• Tidak ada hasil yang ditemukan

APPLICATION DECCOMPOSER IN COMPOSTING LIBERIKA TUNGKAL COMPOSITE COFFEE HUSK

104 Pengamatan dan analisis data

APPLICATION DECCOMPOSER IN COMPOSTING LIBERIKA TUNGKAL COMPOSITE COFFEE HUSK

Rima Purnamayani dan Araz Meilin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi

Jl. Samarinda Paal V, Kotabaru , Jambi, Telp. 0741-7053525/Fax . 0741-40413 Email : rimacahyo@yahoo.com

ABSTRAK

Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom) merupakan varietas unggul tanaman kopi asal Kab. Tanjung Jabung Barat yang sudah dilepas oleh Menteri Petanian sejak Desember Tahun 2013. Luas tanaman perkebunan kopi Libtukom di Kab. Tanjung Jabung Barat mencapai 2.721 hektar. Salah satu keunggulan kopi Libtukom adalah ukuran buah lebih besar dengan buah masak berwarna orange, dan produktivitas lebih tinggi dibanding Robusta. Limbah kulit kopi yang diperoleh dari proses pengolahan kopi dari biji utuh menjadi kopi bubuk. Pengolahan kopi merah diawali dengan pencucian dan perendaman serta pengupasan kulit luar, proses ini menghasilkan 65% biji kopi dan 35% limbah kulit kopi. Limbah kopi sebagian besar dimanfaatkan sebagai pupuk pada tanaman kopi dan tanaman disekitarnya. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan April – Desember 2014 di Desa Mekar Jaya Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Bahan yang digunakan adalah limbah kulit kopi, pupuk kandang, dolomit, decomposer (cair dan padat) dan air. Aplikasi decomposer yang digunakan adalah : 1) decomposer cair, 2) decomposer padat dan 3) kombinasi decomposer padat dan cair. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali, masing-masing sejumlah 1 ton. Dekomposisi dilaksanakan selama 3 bulan dan hasilnya dianalisis kandungan N, P, K serta C-organik. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi dua decomposer menghasilkan kompos yang lebih baik yaitu 1,46% N, 0,07% P, 0,73% K dan 50,39% C-organik. Berdasarkan Standard Nasional Indonesia No. 19-7030-2004 yang mengatur standar kualitas kompos, kandungan N, P, K, dan C kompos kulit kopi libtukom sudah memenuhi persyaratan minimum SNI.

Kata kunci : kopi libtukom, kulit kopi, kompos, dekomposer

ABSTRACT

Coffee Liberika Tungkal Composite (Libtukom) is yielding varieties of coffee plant origin Kab. Tanjung Jabung Barat that have been released by the Ministry of Agriculture since December 2013. Libtukom coffee plantation area in the district. Tanjung Jabung Barat reached 2,721 hectares. One of the benefits of coffee Libtukom is bigger fruit size with ripe fruit, orange, and productivity higher than Robusta. Coffee leather waste obtained from the processing of whole bean coffee into coffee powder .. red Coffee Processing begins with washing and soaking and stripping the outer skin, this process resulted in 65% and 35% coffee bean coffee skin waste. Most of the coffee waste used as fertilizer on coffee plants and plants around it. This activity was conducted in April-December 2014 Mekar JayaVillage, subdistrict Betara, Tanjung Jabung Barat District. Materials used arethe coffee leather waste, manure, dolomite, decomposer (liquid and solid) and water. Applications decomposer used were: 1) liquid decomposer (EM-4) , 2) solid decomposer (Trichoderma sp) and 3) a combination of solid and liquid decomposer. These results indicate that the combined use of two decomposers produces better compost. Based on the Indonesian National Standard No. 19-7030-2004 governing compost quality standards, the content of N, P, K, and C compost coffee skin libtukom already meet the minimum requirements of SNI.

