• Tidak ada hasil yang ditemukan

Industri Media di Indonesia

Centre for Innovation Policy and Governance

Memetakan Lanskap Industri Media Kontemporer di Indonesia 110

Kalau kita ngomongin secara regulasi, mungkin kondisi media di Indonesia sekarang sudah lebih relatif lebih bebas ya. Artinya campur tangan pemerintah terhadap konten media tidak seperti di zaman Soeharto dulu. Tapi tantangan yang ada sekarang itu justru dari para pemilik media ini [yang] mengintervensi isi media, itu satu. [Kedua,] problem profesionalitas wartawan sendiri juga masih banyak. Ketiga, yaitu regulasi sendiri. Khususnya terkait dengan isu kepemilikan media yang saat ini belum cukup serius diperhatikan. Artinya apa? sekarang satu group media bisa punya banyak sekali media … apa itu group Jawa Pos, apa itu group Kompas. Terus mereka juga punya TV, mereka juga punya radio, dan yang kaya gitu-gitu. Ini yang kurang serius diperhatikan. Regulator media saat ini hanya memperhatikan unsur konten medianya saja. Padahal saya sih ngerasa kita nggak bisa ngelepasin unsur konten itu dari struktur industri itu sendiri.

(Ignatius Haryanto, LSPP, wawancara, 11/10/26, huruf miring ungkapan asli narasumber)

Petikan di atas menggambarkan bagaimana perkembangan industri media di Indonesia masih memiliki sejumlah masalah yang perlu diatasi. Dalam kajian ini kami menemukan bahwa peraturan-peraturan yang ada hanya fokus mengatur konten media dan tidak mengatur cara bagaimana struktur media yang berubah harus dikendalikan (seperti yang didiskusikan di sini dan dalam laporan yang lain, yaitu Nugroho et al., 2012). Di mata regulator, struktur bisnis media diperlakukan sama seperti struktur bisnis lain. Meskipun Undang-Undang khusus media sudah ada, seperti UU Penyiaran No. 32/2002 dan UU Pers 40/1997, tidak ada hukum yang secara khusus mengatur struktur bisnis media. Karena media – khususnya media penyiaran – menggunakan barang publik (yaitu frekuensi), regulasi mengenai struktur bisnisnya harus memastikan bahwa barang publik tersebut digunakan untuk kebaikan bersama, tidak hanya untuk keuntungan perusahaan.

Tantangan lain adalah bagaimana industri media merespon berkembangnya teknologi, yang juga sudah berubah, dan akan selalu mengubah bagaimana cara industri bekerja. Media saat ini menghadapi era konvergensi dan digitalisasi, di mana faktanya hal ini adalah konsekuensi langsung dari trajektori teknologi yang ada. Konvergensi sendiri bukanlah hal yang baru: dalam pengertian ekonomi, ini telah terjadi dalam bentuk konsolidasi media dengan cara konsentrasi kepemilikan.

Namun, industri media saat ini terlihat lebih serius mempersiapkan kanal media multiplatform.

Masih banyak yang akan terjadi, baik itu penyerapan dan pemakaian teknologi, ekspansi bisnis, atau kombinasi dari keduanya.

Sayangnya, ketika industri media terlihat sudah mempersiapkan dirinya dengan baik, kebijakan media tampak jauh tertinggal. Kebijakan dan regulasi mengenai konvergensi media masih dirumuskan dan cenderung bergerak lamban, dengan banyak debat yang terjadi di sekelilingnya. Hal ini terlepas dari fakta bahwa kebijakan mengenai konvergensi media sebenarnya sudah memiliki tujuan yang jelas: untuk mempertahankan karakter publik dari media, dalam menghadapi resiko berubahnya model

7. Konvergensi dan Digitalisasi Media:

Tantangan Masa Depan Industri Media

di Indonesia

Centre for Innovation Policy and Governance Memetakan Lanskap Industri Media Kontemporer di Indonesia111

bisnis media di mana nantinya akan lebih banyak didorong oleh konvergensi teknologi maupun ekonomi.

