• Tidak ada hasil yang ditemukan

61 Ekstraksi Tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Residu

Masing-masing ekstrak kasar diencerkan dengan air dan tween. Konsentrasi uji residu pada tanaman menggunakan 4 konsentrasi ekstrak yang berbeda, yaitu 10%; 20%; 30%; 40% dan kontrol dengan tiga kali ulangan untuk setiap perlakuan. Tanaman cabai di polibag disemprot merata dengan ekstrak tanaman hingga basah dan setelah kering angin diinfeskan 10 ekor serangga uji pertanaman, kemudian tanman cabai disungkup. Perhitungan mortalitas serangga dilakukan pada 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan.

Uji Sistemik pada Tanaman

Masing-masing ekstrak diencerkan menggunakan air dan tween. Konsentrasi uji sistemik pada tanaman menggunakan tiga konsentrsi ekstrak yang berbeda , yaitu 0,1%; 0,5%; 1% dan kontrol dengan lima kali ulangan untuk setiap perlakuan. Pengujian sistemik dilakukan dengan cara merendam bagian akar tanaman cabai yang berumur tiga minggu dalam larutan ekstrak tanaman pada gelas plastik, sterofoam berbentuk bulat dimasukkan ke dalam gelas plastik untuk menahan tanaman dan agar serangga uji tidak jatuh ke dalam larutan ekstrak. Diinfeskan 10 ekor serangga uji pertanaman , lalu ditutup dengan gelas plastik yang bagian atasnya ditutup mengunakan kain kasa untuk menghindari serangga uji keluar. Perhitungan mortalitas serangga dilakukan pada 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini terdiri dari dua pengujian, yaitu uji residu dan uji sistemik pada tanaman cabai dengan dua jenis ekstrak tanaman. Kedua pengujian disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dan parameter yang diamati adalah mortalitas.

Analisis Data

Data hasil persentase mortalitas Aphis gossypii dianalisis dengan Statistical Analisis System (SAS) dan pembandingan nilai tengah dengan selang berganda duncan pada taraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Residu

Hasil penelitian uji residu secara umum ekstrak T. vogelii lebih efektif menimbulkan kematian serangga uji dibandingkan ekstrak A. indica pada hampir semua tingkat konsentrasi yang sama. Hal ini terlihat pada pengamatan 24 jam setelah aplikasi (jsa) hingga 48 jsa, menunjukkan bahwa ekstrak T. vogelii lebih toksik dibandingkan ekstrak A.indica. Meskipun dari rerata waktu kematian tidak menunjukkan berbeda tidak nyata diantara perlakuan. Diduga kandungan bahan aktif pada T. vogelii yaitu rotenoida lebih ampuh dibanding kandungan bahan aktif A. indica. Rotenoida dapat menyebabkan kematian serangga uji karena terganggunya sistem respirasi serangga.Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.

62

Tabel 1. Rerata jumlah individu A. gossypii yang mati (ekor) dan waktu kematian pada berbagai perlakuan ekstrak daun A. indica dan T. vogeliipada uji residu pada berbagai waktu pengamatan

Perlakuan Konsentrasi

(%)

Waktu Pengamatan RerataWaktu

Kematian (jam)

24 jsa 48 jsa 72 jsa

Kontrol 0 0,0000 e 0,0000 e 0,0000 d 0,0000 Mimba (A.indica) 10 1,3333 d 4,3333 d 6,3333 c 1,3333 20 2,6667 d 6,0000bc 7,6667bc 1,4333 30 3,0000 c 6,0000bc 8,6667a 1,6000 40 4,6667b 8,6667a 10,0000a 1,6667 Kc. Babi (T.vogelii) 10 2,6667 d 5,6667 cd 6,6667bc 1,6667 20 3,6667bc 6,6667ab 8,3333ab 1,4666 30 4,6667b 8,0000a 9,6667 a 1,6333 40 6,6667a 9,0000a 10,0000 a 1,4333

Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada BNT taraf

5%; Rerata Jumlah Individu A. gossypii yang mati adalah 10 serangga/tanaman.

Sumber : Data primer (2015)

Semakin tinggi konsentrasi maka semakin efektif menimbulkan kematian kutudaun A.gossypii . Pada perrlakuan ekstrak mimba konsentrasi 40%pada 24jsa menyebabkan kematian sebanyak 4,6667 ekor atau 46,67 %, pada 48 jsa terjadi 8,6667 ekor atau 86,67 % serta pada 72 jsa seluruh serangga uji mati (100%) dengan rerata waktu kematian 1,67 hari atau 40 jsa.

