energi berupa panas, air dan gas yang dihasilkan akan mengalami penguapan. Peristiwa penguapan ini menyebabkan porsentase susut bobot mengalami peningkatan selama penyimpanan.

Dari Tabel 1 terlihat bahwa penurunan bobot kentang merah selama penyimpananhingga hari ke-42 pada penyimpanan suhu ruang lebih banyak yaitu 953 gram sedangkan pada suhu dingin (160C) bobot kentang 1.270 gram.

Hal ini sesuai dengan hasil percobaan Asgar dan Rahayu (2014) bahwa semakin lama umbi disimpan, maka semakin besar susut bobotnya. Semakin rendah suhu penyimpanan, maka ada kecenderungan kadar air semakin besar. Hal ini disebabkan oleh pendinginan yang dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya (Wiersema, 1989). Penurunan suhu cenderung menurunkan penguapan air umbi kentang. Suhu ruang penyimpanan yang lebih rendah dari pada suhu tumpukan umbi dapat menurunkan penguapan air umbi kentang. Oleh karena itu penyimpanan umbi kentang pada suhu rendah dapat memperpanjang masa simpan.

Prosentase Kerusakan Kentang Merah Selama Penyimpanan

Selama penyimpanan kentang di gudang, kentang sering terserang berbagai hama dan penyakit seperti Phthorimaea operculella Zell, penyakit busuk kering (Fusarium spp.),busuk lunak (Erwinia carotovora), dan busuk mata (Ralstonia Solanecearum) terutama di gudang-gudang kentang yang sangat sederhana karena kurang cahaya atau gelap dan lingkungan yang lembab (O.S. Gunawan, 2006). Ditambahkan Chailani, S.R. (2010) bahwa faktor suhu penyimpanan akan mempengaruhi perkembangan pathogen pascapanen, umbi disimpan pada suhu dan kelembaban yang cukup tinggi maka secara bertahap penyakit mulai berkembang.

Dilakukan pengamatan terhadap kerusakan kentang merah antara lain cacat kering, bertunas, busuk ujungdan busuk lunak. Prosentase cacat/kerusakan kentang merah selama penyimpanan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Prosentase cacat/kerusakan kentang selama penyimpanan

Penyimpanan hari ke-

Suhu Ruang (27-28oC) Suhu Dingin (16oC)

Cacat Kering (%) Bertunas (%) Busuk Ujung (%) Busuk (%) Cacat Kering (%) Bertunas (%) Busuk Ujung (%) Busuk (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 14 0 0 0 0 0 0 0 0 21 0 1,68 0 0 0 0 0 0 28 12,81 3,78 0 0 17,87 1,27 0 0 35 0 6.94 0 14,57 15,84 2,88 0 0 42 21,99 0 0 12,87 0 2,64 0 0

Sumber: Data primer (2014)

Berdasarkan data pada Tabel 3, kerusakan kentang merah terjadi mulai pada penyimpanan hari ke-21. Kentang merah yang disimpan pada suhu ruang mengalami jenis kerusakan yang lebih banyak dibandingkan dengan kentang merah yang disimpan pada suhu dingin. Jenis kerusakan kentang merah yang disimpan pada suhu ruang meliputi cacat kering, bertunas, dan busuk. Sementara kerusakan kentang merah yang disimpan pada suhu dingin hanya berupa cacat kering dan bertunas.

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa kentang merah setelah penyimpanan hari ke-28 umbi kentang merah mulai terserang jamur Fusarium spp dan mengalami kebusukan/cacat kering. Pada suhu ruang umbi kentang merah yang mengalami kebusukan kering sebanyak 12,81% sedangkan pada suhu dingin lebih banyak yaitu 17,87%. Hal ini disebabkan karena faktor penanganan yang kurang baik, ruang penyimpanan yang lembab sehingga jamur lebih cepat berkembang dibandingkan di ruang

134

penyimpanan berventilasi dan cukup cahaya. Menurut Chailani S.R. (2010) bahwa penetrasi jenis jamur Fusarium sp terjadi pada pangkal rambut akar saat pemanenan atau permulaan penyimpanan, dengan masa inkubasi selama 6-8 minggu. Kebusukan umbi yang terlihat hanya dangkal saja, dan selanjutnya umbi akan mengerut terutama pada tepi bercak akhirnya mengering seperti mumi. Menurut hasil penelitian Chailani, S.R. et al., (2008) bahwa serangan jamur Fusarium oxysporum pada permukaan umbi jalar menunjukkan gejala berupa bercak berbentuk tidak teratur, berwarna kelabu dan ukurannya bervariasi. Apabila umbi dibelah melintang, bagian daging umbi berwarna coklat yang muncul dari bagian tepi umbi dan meluas ke tengah umbi.

