• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSELING PERSONAL BERDASARKAN AJARAN KI AGENG SOERJOMENTARAM

Program Pascasarjana, Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Semarang

KONSELING PERSONAL BERDASARKAN AJARAN KI AGENG SOERJOMENTARAM

Ki Ageng Suryomentaram, dengan olah

kawruh jiwa sebagai perangkat analisis olah rasa

memberikan kontribusi bagi pengem-bangan kesejahteraan dan kualitas hidup dengan model

analisis diri yang berbasiskan pada ‚rasa‛ sebagai

landasan introspeksi diri (Yoshimichi, 2006). Dalam konteks masyarakat tradisional Jawa penghayatan akan ilmu dalam bentuk utamanya adalah ngelmu, hal ini merujuk pada bentuk mistis spiritual yang tidak hanya intelektual semata namun juga intuitif, sehingga rasa memiliki

kemampuan untuk mengetahui aspek-aspek intuitif terhadap realitas (Stange, 1998).

Konseling adalah hal yang fundamental dari kegiatan dalam layanan bimbingan dan konseling. Pendekatan konseling yang semula merupakan pendekatan kontemporer, telah berkembang menjadi pendekatan postmodern, seperti pada pendekatan transpersonal. Kemajuan ini membuktikan bahwa pendekatan dalam memahami manusia tidak hanya melalui pendekatan fisik semata namun juga jiwa atau rasa, komunitas pelajar kawruh jiwa memberikan prioritasnya atas rasa untuk berpikir dan bertindak (Yoshimichi, 2006).

Berikut adalah prinsip dasar konseling personal berdasarkan ajaran kawruh jiwa, antara lain:

1.

Wejangan Kawruh Beja Sawetah

Rasa abadi adalah rasa aku mau sekarang di sini begini‛ (saiki, kene, ngene, yo gelem), dan kehadiranya terkadang muncul tidak dengan disengaja. Berdasar perspektif tersebut, suatu perkara dapat diupayakan dalam untuk berfokus pada disini, sekarang dan penerimaan.

2.

Mawas diri

Berikut adalah pilihan teknik dalam prinsip mawas diri, yakni :

a.

Menekankan pada menelusuri sebab kesulitan dan mencari penanganannya. Teknik ini murni bersifat alamiah yang berangkat dari hal-hal yang nyata dan juga ilmiah karena menggunakan metode yang jelas, dan dipastikan tidak

ada unsur mistik dan klenik

didalamnya. Itulah sebabnya Ki Ageng

Suryomentaram lebih memilih

menggunakan kata kawruh (ilmu dalam artian yang rasional) daripada kata

ngelmu (ilmu dalam pengertian esoteris

atau mistis) dalam memperkenalkan ajaran-ajarannya.

b. Melakukan latihan yang bertujuan untuk memecahkan masalah. Latihan yang dimaksud adalah latihan dalam membiasakan perilaku-perilaku mawas diri yang berdampak positif terhadap

Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang 2015

164

diri sendiri dan orang lain. Cara melakukan latihannya adalah melalui pemahaman kerangka perasaan orang lain terhadap diri sendiri.

c. Kandha takon adalah hal yang bisa

dikatakan sebagai teknik dalam mencapai keterbukaan antara konselor dengan konselinya. Dengan kata lain,

kandha-takon yang merupakan sebuah

cara bagaimana seseorang

merefleksikan diri-nya, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Kandha-takon ini adalah sebuah dialog interpersonal berupa sharing

antar peserta yang tidak jauh berbeda dengan konseling kelompok dan dialog intrapersonal berupa perenungan pribadi, bahasa sederhananya adalah introspeksi.