Aktifitas biologis dari tanaman mimba disebabkan oleh adanya kandungan senyawa-senyawa bioaktif yang termasuk dalam kelompok limonoid (triterpenoid). Setidaknya terdapat sembilan senyawa limonoid yang telah diidentifikasi diantaranya Azadirachtin, meliantriol, salanin, nimbin dan nimbidin. Azadirachtin adalah senyawa yang paling aktif yang mengandung sekitar 17 komponen sehingga sulit untuk menentukan jenis komponen yang paling berperan sebagai insektisida. Bahan aktif ini terdapat di semua bagian tanaman, tetapi yang paling tinggi terdapat pada biji (Kardinan, 2002).

Sedangkan pada perlakuan ekstrak kacang babi konsentrasi 40% kematian yang ditimbulkan 6,6667 ekor (66,67 %) pada pengamatan 24 jsa; 9,00 ekor (90 %)pada pengamatan 48 jsa dan pada pengamatan 72 jsa seluruh serangga uji mati dengan rerata waktu kematian 1,4333 hari atau 34,39 jsa.

Aktifitas biologis dari tanaman kacang babi disebabkan oleh adanya kandungan senyawa bioaktif rotenoida. Rotenon bersifat sebagai racun respirasi sel yang bekerja dengan cara menghambat tranfer elektron dalam NADH-koenzim ubiquinon reduktase (kompleks I) dari sistem transpor elektron di dalam mitokondria (Hollingwoth, 2001). Akibatnya aktivitas sel terhambat dan serangga menjadi lumpuh dan mati.

Uji Sistemik

Kutudaun (A.gossypii) mempunyai tipe mulut pencucuk penghisap sehingga makananya berupa cairan tanaman inangnya. Kalau kematian A. gossypii disebabkan oleh makanan maka ekstrak mimba dan kacang babi diduga bersifat sistemik. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang membuktikan bahwa kedua ekstrak tersebut bersifat sistemik. Hal ini akan dibuktikan pada Tabel 2.

Pada Tabel 2 ini kita dapat melihat bahwa ke dua ekstrak yaitu ekstrak mimba dan ekstrak kacang babi mempunyai sifat sistemik. Sifat sistemik adalah jika insektisida dapat masuk ke dalam jaringan tanaman dan di translokasikan ke seluruh jaringan.

63

Tabel 2. Rerata jumlah individu A. gossypii yang mati (ekor) dan waktu kematian pada berbagai perlakuan ekstrak daun A. indica dan T. Vogelii pada uji Sistemik pada berbagai waktu pengamatan

Perlakuan Konsentrasi

(%)

Waktu Pengamatan RerataWaktu

Kematian (jam)

24 jsa 48 jsa 72 jsa

Kontrol 0 0,0000 d 0,0000 e 0,0000 e 0,0000

Mimba (A.indica)

0,1 1,4000 c 3,6000 d 6,2000 d 1,4200

0,5 2,2000c 5,4000 c 8,0000 c 1,6400

1,0 4,8000a 8,2000a 10,0000a 1,7000

Kc. Babi (T.vogelii)

0,1 2,4000 bc 6,0000 bc 8,2000 bc 1,6200

0,5 3,4000 b 7,0000 b 9,6000ab 1,8400

1,0 5,0000a 8,8000a 10,0000a 1,6200

Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada BNT taraf

5%; Rerata Jumlah Individu A. gossypiiyang mati adalah 10 serangga/tanaman.

Sumber : Data primer (2015)

Pada Tabel 2, uji sistemik ini juga terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi semakin efektif menimbulkan kematian pada serangga uji. Tingkat toksisitas kacang babi lebih tinggi dibanding mimba. Hal ini terlihat bahwa kematian serangga uji pada konsentrasi yang sama dari ekstrak kacang babi lebih tinggi dibanding pada ekstrak mimba, meski secara statistik tidak berbeda nyata.

Pada konsentrasi tertinggi (1%) dari kedua ekstrak menunjukkan kematian seluruh serangga uji pada 72 jsa. Hal ini menunjukkan bahwa kematian tersebut akibat bercampurnya insektisida tersebut dengan cairan tanaman atau bersifat sistemik. Insektisida yang disemprotkan ke tanaman dapat bersifat non-sistemik, sistemik, dan sistemik lokal.

Aktifitas residu insektisida dari Azadirachtin ini umumnya terjadi antara 7 hingga 10 hari atau lebih lama lagi, tergantung dari jenis serangga dan aplikasinya (Thomson, 1992). Residu dapat terjadi di permukaan jaringan tanaman ataupun di dalam jaringan tanaman. Tingkat toksisitas residu pada permukaan jaringan cenderung akan menurun seiring dengan waktu. Hal ini dapat dikarenakan adanya pencucian oleh air hujan maupun akibat sinar matahari.