Penyebab kerusakan lain pada kentang merah selama penyimpanan adalah dikarenakan tumbuhnya mata tunas serta tumbuhnya mikroorganisme (jamur, kapang, bakteri) pada permukaan umbi sehingga faktor tersebut akan memperpendek umur simpannya. Purwadi, A. et al.,(2007) menambahkan bahwa yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan kentang jangan sampai ruang simpan kemasukan cahaya, jadi harus benar benar gelap karna cahaya bisa merangsang pertumbuhan tunas. Faktor lain yang mempunyai pengaruh besar terhadap umur simpan adalah kepekaan komoditas terhadap serangan jamur, kapang dan bakteri.

Kentang biasanya mempertahankan sifat-sifat baiknya untuk pengolahan bila disimpan pada suhu 10°C atau lebih tinggi, tetapi tidak disarankan menyimpan kentang pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar karena pada suhu tersebut kentang cenderung bertunas (Rodriguez et al.,1975).

Pada Tabel 3 untuk kerusakan umbi bertunas mulai muncul pada penyimpanan hari ke-21, dimana prosentase kerusakan umbi bertunas lebih besar selama penyimpanan pada suhu ruang mencapai 6,94% dibandingkan penyimpanan suhu dingin yang hanya sebesar 2,88%. Sesuai dengan pendapat Beukema dan Zaag (2007) bahwa suhu gudang penyimpanan dapat mempengaruhi lama masa dormansi umbi kentang. Kentang akan memiliki masa dormansi yang lebih panjang jika disimpan pada suhu dingin 40C daripada disimpan dengan suhu 250C. Dormansi pada umbi kentang dipengaruhi oleh varietas, umur umbi ketika panen, keadaan lingkungan saat tanam, dan kondisi simpan umbi kentang.

Sihombing dan Sinaga (1987; dalam Gunawan (2006)) menambahkan bahwa ruang gelap selain menghasilkan temperatur yang rendah juga mereduksi aktivitas pertunasan karena tidak ada rangsangan dari cahaya terhadap hormon pada umbi kentang. Penyimpanan bibit di gudang terang mampu mereduksi porsentase umbi terserang penyakit sebesar 46,598% dan menghasilkan tunas lebih pendek, kekar dan warna tunas hijau ungu bila dibandingkan dengan bibit yang disimpan di gudang gelap.

Kadar Gula

Berdasarkan hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar gula kentang merah pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05). Demikian pula dengan perlakuan suhu penyimpanan yang tidak berpengaruh nyata terhadap kadar gula kentang merah pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05). Selain itu, interaksi antara lama dan suhu penyimpanan kadar gula kentang merah pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05).

Prosentase rata-rata kadar gula kentang merah selama penyimpanan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata kadar gula kentang merah selama penyimpanan (0-42 hari).

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar gula kentang merah (%) pada

Suhu Ruang (27-28oC) Suhu Dingin (16oC)

0 2,20 2,70 7 2,20 2,70 14 2,20 2,65 21 2,30 2,65 28 2,22 2,62 35 2,50 2,50 42 2,50 2,50

Sumber: Data primer terolah (2014)

Hasil pengamatan terhadap kentang merah yang disimpan 0-42 hari pada suhu ruang dan suhu dingin menunjukkan bahwa kadar gula kentang merah mengalami peningkatan selama penyimpanan. Peningkatan kadar gula kentang merah disebabkan terjadi akumulasi gula reduksi akibat adanya perombakan senyawa pati dan polisakarida lain menjadi senyawa gula. Hasil uji lanjut dari analisis

135

Duncan menunjukkan bahwa tidak terdapat keragaman antarperlakuan selama penyimpanan pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05) (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil uji lanjut Duncan kadar gula kentang merah selama penyimpanan

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar Gula Kentang Merah Selama Penyimpanan (%) 0 2,45a 7 2,45a 14 2,42a 21 2,47a 28 2,48a 35 2,50a 42 2,50a

Ket : nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbedanyata

(uji Duncan α = 5%)

Sumber : Data primer (2014)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan kentang merah maka kandungan gula pada kentang merah semakin meningkat, meskipun hasil analisis tidak menunjukkan keragaman. Hal ini karena dalam kentang terjadi akumulasi gula reduksi akibat adanya perombakan senyawa pati dan polisakarida lain menjadi senyawa gula. Peningkatan kandungan gula melibatkan perubahan karbohidrat menjadi gula sederhana, dimana kecepatan perubahan pati menjadi gula lebih besar dari pada penggunaan gula sebagai substrat respirasi, sebaliknya penurunan kandungan gula berarti kecepatan penggunaan gula sebagai substrat respirasi lebih besar daripada pembentukan gula.