Tujuan kandha-takon ini adalah

menularkan atau menyampaikan

pengalaman rasa sehat, tentram, enak, damai, tabah, tatag dan bahagia juga pengalaman raos kosok wangsul dalam

ngudari reribet seseorang agar mampu

dimengerti oleh orang lain yang ikut men-dengarkannya. Tujuannya agar menularkan rasa sehat, tentram, nyaman, damai, tabah, tatag dan bahagia dapat tercapai. Bukan

sebaliknya yaitu memaksakan

kebenaran-nya sendiri yang dilandasi oleh karep yang sifatnya mau menangnya sendiri hingga timbul suasana perselisihan dan konflik yang jauh dari rasa sehat, tentram, enak, damai, tabah, tatag dan bahagia. d. Rasa penuh perhatian sebagai proses

yang mengarahkan pada sejumlah konsekuensi, Pertama, sensitivitas yang lebih besar terhadap lingkungan.

Kedua, lebih terbuka terhadap

informasi baru. Ketiga, kreasi untuk kategori baru selama penyusunan persepsi, dan Keempat, meningkatkan kesadaran terhadap berbagai perspektif dalam pemecahan masalah. Sehingga, diharapkan dapat ditemukan suatu

keseimbangan dan peningkatan dalam pengembangan ke arah dimensi yang lebih tinggi, yakni intergrasi pribadi menuju dimensi spiritual yang

3.

Ukuran Keempat

Berikut adalah pilihan teknik dalam prinsip ukuran keempat, yakni :

a. Ngraos, ngertos lan weruh. Dalam hal ini,

ada urgensi dalam meneliti rasanya sendiri, mencari rasanya sendiri dan mencari rasa sama dengan orang lain dalam rasanya sendiri.

b. Tepa sarira. Keyakinan bahwa rasa

manusia di seantero jagad itu sama. Artinya berbicara kepada orang lain berarti juga berbicara terhadap dirinya sendiri. Mende-ngarkan bukan saja penting untuk mema-hami orang lain, tetapi penting juga untuk memahami dirinya sendiri. Dengan kata lain, tepa sarira merupakan kemampuan untuk bercermin pada orang lain di mana memungkinkan diri pada posisi orang lain.

4.

Kramadangsa

Dalam kerangka “Kramadangsa” terdapat

empat ukuran, yakni ukuran I (sebagai juru catat), ukuran II (sebagai kumpulan catatan, yang meliputi dimensi emosi dan persepsi), ukuran III (sebagai tahap personal di mana mencakup dimensi kognisi), dan ukuran IV (sebagai manusia tanpa ciri, yang mencakup dimensi intuisi, disebut pula sebagai tahap transpersonal). Dengan kata lain, individu yang mencapai pada ukuran IV dengan mematikan kramadangsa, individu akan

menemukan perasaan damai dalam

berhubungan dengan orang lain.

5.

Filsafat Rasa Hidup

Hal ini dalam kawruh jiwa dilakukan dengan cara

a.

Nyawang karep untuk mencandra segala

keinginan yang berkecamuk dalam

dunia rasa batin kita untuk

ngeweruhinya dan ngonanginya

b.

Nyocoken raos sebagai cara untuk

Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang 2015

165

sami) antara rasa dirinya dan rasa orang lain. Pilihan-pilihannya terletak pada konsekuensi tindakan sebagai sebuah kodrat alam dengan sebab dan

kejadiannya dengan menerima

peristiwa saiki kene ngene yo gelem

karena telah sesuai dengan

kasunyatannya.

SIMPULAN

Konsep konseling personal yang berakar dari Barat tidak relevan jika diimplementasikan pada daerah Timur. Hal ini terkait dengan konteks budaya yang berbeda antara Barat dan Timur, seperti nilai dan keyakinan. Menelaah hal tersebut, ilmu tradisional yang berasal dari filsuf Jawa merupakan salah satu alternatif dalam pemecahan konsep di bidang Bimbingan dan Konseling Indonesia. Dalam hal ini, konseling

indigenous dengan penekanan pada indigenization

from within menjadi dasar pengembangan konsep

kawruh jiwa Ki Ageng Suryomentaram. Konsep

ilmu tradisional Ki Ageng Suryomentaran memiliki metode yang jelas dan sistematis, yang

terlepas dari unsur “kejawen”. Konsep kawruh

jiwa yang direstrukturisasi dalam konseling

personal adalah prinsip wejangan kawruh beja

sawetah, ukuran keempat, mawas diri, filsafat rasa

hidup, dan ilmu jiwa kramadangsa.