• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pramono Sasongko1), Endang Rusdiana1)

1Program Studi Teknologi Industri pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Jalan Telaga Warna, Tlogo Mas, Malang, 65144

Telp/Fax : (0341) 565500/ (0341) 565522, E-mail : pramono.sasongko@gmail.com

Abstrak

Ekstrak rumput laut coklat telah dikenal dan digunakan dalam berbagai keperluan terutama aplikasi dalam pangan, namun belum diketahui efek klinis dan efek toksisitas dari residu ekstrak rumput laut coklat terutama yang berasal dari Indonesia terhadap kesehatan. Turbinaria merupakan salah satu jenis rumput laut coklat yang berhabitat di pantai berkarang Daerah Wonosari Yogyakarta yang telah berhasil diekstraksi dan diketahui komposisi kimianya akan tetapi belum diketahui secara luas tentang pemanfaatannya, aspek toksisitas dan efek kesehatannya. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keamanan penggunaan alginat jenis Turbinaria dalam pangan melalui uji toksisitas.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan pengambilan sampel berdasarkan consecutive random sampling. Sampel yang digunakan adalah tikus wistar sebanyak 20 ekor, berumur empat bulan dengan berat 100-150 gram. Alginat diberikan dalam bentuk diet bersama pakan, dengan dosis penambahan 0,5%; 0,75% dan 1% . Perlakuan kontrol (K) dikenakan dengan perlakuan kontrol negatif, yaitu pemberian pakan bakso ikan tengiri tanpa pemberian alginat. Diet alginat dengan dosis 0,5% dan 0,75% tidak memberikan dampak terjadinya degenerasi sel hepar. Kerusakan sel hepar tampak pada pemberian diet alginat dengan dosis 1%, dengan dominasi jenis degenerasi parenkimatosa.

Kata kunci: alginat, Turbinaria, toksisitas, Wistar

Abstract

Brown seaweed extract has been known well and utilized for food processing. However, the health clinical effect and toxicity effect of residue of brown seaweed extract especially brown seaweed collected in Indonesia were not well known. Turbinaria is the one of the brown seaweed varieties lived in coral beach at Wonosari Yogyakarta. It

was successfully extracted and indentifi ed in chemical compound aspect, the utilization, health effect, and toxicity of

Turbinaria still unknown. Therefore, the aim of this study is to determine the safeties of Turbinaria utilization through toxicity analysis.

This study used a Complete Randomized Design with consecutive random sampling method. 20 whistar mouse were used as the sample, 4 months old and weight 100-150 gram. Alginate was mixing in mouse feed as a diet, with doses of

0.5%, 0.75%, and 1%. Negative control used by feeding a fi sh ball with no alginate addition. 0.5% and 0.75% doses

were not affecting hepar cell degeneration. Breakdown of hepar cell were shown at addition of alginate diet with 1% doses, with parenkimatose degeneration hepar cell type.

Keyword: Alginate, Turbinaria, Toxicity, Wistar

1. PENDAHULUAN

Alginat merupakan ekstrak dan kandungan utama dari rumput laut coklat (Moe, et al., 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Mushollaeni (2011) telah berhasil mengekstraksi alginat dan mengembangkan teknik ekstraksi rumput laut coklat dengan menggunakan larutan HCl 5% pada tahap pre-ekstraksi dan ekstraksi dengan Na2CO3 2,25%, terhadap alginofi t Sargassum dan Turbinaria. Menurut Zatnika (2003), 21 jenis rumput laut dari 61 jenis termasuk rumput laut coklat di Indonesia, telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai bahan pangan dan obat tradisional.

Alginat telah dikenal dan banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan aplikasi dalam proses pengolahan pangan sebagai bahan penstabil dan pengemulsi pangan. Namun belum ada penelitian klinis yang menguji efek kesehatan dan efek toksisitas dari residu alginat yang diekstrak dari rumput laut coklat di Indonesia dalam suatu bahan pangan. Uji toksisitas dan efek kesehatan dapat dilakukan menggunakan menggunakan hewan uji yaitu tikus putih jantan atau betian galur Whistar (Rattus norvegicus) (Hendriani,

dkk,2007).

Rumput laut coklat jenis Turbinaria dapat dijumpai dalam jumlah yang cukup melimpah pada habitat pantai berkarang di daerah Gunung Kidul Yogyakarta. Turbinaria ini belum terlalu diketahui secara luas aspek pemanfaatannya. Padahal rumput laut ini telah berhasil diekstraksi dan diketahui komposisi kimianya, maka penelitian ini akan melengkapkan data tentang potensi, aspek klinis berupa toksisitas dan efek kesehatan alginat, dengan menitik beratkan pada data tentang aspek klinisnya dengan pengujian pada hewan uji.

2. BAHAN DAN METODE

2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Faal Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium Rekayasa Proses Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan Februari hingga Oktober 2014.

2.2 Pelaksanaan Penelitian

Pengujian toksisitas dalam penelitian ini menggunakan tikus Wistar. Alginat yang akan diujikan, diaplikasikan dalam bentuk bakso ikan tengiri sebagai pakan tikus uji, yang akan diberikan secara oral setiap hari selama 90 hari. Konsentrasi alginat dalam bakso ikan tengiri adalah 0,5%; 0,75% (1) dan 1% (2). Perlakuan kontrol (K) dikenakan dengan perlakuan kontrol negatif, yaitu pemberian pakan bakso ikan tengiri tanpa pemberian alginat. Tikus uji sebanyak 20 ekor, masing-masing perlakuan 5 ekor tikus. Whistar yang digunakan adalah berusia 4 bulan dan mempunyai berat antara 100-150 g sesuai dengan criteria WHO untuk penelitian eksperimental (WHO, 1993). Parameter uji yang digunakan adalah pengamatan mikroskopis dari sel hepar tikus dan nilai perubahan struktur histopatologi hepar tikus.