Kandungan gula yang tinggi pada umbi kentang akan mengakibatkan timbulnya warna coklat pada saat digoreng karena reaksi Maillard (reaksi antara gula-gula reduksi dengan gugus amina primer) dan proses karamelisasi (Winarno, 1992). Ini tidak menguntungkan secara ekonomi karena akan menurunkan kualitas olahan kentang, dilakukan penurunan kadar gula sebelum dilakukan pengolahan dengan melakukan reconditioning. Sejalan dengan hasil penelitian Asgar dan Rahayu (2014) bahwa aktivitas respirasi kentang akan naik apabila kentang dipindahkan dari suhu rendah ke suhu tinggi. Dengan lama reconditioning maka kandungan sukrosa umbi kentang akan menurun. Kadar Pati

Kadar pati kentang merah selama penyimpanan dipengaruhi oleh lama dan suhu penyimpanan berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05). Namun, interaksi antara lama dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar pati kentang merah pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05).

Perubahan nutrisi umbi kentang olahan selama dalam penyimpanan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpannnya terutama temperatur. Penyimpanan umbi kentang pada suhu ruang dapat mengalami penurunan kandungan pati yang lebih besar apabila dibandingkan dengan peningkatan kandungan gulanya, karena gula hasil perombakan dari pati secara stimular digunakan sebagai energi dalam proses respirasi. Hasil penelitian Asgar, A dan Marpaung (1998) mengatakan bahwa umbi kentang Granola yang disimpan selama 5 hari penurunan kandungan patinya maksimal 0,98%, sedangkan peningkatan kandungan gulanya maksimal 0,36%.

Tabel 6. Rata-rata kadar pati kentang merah selama penyimpanan (0-42 hari)

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar pati Kentang merah (%) pada

Suhu Ruang (27-28oC) Suhu Dingin (16oC)

0 16,00 13,60 7 15,86 13,58 14 16,12 13,96 21 16,08 14,32 28 15,98 14,12 35 16,30 14,50 42 15,23 14,54

Sumber: Data primer terolah (2014)

Hasil uji lanjut dari analisis Duncan menunjukkan bahwa tidak terdapat keragaman antarperlakuan selama penyimpanan pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05) (Tabel 7).

136

Tabel 7. Hasil uji lanjut Duncan kadar pati kentang merah selama penyimpanan

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar Pati Kentang Merah Selama Penyimpanan (%) 0 14,80a 7 14,72a 14 15,04a 21 15,20a 28 15,40a 35 15,05a 42 14,88a

Ket : nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata

(uji Duncan α = 5%)

Sumber : Data primer (2014)

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa dengan semakin rendah suhu penyimpanan, maka semakin rendah pati. Hal ini disebabkan oleh adanya perombakan pati menjadi gula akibat pengaruh enzim fosforilase. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Asgar dan Rahayu (2014) bahwa kandungan pati dari suhu 4-10°C berkisar antara 8,40-9,20%. Penurunan kandungan pati paling tinggi terjadi pada umbi yang disimpan pada suhu 4°C karena pada suhu ini aktivitas perombakan pati menjadi gula berlangsung sangat cepat. Selama penyimpanan dalam suhu rendah enzim phosphofructokinase tidak aktif atau dihambat kerjanya (Van Es A and KJ Hartmans, 1987).

KESIMPULAN

1. Lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap bobot kentang, namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar pati dan kadar gula kentang merah.

2. Penyimpanan umbi kentang merah pada suhu dingin 160C dapat menghambat penyusutan bobot dan memperpanjang umur simpan umbi kentang merah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian serta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu yang telah memfasilitasi tempat pelaksanaan penelitian ini dan teknisi di laboratorium Pascapanen atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Asgar, A. dan S.T. Rahayu. 2014. Pengaruh suhu penyimpanan dan waktu pengkondisian untukmempertahankan kualitas kentang kultivar margahayu. Berita Biologi XIII (3) : 283-293.

