• Tidak ada hasil yang ditemukan

Made Pharmawati, Ni Putu Adriani Astiti, Retno Kawuri

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, 80361, Bali

Telp/Fax : (0361) 703137 E-mail : pharmawati@hotmail.com

Abstrak

Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di Indonesia. Harga

cabai rawit mengalami fl uktuasi yang sangat tinggi yang dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan dan perubahan

musim serta penggunaan varietas yang rentan. Usaha-usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas cabai rawit perlu terus dikembangkan. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan produktivitas cabai rawit adalah dengan membentuk variasi/genotipe baru yang dapat dilakukan melalui induksi mutasi dengan EMS.

Penelitian inii bertujuan untuk mengidentifi ksi kedua setelah pemberian mutagen EMS (M2). Penelitian dilakukan

di rumah kaca dengan menggnakan benih M2 yg berasal dari tanaman M1 hasil pernendaman biji dengan EMS 1% selama 6, 9 dan 12 jam. Hasil menunjukkan bahwa variasi paling banyak terjadi pada tanaman M2 yang berasal dari biji M1 perendaman 12 jam. Variasi morfologi yang diamati adalah adanya daun yang menyatu, tanaman dengan dua batang utama. Sifat tanaman dengan dua batang utama diharapkan memberikan keuntungan karena jumlah cabang diharapkan meningkat sehingga jumlah bunga dan buah juga diharapkan meningkat.

Kata kunci: cabai rawit, EMS, generasi M2, morfologi

1. PENDAHULUAN

Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan tanaman sayuran yang penting di Indonesia. Cabai rawit memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Selain dimanfaatkan sebagai bumbu masak atau bahan campuran pada berbagai industri pengolahan makanan dan minuman, cabai juga digunakan untuk pembuatan obat-obatan (Setiadi, 1996). Produktivitas cabai di Indonesia menurun 40% pada akhir tahun 2010 (Republica.co.id). Menurunnya produktivitas cabai ini menyumbang sebesar 0.22% dalam menyebabkan infl asi di Indonesia pada tahun 2010. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan produksi cabai rawit sebesar 11% dari tahun 2010 (dari 521.704 ton pada tahun 2010 menjadi menjadi 583.023), tetapi angka produksi di tahun 2011 masih lebih rendah dibandingkan angka produksi pada tahun 2009 yaitu 591.294 ton (Badan Pusat Statistik, 2011). Di tahun 2012, terjadi peningkatan produksi cabai rawit yaitu sebesar 702.000 ton (Badan Pusat Statistik, 2014).

Salah satu penyebab menurunnya produktivitas cabai rawit adalah perubahan iklim seperti musim hujan yang berkepanjangan (Badan Pusat Statistik, 2011). Penyebab lain adalah tingginya serangan hama dan penyakit serta adanya bencana di beberapa sentra produksi cabai yang terkena dampak letusan Gunung Merapi dan Gunung Bromo (Badan Pusat Statistik, 2011).

Faktor varietas yang berdaya hasil rendah juga menjadi penyebab rendahnya rata- rata hasil cabai rawit (Wardani dan Ratnawilis, 2002). Teknologi yang dapat diterapkan untuk mengatasinya adalah penggunaan benih atau bibit unggul (faktor genetik). Bibit unggul yang lebih tahan terhadap perubahan iklim, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta berdaya hasil tinggi dapat diperoleh melalui usaha peningkatan keragaman genetik tanaman cabai rawit.

Peningkatan variasi genetik dengan dapat diperoleh dengan melakukan modifi kasi genetik dari varietas lokal atau varietas-varietas yang telah dikembangkan, salah satunya

dengan pemuliaan mutasi. Mutasi merupakan alat untuk mempelajari karakteristik dan fungsi gen dan untuk menghasilkan bahan mentah untuk perbaikan genetik tanaman ekonomi (Adamu et al., 2004).

Induksi mutasi dapat dilakukan dengan perlakuan fi sik menggunakan sinar gamma atau secara kimia dengan menggunakan mutagen kimia atau menggunakan kombinasi antara perlakuan fi sik dengan kimia. Salah satu mutagen kimia yang sering digunakan untuk menginduksi mutasi adalah ethyl methansulphonate (EMS) (Natarajan, 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakter tanaman cabai rawit generasi kedua (M2) hasil perendaman dengan EMS 1% selama 6 jam, 9 jam dan 12 jam.

