Review Kebijakan Sosial
B. Bidang Kesehatan: Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) 1. Gambaran Umum Program
Program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional diharapkan terjadi subsidi silang dalam rangka mewuj udkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Program ini telah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin /JP-KMM (2005) atau lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Jamkesmas merupakan bentuk belanja bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan tidak mampu serta peserta lainnya yang iurannya dibayar oleh Pemerintah. Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap peserta menjadi tanggung jawab
dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada peserta mengacu pada prinsip- prinsip:
a. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin
b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang
cost effective dan rasional.
c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas. d. Efisien, transparan dan akuntabel.
Tujuan umum program ini adalah meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien bagi seluruh peserta Jamkesmas. Sedangkan tujuan khusunya adalah:
a. Memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan PPKJamkesmas.
b. Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi peserta, tidak berlebihan sehingga terkendali mutu dan biayanya.
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Peserta Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh
Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk penduduk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya. Jumlah kepesertaan ini sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 sama.
a. Peserta Program Jamkesmas
1. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
2. Peserta Program Jamkesmas adalah fakir miskin dan orang yang tidak mampu dan peserta lainnya yang iurannya dibayar oleh pemerintah sejumlah 76,4 juta jiwa bersumber dari data makro Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006.
3. Peserta yang dijamin dalam program Jamkesmas tersebut meliputi :
a. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang telah ditetapkan oleh Surat Keputusan (SK) Bupati/Walikota Tahun 2008 berdasarkan pada kuota Kabupaten/Kota (BPS) yang dijadikan database nasional.
b. Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas.
c. Sernua Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang telah memiliki atau mempunyai kartu Jamkesmas.
d. Masyarakat miskin yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nornor 1185/Menkes/SK/XII/2009 tentang Peningkatan Kepesertaan Jamkesmas bagi Panti Sosial, Penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan Runiah Tahanan Negara serta Korban Bencana. Tata laksana pelayanan diatur dengan
petunjuk teknis (juknis) tersendiri sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1259/Menkes/SK/XII/2009 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Jamkesmas Bagi Masyarakat Miskin Akibat Bencana, Masyarakat Miskin Penghuni Panti Sosial, dan Masyarakat Miskin Penghuni Lembaga Pemasyarakatan serta Rumah Tahanan Negara.
4. Apabila masih terdapat masyarakat mis kin dan tidak mampu, dan belum termasuk dalam Surat Keputusan Bupati/Walikota maka Jaminan Kesehatannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Cara penyelenggaraan jaminan kesehatan daerah diharapkan mengikuti kaidah-kaidah pelaksanaan Jamkesmas.
5. Peserta Jamkesmas ada yang memiliki kartu sebagai identitas peserta dan ada yang tidak memiliki kartu.
a. Peserta yang memiliki kartu terdiri dari : 1) Peserta sesuai SK Bupati/Walikota 2) Penghuni panti-panti sosial
3) Korban bencana pasca tanggap darurat b. Peserta yang tidak memiliki kartu terdiri dari :
1) Gelandangan, pengemis, anak terlantar pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan rekomendasi dari. Dinas Sosial setempat. 2) Penghuni lapas dan rutan pada saat mengakses pelayanan kesehatan 3) Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) pada saat mengakses: pelayanan
kesehatan dengan menunjukkan kartu PKH
4) Bayi dan anak yang lahir dari pasangan peserta Jamkesmas, setelah terbitnya SK Bupati/Walikota dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan akte kelahiran/surat kenal lahir/surat keterangan lahir/pemyataan dari tenaga kesehatan, kartu Jamkesmas orang tua dan Kartu Keluarga orangtuanya.
6. Bagi peserta yang telah meninggal dunia maka haknya hilang dan tidak dapat dialihkan kepada orang lain.
7. Penyalahgunaan terhadap hak kepesertaan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Tatalaksana Pelayanan Kesehatan
1. Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan dasar meliputi: pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat.
2. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medik sesuai dengan standar pelayanan medik.
3. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan terstruktur dan pelayanan berjenjang berdasarkan rujukan.
4. Pelayanan kesehatan dasar (RJTP dan RITP) diberikan di Puskesmas dan jaringannya. Khusus untuk persalinan normal dapat juga dilayani oleh tenaga kesehatan yang berkompeten (praktek dokter dan bidan swasta) dan biayanya diklaimkan ke Puskesmas setempat sebagaimana diatur dalam juknis pelayanan dasar.
