• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pohon: Pohon berdiameter 10 cm atau lebih

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.6. Model Dinamik Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove Blanakan

5.6.3. Skenario Pengelolaan Ekowisata Hutan Lindung Mangrove Blanakan

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan ekowisata hutan mangrove Blanakan adalah adanya biaya/ongkos yang ditanggung pengelola. Pembiayaan kegiatan pengusahaan ekowisata ini secara garis besar dibedakan atas biaya investasi dan operasional. Biaya investasi meliputi biaya perencanaan, biaya pengadaan peralatan, dan biaya sarana prasarana pendukung. Sedangkan biaya operasional dikeluarkan secara rutin setiap tahun, terdiri dari biaya gaji dan upah, biaya pemasaran, biaya administrasi, biaya pemeliharaan dan eksploitasi bangunan, kendaraan, peralatan dan perlengkapan sarana prasarana, biaya kemitraan dengan masyarakat sekitar, biaya konservasi dan biaya pengembangan sumberdaya manusia.

Data empiris Simulasi

Biaya-biaya tersebut ditetapkan dengan memperhatikan pengalaman perusahaan lain sebagai acuan, standar biaya-biaya dari instansi terkait, dan harga-harga yang berlaku di daerah setempat. Atas dasar penetapan tersebut dilakukan perhitungan besarnya taksiran biaya pada masing-masing pos pembiayaan. Perum Perhutani menetapkan besarnya pembiayaan antara lain untuk:

 Biaya perencanaan. Biaya tersebut meliputi biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan penyusunan dokumen perencanaan selama kegiatan yang sudah berjalan dan diperkirakan sebesar 1% dari penerimaan.

 Gaji dan upah. Biaya ini merupakan imbalan yang diberikan kepada sumberdaya manusia yang telah memberikan tenaga dan prestasinya kepada manajemen, dengan perkiraan biaya sebesar 15% dari penerimaan.

 Administrasi dan umum. Biaya ini meliputi ATK, operasional perkantoran, komputer, pelaporan, dan lain-lain. Biaya ini diperkirakan sebesar 3% dari penerimaan.

 Biaya POMEC. Biaya ini meliputi biaya pemeliharaan dan eksploitasi bangunan, kendaraan, peralatan dan perlengkapan sarana prasarana. Perkiraan biaya ini sebesar 10% dari penerimaan.

 Biaya pemasaran. Meliputi biaya pengembangan produk, promosi, kerjasama promosi. Biaya diperkirakan sebesar 3% dari penerimaan.  Biaya kemitraan. Merupakan biaya untuk membantu masyarakat sekitar

sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Bantuan tersebut tidak diberikan secara cuma-cuma, tetapi dengan sistem bergulir. Usaha masyarakat yang dibantu dengan dana ini adalah pedagang kios, pengrajin, asongan, masyarakat yang berpotensi. Asumsi pengeluaran untuk biaya ini adalah 1% dari penerimaan.

 Biaya konservasi. Biaya ini meliputi kegiatan untuk pengelolaan limbah, rehabilitasi lahan, pembinaan dan pengamanan habitat serta ekosistem, penelitian dan pengembangan kawasan. Biaya untuk pos ini diperkirakan sebesar 1% dari penerimaan.

 Biaya pengembangan sumberdaya manusia. Merupakan biaya pelatihan baik teknis maupun manajerial bagi karyawan dalam upaya pengelolaan ekowisata. Biaya pengembangan SDM diperkirakan sebesar 1% dari penerimaan.

Skenario pengelolaan ekowisata hutan mangrove Blanakan dikembangkan berdasarkan konseptual model. Tindakan pengelolaan terdiri dari 3 tindakan, yaitu pengelolaan daya dukung, peningkatan kapasitas asimilasi, dan konsekuensi biaya-biaya yang timbul akibat tindakan pengelolaan. Tindakan pengelolaan yang dilakukan kemudian diuji efektivitasnya dengan 4 indikator keberhasilan, yaitu jumlah pengunjung, indeks koefisien dasar bangunan, pendapatan pengelola dan pendapatan masyarakat. Berdasarkan 3 tindakan pengelolaan tersebut, maka dikembangkan 4 skenario sebagai optimasi tindakan pengelolaan. Keempat skenario tersebut adalah skenario bussines as usual, pro lingkungan, pro pengelola, dan pro masyarakat.