Peralatan yang digunakan meliputi kandang untuk hewan coba, alat untuk terminasi tikus di akhir perlakuan, spektrofotometer, alat pemusing (sentrifuge) untuk memisahkan serum, tabung sentrifuge, tabung cuvet, Blender

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

A B

Gambar 1. Gambaran mikroskopis hepar dalam kondisi Normal (A) dan yang mengalami degenerasi parenkimatosa (B)

Sel hepar dari tikus uji melalui pengamatan mikroskopis disbandingkan dengan sel hepar yang normal (Gambar 1A) diketahui telah mengalami degenerasi perenkimatosa (Gambar 1b). Degenerasi

parenkimatosa merupakan degenerasi pada sel hepar yang paling ringan, karena hanya terjadi pembengkakan dan kekeruhan pada sitoplasma. Perubahan sel ini bersifat reversible dan dapat kembali. Pembengkakan ini terjadi pada mitokondria dan retikulum endoplasma akibat gangguan oksidasi. Sel yang terkena jejas tidak dapat mengeliminasi air sehingga tertimbun di dalam sel dan sel mengalami pembengkakan. Degenerasi hidropik merupakan derajat kerusakan yang lebih berat, tampak vakuola yang berisi air dalam sitoplasma yang tidak mengandung lemak atau glikogen. Perubahan ini umumnya merupakan akibat gangguan metabolisme seperti hipoksia atau keracunan bahan kimia. Degenerasi ini juga bersifat reversibel meskipun tidak menutup kemungkinan bisa menjadi irreversibel apabila penyebab cederanya menetap. Sel yang telah cedera kemudian bisa mengalami robekan membran plasma dan perubahan inti sehingga sel mati atau nekrosis (Wicaksono, 2014).

Tabel 1. Rerata nilai skor perubahan gambaran histopatologi sel hepar

Perlakuan

Normal (1) Parenkim (2) Hydro (3) Necrosis (4)

N Rasio Standar deviasi

J x 1 J x 2 J x 3 x J 4 Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Penambahan Alginat 0.5% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Penambahan Alginat 0.75% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Penambahan Alginat 1% 37.5 37.5 28.3 56.6 3 9 5.5 22 200 125.1 0.6255 0.0968

Tabel 1. menunjukkan bahwa penambahan alginat pada pakan tikus sampai konesntrasi 0.75% masih menunjukkan tidak adanya perubahan terhadap struktur hispatologi sel hepar dari tikus. Perubahan mulai tampak pada penambahan alginat dengan konsentrasi 1%. Menurut Arce et al. (2005) dan Amalina (2009), nilai skor perubahan strukur histopatologi sel hepar semakin meningkat sesuai dengan kenaikan dosis zat yang diberikan. Hal ini sesuai dengan konsep hubungan antara konsentrasi dan respon yaitu pada rentang dosis tertentu, konsentrasi obat pada reseptor dapat menimbulkan efek terapi, tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik. Semakin tinggi konsentrasi, maka respon yang ditimbulkan semakin besar (respon terapi dan respon toksik).

4. KESIMPULAN

Penggunaan alginat sampai konsentrasi 1% dari pakan mulai memberikan efek terhadap kesehatan dengan memberikan adanya perubahan struktur hispatologi pada sel hepar. Akan tetapi perubahan kerusakan sel hepar masih relative pada tahapan degenarsi parenkimatosa yang tergolong kerusakan sel hepar paling ringan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Untuk dapat berjalannya penelitian ini maka ucapan terima kasih ditujukan penulis kepada DIKTI dan KOPERTIS Wilayah VII atas pendanaan penelitian desentralisasi tahun anggaran 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Arce S, Cerutti S, Olsina R, Gomez MR, Martinez LD. (200)5. Determination of metal content in valerian root phytopharmaceutical derivatives by atomic spectrometry. Journal of AOAC Internasional. 2005 Jan 1 [cited on 2009 Aug 7]. http://www.articlearchives.com/environment-natural-resources/toxic-hazardous/10283941.html

Hendriani R, Yulinah E, Sigit JI. (2006). Uji Toksisitas Subkronis Kombinasi Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) dan Rimpang Jahe Gajah (Zingiber offi cinale Rosc.) Pada

Tikus Wistar. Sekolah Farmasi ITB. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id.

Moe ST, Draget KI, Skjak-Braek G, Smidsrod O. (1996). Alginates.In : Food Polysaccharides and Their Applications. Stephen, A.M. (Ed.). Marcell Dekker Inc., New York.

Mushollaeni W. (2011). Karakterisasi Natrium Alginat dari Sargassum sp., Turbinaria sp. dan Padina sp. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol XXII No. 1, September 2011.

Wicaksono B. (2014). Hasil Penghitungan Derajat Kerusakan Hepar. http://analisfaal.staff.ub.ac.id /hasil-pengjitungan-derajat-kerusakan-hepar/

World Health Organization (WHO). (1993). Research Guidelines For Evaluating The Safety And Effi cacy Of Hebal Medicines. Manila: Regional Offi ce For The Western Pasifi c. p:31-41.

Zatnika A. (2003). Proses Ekstraksi dan Manfaat Alginat di Bidang Farmasi. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol 5 No 5, Agustus 2003, hal. 143-150

ANALISIS PERAN PEREMPUAN DALAM PERTANIAN