• Tidak ada hasil yang ditemukan

I Nengah Kerta Besung

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl. PB Sudirman Denpasar Telp. 0361 223791 Email: kertabesung@fkh.unud.ac.id

Abstrak

Penelitian tentang potensi pegagan (Centella asiatica L) untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi) bertujuan untuk mengetahui kemampuan pegagan dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. typhi. Pegagan diekstrak dengan metanol dan air lalu dibuat konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, dan 100%. selanjutnya digunakan untuk uji kepekaan terhadap kuman S. typhi. Masing-masing konsentrasi dibuat empat ulangan. Zona hambat yang terbentuk dianalisis dengan analisis varian yang dilanjutkan dengan uji LSD dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak pegagan dengan metanol atau air mampu menghambat pertumbuhan S. typhi secara in vitro, dengan konsentrasi maksimal menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 60%. Daya hambat pegagan dengan ekstrak metanol lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air.

Katakunci: Salmonella typhi, Pegagan, Centella asiatica, Uji Kepekaan

Abstract

Research on the potential of Pegagan (Centella asiatica L) to prevent disease caused by Salmonella typhi (S. typhi) aims to determine the ability of Centella asiatica in inhibiting the growth of bacteria S. typhi. Centella is extracted with methanol and water and then made in the concentration of 0, 20, 40, 60, 80, and 100%. then used to test the sensitivity of the bacteria S. typhi. Each concentration was made four replicates. Inhibition zone formed were analyzed by variance analysis followed by LSD test and regression. The results showed centella extract with methanol or water can inhibit the growth of S. typhi in vitro, with maximal concentration inhibiting bacterial growth at a concentration of 60%. The inhibition of the methanol extract of Centella asiatica was higher than the water extract.

Keywords: Salmonella typhi, Centella asiatica, Sensitivity Test

1. PENDAHULUAN

Salmonellosis merupakan salah satu penyakit bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi.

Penyakit yang dikenal dengan istilah demam tifoid, menyebar secara luas di dunia seperti Amerika, Erofa, Asia, Australia maupun Afrika. Kejadian pada manusia kebanyakan pada bayi dan kasusnya akan meningkat pada saat awal musim hujan atau kemarau panjang. Kasus penyakit biasanya dikaitkan dengan sanitasi yang buruk, kebersihan, dan kontaminasi makanan oleh lalat.

Disamping menyerang manusia, penyakit ini juga menyerang ternak seperti unggas, sapi, kerbau, anjing, kucing dan hewan peliharaan lainnya. Beberapa hewan peliharaan juga dapat berperan sebagai agen pembawa penyakit, yang setiap dapat menularkan ke hewan lainnya. Hewan ini akan mengeluarkan kuman melalui feses dan bertindak sebagai sumber infeksi terhadap hewan lainnya. Pada kasus ini, kuman tetap berada di dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama, bahkan selama hidupnya terinfeksi kuman salmonella (Santander et.al., 2003).

Upaya penanggulangan salmonellosis pada hewan telah dilakukan oleh Mentri Pertanian tahun 2007. Prosedur standar pengendalian salmonellosis telah dikeluarkan meliputi pelaksanaan monitoring secara teratur dan pengawasan penyakit secara ketat. Ternak yang terinfeksi harus dimusnahkan disertai dengan penutupan lokasi peternakan sebagai upaya untuk memudahkan pengendalian penyebaran penyakit. Ternak yang dicurigai menderita salmonellosis dapat diobati dengan pemberian antibiotik. Kloramfenikol masih merupakan terapi pilihan terhadap S. typhi, sedangkan seftriakson masih dalam tahap uji klinis

dengan hasil penelitian pendahuluan memberikan efektivitas yang memuaskan (Musnelina, et. al, 2004). Selama ini, kajian ilmiah mengenai penggunaan pegagan dalam menangani penyakit infeksi baik pada hewan maupun manusia masih terbatas diungkapkan. Padahal secara tradisional penggunaan pegagan sering dilakukan oleh masyarakat di pedesaan (Januwati dan Yusron, 2005). Pegagan sering dimanfaatkan sebagai obat luka ringan seperti kena benda tajam maupun benda tumpul. Jayathirtha dan Mishra, 2004 mendapatkan bahwa pegagan mampu meningkatkan kandungan sel darah merah. Walaupun kajian secara ilmiah terhadap pegagan masih langka, tetapi masyarakat sudah merasakan keampuhan dari pegagan ini sebagai obat luka.

