• Tidak ada hasil yang ditemukan

61 Ekstraksi Tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Kajian

Daerah pengkajian berada di Desa Talang Ulu Kecamatan Curup Timur Kabupaten Rejang Lebong. Daerah ini berada pada ketinggian 650 - 700 m dpl dan memiliki topografi bergelombang. Pada umumnya tekstur tanah di daerah ini adalah lempung dengan warna tanah hitam.Desa ini merupakan salah satu sentra produksi kopi Rakyat di Kabupaten Rejang Lebong. Lebih dari 70 % masyarakat di daerah ini memiliki kebun kopi dengan luasan rata rata berkisar antara 0,25 – 0,75 ha. Pengelolaam tanaman kopi yang dilakukan masyarakat masih tradisisional yang diusahakan secara turun temurun dan tanaman sudah banyak yang tua serta kurang produktif. Sebagian besar umur tanaman diatas 15 tahun dan belum menerapkan teknologi anjuran (jarak tanam rapat, belum melakukan pemupukan dan perawatan sangat minim). Sebagian kecil petani sudah ada yang melakukan peremajaan dengan penyambungan tanaman kopi dengan klon lokal yang dianggap lebih baik dari klon sebelumnya. Produksi kopi masih sangat rendah yaitu rata rata ditingkat petani berkisar antara 700 - 750 kg/ha/tahun.

Panen dilakukan dalam kondisi tanaman masih hijau atau dengan ciri adanya beberapa buah dalam dompolan yang sudah kuning sampai merah. Penanganan pasca panen masih dilakukan secara kovensional yaitusetelah dilakukan panen petani langsung mengeringkan buah dengan menjemurnya di pekarangan rumah menggunakan terpal dan sebagian besar menggunakan tanah tanpa alas sebagai lantai jemur.Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab mempengaruhi kualitas produksi.

Peningkatan Produksi

Untuk melihat peningkatan produksi tanaman kopi sudah dilakukan pengamatan produksi kopi yang dipetik merah. Peningkatan produksi tanaman kopi dilihat berdasarkan jumlah cabang produktif per tanaman, jumlah dompolan per cabang produktif, jumlah Buah per dompolan, indeks biji 120 buah/100 g dan rendemen buah. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan pada tanaman kopi dengan dosis penuh sesuai anjuran mampu secara signifikan (p<0,05) meningkatkan produksi kopi petik merah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya variasi produksi setiap pohon yaitu berkisar antara 120 – 1.173 g/pohon atau rata-rata 678,6 g/pohon pada perlakuan dengan pemupukan, sedangkan pada tanaman kopi yang tidak dipupuk sebanyak 10% tanaman kopi belum menghasilkan kopi petik merah pada tiga kali pengamatan hasil panen dan 90% tanaman kopi lainnya memiliki produksi kopi petik merah sekitar 9

– 1.056 g/pohon dan rata-rata 457,61 g/pohon.

Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi kopi, diantaranya adalah pemupukan. Penambahan pupuk kimia dan kompos pada pertanaman kopi ternyata sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan sangat diperlukan agar ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman dapat selalu dipenuhi. Dengan ketersediaan hara di tanah yang dibutuhkan tanaman maka pemupukan dapat meningkatkan produksi, meningkatkan mutu hasil dan mempertahankan stabilitas produksi. Menurut Firmansyah(2013), pemberian pupuk untuk tanaman kopi dianjurkan 2 kali dalam satu tahun yaitu pada waktu awal musim hujan dan akhir musim hujan atau tanah dalam kondisi lembab dengan dosis disesuaikan dengan umur tanaman. Selanjutnya dikatakan bahwa pemupukan secara tepat dan efektif akan mendorong tanaman kopi untuk berbunga (Dosis pupuk terlampir). Menurut Isroi (2012), pada dasarnya pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kesuburan lahan budidaya sehingga mampu mencukupi kebutuhan unsur hara yang diperlukan tanaman kopi. Faktor lainnya yang mempengaruhi peningkatan produksi adalah kondisi naungan. Pada kajian ini naungan yang sudah ada diatur agar prosentase cahaya yang sampai ke tanaman kopi tidak lebih dari 50 %. Menurut Sakiroh , et.al (2014) tanaman kopi memiliki pertumbuhan yang baik adalah pada naungan antara 50 – 60 %, sehingga perlu panataan naungan yang baik.