Tabel 40 Skenario kondisi tindakan pengelolaan ekowisata hutan mangrove Blanakan

Skenario

Tindakan Pengelolaan Pengelolaan daya dukung Peningkatan kapasitas

asimilasi

Biaya pengelolaan

Bussines as usual

Tidak ada pengelolaan daya dukung secara khusus

Tidak ada tindakan peningkatan kapasitas asimilasi

Tidak ada tindakan biaya konservasi Pro

lingkungan

Dilakukan pengelolaan daya dukung secara ketat untuk membatasi jumlah

wisatawan, agar tidak terjadi penggunaan sumberdaya yang berlebihan.

Pembatasan pengunjung dilakukan dengan penjualan karcis yang terbatas (jumlah sesuai daya dukung

kawasan)

Membuat program tour package(paket wisata), sehingga waktu kunjungan lebih lama dan kegiatan wisatawan lebih intensif. Dengan program ini dampak kegiatan terhadap lingkungan dapat diminimalisir Dilakukan program peningkatan kapasitas asimilasi, dengan membuat saluran-saluran (septic tank) bagi limbah cair. Membuat unit pengolahan limbah untuk limbah cair buangan dari dapur restoran dan toilet. Kapasitas unit pengolahan limbah ditingkatkan 2 kali.

Disediakan tempat sampah yang cukup dengan pemisahan jenis sampah basah-kering, terurai-tidak terurai, daur ulang-tidak dapat didaur ulang.

Untuk kawasan tertentu pengunjung dilarang membawa makanan dan minuman untuk menghindari sampah. Biaya konservasi akibat kegiatan peningkatan kapasitas asimilasi akan naik 3 kali (sebesar 3% dari penerimaan) Biaya investasi untuk menyusun program paket wisata naik 2 kali

Biaya perencanaan untuk tour package adalah 2% penerimaan Biaya promosi dan pemasaran naik 3 kali (3% dari penerimaan) Biaya POMEC sebesar 10% dari pendapatan

Pro pengelola

Pengelolaan dengan meningkatkan daya dukung dengan menambah produk wisata, atraksi dan fasilitas penunjang.

Penambahan atraksi berupa pengamatan burung (bird watching) dilakukan dengan membuat menara

pengamatan sebanyak 5 buah, dengan

ukuran 5 x 5 m.

Atraksi lain yang

dikembangkan adalah jalan-jalan di jembatan papan (walking trail) menyusuri sela-sela hutan mangrove. Panjang trek 1500 m

Membuat program tour package(paket wisata), sehingga waktu kunjungan lebih lama dan kegiatan wisatawan lebih intensif.

Fasilitas bumi perkemahan yang dilengkapi dengan sarana prasarana serta menyediakan perlengkapan berkemah

Tidak ada tindakan peningkatan kapasitas asimilasi

Disediakan tempat sampah yang cukup dengan pemisahan jenis sampah basah-kering, terurai-tidak terurai, daur ulang-tidak dapat didaur ulang. Biaya konservasi tidak berubah untuk pengadaan tempat sampah (sebesar 1% dari penerimaan) Biaya investasi untuk pembuatan menara pengamatan, membuat jembatan papan, paket wisata dan perlengkapan sarana prasarana bumi perkemahan berakibat pada naiknya biaya investasi sebesar 5 kali. Biaya perencanaan bird watcing, walking trail naik 2 kali (2% penerimaan) Biaya promosi dan pemasaran naik 2 kali (3% dari penerimaan) Biaya POMEC sebesar 10% dari pendapatan Pro masyarakat Pengelolaan dengan meningkatkan daya dukung dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui:

Kegiatan interpretasi alam terhadap mangrove dan satwa yang berasosiasi, terutama burung.