Kandungan pegagan seperti triterfenoid, fl avanoid, dan tannin, berfungsi sebagai antibakteri. Flavanoid, triterfenoid maupun tannin yang terdapat pada pegagan merupakan senyawa fenol yang bersifat desinfektan bekerja dengan cara mendenaturasi protein sehingga menyebabkan metabolisme sel bakteri berhenti (Yu et al., 2006). Berhentinya aktifi tas enzim akan mengakibatkan kematian sel. Disamping itu fl avanoid juga bersifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan sel melalui hambatan sintesis dinding sel bakteri. Kandungan tannin pada pegagan berperan menghambat pertumbuhan bakteri. Tanin yang merupakan senyawa fenol mempunyai target pada polipeptida dinding sel bakteri, sehingga terjadi kerusakan pada dinding sel. Kerusakan pada dinding sel akan mengganggu permeabilitas dinding sel, akibatnya keluar masuknya nutrisi, air, dan kebutuhan sel lainnya menjadi tidak terkontrol. Jika enzim-enzim keluar masuk tidak terseleksi maka akan terjadi hambatan metabolisme sel, dan berakibat pertumbuhan sel terganggu dan bahkan sel bakteri dapat mengalami kematian.

Pegagan memiliki pengaruh meningkatkan respon imun dan dapat mencegah perkembangan penyakit yang disebabkan oleh S. typhi (Rishi et al., 2002). Dengan banyaknya bahan aktif pada pegagan yang bersifat sebagai antibakteri, maka kajian secara ilmiah terhadap pegagan dalam pencegahan penyakit yang disebabkan oleh salmonella sangat perlu dikaji secara mendalam, sehingga menghasilkan luaran adanya produk yang dapat digunakan oleh peternak dalam menanggulangi kejadian salmonellosis dan adanya publikasi ilmiah tentang pegagan dalam penanggulangan salmonella typhi.

2. METODE PENELITIAN

a. Materi Penelitian

Isolat salmonella diperoleh dari Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Selanjutnya isolat ditanam pada media Salmonella Shigella Agar dan disimpan sebagai kuman uji. Pegagan (C. asiatica L) diperoleh dari Desa Kesimpar, Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem.

b. Pembuatan ekstrak pegagan

Daun pegagan yang dipilih adalah daun berwarna hijau, utuh, dan segar. Selanjutnya daun tersebut dikumpulkan dan dikering anginkan. Setelah kering dihancurkan dengan blender, kemudian ditimbang sebanyak 100 gram. Bubuk pegagan kemudian ditambah 300 ml pelarut dan diaduk dengan magnetic stirrer

selama 1 jam pada suhu kamar. Selanjutnya disaring dengan kertas Whatman no 42 sehingga diperoleh

fi ltrat 1. Ampas yang diperoleh, dilakukan ekstraksi ulang sehingga diperoleh fi ltrat 2. Filtrat 1 dan fi ltrat 2 dicampur kemudian diuapkan dengan rotary evaporator. Pada penelitian ini digunakan dua pelarut yaitu pelarut metanol dan pelarut air. Serbuk pegagan yang telah dievaporasi dari dua pelarut dibuat konsentrasi 0%.

c. Uji Kepekaan Kuman

Uji daya hambat dilakukan dengan memakai metode Kirby Bouer dengan memakai metode difusi. Sebanyak 8 cawan petri diisi media Mueller Hinton Agar steril, lalu setiap cawan dibuat 6 lubang dengan zone 5 mm. Pada permukaan media ditanam isolat S. typhi. Media diinkubasi dalam inkubator pada temperature 370C selama 15 menit atau sampai seluruh suspensi bakteri terserap semua. Kemudian sebanyak empat cawan petri masing-masing diteteskan 0,5 ml larutan pegagan ekstrak metanol konsentrasi 0%, 20%, 40%,