2. BAHAN DAN METODE

2.1 Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan adalah Bahan yang digunakan adalah biji tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) yang berasal dari populasi pada generasi pertama (M1). Generasi M1 dibentuk dengan merendam biji dalam EMS 1 % selama 6 jam, 9 jam dan 12 jam. Buah dari tanaman generasi M1 dikoleksi dan diambil bijinya untuk membentuk generasi M2. Bahan lainnya adalah media tanam berupa tanah subur, polybag, pupuk daun, pupuk NPK dan pupuk ZA.

2.2 Metode Penelitian

Biji-biji dari generasi M1 baik kontrol maupun perlakuan masing-masing di-bulk. Sampel secara acak dari bulk ini ditanam untuk generasi M2. Benih disemai dalam tray persemaian. Sebanyak 4 kg tanah dimasukkan ke dalam polibag. Setelah bibit berumur 2 bulan, bibit ditransfer ke dalam polibag, dan dipelihara di rumah kaca. Pengamatan dilakukan terhadap persentase munculnya bibit dan pengamatan variasi morfologi.

Pemeliharaan dilakukan dengn menyiram tanaman setiap hari, memupuk tanaman dengan pupuk daun dan NPK, ZA setiap dua minggu, dan melakukan penyemprotan dengan isektisida setiap minggu.

3. HASIL

Persentase munculnya bibit pada generasi M2 sangat rendah (Tabel 1, Gambar 1), sehingga populasi tanaman M2 yang diperoleh juga sedikit.

Tabel 1. Persentase Munculnya Bibit Pada Generasi M2

Perlakuan Munculnya bibit

Kontrol 38%

Perendaman dengan 1% EMS selama 6 jam 10% Perendaman dengan 1% EMS selama 9 jam 0 Perendaman dengan 1% EMS selama 12 jam 40%

Gambar 1. Foto Bibit Tanaman Generasi M2 Pada Umur 4 Minggu Setelah Semai (4 MSS) yang Menunjukkan Rendahnya Persentase Munculnya Bibit. Benih disemai pada setiap lubang persemaian.

Tinggi tanaman sampai umur 4 mingu setelah transfer ke polybag (4 MST) ditampilkan pada Gambar 2. Tanaman M2 asal M1 dengan perendaman EMS1% selama 6 jam memiliki tinggi tanaman tertinggi.

Gambar 2. Grafi k Tinggi Tanaman Generasi M2 Pada Umur 4 Minggu Setelah Transfer ke Polibag (4 MST)

Variasi penampilan tanaman yang teramati pada generasi M2 ini antara lain adanya daun yang menyatu (Gambar 3A) pada tanaman M2 asal tanaman M1 dengan perendaman EMS1% selama 12 jam. Persentase tanaman dengan daun menyatu ini adalah sebesar 5%.

Gambar 3. Variasi Tanaman Cabai Rawit. A Tanaman Dengan Daun Yang Menyatu (tanda panah), B Tanaman Dengan Dua Batang Utama

Variasi lain yang diamati adalah adanya tanaman dengan dua batang utama (Gambar 3B) dan tanaman dengan banyak cabang di bagian bawah (Gambar 3C). Terdapat 7.5% tanaman dengan dua batang utama. Tanaman dengan dua batang utama ini terdapat pada tanaman M2 asal M1 dengan perlakuan perendaman biji dengan EMS1% selama 12 jam. Tanaman dengan banyak cabang di bagian bawah hanya terdapat dalam jumlah 2.5%. Variasi ini juga terdapat pada tanaman asal M1 dengan perendaman EMS1% selama 12 jam.

Setelah tanaman berumur 12 MST, tanaman M2 asal M1 dengan perlakuan perendaman biji dengan EMS selama 6 jam memiliki ukuran tertinggi, sedangkan jumlah cabang pada 12 MST hampir sama baik pada tanaman kontrol, tanaman perendaman 6 jam dan tanaman perendaman 12 jam (Tabel 2)

Tabel 2. Tinggi Tanaman dan Jumlah Cabang Pada Umur 12 MST. Angka merupakan rata-rata ± SD