Asgar, A. dan L. Marpaung, 1998. Pengaruh umur panen dan lama penyimpanan terhadap lualits kentang goring. J. Hort 8 (3).1209:1216.

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2016. Luas Panen Kentang MenurutProvinsi,20112015.http://www.pertanian.go.id/Data5tahun/HortiASEM2015/L. %20Panen%20Kentang.pdf [27 Mei 2016].

____ .2016. Produksi Kentang MenurutProvinsi,20112015.http://www.pertanian.go.id/ Data5tahun/HortiASEM2015/Produksi%20Kentang.pdf.

Beukema, H.P dan D. E van der Zaag. 2007. Introduction to Potato Production. Edisi 3. Pudoc Wageningen. Netherland. 179 p.

Isro’illa, D. 2016. Pengaruh suhu dan lama penyimpnan terhadap susut bobot dan kadar saponin umbi

(Talinum paniculatum (Jacq) Gaertn. Skripsi. Universitas Nusantara PGRI Kediri. Ferizal, 2013. Melirik peluang budidaya kentang merah. http://jurnalasia.com/2013/12/17/ pada:

http://jurnalasia.com/2013/12/17/melirik-peluang-budidaya-kentang merah/#stash.gyncd2n.dpuf [7 Juni 2016].

O.S. Gunawan. 2006. Pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang di gudang terhadap pertunasan dan serangan hama penyakit gudang. J. Hort. 16. (2) : 142-150.

137

Pantastico ErB. 1975. Structure of fruits and vegetables. In Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Substropical Fruits and Vegetables.Er.B. Pantastico (Eds), 9. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. The Avi Publishing, C0., Inc Pertiwi, C.A.L.P. 2009. Mutu dan umur simpan ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) dalam kemasan

plastik pada berbagai suhu penyimpanan. Skripsi. Fakultas teknologi pertanian. Institut Pertanian Bogor. IPB.

Purwadi, A., Usada,W., dan Suryadi. 2007. Aplikasi ozon hasil teknologi kimia plasma untuk memprpanjang umur simpan umbi kentang. Prosiding PPI-PDIPTN. Pusteks Akselerator dan Proses Bahan-BATAN. Yogyakarta 10 Juli 2007.

Serven AV Gokmen. 2009. Evaluation of maillard reaction in potato crispy by acrylamide, antioxidant capacity, and color. Journal of Food Composition ang Analysis. Vol 22 (6) : 589-595. Siti Rasminah Chailani. 2010. Penyakit penyakit pascapanen tanaman pangan. Universitas Brawijaya

Press (UB Press).

Siti Rasminah Chailani, Nasir Saleh, A.L. Abadi dan I. Irianti. 2008. Identifikasi jamur pathogen penyebab penyakit pascapanen pada umbi ubi jalar di kabupaten Bangkalan dan Sampang. Agrivita. Jurnal Ilmu Pertanian. Vol 30. Nomor 3 Tahun 2008.p 280-287. Sumaryanto, S. dan S. Friyanto. 2003. Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas

kentang dan kubis di Wonosobo Jawa Tengah. SOCA No. 3 Vol. (1) : 83-98.

Sofyan, E. Melirik potensi kentang merah di Karo.

http://www.medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/2010/11/15/7558/melirik_potensi_ken tang_merah_di_karo/ [7 Juni 2016].

United States Department of Agriculture Agricultural Research Service [USDA]. 2016.

NationalNutrient Database for Standard Reference.

https://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show/3083?fgcd=&manu=&lfacet=&format=&count= &max=35&offset=&sort=&qlookup=red+potatoe[7 Juni 2016].

Van Es. A. and KJ. Hartmans. 1987. Starch and sugars during tuberization, storage and sprouting. In Storage of potatoes. A. Rastovski, A. Van Es et al (eds), 43-44. Pudoc. Wageningen. Wiersema. S.G.1989. Storage requirement for potato tuber. Postharvest technology thrust.

International potato center (CIP, Bangkok, Thailand).9p

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. 18, 40-43. PT Gramedia, Jakarta.

World Health Organization. 2007. The world health report 2007: A safer future, globalpublic health security in the 21st centurydiacu dalam Thompson,et al. 2009. Functional food characteristics of potato cultivars (Solanum tuberosum L.):Phytochemical composition and inhibition of 1-methyl-1-nitrosourea induced breast cancer in rats. Journal of Food Composition and Analysis. Vol. (22). : 571-576.

138