68

Tabel 1. Produksi kopi petik merah di Desa Talang Ulu pada tanaman kopi dengan perlakuan pemupukan sesuai dosis pupuk anjuran dan tanpa pemupukan.

Nomor Produksi per pohon (g)

Dengan Pemupukan Tanpa Pemupukan

1 1173 1006 2 947 1056 3 383 1007 4 120 510 5 776 1050 6 840 605 7 681 24 8 1098 0 9 422 990 10 757 84 11 388 394 12 1081 0 13 626 39 14 366 270 15 515 326 16 622 483 17 1117 171 18 854 81 19 422 9 20 384 132 Rerata 678,6* 457,61

Sumber : Data primer (2016)

Keterangan : Tanda * menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan (p<0,05) berdasarkan hasil uji T-test pada tingkat kepercayaan 95%.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kebutuhan pupuk yaitu pengambilan hara oleh kopi dan persediaan kandungan hara di dalam tanah. Untuk mendukung pertumbuhannya, tanaman kopi mengambil unsur hara dari dalam tanah. Jumlah kebutuhan unsur hara ini berbeda-beda menurut jenis tanaman kopi tersebut. Selanjutnya unsur hara ini digunakan untuk mencukupi kebutuhan kopi dalam mendukung pertumbuhan vegetatif dan pembentukan buah. Penggunaan pupuk kompos akan memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Penambahan kompos akan meningkatkan aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman, sehingga dapat membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah, dan menghadapi serangan penyakit (Sutanto, 2002).

Menurut Lafran (2009), pemberian kompos pada lahan memiliki banyak manfaat yaitu memperbaiki kondisi fisik tanah dibandingkan untuk menyediakan unsur hara, walaupun dalam kompos unsur hara sudah ada tetapi jumlahnya sedikit. Pupuk kompos berperan dalam menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Selanjutnya dikatakan bahwa tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya (mutunya) daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.

Pengaruh lain dari pemberian pupuk kompos adalah terhadap jumlah dompolan tiap cabang produksi.Jumlah dompolan/cabang, jumlah buah/dompolan dan berat 100 biji disajikan pada Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihat bahwa terdapat perbedaan hasil tanaman kopi yant diberi pupuk dengan yang tidak diberi pupuk. Hal ini membuktikan pemberian pupuk mengembalikan ketersediaan hara dalam tanah yang sangat dibutuhkan oleh tanaman kopi dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya.

69

Tabel 2. Pengamatan jumlah dompolan tiap cabang, jumlah buah tiap dompolandan berat 100 butir Desa Talang Ulu

Perlakuan Jumlah dompolan/cabang (buah) Jumlah buah/dompolan (buah) Berat 100 butir (g) Dengan pemupukan dosis

penuh 11* 34* 216,2*

Tanpa pemupukan 9 27 191,6

Sumber : Data primer (2016)

Keterangan : Tanda * menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan (p<0,05) berdasarkan hasil uji T-test pada tingkat kepercayaan 95%.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi tanaman kopi adalah bahan tanam/klon. MenurutSagala (2014), klon unggul adalah suatu genotipe tanaman yang memiliki potensi hasil dan sifat-sifat agronomis lebih baik dari pada genotipe standar yang biasa digunakan sebagai bahan tanaman dalam pertanaman komersial. Keunggulan suatu klon ditentukan oleh faktor genetik yang dikandungnya dan diekspresikan dalam bentuk morfologis, susunan anatomis dan proses fisiologis yang menunjang pertumbuhan, potensi hasil dan daya adaptasi terhadap lingkungan. Perbedaan keunggulan suatu klon dengan klon lainya disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang menunjang ketiga faktor di atas.

