• Tidak ada hasil yang ditemukan

130 Kata budaya atau kultur yang melekat

pada kompetensi kultural dipilih karena Cross, dkk (1989) sepakat bahwa kata budaya atau kultur dapat berlaku kepada seluruh pola perilaku

manusia seperti pemikiran, komunikasi,

tindakan, kepercayaan, dan nilai. Mereka juga menambahkan bahwa pola perilaku tersebut termasuk juga pada kebiasaan secara ras, etnik, agama dan kelompok sosial. Kompetensi kultural didefinisikan sebagai kumpulan keterampilan bagi individu di semua level kehidupan untuk mampu mengakui dan paham akan pentingnya suatu budaya, pentingnya hubungan multikultur atau lintas budaya, menambah kewaspadaan terhadap dinamika yang ditimbulkan dari keragaman budaya, mempeluas pengetahuan

tentang budaya serta adaptasi terhadap

lingkungan dan menyediakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan keunikan individu sebagai mahluk budaya (Cross, Bazzron, Dennis,& Isaacs, 1989). Kebutuhan akan kompetensi kultural menjadi sangat penting karena setiap hari kita berhubungan dengan

individu yang dinamis dengan keunikan

budayanya, seperti pernyataan Murphy dan

Shigematsu (2002) bahwa hubungan

multikultural pasti bergesekan dengan isu mengenai ras, budaya dan etnik sebagai dimensi yang dinamis dan sangat kuat dari keberadaan manusia.

Moule (2012) mendefiniskan kompetensi kultural dengan hal sederhana, yaitu kemampuan untuk secara sukses berinteraksi dengan orang yang berasal dari budaya yang berbeda dengan budaya diri. Interaksi tersebut membutuhkan

kesadaran serta kepekaan personal dan

interpersonal, mempelajari pengetahuan budaya secara spesifik, dan menguasai kumpulan keterampilan untuk berinteraksi lintas budaya. Sejalan dengan Moule, Brownlee dan Lee (2012) mendefiniskan kompetensi kultural sebagai keterampilan yang menggabungkan pengetahuan budaya, kesadaran budaya dan kepekaan budaya dan menjadikannya sebagai usaha yang mampu membuat perbedaan perilaku, kebijakan dan sikap menjadi sebuah hubungan efektif dalam situasi lintas budaya.

Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan kompetensi kultural adalah sekumpulan keterampilan berupa pengetahuan dan sikap mengenai kesadaran budaya diri dan orang lain, kepekaan terhadap dinamika budaya serta pengetahuan budaya yang digunakan untuk berinteraksi dalam situasi lintas budaya untuk menciptakan hubungan yang efektif, saling menguntungkan dan harmonis.

Asumsi-asumsi Tentang Kompetensi Kultural Kompetensi kultural setidaknya memiliki beberapa asumsi sebagai berikut (Cross, Bazrron, Dennis, & Isaacs, 1989 hal 22-24) :

a. Menghargai keunikan, dan kebutuhan dari

bermacam-macam populasi individu

berdasarkan budayanya.

b. Menyadari budaya sebagai kekuatan

dominan dalam pembentukan perilaku, nilai-nilai dan memiliki pengaruh yang besar terhadap individu dan cara kita berkomunikasi dengan mereka.

c. Memandang sistem seperti keluarga,

komunitas budaya dan komunitas agama sebagai mekanisme dukungan yang utama terhadap individu yang berbeda budaya.

d. Menyadari bahwa konsep keluarga,

komunitas dan konsep lainnya itu bisa berbeda tergantung cara pandang suatu budaya atau subkelompok dalam budaya.

e. Memahami bahwa individu yang memiliki

budaya berbeda biasanya lebih baik jika

dilayani oleh seseorang yang juga “in tune”

atau menjadi bagian dari budaya mereka.

f. Membantu individu dari minoritas yang

khususnya memiliki masalah dengan isu keminoritasan seperti self esteem, identitas diri, isolasi dan asumsi tentang perannya dalam masyarakat.

g. Menyadari bahwa semua orang walaupun

berbeda tetapi memiliki derajat yang setara. Serta budaya juga akan mempengaruhi bagaimana individu memandang masalah dan mencari solusinya.

h. Menghargai preferensi kultural yang

menilai konsep hidup tentang proses lebih penting daripada hasil, atau konsep tentang keharmonisan dan keseimbangan satu

Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang 2015

131

dengan yang lain lebih penting

dibandingkan dengan prestasi.

i. Menyadari bahwa mengambil pelajaran

yang baik dan positif dari setiap budaya akan meningkatkan kapasitas diri.

j. Memahami situasi dimana nilai-nilai dari

kelompok minoritas bias berkonflik dengan nilai masyarakat yang dominan.