Kami jelaskan isu ini lebih lanjut dengan ringkas, di bab ini di mana kami lebih fokus pada konvergensi dan digitalisasi media serta dampaknya bagi hak warga negara terhadap media.

7.1 Konvergensi Media

Kemajuan pada inovasi ICT telah memberikan dorongan baru mengenai bagaimana industri jasa bekerja, termasuk di dalamnya media. Melalui teknologi digital, jaringan jasa bermunculan dan menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru dalam industri, didukung oleh interaksi-interaksi baru antara pemirsa dengan media serta antar pemirsa dengan pemirsa lainnya. Konvergensi media, yang merupakan konsekuensi dari kemajuan teknologi, menyelaraskan semua platform media (media siar, online dan media cetak) menjadi satu. Konvergensi media juga berarti suatu usaha untuk menggabungkan media konvensional dan media baru untuk menyebarkan berita, informasi dan hiburan (Lawson-Borders, 2006:ix)

Menurut seorang praktisi media Indonesia, konvergensi dalam media adalah mengenai “bagaimana

berita disampaikan secara multiplatform” (N. Patria, Vivanews, wawancara, 17/11/2011). Hal ini tampaknya

telah memaksa industri media untuk mengubah cara berbisnis mereka. Melalui konvergensi, kanal- kanal akan terselaraskan. Untuk dapat beradaptasi dengan situasi ini, industri media harus dapat menggabungkan beberapa ruang redaksi yang berbeda menjadi satu ruang redaksi yang terintegrasi. Strategi bisnis yang berubah ini termasuk perubahan dalam proses ‘pengumpulan berita.’ Dalam konvergensi, maksimalisasi konten terjadi melalui berbagai platform.

Jadi yang disinergikan adalah peliputan, [berbagai kanal] bisa bekerja sama. Artinya apa? Bisa saja kalau misalnya ada peristiwa di suatu tempat yang ada di situ duluan adalah wartawan radio [atau] reporter radio. Maka kemudian si wartawan itu yang duluan [yang membuat beritanya]. Jadi sebetulnya yang akan disinergikan terutama itu adalah news gathering process, peliputan. Jadi satu peliputan. Jadi siapa duluan [dia yang meliput], dan yang lain bisa memanfaatkan. Tapi itu hanya berlaku [untuk] yang sifatnya breaking news atau peristiwa. Masing-masing [kanal media] punya tim produksi. Di sini disebut

the news production team yang punya agenda sendiri-sendiri (Z. Lubis, ANTV, Wawancara, 16/11/2011,

huruf miring ungkapan asli narasumber).

Pendapat Zulviani di atas menyiratkan bahwa dalam konvergensi media, produksi sebuah berita – mulai dari agenda setting hingga pelaksanaannya – berada di bawah kendali satu ruang redaksi yang akan menjadi sumber berita untuk semua kanal. Namun, terlepas dari usaha untuk menyelaraskan semua kanal, masing-masing dari mereka memiliki agenda dan proses produksi berita masing-masing. Dalam praktiknya, hal ini berarti bahwa setelah semua berita dikumpulkan, masing-masing kanal masih harus mereproduksi beritanya sesuai dengan agendanya masing-masing. Beberapa pebisnis memandang konvergensi media sebagai strategi efisiensi untuk produksi, karena hanya dibutuhkan satu jurnalis saja untuk memproduksi liputan untuk berbagai kanal di saat yang bersamaan. Namun, ada masalah inheren dalam pendekatan ini, seperti kemampuan jurnalis dalam bekerja untuk semua platform. Sebagai sebuah gagasan, konvergensi dapat bermanfaat bagi industri karena ia mengintegrasikan semua kanal sehingga pemirsa setia mereka bisa mendapatkan berita dari perusahaan media yang sama melalui kanal yang berbeda. Dengan meningkatnya jumlah operator media, ada persaingan yang ketat dalam menarik perhatian publik. Setiap kelompok media akan berusaha untuk meraih perhatian publik melalui penggunaan sejumlah kanal. Semakin banyak kanal yang dimiliki, semakin banyak

Centre for Innovation Policy and Governance

Memetakan Lanskap Industri Media Kontemporer di Indonesia 112

perhatian yang mereka dapat dari publik.