109

PENDAHULUAN

Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom) merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Jambi, karena memiliki cita rasa yang khas dan menjadikan Provinsi Jambi sebagai wilayah penghasil kopi jenis Liberika terbesar di Indonesia, dan menjadi sumber mata pencaharian utama bagi penduduk setempat.Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom) merupakan varietas unggul tanaman kopi asal Kab. Tanjung Jabung Barat yang sudah dilepas oleh Menteri Petanian sejak Desember Tahun 2013. Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki kebun kopi Liberika yang cukup luas, luasnya sekitar 2.538 hektare dan tersebar di 6 kecamatan. Kopi jenis liberika ini memang jenis kopi yang paling banyak di budidayakan di Jambi. Kopi ini sangat jarang kita temui di daerah lain di Indonesia, namun orang jambi telah mengembangkan perkebunan jenis liberika sudah puluhan tahun lamanya, sekitar 60 – 70 tahun, hasil dari komoditi kopi ini paling banyak di expor ke malaysia dan singapura, wilayah penghasil kopi di Tanjung Jabung Barat yaitu di Kecamatan Betara 1536 ha. Kecamatan Pangabuan seluas 176,5 hektar, Kecamatan Bram Itam 256 hektar, Kecamatan Kuala Batera seluas 105 hektar, sementara Kecamatan Tungkal Hilir hanya seluas 17 hektar sisanya di tanam secara swadaya oleh petani di tersebar di kecamatan lainya (BPS Tanjab Barat, 2014).

Salah satu keunggulan kopi Libtukom adalah ukuran buah lebih besar dengan buah masak berwarna orange, dan produktivitas lebih tinggi dibanding Robusta. Bisa berbuah sepanjang tahun dengan panen sebulan sekali dan 2 x puncak produksi. Panen besar pada bulan Mei, Juni dan Juli, sedangkan panen kecil pada bulan November, Desember dan Januari (Purnamayani et al., 2015)

Menurut Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha Direktorat Jenderal Perkebunan (2010), dalam 1 hektar areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1.8 ton. Luas perkebunan kopi libtukom di Tanjab Barat sekitar 2.538 hektare, sehingga dapat menghasilkan limbah kulit kopi sekitar 4.568,4 ton setiap tahunnya. Oleh karena itu potensi dan peluangnya sangat besar untuk dijadikan pupuk organic. Lebih lanjut Mulato et al. (1996) dalam Widyotomo (2013) melaporkan bahwa dari tiap satu ton buah basah akan diperoleh lebih kurang 200 kg kulit kopi kering. Jumlah limbah kopi yang perlu ditangani sebesar 44,6% dari berat buah kopi kering. Penelitian lain melaporkan bahwa limbah kulit buah kopi yang dihasilkan dari proses pengolahan cara basah mencapai 43% bobot buah (Ismayadi et al., 1997 dalam Widyotomo, 2013).

Kulit kopi libtukom ini dapat dimanfaatkan sebagai kompos melalui proses pengomposan. Selama ini di petani,, kulit kopi dibiarkan tergeletak begitu saja dan dibiarkan melapuk sendiri. Beberapa petani ada yang mengembalikan limbah kulit tersebut ke pertanaman setelah didiamkan setahun lamanya akan tetapi kualitasnnya kurang baik. Untuk meningkatkan kualitasnya sebagai pembenah tanah, kulit kopi libtukom dapat diolah menjadi kompos.

Winaryo et al. (1995) dalam Widyotomo (2013) melaporkan bahwa pengomposan kulit kopi selama 3 bulan dengan komposisi bahan baku 130 kg kulit kopi, 10 kg kulit tanduk kopi, 10 kg sekam padi, 5 kg kapur, 25 kg vertiver, 25 sampah organik dan 15 kg pupuk kandang akan menghasilkan kompos dengan kualitas baik. Erwiyono et al (2001) melaporkan bahwa kompos organik yang diproduksi dari kulit buah kopi memiliki kkandungan karbon (C) dan nitrogen (N) yang terus

menyusut dari minggu pertama hingga minggu keenam dan dengan C/N rasio yang ‘relatif stabil pada

periode yang sama. Melawati (2002) dalam Widyotomo (2013) menyampaikan bahwa campuran yang mengandung 25-50% limbah kopi dalam kotoran sapi dapat menghasilkan kompos organik dengan struktur yang baik.

Strategi untuk mempercepat proses biodekomposisi bahan organik dilakukan dengan memanfaatkan aktivator. Aktivator adalah mikroba dekomposer yang berperan sebagai katalisator untuk mempercepat proses pengomposan dan membuat hasil pengomposan menjadi sempurna dengan mutu yang baik, karena mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. (Widawati, 2005).

