• Tidak ada hasil yang ditemukan

Digitalisasi: Mimpi yang Berlebihan?

Peran Pemerintah dalam Konvergensi Media

7.2 Digitalisasi: Mimpi yang Berlebihan?

Di samping konvergensi, digitalisasi menjadi topik lain yang hangat didiskusikan di industri media, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Memang, konvergensi dan digitalisasi tidak dapat dipisahkan. Tidak akan pernah ada konvergensi media yang benar dan lengkap tanpa digitalisasi media. Sebaliknya, digitalisasi merupakan konsekuensi logis dari pertumbuhan konvergensi media. Di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informasi menetapkan tahun 2018 sebagai target ‘Digital Indonesia.’ Tahun tersebut akan menandai titik di mana Indonesia akan digital secara penuh dalam hal Informasi Komunikasi Teknologi dan media, meninggalkan teknologi analog yang selama ini dipakai. Digital. Apa konsep digital? Digital tuh empat kali lipat loh. Channel yang tersedia akan meningkat empat kali lipat. Emang pemerintah siap dengan itu? Satu TVRI aja kayak gitu, mau dibikin empat, empat channel. Apa dia nggak [repot]? Satu aja nggak ada yang nonton, mau dijadiin empat? Duitnya dari mana? (A. Armando, Dosen, wawancara, 27/12/2011, huruf miring ungkapan asli narasumber). Kekhawatiran di atas memang masuk akal karena TVRI, satu-satunya stasiun televisi publik di Indonesia, telah mulai mengadopsi sistem digital tetapi belum menunjukkan kinerja yang baik. Digitalisasi di media Indonesia datang secara terburu-buru ketika banyak orang masih berkutat untuk dapat mengakses media konvensional dan media baru. Terlepas dari antisipasi pemerintah akan digitalisasi penuh pada tahun 2018, perjalanan kita menuju ke arah digitalisasi masih panjang. Digitalisasi bukanlah hal baru di industri media. Hal ini berkenaan dengan integrasi teknologi digital ke dalam sektor media, yang apabila mempertimbangkan pertumbuhan dalam bidang teknologi, integrasi digital ini sangat bisa diprediksi. Meskipun begitu, digitalisasi sangat bergantung pada infrastruktur. Sehingga pemerintah harus banyak mempertimbangkan hal ini dengan memastikan kesiapan masyarakat digital sebelum terburu-buru menuju digitalisasi keseluruhan.

Dunia teknologi digital yang cepat berkembang telah mengubah wajah media, yang kemudian akan mengubah struktur sosial kita. Industri media perlu bergerak cepat untuk menghadapi pesaing-pesaing baru, karena dengan digitalisasi, akan lebih mudah bagi para pendatang baru untuk memasuki industri dan hal ini berarti semakin banyak pesaing bagi pemain-pemain lama. Untuk beberapa pebisnis media, digitalisasi ini bahkan dilihat sebagai sebuah ancaman untuk industri media.

Karena dengan sistem yang analog yang sekarang tidak mungkin new comer masuk. Dengan sistem digitalisasi membuat kemungkinan new comer masuk. Tapi dengan sistem analog yang sekarang, industri [lebih] happy [dengan system] yang sekarang (P. Widiyanto, Former House Member, wawancara, 14/10/2011, huruf miring ungkapan asli narasumber).

Bimo, Corporate Representative dari KompasTV, yang menerapkan skema siaran berjaringan dengan sejumlah stasiun televisi lokal, melihat gagasan digitalisasi sebagai suatu hal yang sangat membantu stasiun televisi lokal untuk bersaing secara adil dengan kelompok-kelompok media yang lebih besar. Maka tantangannya harus segera mulai digitalisasi ini. Tersedia banyak lokasi untuk mereka (TV lokal)

Centre for Innovation Policy and Governance Memetakan Lanskap Industri Media Kontemporer di Indonesia117

bersiaran. Nah masalahnya kan TV-TV besar ini nggak mau. Kenapa mereka nggak mau, ya karena bisa dipahami [bahwa muncul] banyak saingan, [khususnya] untuk iklan (B.Nugroho, KompasTV, wawancara, 12/10/2011)