Dengan jarak tanam kopi 2 x 2 m dan populasi tanaman 2.500/ha, maka produksi yang diperoleh adalah 1.696,5 kg/ha atau kenaikan sebesar 134 % dari produksi yang dikelola secara konvensional, dimana produktivitas kopi rakyat di Kabupaten Rejang Lebong saat ini masih rendah yaitu berkisar antara 700 – 750 kg/ha/th. Pada tanaman yang tidak diberi perlakuan pemupukan, peningkatan produksi akibat penggunaan klon unggul hanya sebesar 1.144,175 kg/ha atau terjadi kenaikan produksi sebanyak 57,89 %. Peningkatan produksi ini lebih kecil dari pada tanaman kopi yang diberi pupuk dosis anjuran walaupun sudah menggunakan klon unggul. Pada penggunaan klon unggul tanpa pemberian pupuk sama sekali ternyata produksi tanaman tidak setinggi tanaman yang diberi pupuk, namun lebih tinggi dari pada tanaman kopi yang tidak dipupuk sama sekali. Hal ini membuktikan bahwa penambahan unsur hara kususnya Nirogen, Phospor dan kalium sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.

Faktor lain yang mempengaruhi produksi diantaranya adalah kesesuaian agroklimat dan ketersediaan hara pada tanah. Menurut Supriadi (2009), pengembangan potensi suatu komoditi tidak terlepas dari komponen daya dukung diantaranya kesesuaian lahan. Provinsi Bengkulu memiliki agroekosistem yang beragam dan elevasi wilayah dari 0 – 2000 m dpl. Luas wilayah dataran renda (0

– 500 m dpl) yaitu 1.333.258 ha atau 67,37%, dataran sedang (500 – 1.000 m dpl) yaitu 405.688 Ha atau 20.50%, dan dataran tinggi (> 1.000 m dpl) seluas 239.924 Ha atau 12.0% dari luas wilayah (Bappeda dan P3SDA UNIB, 2003). Ketinggian wilayah berhubungan erat dengan iklim setempat, seperti suhu, kelembaban tanah, kondisi udara dan penyinaran matahari. Berdasarkan kondisi agroklimatologi yang dimiliki maka daerah Rejang Lebong berpotensi sebagai wilayah pengembangan kopi (Sukma, 1990)

Peningkatan mutu biji kopi

Mutu biji kopi dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain bau (aroma), warna, kadar air dan kadar sari kopi. Mutu yang baik dapat diperoleh dengan melakukan panen dalam kondisi matang sempurna (biji berwarna merah) dan dilakukan pengolahan secara basah dan mengikuti tahap tahap penyangraian yang tepat.

Penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi kandungan kandungan dalam biji kopi, disertai susut bobotnya, bertambah besarnya ukuran biji kopi dan perubahan warna bijinya. Biji kopi setelah disangrai akan mengalami perubahan kimia yang sangat menentukan cita rasa. Pembentukan unsur cita rasa kopi dan kehilangan berat kering sangat terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu (1) light roast, suhu yang digunakan sekitar 193 – 199 °C, (2) medium roast, suhu yang digunakan 204°C, dan (3) dark roast, suhu yang digunakan sekitar 213 – 221°C. Proses roasting berlangsung selama 5-30 menit (Ridwansyah 2003).

Pada kajian ini, tahap penyangraian dilakukan dengan mesin penyangrai dengan suhu sekitar 200oC (medium roast), selama 30 menit. Tahap penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa

70

pruduk kopi yang akan dikonsumsi. Perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Proses yang terjadi selama penyangraian adalah (1) tahap awal roasting, terjadi pengupan air pada saat suhu penyangraian 100°C. (2) tahap pyrolysis pada suhu 180°C, terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10%. Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, antara lain swelling, penguapan air, terbentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi, serta terbentuknya aroma yang khas pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari CO2, kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi.

Tahap akhir dalam pengolahan kopi bubuk adalah penggilingan. Penggilingan kopi skala luas menggunakan gerinda beroda (roller). Gerinda roller ganda dengan gerigi 2 sampai 4 pasang merupakan alat yang paling banyak dipakai. Partikel kopi dihaluskan selama melewati tiap pasang roller. Selama proses penggilingan, sejumlah kandungan CO2 akan terlepas dari kopi. Pengemasan segera mungkin dilakukan setelah penggilingan untuk mencegah terbentuknya tekanan akibat pelepasan CO2. Untuk memperpanjang masa simpan kopi bubuk dikemas dengan menggunakan kemasan vakum dalam aluminium foil atau kantong fleksibel (Ridwansyah, 2003).