5. Pelayanan tingkat lanjut (RJTL dan RITL) diberikan di PPK lanjutan jaringan Jamkesmas (Balkesmas, Rumah Sakit Pemerintah termasuk RS Khusus, RS TNI/Polri dan RS Swasta) berdasarkan rujukan. Pelayanan Balkesmas merupakan PPK untuk layanan RJTL dengan pemberian layanan dalam gedung.
6. PPK lanjutan harus mempunyai kode PPK lanjutan agar dapat mengoperasikan software INA-DRG versi 1.6. Apabila PPK lanjutan belum mempunyai kode atau kode tersebut sudah tidak valid, maka diharapkan segera melapor dan membuat permintaan kode kepada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
7. Pelayanan RITL diberikan di ruang rawat inap kelas III (tiga). Apabila karena sesuatu hal seperti misalnya tidak tersedianya tempat tidur, peserta terpaksa dirawat di kelas yang lebih tinggi dari kelas III, biaya pelayanannya tetap diklaimkan menurut biaya kelas ill.
8. Pada RS khusus (RS Jiwa, RSKusta, RS Paru, dll) yang juga melayani pasien umum, klaim pelayanan kesehatan dilaksanakan secara terpisah antara pasien khusus sesuai dengan kekhususannya dan pasien umum dengan menggunakan software INA-DRG yang berbeda sesuai penetapan kelasnya.
9. Pada keadaan gawat darurat (emergenry) seluruh PPK wajib memberikan pe-
layanan penanganan pertama keadaan gawat clarurat kepada peserta Jamkesmas walaupun tidak sebagai PPK jaringan Jamkesmas sebagai bagian dari fungsi sosial PPK. Setelah kegawat daruratannya selesai ditangani, selanjutnya PPK tersebut segera merujuk ke PPK jaringan PPK Jamkesmas untuk penanganan lebih lanjut. 10. Status kepesertaan harus ditetapkan sejak awal untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan. Peserta Jamkesmas tidak boleh dikenakan iuran dengan alas an apapun. 11. Pemberian pelayanan kepada peserta oleh PPK lanjutan harus dilakukan secara
efisien dan efektif, dengan menerapkan prinsip kenclali biaya dan kendali mutu. Manajemen PPK lanjutan melakukan analisis pelayanan dan memberi umpan balik secara internal kepada instalasi pemberi layanan.
Gambar 3.1 Alur Pelayanan Kesehatan
c. Tata Laksana Pendanaan
1. Pendanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) merupakan jenis belanja bantuan sosial.
2. Pembayaran ke PPK Puskesmas disalurkan langsung dari Kantor Pelayanan Perbenclaharaan Negara (KPPN) melalui PT. Pos, sedangkan pembayaran ke PPK lanjutan diluncurkan langsung dari KPPN ke rekening masing-masing PPK lanjutan Jamkesmas melalui Bank.
3. Pertanggungjawaban dana luncuran tetap menggunakan pola pembayaran dengan 1NA-DRG dan berlaku untuk seluruh PPKlanjutan. Pada saatnya apabila semua PPK dan Tim Pengelola Pusat telah siap, akan dilakukan perubahan pola pertanggungjawaban dana dengan pola klaim.
4. Peserta tidak boleh dikenakan iur biaya dengan alasan apapun.
Pemerintah daerah melalui APBD berkontribusi dalarn menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu di daerah masing- masing meliputi antara lain :
1. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak masuk dalarn pertanggungan kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
2. Biaya transportasi rujukan dari rumah sakit yang merujuk ke pelayanan kesehatanlanjutan serta biaya pemulangan Pasien menjadi tanggung jawab Pemda asal pasien.
3. Biaya transportasi petugas pendamping pasien yang dirujuk.
4. Dukungan biaya operasional manajemen Tim Koordinasi dan Tim Pengelola Jamkesmas Provinsi Kabupaten/Kota.
5. Biaya lain-lain diluar pdayanan kesehatan, sesuai dengan spesifik daerah dapat dilakukan oleh daerahnya.
2. Identifikasi Kelemahan Penyelenggaraan Jamkesmas 2008 dan 2009
Tabel 3.3 Analisis Kelemahan Penyelenggaraan Jamkesmas Tahun 2008- 2009
No. Jamkesmas 2008 Jamkesmas 2009
1 Kepesertaan
Belum semua database sasarn 76,4 juta jiwa dapat didistribusikan kartunya terutama terhadap gelandangan, pengemis dan anak-anak terlantar yang sulit untuk di data, double entri, peserta pindah daaerah, kelahiran baru dan meninggal dunia.