Asumsi-asumsi tersebut di atas merupakan langkah awal yang harus dipelajari dalam menerapkan model kompetensi kultural. Yaitu model yang didasari kepercayaan bahwa menjadi berbada adalah sesuatu yang wajar dan menciptakan lingkungan atau sistem yang baik bisa dilakukan oleh siapa saja dengan cara lebih peka dan responsif terhadap kebutuhan orang- orang di sekitarnya.

Aspek-aspek Kompetensi Kultural

Adapun aspek-aspek kompetensi kultural antara lain (Cross, dkk, 1989 ; Moule, 2012 ; Brownlee & Lee, 2012) :

a) Valuing Diversity. Menghargai keragaman,

yaitu menerima dan menghormati

perbedaan di antara dan di dalam budaya.

Memiliki kompetensi kultural berarti

membangun kesadaran mengenai

perbedaan budaya, perbedaan tersebut ada

pada nilai-nilai, cara berkomunikasi,

persepsi tentang waktu, konsep mengenai kesuksesan, dan lain-lain. Setiap individu memulai kehidupan dengan pengalaman budaya, maka dari itu menerima suatu budaya yang benar-benar berbeda dengan kebiasaan sendiri bukan merupakan hal yang mudah. Yang diperlukan untuk menghargai keragaman adalah memperluas perspektif diri, perbedaan tidak diterima atau ditoleransi begitu saja namun dihargai

karena kekayaan, perspektif dan

kompleksitas yang melekat padanya.

Individu yang memiliki kompetensi kultural secara aktif dan kreatif menggunakan keragaman sebagai media untuk belajar. b) Cultural Self Assesment. Kesadaran atau

pengukuran terhadap budaya sendiri

menjadi penting karena seseorang tidak mungkin mengapresiasi pengaruh budaya

pada kehidupan orang lain, jika dirinya sendiri berada di luar latar belakang budaya miliknya. Menurut Moule (2012) pada area keterampilan, kesadaran budaya milik sendiri ini melibatkan pemahaman tentang banyaknya cara budaya mempengaruhi

perilaku manusia. Cross (1989)

menegaskan, kesadaran ini penting karena banyak sekali orang yang tidak mengakui

bahwa perilaku dalam kesehariannya

banyak dibentuk oleh norma dan nilai budaya yang diperkuat oleh keluarga, teman sebaya, dan kelompok sosial. Bahkan bagaimana sebuah keluarga menentukan tujuan, memandang sebuah masalah dan bahkan cara mereka menyapa satu sama lain semuanya dipengaruhi oleh budaya dimana mereka tinggal dan berasal. Sebagai tambahan, kesadaran dan pengukuran diri

ini membutuhkan self-knowledge yang cukup

untuk mengantisipasi konflik.

c) Dinamika dalam keragaman. Saat dua

orang yang bertemu dan berasal dari dua budaya yang berbeda, ada kemungkinan kuat bahwa cepat atau lambat, akan terjadi komunikasi, interpretasi dan penilaian yang meleset terhadap perilaku yang lain (Fox, 1993 dalam Moule, 2012). Kesadaran tentang dinamika dalam keragaman adalah mengetahui apa kendala dan masalah apa yang akan timbul dalam hubungan lintas

budaya dan mengetahui bagaimana

menyelesaikannya. Banyak hal yang dapat mempengaruhi interaksi lintas budaya, diantaranya pengalaman histrois, atau pengalaman yang dialami diri dan orang terdekat serta keadaan politik yang sedang terjadi diantara dua budaya yang berbeda. d) Cultural Knowledge. Pengetahuan mengenai

budaya, yaitu berusaha familiar dengan kebudayaan orang lain agar perilaku orang tersebut dapat dipamahi sesuai dengan konteks budaya yang dimilikinya. Banyak kesalahan serius bisa dihindari dengan pengetahuan mengenai budaya orang lain

setidaknya dengan mengidentifikasi

berbagai informasi yang dibutuhkan untuk memahami budaya lain.

Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang 2015

132

e) Adaptasi Budaya. Disaat seseorang mampu

menyadari, menghormati serta menghargai

keragaman dan budaya kemudian

mengintegrasikan nilai-nilai tersebut dalam interaksinya dengan orang lain, maka dia

telah memiliki keterampilan untuk

beradaptasi dengan budaya. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dimaksudkan untuk

mengetahui gambaran umum kompetensi

kultural dari mahasiswa Mindanao State University (MSU) Filipina sebagai individu yang hidup di lingkungan multikultural. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif dan

menggunakan metode deskriptif. Teknik analisis data yang dilakukan adalah melalui analisis statistik. Untuk mengungkap profil kompetensi kultural mahasiswa MSU digunakan kuisioner kompetensi kultural.

Sampel pada penelitian ini adalah 22 orang mahasiswa Mindanao State University Filipina. 6 orang mahasiswa berjenis kelamin perempuan, dan 16 orang mahasiswa berjenis kelamin laki- laki. Rentang usia mahasiswa adalah 18 sampai dengan 22 tahun. Sebanyak 4 orang mahasiswa berasal dari suku Bisaya, 2 orang berasal dari suku

Sangil, 8 orang berasal dari suku Maguindanaon, 3 orang berasal dari suku Tausog, 3 orang berasal dari suku Tagabiwangan, seorang berasal dari suku Ilonggo, dan seorang berasal dari suku

Visayan Cebuano. Pemilihan sampel dilakukan

purposive dengan pertimbangan bahwa

mahasiswa tersebut memungkinkan

dilaksanakannya pengumpulan data untuk penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengumpulan data terhadap 22 orang mahasiswa Mindanao State University Filipina diperoleh gambaran umum kompetensi

kultural. Data penelitian lebih jelasnya

dideskripsikan pada tiga kategori yang dapat dilihat pada tabel 1.

Berdasarkan tabel 1, secara umum mahasiswa Midnanao State University (MSU)

memiliki kompetensi kultural yang cukup kompeten. Hal tersebut ditunjukkan oleh 11 mahasiswa atau sebanyak 50% masuk pada rentang skor 6 – 11 yaitu pada kategori cukup kompeten. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa rata-rata mahasiswa MSU Filipina sudah memiliki kesadaran tentang budaya yang dimilikinya, namun kesadaran bahwa nilai-nilai budaya ikut mempengaruhi perilaku mereka belum sepenuhnya disadari. Rata-rata dari mahasiswa MSU ini sudah mampu menghargai keragaman dengan menghormati perbedaan, tetapi belum memandang perbedaan sebagai hal yang unik, kaya dan harus dinikmati. Walaupun mahasiswa MSU tahu dinamika yang terjadi karena keragaman, tetapi mereka belum tahu betul bagaimana cara merespon dinamika tersebut dengan cara yang baik serta masih belajar beradaptasi dengan budaya lain, dengan cara menjaga prasangka dan terkadang masih mendebatkan kebiasaan yang berbeda.

Moule (2012) menyatakan bahwa sebuah sistem, suatu agen, atau seorang professional dan individu tidak mungkin memiliki kompetensi kultural tanpa pelatihan, pengalaman, bimbingan dan kesadaran diri. Sikap, pemikiran, kebijakan dan praktik harus datang bersamaan sebagai suatu kesatuan yang disebut dengan kompetensi kultural. Cross (1989) menambahkan kompetensi kultural merupakan suatu proses perkembangan oleh karenanya untuk memiliki kompetensi kultural tidak hanya kecakapan yang dibutuhkan tetapi juga keinginan untuk mengembangkan diri Adapun gambaran umum kompetensi kultural berdasarkan aspeknya adalah dapat dilihat pada grafik1.

Berdasarkan grafik 1, dapat diketahui bahwa pada aspek menghargai keragaman, rata-

rata responden mahasiswa MSU kurang

kompeten dalam kompetensi kulturalnya.

Artinya belum sepenuhnya dari mereka

menghargai keragaman, walaupun mereka menerima bahwa perbedaan itu ada, namun tidak mudah bagi mereka menerima suatu kebiasaan yang asing bagi mereka, dan belum mampu menerima serta mentoleransi perbedaan tersebut sebagai sesuatu yang memperkaya karena keunikan dan kekompleksan yang dimilikinya.

Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang 2015

133