60%, 80% dan 100%., serta bagian tengah diisi disk Chlorampenicol sebagai kontrol positif. Selanjutnya empat cawan petri yang lainnya masing-masing diteteskani pegagan ekstrak air dengan konsentrasi 0%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%., serta bagian tengah diisi disk Chlorampenicol sebagai kontrol positif. Semua cawan petri diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 370C. Zona hambat yang terbentuk diukur dan ditabulasikan.

d. Analisis Data

Zone hambat yang terbentuk dari perlakuan pelarut metanol dan perlakuan pelarut air pada konsentrasi 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dianalisis dengan analisis varian yang dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji kepekaan kuman S. typhi terhadap ekstrak pegagan menghasilkan zone hambat yang bervariasi. Adanya zone hambat ini berarti pegagan mengandung beberapa bahan yang mampu menghambat kuman

S. typhi. Kandungan triterfenoid saponin, tannin, dan fl avonoid mampu menghambat pertumbuhan kuman. Hasil uji kepekaan kuman S. typhi dengan pelarut metanol dan air dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Hasil Uji kepekaan dengan pelarut metanol (a) dan air (b)

Luasnya zone hambat kuman S. typhi terhadap ekstrak pegagan dengan pelarut metanol atau air pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar di atas menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi pegagan, makin luas zone hambatnya. Luasnya zone hambat pegagan terjadi dengan menggunakan pelarut metanol, maupun pelarut air. Hanya saja penggunaan pelarut metanol tampak lebih luas daya hambatnya dibandingkan menggunakan pelarut air. Flavanoid yang terdapat pada pegagan berfungsi untuk membunuh bakteri. Flavanoid ini merupakan senyawa fenol yang bersifat desinfektan bekerja dengan cara mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan metabolisme sel bakteri berhenti. Berhentinya aktifi tas enzim akan mengakibatkan kematian sel. Disamping itu fl avanoid juga bersifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan sel melalui hambatan sintesis dinding sel bakteri.

Gambar di atas juga menunjukkan bahwa masing-masing konsentrasi pegagan menghasilkan zone hambat yang berbeda. Perbedaan zone hambat pegagan dengan pelarut metanol maupun pelarut air setelah diuji dengan analisis varian menunjukkan perbedaan yang nyata. Dengan analisis LSD didapatkan bahwa pegagan dengan pelarut metanol atau air dengan konsentrasi 20 % mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. typhi lebih luas dibandingkan dengan konsentrasi 0% (tanpa pegagan), tetapi dengan konsentrasi 40% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Konsentrasi pegagan 60% menunjukkan daya hambat lebih luas secara nyata dibandingkan dengan konsentrasi pegagan 40%, tetapi tidak berbeda secara nyata dibandingkan dengan konsentrasi 80% atau 100%. Hasil ini menandakan bahwa pegagan mampu menghambat pertumbuhan S. typhi secara in vitro, dengan konsentrasi maksimal ditunjukkan pada konsentrasi 60%. Adanya beberapa bahan aktif pada pegagan seperti fl avanoid, tannin, dan triterfenoid akan menghambat atau membunuh kuman S. typhi secara in vitro. Makin tinggi konsentrasi pegagan, akan makin banyak kandungan bahan aktifnya, sehingga kemampuan menghambat pertumbuhan kuman S. typhi

akan membunuh kuman.

Kandungan tannin pada pegagan berperan menghambat pertumbuhan bakteri. Tannin yang merupakan senyawa fenol mempunyai target pada polipeptida dinding sel bakteri, sehingga terjadi kerusakan pada dinding sel. Kerusakan pada dinding sel akan mengganggu permeabilitas dinding sel, akibatnya keluar masuknya nutrisi, air, dan kebutuhan sel lainnya menjadi tidak terkontrol. Jika enzim-enzim keluar masuk tidak terseleksi maka akan terjadi hambatan metabolisme sel, dan berakibat pertumbuhan sel terganggu dan bahkan sel bakteri dapat mengalami kematian (Wilson et al., 2005).

Lebih lanjut menurut Singh (2005), senyawa fenol memiliki mekanisme kerja dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara inaktivasi protein (enzim). pada membran sel.Fenol yang berikatan dengan protein melalui ikatan hidrogen, mengakibatkan rusaknya struktur protein. Karena dinding sel dan membran sitoplasma bakteri banyak mengandung protein dan lemak, maka akan terjadi kerusakan pada dinding sel. Ketidakstabilan pada dinding sel dan membran sitoplasma bakteri menyebabkan fungsi permeabilitas selektif, fungsi pengangkutan aktif, pengendalian susunan protein dari sel bakteri menjadi terganggu, yang akan berakibat pada lolosnya makromolekul, dan ion dari sel. Sehingga sel bakteri menjadi kehilangan bentuknya, dan terjadilah lisis.

Pengaruh konsentrasi pegagan dengan luasnya zone hambat pegagan ekstrak metanol terhadap S. typhi sebesar : Y = 7,357 + 16,286 x dengan keeratan r sebesar 0,928. Sedangkan untuk pegagan ektrak air didapatkan sebesar Y = 7,190 + 13,036 x dengan keeratan r sebesar 0,891.

4. KESIMPULAN

Ekstrak pegagan mampu menghambat pertumbuah bakteri S. typhi dengan konsentrasi maksimal konsentrasi 60%. Pegagan yang diekstrak dengan metanol menghasilkan daya hambat yang lebih luas dibandingkan dengan menggunakan air.

DAFTAR PUSTAKA

Januwati M dan Yusron M. (2005). Budidaya Tanaman Pegagan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Sirkuler No. 11., http: //www.balittro. go.id

Jayathirtha MG and Mishra SH. (2004). Preliminary Immunomodulatory Activities of Methanol Extracts of Eclipta alba and Centella asiatica. Phytomedicine 11: 361–365, http://www.elsevier.de/phymed

Menteri Pertanian Republik Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :36/Permentan/ OT.140/3/(20070 Tentang Pedoman Budidaya Itik Pedaging yang Baik (Good Farming Practice). Hal. 1-15.

Musnelina, L, Afdhal AF, Gani A, Andayani P, (2004). Pola Pemberian Antibiotika Pengobatan Deman Tifoid Anak Di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001 – 2002. Makara Kesehatan, Vol. 8 No. 1. Juni 2004 : 27-31.

Parle M and Vasudevan M. (2007). Memory Enhancing Activity of Abana®An Indian Ayurvedic Poly-Herbal Formulation. Journal of Health Science, 53(1) pp. 43-52.

Rao KGM, Rao SM and Rao SG, (2006). Centella asiatica (L.) Leaf Extract Treatment During the Growth Spurt Period Enhances Hippocampal CA3 Neuronal Dendritic Arborization in Rats. Original Article. Advance Access Publication 14 June 2006. doi:10.1093/ecam/nel024 eCAM 2006;3(3)349–357. Rishi P, Batra N, Sood S, Tiwari RP.. (2002). Modulatory effects of salmonella lap-lps on murine

macrophages. Indian J Med Microbiol. 2002 Oct-Dec;20(4):187-93.

Santander J, Espinoza JC, Campano MS, Robeson J. (2003). Infection of Caenorhabditis elegans by

Salmonella typhi Ty2. Short Communication. Pontifi cia Universidad Católica de Valparaíso . Electronic Journal of Biotechnology ISSN: 0717-3458 Vol.6 No.2, Issue of August 15, 2003. :148-152. http://www.ejbiotechnology.info/content/vol6/issue2/full/5

Singh, I.P., S.B. Bharate. (2005). Anti-HIV Natural Products. Journal Current Science Vol. 89 (2005) No. 2, Hal. 269-290.

Wilson B., G. Abraham, V.S. Manju., M. Mathew, B. Vimala , S. Sundaresan, and B. Nambisan. (2005). Antimicrobial activity of Curcuma zedoaria and Curcuma malabarica tubers. Journal of Ethnopharmacology. 99 (2005) 147–151.)

Yu QL, Duan HQ, Takaishi Y and Gao WY. (2006). A Novel Triterpene from Centella asiatica. Molecules

MORFOLOGI TANAMAN CABAI RAWIT AKIBAT INDUKSI