Database peserta Jamkesmas sampai dengan masih mengacu pada data makro BPS Tahun 2005, dan ditetapkan by name by address-nya oleh Bupati/ Walikota Tahun 2008. Dengan demikian banyak perubahan-perubahan data di lapangan seperti banyaknya kelahiran baru, kematian, pindah tempat tinggal, perubahan tingkat sosial ekonomi, dll. Melalui pedoman pelaksanaan Jamkes- mas Tahun 2009, Kementerian Kesehatan meminta seluruh 'Bupati/walikota untuk melakukan updating data sehingga menjadi data kepesertaan Tahun 2009. Tetapi hanya sebagian kecil yang merespons hal tersebut. Karena kondisi ini diperlukan kebijakan untuk melakukan updating data peserta jamkesmas. Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir Tahun 2008 telah mengeluarkan data baru dimana jumlah masyakat miskin sesuai kriteria, by name dan by address telah menurun menjadi 60,3 juta jiwa. Data BPS terbaru ini menjadi dasar acuan untuk diterbitkannya kepesertaan Jamkesmas yang baru. Sementara sasaran kepesertaan program Jamkesmas 2010,
tetap sama yaitu 76,4 juta jiwa. 2 Pelayanan Kesehatan
Kendala dalam pelayanan Kesehatan yang utama terkait dengan pelaksanaan system program computer pelayanan INA-DRG di 15 RS Vertikal, masih kurangnya pemahaman secara utuh dilingkungan provider utamanya para dokter, dokter ahli serta petugas
administrasi rumah sakit lainnya.
Kendala dalam pelayanan kesehatan antara lain adalah keterlambatan implementasi lNA-DRG di beberapa Rumah Sakit (RS) serta masih belum komprehensifnya pemahaman pcnyelenggaraan pelayanan berbasis paket dengan TNA-DRG, terutama oleh dan petugas pemberi
No. Jamkesmas 2008 Jamkesmas 2009 Manajemen RS dan Pemberi Pelayanan
Kesehatan (PPK) lainnya perlu kerja
keras untuk mensosialisasikan
JAMKESMAS dan INA-DRG diling- kungan internal agar terjadi pelayanan kesehatan yang terkendali mutu dan biaya.
terlaksananya pelayanan yang efisien dan mengakibatkan biaya pembayaran paket seringkali dianggap tidak mencukupi. Di
sisi lain, clinical pathway sebagai
instrument untuk pemberian pelayanan yang adekuat dan rasional belum digunakan di banyak RS. Demikian pula, penugasan Menteri Kesehatan kepada konsorsium BUMN Fannasi, belum ditindaklanjuti pada tingkat RS agar terjaminnya ketersediaan obat dan vaksin
untuk pelayanan Jamkesmas 3 Pendanaan Program
Kendala terbesar pendanaan di tahun 2008 adalah pertanggungjawaban pendanaan PPK yang masih belum tepat waktu dikarenakan pelatihan dan pemanfaatn software standar verifikasi dilaksanakan pada bulan Agustus sedangkan bahan entry data dan klaim Rumah Sakit dimulai sejak Januari dengan demikian, perlu kerja keras Rumah Sakit agar pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan pengaturannya
Pertanggungjawaban pendanaan PPK pada pelaksanaan Jamkesmas 2009 masih ditemukan permasalah ketidaktepatan waktu, jumlah dan sasaran. Bahkan masih ditemukan beberapa rumah sakit belum dapat menggunakan format INA-DRG secara benar. Dengan demikian, perlu kerja keras Rumah Sakit agar pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan pengaturannya.