Interpretasi dilakukan oleh masyarakat yang sudah diberi pelatihan khusus

Penambahan armada perahu dari 3 menjadi 6 perahu untuk kegiatan menyusuri pantai. Operator perahu adalah anggota masyarakat

Membuat fasilitas tempat untuk bersantai dan istirahat berupa shelter, gazebo, bangku. pengembangan sirkulasi Dilakukan program peningkatan kapasitas asimilasi, dengan membuat saluran-saluran (septic tank) bagi limbah cair dan unit pengolahan limbah.

Disediakan tempat sampah yang cukup dengan pemisahan jenis sampah basah-kering, terurai-tidak terurai, daur ulang-tidak dapat didaur ulang. Biaya konservasi akibat kegiatan peningkatan kapasitas asimilasi tetap (sebesar 1% penerimaan) Biaya investasi untuk menambah armada perahu, fasilitas shelter dan perbaikan jalan naik 3 kali

Biaya pengembangan SDM Biaya kemitraan dengan masyarakat sekitar (1% dari penerimaan)

sesuai dengan jenis atraksi, dengan memperbaiki dan menambah fasilitas jalan setapak, sehingga pengunjung lebih lama tinggal di lokasi wisata

Biaya promosi dan pemasaran naik 2 kali (3% dari penerimaan) Biaya POMEC sebesar 10% dari pendapatan Berdasarkan keempat skenario tersebut, selanjutnya tindakan pengelolaan disimulasikan pada model pengelolaan ekowisata hutan mangrove Blanakan berbasis daya dukung fisik kawasan dan resiliensi ekologi. Keberhasilan tindakan ditunjukkan dari indikator keberhasilan yang terdiri dari jumlah wisatawan, indeks koefisien dasar bangunan, pendapatan pengelola, dan pendapatan masyarakat. Indikator daya dukung fisik kawasan, efektivitas tindakan diidentifikasi dari tahun terlampauinya daya dukung fisik kawasan, yaitu 301.125 orang pengunjung per tahun. Indeks koefisien dasar bangunan, efektivitas tindakan diidentifikasi berdasarkan tahun terlampauinya nilai 1 dari paremeter tersebut. Hal tersebut menunjukkan kapasitas maksimum parameter tersebut telah terlampaui. Semakin lambat tahun tercapainya parameter daya dukung fisik kawasan dan nilai 1 untuk indeks KDB, maka semakin efektif tindakan tersebut. Indikator jumlah wisatawan dinilai efektif jika terjadi kenaikan tingkat kunjungan wisatawan. Indikator pendapatan pengelola dan masyarakat, efektivitas tindakan pengelolaan dapat diidentifikasi dari semakin besarnya pendapatan.

1. Skenario bussines as usual

Skenario bussines as usual (BAU) dibangun dengan asumsi bahwa pengelolaan dilakukan sesuai dengan kondisi saat ini. Tidak ada tindakan modifikasi yang dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan kegiatan wisata di ekowisata hutan mangrove Blanakan. Indeks daya dukung yang ada tidak dikelola, sehingga jumlah wisatawan yang berkunjung sesuai laju pertumbuhan. Pencemaran dan limbah hasil kegiatan wisata juga tidak ditingkatkan upaya pengelolaannya. Hal ini akan mengakibatkan tingkat pencemaran yang semakin naik. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan persepsi pengunjung terhadap objek wisata menjadi tidak baik, sehingga menyebabkan penurunan tingkat kunjungan. Biaya untuk konservasi tidak dilakukan modifikasi dan peningkatan. Hal ini berimplikasi pada tidak terpeliharanya ekosistem dan dampak kegiatan wisata menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Hasil simulasi skenario BAU dapat dilihat pada Gambar 45.

5:30 08 Agu 2012 Page 6 2003.00 2016.75 2030.50 2044.25 2058.00 Y ears 1: 1: 1: