• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pohon: Pohon berdiameter 10 cm atau lebih

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5. Daya Lenting (Resiliensi) Ekologi

Air limbah yang masuk ke perairan akan mengalami pengurangan kadar pencemaran oleh ekosistem air. Pengurangan atau penghilangan bahan pencemar oleh berbagai proses yang ada dalam air. Proses ini meliputi pengenceran secara fisik, penyebaran, pengendapan, reaksi kimia, adsorbsi, penguraian secara biologis dan stabilisasi. Proses-proses tersebut pada dasarnya merupakan sifat alamiah air yang memiliki kemampuan untuk membersihkan atau menghancurkan berbagai kontaminan dan pencemar yang dibawa air limbah.

Menurut Imholf dalam Abdullah (2006) kemampuan air untuk membersihkan diri secara alamiah dari berbagai kontaminan dan pencemar dikenal sebagai self purification. Kemampuan perairan untuk melakukan pembersihan diri ini dikenal juga dengan istilah kapasitas asimilasi (assimilative capacity). Kapasitas asimilasi adalah kemampuan sesuatu ekosistem untuk

menerima suatu jumlah limbah tertentu sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan yang tidak dapat ditoleransi.

Dalam penelitian ini parameter pencemaran yang diamati adalah kandungan BOD, ammonia, fosfat dan nitrat. Hal ini dilakukan karena adanya kegiatan wisata dengan tingkat kunjungan yang tinggi berpotensi untuk menghasilkan limbah/pencemar tersebut di atas. Limbah tersebut bisa masuk ke perairan melalui buangan dari warung-warung makan, buangan dari toilet dan buangan sampah/limbah organik lainnya. Biological Oxygen Demand (BOD) menggambarkan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis oleh mikroorganisme. Bahan organik tersebut merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan limbah domestik. Ammonia di perairan bersumber dari nitrogen organik dan anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik. Nitrat adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami, nitrat merupakan salah satu nutrien penting dalam sintesis protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung ketersediaan nutrien. Sedangkan fosfat adalah bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan. Keberadaan fosfat secara berlebihan yang disertai kandungan nitrogen yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan algae di perairan.

Gambar di atas menunjukkan beban pencemaran dari BOD, ammonia, nitrat dan fosfat di Sungai Blanakan. Dari gambar terlihat kandungan bahan pencemar belum melampaui baku mutu lingkungan yang ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup.

Dari konsentrasi pencemar dibuat pemetaan untuk mengetahui tipe daya lenting perairan Sungai Blanakan. Tabel 29 di bawah ini adalah hasil analisis regresi beberapa parameter yang diukur dan menunjukkan besaran kapasitas asimilasi yang dimiliki oleh perairan yang berada di ekowisata hutan mangrove Blanakan. Fungsi ŷ menunjukkan kualitas perairan di perairan Sungai Blanakan. Tabel 29 Fungsi hubungan konsentrasi pencemar di perairan ekowisata hutan

mangrove Blanakan

Parameter Fungsi y R2 Kapasitas asimilasi

(mg/l)

Ammonia ŷ = 0,565 x + 1,074 0,937 24 Nitrat ŷ = 0,822 x + 0,477 0,987 13,5 Fosfat ŷ = 0,189 x + 0,152 0,984 9 BOD ŷ = 2,539 x + 12,28 0,766 141,9

Analisis resiliensi bertujuan untuk mengetahui ambang batas penerimaan gangguan yang dapat diterima ekosistem, sebelum ekosistem tersebut mengalami perubahan fungsi. Untuk mengetahui resiliensi (daya lenting) lingkungan perlu diketahui kapasitas asimilasi maksimal dan jumlah pengunjung untuk dapat mengetahui beban pencemaran yang dihasilkan oleh pengunjung, sehingga akan diketahui daya lenting badan perairan ekosistem mangrove Blanakan, Subang, Jawa Barat.

Kajian daya lenting tersebut digambarkan dengan pemetaan untuk mengetahui perairan mangrove mangrove Blanakan termasuk kedalam tipe daya lenting fragile, linear atau resilience (Holling 1996). Daya lenting fragile merupakan perairan yang rentan, sehingga badan perairan jika terkena gangguan atau pencemaran akan mudah rusak. Perairan dengan tipe daya lenting linear akan kembali ke keadaan semula jika terpapar bahan pencemar. Perairan dengan daya lenting resilience akan mudah kembali kepada kondisi awal setelah adanya gangguan dalam waktu yang cepat.

Gambar 30 Simulasi beban pencemar ammonia dibandingkan baku mutu dalam jangka waktu pengelolaan 25 tahun di perairan Sungai Blanakan.

Gambar 31 Simulasi beban pencemar nitrat dibandingkan baku mutu dalam jangka waktu pengelolaan 25 tahun di perairan Sungai Blanakan.

Gambar 32 Simulasi beban pencemar fosfat dibandingkan baku mutu dalam jangka waktu pengelolaan 25 tahun di perairan Sungai Blanakan.

Gambar 33 Simulasi beban pencemar BOD dibandingkan baku mutu dalam jangka waktu pengelolaan 25 tahun di perairan Sungai Blanakan. Berdasarkan hasil simulasi pengelolaan ekowisata hutan mangrove Blanakan selama 25 tahun didapatkan bahwa untuk parameter ammonia, nitrat, fosfat dan BOD mempunyai tipe daya lenting resilien. Hal ini ditunjukkan dengan grafik yang masih jauh di bawah baku mutu lingkungan. Tingkat kunjungan yang masih di bawah daya dukung kawasan mungkin mempengaruhi limbah yang masuk ke badan Sungai Blanakan relatif rendah.