4 Pengorganisasian, Peran dan Fungsi Pemerintah Daerah
a. Kendala utama dalam pengorgani- sasian adalah masih kurang optimal peran fungsi Tim Pengclola dan Tim Koordinasi Provinsi/Kabupaten/Kota. Sosialiasi, advokasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan dalam keuangan serta kinerja pelayanan kesehatan masih belum berjalan sebagaimana seharusnya. Karena itu diperlukan komitmen dari seluruh Dinas Kesehatan sebagai penanggung
jawab pengelolaan JAMKESMAS
didaerahnya
b. Belum semua Pemerintah Daerah mernpunyai komitmen dalarn pen- danaan Jaminan Kesehatan masya- rakat diluar kuota, sedangkan yang sudah mernpunyai pendanaan penge-
a. Peran, tugas dan fungsi Tim Pengelola dan
Tim Koordinasi Provinsi/Kabu-
patcn/Kota belum dapat berjalan secara optimal. Kegiatan sosialiasi, advokasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan dalam keuangan serta kinerja pelayanan
kesehatan masih belum berjalan
sebagaimana seharusnya. Karena itu diperlukan komitmen dari seluruh Dinas Kesehatan sebagai penanggungjawab pengelolaan Jamkes- rnas didaerahnya.
Perhatian khusus juga untuk
pelaksanaan kegiatan ada Tim
Koordinas Jamkesmas di daerah, terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dalam pelaksanaannya memer- lukan koordinasi seperti kebijakan
No. Jamkesmas 2008 Jamkesmas 2009 lolaan belum seluruhnya mengikuti
mekanisme JAMKESMAS. Hal ini menyebabkan menjadi kurang harmonisnya pelaksanaan Jamkesmas yang dibiayai oleh APBN dan pengelolaan yang dibiayai oleh APBD. c. Masih banyak Pemerintah Dacrah yang mernasukkan dana belanja bantuan sosial ini kedalam PAD. Hal ini akan mengganggu pelayanan kesehatan orang miskin, seharusnya dana belanja bantuan sosial sepenuhnya diperuntukan bagi pelayanan
kesehatan peserta
sebelum menjadi pendapatan Rumah Sakit.
melibatkan seluruh sektor terkait. b. Komitmen yang masih kurang terutama
terhadap kontribusi Pemerintah Daerah dalam pendanaan Jaminan Kesehatan masyarakat diluar kuota. Harmonisasi kegiatan dengan mekanisme Jamkes- mas harus perlu terus dilakukan terutama bagi daerah yang sudah melaksanakan Jamkcsda. Hal tersebut amat penting agar kedua kegiatan tersebut dapat bersinergi dengan baik dalam rangka mempercepat pelaksana- an jaminan kesehatan semesta serta menghindari duplikasi anggaran (APBD dan APBN), duplikasi sasaran dan manfaat yang diterima oleh peserta. c. Masih banyak Pemerintah Daerah yang
memasukkan dana belanja bantuan sosial ini kedalam PAD. Hal ini akan mengganggu pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas, seharusnya dana belanja bantuan sosial sepenuhnya diperuntukan bagi pelayanan kesehatan peserta sebelum menjadi pendapatan Rumah Sakit.
Sumber : Data dan Analisa penelitian
3. Hasil Kajian Evaluasi Sistem Jamkesmas-Lembaga Administrasi Negara (LAN) Tahun 2010
Lembaga Administrasi Negara (LAN), melihatbahwa belum semua masyarakat terutama masyarakat miskin dan kurang mampu, dapat menjangkau akses pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah, apalagi jika bicara pada level kualitas pelayanan kesehatan. Banyak indikator yang bisa dilihat, namun kesemuanya itu belum mampu menunjukkan peningkatan kualitas atau derajat kesehatan masyarakat terutama masyarakat miskin dan kurang mampu. Atas dasar latar belakang inilah LAN memandang perlu untuk melakukan evaluasi terhadap penerapan Askeskin di Indonesia. Adapun tujuan dilaksanakannya kajian ini adalah pertama, untuk mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan penerapan Askeskin; kedua, untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung atau menghambat keberhasilan penerapan Askeskin; ketiga, Untuk memperoleh berbagai lesson learned dari penerapan Askeskin bagi
Kajian yang menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif ini menggunakan metode focus group discussion (FGD) diharapkan dapat diperoleh data yang jauh lebih lengkap. Dengan melibatkan berbagai pimpinan instansi terkait seperti Pemerintah daerah (Dinas Kesehatan), PT. Askes, LSM, kalangan akademisi, dan pelaksana pelayanan kesehatan (PPK) seperti Puskesmas dan Rumah Sakit, kajian ini mengambil lokus di 6 kabupaten/kota di tiga provinsi yaitu provinsi Jawa Timur (Kabupaten/Kota Malang), DI Yogyakarta (kabupaten Sleman dan kota Yogyakarta) dan Provinsi Riau (Kabupaten Kampar dan Kata Pekanbaru). Tentu, tiga provinsi tersebut belum mampu mewakili keseluruhan daerah di Indonesia, namun berbagai hasil dari kajian ini dpat dijadikan cermin bagi pelaksanaan Jamkesmas di masa datang. Dari hasil FGD di daerah tersebut, beberapa temuan yang penting untuk diungkapkan sebagai hasil dari kajian ini adalah sebagai berikut: Aspek kepesertaan, permasalahan yang ditemui adalah: (a) belum semua Bupati/Walikota menetapkan data masyarakat miskin; b) ketidaktepatan sasaran di mana masih ada pengguna Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang berasal dari masyarakat non-miskin yang memanfaatkan pelayanan kesehatan dari Program Jamkesmas; serta c) belum semua sasaran Program Jamkesmas mendapatkan kartu peserta.