Untuk meningkatkan daya bunuh insektisidanabati terhadap hama sasaran, sebaiknya penyemprotan dilakukan lebih dari satu kali. Seperti yang telah dilaporkan Rusdy (2009), Aplikasi insektisida nabati ekstrak daun mimbabdilakukan sebanyak tiga kali yaitu aplikasi pertama dilakukan 24jam setelah investasi, aplikasi kedua dilakukan 6 hari setelah aplikasi pertama dan aplikasi ketiga 6 hari berikutnya. Selain itu agar toksisitas insektisida nabati dapat ditingkatkan penggunaannya tidak hanya dilakukan secara tunggal namun dicampur dengan bahan insektisida lain yang efektifitasnya telah diketahui. Seperti yang telah diteliti oleh Irawan (2012) campuran ekstrak daun kacang babi dan ekstrak air buahlerak pada konsentrasi 0,44%-1,32% mengakibatkan mortalitas larva C.pavonana sebesar 30%-90%. Daun kacang babi mengandung senyawa aktif rotenon dan buah lerak mengandung senyawa aktif saponin yang bersifat sebagai surfaktan dan mempunyai struktur bipolar, yaitu memiliki bagian yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik, sehingga campuran ekstrak daun kacang babi dan ekstrak lerak dappat bersifat aditif atau sinergistik.

KESIMPULAN

1. Tingkat kematian serangga kutu daun Aphis gossypii lebih tinggi pada perlakuan ekstrak kacang babi dibanding ekstrak mimba

2. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak semakin tinggi mortalitas serangga uji 3. Ekstrak mimba dan ekstrak kacang babi bersifat sitemik

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu yang telah memberikan bantuan dana penelitian dalam program Hibah Kompetisi bantuan dana Penelitian

64

DAFTAR PUSTAKA

[BPS]Badan Pusat Statistika. 2010.Luas Panen, produksi dan produktivitas cabai 2009-2010. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_ subyek=55&notab. [diunduh pada 10 Februari 2012]

Coats, J.R. 1994. Risks form natural versus synthetic insecticides. Annu Rev Entomol 39: 489-515 Dono, D., Priyono, D., Manuwoto, S., Buchori, D. 1998. Pengaruh ekstrak biji Aglia harmsianan

Perkins terhadap interaksi antara larva Crocidolomia binotalis Zeller (lepidoptera Pyralidae) dan parasitoidnya, Eriborus argenteopilosus (Cameron) (Hymenoptera: Ichneumonidae). Bull HPT 10: 38-46

Hollingworth, R.M., “Inhibitors and uncouplers of mitochondrial oxidative phosphorylation”. Di

dalam : Krieger, R., Doull, J., Ecobichon, D., Gammon, D., Hogson, E., Reiter, L., Ross,

J., editor. “Handbook of Pesticide Toxicology”, Vol 2, Academic Press, San Diego, 2001.

hlm 1169 -1227.

Irawan, R. 2012. Toksisitas campuran ekstrak daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan buah Sapindus rarak (Sapindaceae) terhadap larva Crocidolomia pavonana. Skripsi.

Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kardinan, A dan A. Ruhnayat. 2003. “Mimba Budidaya dan Pemanfaatan”, Penebar Swadaya, Jakarta.

Kaufman, P.B., Kirakosyan, A., McKenzie, Dayanandan, P. Hoyt, J.E., Li, C., “The uses of plant natural products by human and risks associated with their uses”, Di dalam: Cseke, L.J.,

Kirakosyan, A., Kaufman, P.B., Warber, S.L., Duke, J.A., Brielmann, H.L. 2006. editor. “Natural Products from Plants”, CRC Press Boca Raton.

Rusdy, A. 2009. Efektifitas ekstrak nimba dalam pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada tanaman selada. J. Flo. 4 (1) : 41-54.

Sutrawati, M., Djamilah., Andreani Kinata. 2012. Inveksi Cucumber mosaic virus dan Chilli veinal mottle virus pada cabai di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. J. Fitopatologi Indonesia 8(4): 110115.

Taufik, M., Astuti, A.P., Hidayat, S.H. 2005. Survei infeksi Cucumber Mosaic Virus dan Chilli Veinal Mottle Virus pada tanaman cabai dan selaksi ketahanan beberapa kultivar cabai, Agrikultura. 16: 146-152.

Thomson, W. T. 1992. Agricultural Chemicals. Book I: Insecticides. Thomson Publications. Fresno, CA.

65

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI DAN MUTU KOPI RAKYAT DI KABUPATEN