Dari keempat parameter yang diamati, nitrat dan fosfat sampai akhir tahun pengelolaan belum melampaui baku mutu lingkungan. Sedangkan parameter BOD dan ammonia perlu diperhatikan, karena pada akhir tahun pengelolaan akan melampaui baku mutu. Hal ini terjadi karena semakin banyak wisatawan yang berkunjung, maka akan semakin banyak limbah domestik yang dibuang ke lingkungan. Akibatnya kandungan ammonia akan naik dan semakin banyak oksigen yang digunakan untuk mendegradasi limbah organik, sehingga BOD akan naik. Daya lenting akan bersifat resilien jika daya dukung lingkungan belum terlampaui. Daya dukung terhadap pencemaran ditunjukkan dengan baku mutu lingkungan yang belum terlampaui.

Dalam konteks pembahasan resiliensi, ekosistem selalu mendapat tekanan oleh alam, namun pemulihan dipengaruhi oleh frekuensi dan tingkatan gangguan serta oleh heterogenitas spasial dari sistem ekologis. Adanya gangguan dan heterogenitas spasial menyebabkan arah pemulihan (recovery

trajectory) menjadi unik dan kompleksitas sistem yang dikombinasikan dengan efek gabungan dapat menyebabkan arah pemulihan hampir tidak mungkin untuk diprediksi. Pemulihan dapat menuju pada keseimbangan semula (Gambar 34 keterangan a), atau mencapai keseimbangan baru (b). Ekosistem bisa juga mengalami degradasi keseimbangan (c), jika tingkat gangguan besar dan ekosistem tidak mampu mencapai daya lentingnya, maka akan terjadi kerusakan ekosistem (d).

Gambar 34 Laju perbaikan dari sebuah kerusakan menuju stabilitas baru yang bergantung pada resiliensi (Modifikasi Holling 2001)

Perairan Sungai Blanakan mempunyai tipe daya lenting resilien dikarenakan gangguan anthropogenik masih berada di bawah daya dukung lingkungan. Gangguan yang bersifat anthropogenik berpotensi menimbulkan kerusakan yang lebih besar dibandingkan gangguan dari alam. Kemampuan resiliensi ekosistem dipengaruhi oleh biodiversitas di ekosistem tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa semua parameter ammonia, nitrat, fosfat dan BOD di semua stasiun pengamatan saat ini belum melampaui baku mutu lingkungan. Namun jika kunjungan semakin naik dan diindikasikan akan terjadi pencemaran yang berlebih, maka disarankan untuk membuat unit pengolahan limbah. Dengan cara ini diharapkan limbah yang dibuang ke sungai akan berkurang konsentrasi dan toksisitasnya.

resiliensi

waktu

a b c d

ke

seimbanga

n

Keterangan:

a = kembali ke keadaan semula b = mencari keseimbangan baru c = degradasi keseimbangan d = keseimbangan rusak

Tabel 30 Kandungan pencemaran dibandingkan baku mutu air sungai (Permen LH 2010)

No. Jenis Pencemar Kandungan Pencemar (mg/l) Baku mutu (mg/l) St 1 St 2 St 3 1. BOD 3,4 5,4 4,8 50 2. Ammonia 0,8 1,4 1,2 8 3. Nitrat 0,04 1,25 0,09 4,5 4. Fosfat 0,16 0,42 0,34 3

Jumlah wisatawan yang mengunjungi ekowisata hutan mangrove Blanakan meningkat dari tahun ke tahun, tetapi distribusi kunjungan tidak merata. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penumpukan wisatawan hanya pada saat-saat tertentu. Penumpukan wisatawan, terutama pada hari libur nasional, lebaran dan saat upacara pesta laut (Nadran) menjadi permasalahan karena menimbulkan stres bagi lingkungan dan sosial, yaitu timbulnya ketidaknyamanan pengunjung yang dapat menurunkan tingkat kepuasan. Dampak lain dari peningkatan pengunjung adalah daya tarik ekonomi bagi masyarakat sekitar untuk datang dan mendirikan bangunan tanpa ijin yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentang alam. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu dikembangkan suatu konsep pengelolaan pariwisata berkelanjutan ekowisata hutan mangrove Blanakan.

Untuk memahami konsep keberlanjutan pada kegiatan pariwisata, masih menimbulkan keberagaman pemahaman. Hal tersebut terjadi karena adanya keberagaman dalam penentuan indikator, aksi, dan kebijakan yang dilakukan tidak konsisten. Untuk memahami konsep keberlanjutan maka kita harus merujuk pada fungsi utama kawasan wisata alam yang merupakan area konservasi. Maka konsep daya dukung menjadi salah satu alternatif solusi sebagai strategi dalam pengelolaan pariwisata berkelanjutan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut tentunya perlu dikembangkan suatu model pengelolaan yang holistik mengintegrasikan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap daya dukung. Dalam menentukan daya dukung kawasan wisata alam perlu diperhatikan bahwa konsep daya dukung lingkungan bukan suatu yang statis. Definisi daya dukung lingkungan dapat diartikan beragam, tergantung dari disiplin ilmu atau fokusnya. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa daya dukung lingkungan tidak bersifat statis akan tetapi dinamis dimana kemampuan sistem dapat dikurangi atau ditambah.