Permasalahan dari aspek pelayanan kesehatan yang ditemui berupa: (a) pemanfaatan Program Jamkesmas oleh masyarakat miskin belum optimal, sehubungan dengan adanya penyalahgunaan SKTM oleh kelompok yang tidak berhak; (b) sistem rujukan belum betjalan sebagaimana mestinya; (c) masih dilakukan tindakan yang berlebihan; (d) kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan di RS belum optimal, dan (e) Verifikator independen belum mendapatkan pelatihan secara optimal disebabkan terhambat masalah pendanaan.
Permasalahan dari aspek pendanaan, berupa: (a) Masih adanya Rumah Sakit yang belum menggunakan dana secara optimal, (b) masih banyak pemerintah daerah yang menerapkan kebijakan untuk menyetorkan dana langsung ke kas daerah, (c) hutang pelayanan program Askeskin tahun 2007, dan (d) persentase pembiayaan obat terhadap biaya total pelayanan kesehatan masih di bawah 50%.
Aspek organisasi dan manajemen, permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah: (a) sosialisasi program masih belum optimal pada seluruh stakeholder terkait,
(b) koordinasi Tim Pengelola Jamkesmas Propinsi dan Kab/ Kota belum betjalan dengan optimal, serta (c) mekanisme pelaporan pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dari Dinas Kesehatan Propinsi ke Depkes belum betjalan seperti yang diharapkan.
Dari berbagai persoalan di atas, berikut ini diberikan saran rekomendasi agar penyelenggaraan program Jamkesmas bisa berjalan lebih baik, sebagai berikut:
1. Perlu ketegasan pemerintah untuk menetapkan sistem pendataan nasional yang berkelanjutan, agar peserta Jamkesmas tidak lagi salah sasaran. Untuk itu perlu diusulkan model Single Identity Number sebagai kartu multiguna yang salah satunya dapat difungsikan sebagai kartu Jamkesmas.
2. Hal itu sekaligus dapat digunakan untuk mengatasi permasalah pelayanan kesehatan yang selama ini tidak optimal. Apalagi ketidakoptimalan pelayanan kesehatan selama ini karena munculnya berbagai bentuk penyalahgunaan SKTM.
3. Perlu Surat keputusan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri agar tidak terjadi mispersepsi tentang penyelenggaraan programJamkesmas ini. Hal ini misalnya masih adanya persepsi bahwa rumah sakit dan puskesmas tidak bisa mendapatkan dana langsung dari pemerintah pusat. Padahal program Jamkesmas merupakan program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.
4. Perlu tindak lanjut penempatan Tim verifikator, karena hingga saat ini masih banyak rumah sakit yang belum ditempatkan Tim Verifikator. Disamping itu, konsekuensi penempatan Tim Verfikator juga harus dipikirkan oleh pemerintah karena hingga saat ini masih ada pemahaman bahwa Tim verfikator menjadi tanggungjawab pemerintah daerah.
C. Bidang Perlindungan Anak: Program Keluarga Harapan (PKH)