Penambahan activator ini mempu menyingkat waktu pengomposan dari 8-12 minggu menjadi 4-8 minggu. Aktivator ini ada dua macam yaitu bioaktivator dan activator komersial. Bioaktivator merupakan bahan-bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai aktiviator contohnya jamur, kompos matang, humus, kotoran ternak dan mikroorganisme lokal (MOL). Sedangkan activator komersial merupakan activator buatan pabrik yang banyak beredar di pasaran.

Trichoderma spp adalah jamur penghuni tanan yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan. Trichoderma spp memiliki peran sebagai dekomposeer yang dapat mendekompsisi limbah organik menjadi kompos bermutu (Mey, 2009) Dekomposer lain yang beredar di pasaran adalah Effective Microorganism-4, yang merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang

110

mengunungkan bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan dan produksi tanaman serta ramah lingkungan. Sebagian besar mengandung mikroorganisme seperti bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), ragi, actinomycetes sp dan jamur fermentasi (Syafira, 2012).

Hasil penelitian Baon et al. (2005) menunjukkan bahwa kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3%, kadar nitrogen 2,98%, fosfor 0,18%, dan kalium 2,26%. Selain itu, kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan Zn. Kandungan hara limbah pertanian lainnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan hara limbah pertanian lainnya

Limbah pertanian Nitrogen (%) Pospor (%) Kalium (5)

Jerami padi 0.82 0.50 1.63 Jagung 0.92 0.29 1.39 Kacang tanah 2.33 0.16 1.10 Rerumputan 0.84 0.07 0.64 Gliricida 2.36 0.21 2.53 Lamtoro 1.43 0.10 1.39

Sumber : Ruskandi dan Setiawan (2002)

Tujuan Pengkajian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi beberapa decomposer dalam pengomposan limbah kulit kopi libtukom.

METODOLOGI

Pengkajian ini dilaksanakan di rumah kompos 3 kelompok tani di Kelurahan Mekar Jaya Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Timur dari bulan April – Desember 2014. Bahan yang digunakan adalah kulit kopi, pupuk kandang, kapur pertanian, gula, air, terpal decomposer cair dan decomposer padat. Sedangkan alat yang digunakan adalah cangkul, garu, timbangan, ember dan gembor.

Prosedur pelaksanaan pengomposan limbah kulit kopi ini adalah :

1. Kulit buah kopi dari pabrik tersebut disikan kedalam bak-bak tempat kompos,

2. bersamaan waktu juga diisikan pupuk kandang, kemudian ditaburi dolomit, gula serta disiram dengan decomposer (EM-4 1 liter/ton atau trichoderma 2 kg/ton) dan juga air

3. Semua bahan tersebut dibuat berlapis-lapis sampai tinggi tumpukan di dalam bak minimal 75 cm. 4. Setelah proses berlangsung, suhu dalam bak naik hingga kurang lebih 50o Celcius, tapi setelah itu

suhu akan turun lagi,

5. setiap 2 minggu sekali bahan di bak-bak tersebut dibalik dan jika ternyata terlalu kering maka dilakukan penyiraman

6. setelah 2 bulan kompos dianalisis.

Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah rancangan acak kelompok dengan perlakuan : 1) Decomposer padat (Trichoderma sp), 2) Decomposer cair (EM-4) dan 3) campuran decomposer padat dan cair. Setiap perlakuan diulang menjadi 3 ulangan dengan 3 kelompok tani yang berbeda, yang masing-masing berjumlah 1 ton campuran. Parameter yang diamati adalah : kandungan hara sebelum dan sesudah pengomposan meliputi: N, P, K, C-organik. Kandungan hara sebelum pengomposan diambil dari limbah kulit kopi yang digunakan untuk pengomposan sebanyak 3 ulangan yang kemudian dikomposit untuk dianalisis. Kandungan hara setelah pengomposan diambil sebanyak 3 sampel secara acak (bagian atas, bagian bawah dan bagian tengah dari tumpukan kompos) dari masing-masing ulangan, kemudian dikomposit. Untuk analisis, setiap ulangan dikomposit sehingga menghasilkan 1 sampel analisis untuk masing-masing perlakuan.

Analisis N dilakukan dengan menggunakan metode N-Kjehdahl, analisis P dan K menggunakan metode destruksi sedangkan analisis C-organik menggunakan metode Walkey and Black. Hasil analisis ditampilkan secara tabulasi dan grafik dan dibahas secara analisis deskriptif.

111

HASIL DAN PEMBAHASAN