Untuk biji kopi yang telah disangrai dapat juga langsung dikemas. Pengemasan dilakukan dengan kantong kertas atau aluminium foil. Beberapa industri pengolahan kopi bubuk saat initelah menggunakan kemasan vakum dari kaleng yang mampu menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan CO2 tapi menerima oksigen.

Dari hasil kajian yang dilakukan diperoleh hasil antara lain bubuk kopi yang dihasilkan memiliki bau (aroma) khas kopi bubuk yang harum, warna normal (coklat tua), kadar air sebesar 2,15%, dan kadar sari kopi sebesar 33,58%. Hasil ini telah memenuhi syarat mutu I sesuai dengan

SNI 01-3542-2004 tentang kopi bubuk kopi yang dipetik merah (Badan Standardisasi Nasional , 2004, terlampir). Sedangkan untuk bubuk kopi yang dihasilkan oleh petani yang dipetik hijau (panen

asalan) menghasilkan bubuk kopi yang tidak memenuhi syarat muti 1 karena kadar sari kopi sebesar 37,69%. Nilai tersebut berada di luar rentang kadar sari kopi pada syarat mutu I kopi bubuk menurut SNI 01-3542-2004.

Selain faktor budidaya yang baik mutu bubuk kopi yang dihasilkan juga sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan. Proses pengolahan kopi petik merah secara basah menghasilkan produk berupa biji kopi beras. Untuk mendapatkan kopi bubuk petik merah, dilakukan tahapan proses yang meliputi penyangraian biji kopi, penggilingan, dan pengemasan. Penggilingan kopi diperlukan untuk memperoleh kopi bubuk dan meningkatkan luas permukaan kopi. Menurut SNI 01-3542-2004, kopi bubuk adalah biji kopi yang disangrai (roasted), kemudian digiling, dengan atau tanpa penambahan bahan lain dalam kadar tertentu tanpa mengurangi rasa dan aromanya serta tidak membahayakan kesehatan (BSN 2004). Syarat mutu kopi bubuk menurut SNI SNI 01-3542-2004(terlampir).

Peningkatan mutu biji kopi saat ini sangat penting dilakukan. Faktor mutu merupakan salah satu persyaratan yang mulai dituntut oleh konsumen. Selain itu faktor lingkungan pada sistem produksi juga sering dijadikan pertimbangan dalam pembelian kopi. Hal penting yang berkaitan dengan perdagangan kopi di pasar internasional adalah bahwa sebagian besar negara pengimpor/konsumen kopi mensyaratkan kandungan okratoksin-A (OA) yang sangat rendah atau bebas OA. Akhir akhir ini persyaratan impor produk pertanian di negara konsumen kopi semakin ketat terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan. Selanjutnya dikatakan secara umum kondisi perkopian di Indonesia mutunya cukup memprihatinkan sehingga perlu ditindaklanjuti dengan melakukan perubahan dari budidaya, panen sampai penanganan pasca panen (Raghuramulu dan Naidu, 2009).

71

KESIMPULAN

1. Inovasi teknologi peremajaan penyambungan dengan menggunakan klon unggul, pemupukan dan pemeliharaan yang diterapkan dapat meningkatkan produksi kopi petani sebesar 134 %. Sedangkan penggunaan klon unggul tanpa pupuk dapat meningkatkan produksi 57,89 %

2. Panen petik merah yang disertai pengolahan yang sesuai anjuran dapat meningkatkan mutu kopi yang dapat dilihat dari bau (aroma) khas kopi bubuk yang harum, warna normal (coklat tua), kadar air sebesar 2,15%, dan kadar sari kopi sebesar 33,58%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian serta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu yang telah mendanai kegiatan pengkajian melalui Anggaran DIPA BPTP Bengkulu Tahun 2015 - 2016.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Prop. Bengkulu dan P3SDA UNIB. 2003. Identifikasi Tata Ruang Provinsi Bengkulu. BPS Provinsi Bengkulu. 2013. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Bengkulu.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Nasional Indonesia Kopi Bubuk(SNI 01-3542-2004).http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/ sni/unduh/7670. [Diunduh Tgl 5 Oktober 2015].