Meskipun industri media pada tingkatan tertentu sudah siap atau sudah memeprsiapkan diri untuk digitalisasi, korporasi sepertinya lebih senang dengan sistem analog yang digunakan saat ini. Ini karena kompetisi periklanan dalam industri digital akan lebih ketat, dan hal ini tidak baik bagi bisnis mereka. Digitalisasi hanya akan bekerja jika pasarnya sudah siap. Sebagaimanapun digitalisasi itu tidak bisa dihindarkan, digitalisasi juga membutuhkan kesiapan, tidak hanya dari industri tetapi juga dari pemerintah, yang harus menyiapkan kerangka peraturan, serta warga negara, yang membutuhkan akses pada perangkat digital. Hampir semua peralatan produksi yang dipakai oleh industri media adalah digital. Industri hanya sedang menunggu transisi dari sistem analog ke digital. Namun, ketika industri sudah siap untuk digitalisasi, pemerintah dan warga negara masih membutuhkan waktu untuk mempersiapkan diri mereka. Ignatius Haryanto, direktur Lembaga Studi Pers dan Pembangunan berpendapat bahwa:

Tapi proses ke digitalisasi ini kan panjang dan lama. … TV yang ada sekarang itu harus pake set top-

box. Set top-box itu harganya Rp. 300 ribu. Bayangkan Rp 300 ribu itu dikalikan sekian jumlah TV…

Jadi saya nih orang yang … dalam posisi yang tidak ingin cepat-cepat segera kita beralih ke teknologi sebelum kita sendiri tahu betul plus minusnya teknologi yang kita pakai (I. Haryanto, LSPP, wawancara, 26/10/2011, huruf miring ungkapan asli narasumber)

Tentu saja, untuk dapat mengimplementasikan digitalisasi di televisi, dibutuhkan sebuah set-top box39, dan ini merupakan satu masalah besar. Pemerintah tidak bisa membebani masyarakat dengan

pembelian peralatan ini. Pemerintah bertanggung jawab dalam membangun sebuah sistem dan regulasi untuk digitalisasi, seperti yang disampaikan oleh mantan anggota DPR, Paulus Widiyanto: Saya pikir [tanggung jawab Kominfo adalah] pembangunan sistem, kemudian dia regulasi, lalu dia melakukan manajemen. Jadi kominfo itu [seharusnya] mengatur spectrum management. Spectrum

management itu adalah bagaimana mengalokasikan ketersediaan spektrum frekuensi itu untuk

kepentingan dunia penyiaran … Digitalisasi kan dari sistem analog ke digital. Jadi jumlah ketersediaan [frekuensi]nya menjadi makin banyak. Tapi cara membaginya gimana... Itu yang tidak diatur, tidak dituangkan, dan tidak juga dihitung bagaimana potensi kemampuan ekonomi [masyarakat] (P. Widiyanto, wawancara, 14/10/2011, huruf miring ungkapan asli narasumber).

Sebagaimanapun tidak jelasnya rencana untuk realisasi transisi digital ini, pemerintah telah menetapkan 2018 sebagai tahun Indonesia menjadi digital. Ini berarti semua teknologi penyiaran akan seluruhnya digeser dari analog ke digital, mengikuti Persetujuan Jenewa tentang Rencana Frekuensi dalam Digitalisasi, yang diusung oleh International Telecomunication Union (ITU) pada tahun 2006. Keseluruhan proses terbukti bukan merupakan jalan yang mulus bagi Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai di daerah-daerah terpencil.

Mungkin ada yang berpendapat bahwa digitalisasi menjadi tidak bisa dihindarkan lagi, karena perkembangan masyarakat kita juga harus menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi. Meskipun argumen seperti ini tidak salah, kita perlu mempertimbangkan beberapa dampak dari tren terbaru ini –konvergensi dan digitalisasi – kepada warga negara dan hak mereka dalam bermedia.

39 Set-top box (STB) adalah sebuah alat yang terhubung pada televisi dan sinyal dari sumber eksternal.STB mengubah sinyal digital menjadi konten yang dapat dilihat di layar televisi. STB biasanya digunakan di TV kabel dan sistem TV satelit, untuk mengubah sinyal digital sehingga dapat digunakan oleh televisi biasa.

Centre for Innovation Policy and Governance

Memetakan Lanskap Industri Media Kontemporer di Indonesia 118

7.3 Konvergensi dan Digitalisasi Media: Dampak pada Warga