Parameter Kontrol 6 jam 12 jam

Tinggi Tanaman (cm) 68,3 ± 21,9 101,3 ± 19,7 67,8 ± 23,9

Jumlah Cabang 4 ± 1,4 3,8 ± 1,2 4 ± 1,4

B

A

4. PEMBAHASAN

EMS merupakan agen pengelkilasi yang menyebabkan modifi kasi nukleotida sehingga menyebabkan perubahan basa dan kesalahan pasangan basa. Alkilasi guanine menyebabkan terbentuknya O6-ethylguanin yang berpasangan dengan timin (T) (Chopra, 2005). Dibandingkan dengan mutagen kimia lainnya, EMS paling banyak digunakan karena mudah diperoleh, murah, dan tidak bersifat mutagenik setelah terhidrolisis (Van Harten, 1998). Penggunaan EMS untuk memicu terjadinya mutasi telah banyak dilaporkan, diantaranya untuk mendapatkan tanaman paprika yang memiliki polen dan buah yang tahan penyakit busuk buah (Ashok et al., 1995), tanaman pisang yang tahan atau toleran banana bunchy top nanovirus (Imelda et al., 2000), tanaman kentang dengan keragaman fenotipe (Saba dan Mirza, 2002), dan tanaman kacang kijau (Vigna radiata L.) (Khan dan Goyal, 2009).

Pada penelitian cabai rawit dengan perendaman biji dengan EMS 1% selama 6 jam, 9 jam dan 12 jam diperoleh hasil bahwa generasi M1 memiliki persentse munculnya bibit baik pada kontrol maupun perlakuan mencapai 100% (Rustini dan Pharmawati, 2014). Pada penelitian ini, persentase munculnya bibit sangat rendah pada generasi M2. Pada benih M2 asal M1 dengan perendaman 9 jam tidak terdapat benih yang mampu tumbuh menjadi bibit. Hasil penelitian sebelumnya eunjukkan bahwa tanaman M1 hasil perendaman EMS 1% selama 9 jam memiliki kelulus-hidupan yang rendah (Pharmawatidan Suada, 2013). Sifat kurang baik ini kemungkinan berkontribus terhadap tidak munculnya bibit pada gemerasi M2. Menurut Khan et al. (2004) perlakuan dengan mutagen menyebabkan penurunan perkecambahan biji dan hal tersebut tergantung pada konsentrasi yang digunakan. Perlakuan mutagen dapat menyebabkan kerusakan kromosom dan perubahan fi siologis tanaman (Kumar dan Yadav, 2010). Penggunaan 1% EMS pada pembentukan generasi M1 mungkin terlalu tinggi. Pada tanaman tomat, penggunaan 1% EMS dengan lama perendaman 12 jam pada pembentukan generasi M1, memiliki persentase germinasi 32,6% pada generasi M2 (Watanabe, et al., 2007). Menurut Cheema dan Atta (2003), turunnya persentase perkecambahan disebabkan oleh sterilitas biji akibat perlakuan mutagen. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda dimana persentase germinasi meningkat pada generasi M2 pada perlakuan dengan EMS. Hal ini terjadi pada kedele (Dhole, et al., 2003), pada okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench) (Jadhav, et al., 2012).

Mutagen dapat mengubah gen sehingga menjadi dasar bagi keragaman genetik. Tanaman dengan daun menyatu umum ditemui pada perlakuan dengan EMS pada Capsicum. Penelitian sebelumnya pada cabai besar (Capsicum annuum L.) juga menghasilkan daun yang menyatu baik pada generasi M1 maupun M2 pada konsentrasi EMS 0.5%, 1% dan 1.5% (Defi ani dan Pharmawati, 2013).

Tanaman dengan dua batang utama muncul pada generasi M2 pada perlakuan perendaman dengan EMS 1% selama 12 jam. Diharapkan tanaman dengan dua batang utama ini dapat meningkatkan produktifi tas. Mutasi bersifat acak sehingga gen yang dipengaruhi pada tiap sel bersifat acak akibatnya sel dapat mengalami mutasi yang berbeda (Koornneef, et al., 1982). Pada tanaman fl ax (Linum usitatissimum

L.) perlakuan EMS menghasilkan tanaman dengan batang yang keriting (curly stem). Perlakuan EMS pada Cicer arietinum L. menyebabkan munculnya tanaman bushy, tanaman kerdil, serta modifi kasi bentuk daun (Wani, 2011).

5. KESIMPULAN

Pada M2, persentase munculnya bibit saat persemaian sangat rendah. Terdapat beberapa variasi tanaman pada generasi M2, salah satunya adalah tanaman dengan dua batang utama yang diharapkan dapat memiliki produktivitas yang tinggi.

6. UCAPAN TERIMAKASIH

7. DAFTAR PUSTAKA

Adamu, A. K., Clung, S. S. and Abubakar, S. (2004) ‘Effects of Ionizing Radiation (gamma- rays) on Tomato (Lycopersicon esculentum)’, Nigeria Journal of Experimental and Applied Biology, 5, pp. 185-193.

Ashok, Y. P., Sharma, P. and Yadav A. (1995) ‘Effect of Different Ethyl Methane Sulfonate Treatments on Pollen Viability and Fruit Rot Incidence in Bell Pepper’, Annal of Agricultural Research, 16, pp. 442-444

Badan Pusat Statistik. (2011) Laporan ringkas studi cabai. Laporan bulanan data sosial ekonomi. Edisi 9. Jakarta: Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik. (2014) Laporan Bulanan Data Sosal Ekonomi. Jakarta: Badan Pusat Statistik Cheema, Atta. (2003) ‘Radio Sensitivity Studies in Basmati Rice’, Pakistan Journal of Botany, 35(2), pp

197-207

Chopra., V.L. (2005) ‘Mutagenesis: Investigating the process and processing the outcome for crop improvement’, Current Science, 89; pp. 353-359

Dhole, V. J., Maheswari, J. J. and Patil, S. (2003) “Studies on Mutations Induced by EMS in Soybean (Glycine max (L.) Merrill,’ Acriculture Science Digest, 23(3), pp. 226-228

Imelda, M., Deswina, P., Hartati, S., Estiati, A., Atmowijoyo, S. (2000) ‘Chemical Mutation by Ethyl Methane Sulfonate (EMS) for Bunchy Top Virus Resistence in Banana’, Annales Bogorienses, 7, pp.19-25

Jadhav, P. A., Kalpande, H. V., Kathale, M. N. and Dahale, G. P. (2012) ‘Effect of Gamma Rays and Ethyl Methane Sulphonate on Germination, Pollen Viability and Survival of Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench)’, Journal of Crop and Weed, 8(2), pp. 130-131

Khan, S., Goyal, S. (2009) ‘Improvement of mungbean varieties through induced mutations’, African Journal of Plant Science, 3, pp. 174-180

Khan, S., Wani, M. R. dan Parveen, K. (2004) ‘Induced Genetic Variability for Quantitative Traits in Vigna radiata (L.) Wilczek’, Pakistan Journal of Botany, 36 (4), pp. 845-850

Kumar, G., Yadav, R.S. (2010) ‘EMS Induced Genomic Disorders in Sesame (Sesamum indicum L.)’,

Romanian Journal of Biology-Plant Biology, 55(2), pp 97-104

Koornneef, M., Dellaert, L. M. W. and van der Veen, J. H. (1982) ‘EMS and Radiation Induced Mutation Frequencies at Individual Loci in Arabidopsis thaliana (L.) Heynh‘, Mutation Research, 93, pp. 109-123

Natarajan, A.T. (2005) ‘Chemical Mutagenesis: From Plants to Human’, Current Science, 89(2), pp. 312-317

Pharmawati, M., Suada, I.K. (2013) Penerapan Teknologi Mutagenesis Pada Cabai Rawit (Capsicum frustescens L.). Laporan Penelitian. Badung: Universitas Udayana

Saba, N., Mirza, B. (2002) ‘Ethyl Methane Sulfonate Induced Genetic Variability in Lycopersicon esculentum’. International Journal of Agriculture and Biology, 4, pp. 89-92

Setiadi. (1996) Bertanam Cabai. Jakarta: Penebar Swadaya

Tejklova, E. (2002) ‘Curly Stem – an Induced Mutation in Flax (Linum usitatissimum L.)’, Czech Journal of Genetics and Plant Breedng, 38(3-4), pp. 125–128

Van Harten, A.M. (1998) Mutation Breeding: Theory and Practical Application. New York: Cambridge University Press.

Wardani, N., Ratnawilis. (2002) ‘Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai Terhadap Penyakit Antraknosa (Colletrotichum sp)’, Jurnal Agrotropika 7, pp. 25-31

Watanabe, S., Mizoguchi, T., Aoki, K., Kubo, Y., Mori, H., Imanishi, S., Yamazaki, Y., Shibata, D. and Ezura, H. (2007) ‘Ethylmethanesulfonate (EMS) Mutagenesis of Solanum lycopersicum cv. Micro-Tom for Large-scale Mutant Screens’, Plant Biotechnology, 24, pp. 24-33