Firmansyah. 2013. Rekomendasi Pemupukan Umum Karet, Kelapa sawit, Kopi dan Kakao. Pelita Perkebunan. Jurnal Penelitian Kopi dan Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember Isroi. 2012. Pengomposan Limbah Padat Organik. Land to Farmers Income: A Case in Gunung Kidul

Regency, Indonesia. Pelita Perkebunan, 9(3), 97 – 104. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor

Lafran Habibi, 2009. Pembuatan Pupuk Kompos Dari Limbah Rumah Tangga.Penerbit Titian Ilmu : Bandung.

Raghuramulu dan Naidu. 2009. The Ochratoxin-A Contamination in Coffeean itsin Food Safety Issues.

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. JurusanTeknologiPertanian, FakultasPertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. library.usu.ac.id/download/fp/tekper-ridwansyah4.pdf. [Diunduh Tgl 25 April 2009].

Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta. Hal 25.

Sudarto, Yohaner dan RD Medionovianto. Karakteristik dan Alternatif Teknologi Budidaya Kopi (Studi Kasus di Desa Rempek Kecamatan Rangga Kabupaten Lombok Utara). Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Kendari 2013. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

Supriadi. 2009. Kesesuaian lahan bagi pengembangan kopi Robusta. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. Bogor.

Sagala, A.D. 2012. Kinerja Klon Karet Unggul Anjuran dan Kesesuaiannya pada Berbagai Agroekosistem. Makalah disampaikan dalam Workshop Penggunaan Klon Unggul dan Penyiapan Bahan Tanam Karet Untuk Produktivitas Optimal di Medan Sumatera Utara tanggal 21 Mei 2012.

Sakiroh, Sobari dan Maman Herman. 2014. Pertumbuhan, Produksi, dan Cita Rasa Kopi pada Berbagai Tanaman Penaung. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Kopi. Puslit Kopi dan Kakao. Jember

72

Lampiran

Tabel 4. Luas Pertanaman kopi rakyat di Propinsi Bengkulu (ha)

No Kabupaten Luas Pertanaman Jumlah

TBM T. Tua TM 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Muko Muko Bengkulu Utara Kota Bengkulu Seluma Bengkulu Selatan Kaur Lebong Rejang Lebong Kepahiang 138,00 1.409 1,00 743,00 326,00 1.363 1.750 1.715 803,00 169,00 3.212 0,00 2.601 84,00 1.701 1.015 158,00 2.521 1.373 13.945 20,00 13.206 2.688 4.921 5.084 17.040 20.862 1.680 18.606 21,00 16.550 3.098 7.985 7.849 21.820 24.186 8.248 11.461 79.139 98.848

Sumber : BPS Propinsi Bengkulu 2013.

Tabel 5. Dosis pemupukan tanaman kopi

Umur (tahun) Dosis pupuk (gram/pohon)

Urea SP-36 KCl Kieserit 1 20 25 15 10 2 50 40 40 15 3 75 50 50 25 4 100 50 70 35 5-10 150 80 100 50 >10 200 100 125 70

Sumber : Puslit Kopi dan Kakao Jember

Tabel 6. Syarat mutu kopi bubuk menurut SNI 01-3542-2004

No Kriieria Uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II 1 Keadaan fisik: - Bau - Warna Normal Normal Normal Normal

2 Kadar air % b/b Maksimum 7,0 Maksimum 7,0

3 Kadar sari kopi % b/b 20 – 36 Maksimum 60

4 Kadar kafein (anhidrat) % b/b 0,9 – 2,0 0,45 – 0,9

5 Cemaran logam : - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) - Seng (Zn) - Timah (Sn) - Raksa (Hg) - Arsen (As) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maksimum 2,0 Maksimum 30,0 Maksimum 40,0 Maksimum 40,0/250,0 Maksimum 0,03 Maksimum 1,0 Maksimum 2,0 Maksimum 30,0 Maksimum 40,0 Maksimum 40,0/250,0 Maksimum 0,03 Maksimum 1,0 6 Cemaran mikroba :

- Angka lempeng total

- Kapang Koloni/g Koloni/g Maksimum 106 Maksimum 104 Maksimum 106 Maksimum 104

73

PEMANFAATAN BERBAGAI JENIS MULSA DAN VAERIETAS MENDUKUNG