• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi dan Pengawasan dalam Pengelolaan Sumberdaya Pulau Pulau Kecil

Tingkat Partisipas

7.5 Evaluasi dan Pengawasan dalam Pengelolaan Sumberdaya Pulau Pulau Kecil

Tahapan terakhir yang dikaji dalam penelitian ini adalah tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi dan pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya di wilayah GPK. Partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya PPK untuk kegiatan perikanan tangkap, budi daya rumput laut dan kegiatan wisata bahari mencakup: (i) penetapan aturan mengenai sanksi yang akan diberlakukan bila terjadi pelanggaran dalam pemanfaatan, (ii) kegiatan pemantauan dan (iii) partisipasi dalam pelaksanaan sanksi bagi yang melanggar aturan yang telah ditetapkan.

Dari hasil penelitian, tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi dan pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya PPK untuk kegiatan perikanan tangkap, budi daya rumput laut dan wisata bahari, disajikan pada gambar berikut:

0

0,5

1

1,5

2

Perikanan Tangkap

Budidaya Rumput

Laut

Wisata Bahari

Tingkat Partisipasi

Gambar 22 Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi dan pengawasan dalam pengelolaan SDL.

Dari grafik menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan SDL di wilayah GPK pada tahap evaluasi dan pengawasan, memiliki tingkat partisipasi yang termasuk dalam kategori sedang bahkan rendah. Pada kegiatan budi daya rumput laut dan kegiatan wisata bahari, tingkat partisipasi mayarakat pada tahap evaluasi dan pengawasan termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan pada kegiatan perikanan tangkap, tingkat partisipasi masyarakat termasuk dalam kategori rendah.

Dari hasil tersebut terindikasi bahwa pada umumnya tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi dan pengawasan cenderung kurang, terutama pada proses penetapan sanksi. Hal ini terjadi disebabkan kurangnya keyakinan masyarakat setempat bahwa aturan mengenai sanksi yang telah ditetapkan, pelaksanaannya dapat diterapkan dengan baik. Sehingga mereka kurang tertarik untuk ikut terlibat dalam pembuatan aturan mengenai penetapan sanksi. Selain itu, ada kekecewaan dari masyarakat sebagai akibat dari aspirasi yang mereka kemukakan tidak mendapat tanggapan positif, baik dari pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun pemerintah sebagai regulator.

Dari hasil wawancara, ditemukan kasus yang menjadi keluhan masyarakat. Sebagai contoh pada pemanfaatan untuk kegiatan wisata bahari, pengelola wisata mengeluhkan mengenai pemerataan distribusi wisatawan dan harga sewa per kamar yang dirasakan rendah. Akan tetapi keluhan

masyarakat tersebut tidak mendapat respon positif, walaupun hal tersebut telah disampaikan pada pihak terkait. Akibatnya, masyarakat mengalami kekecewaan dan menyebabkan mereka bersikap masa bodoh pada berbagai pelanggaran yang terjadi. Padahal pada beberapa pertemuan antara pengelola wisata dengan koordinator kegiatan wisata bahari, telah ditetapkan aturan mengenai distribusi wisatawan pada setiap home stay, akan tetapi peraturan tersebut tidak dijalankan dengan baik.

Pada kegiatan budi daya rumput laut, tingkat partisipasi masyarakat tergolong dalam kategori sedang. Ada beberapa catatan yang menjadi penyebab kurangnya partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi dan pengawasan, antara lain: para pembudidaya rumput laut telah membuat kesepakatan mengenai aturan jalur pelayaran bagi pelayaran umum maupun pelayaran dari dan ke lokasi budi daya. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar rumput laut yang dibudidayakan tidak mengalami kerusakan akibat dilalui oleh perahu (kapal). Akan tetapi, peraturan yang telah dibuat tersebut dirasakan kurang efektif, karena kerusakan rumput laut akibat dilalui oleh kapal (perahu) tetap saja terjadi. Sementara dilain pihak, para pengguna lalulintas pelayaran mengeluhkan sering terjebak di antara tali-tali rumput laut yang dibudidayakan karena ketidakjelasan rambu-rambu jalur pelayaran yang dapat dilalui oleh kapal (perahu) mereka.

Pada kegiatan perikanan tangkap, tingkat partisipasi masyarakat tergolong dalam kategori rendah. Hal ini terjadi disebabkan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat bahwa sumberdaya yang ada sekarang dalam pemanfaatannya harus berhati-hati agar terjaga kelestariannya. Meskipun ada juga masyarakat yang bertanggung jawab dan merasa perlu menjaga keberadaan sumberdaya ikan dan kelautan, tetapi jumlahya sedikit sehingga pengaruhnya kurang signifikan. Hal lain yang menjadi penyebab kurangnya partisipasi masyarakat adalah adanya perasaan kecewa yang terakumulasi dari pengalaman masa lalu. Kekecewaan ini timbul sebagai akibat dari kurang konsistennya proses evaluasi dan pengawasan yang dilakukan di wilayah GPK. Sebagai contoh kasus, meskipun masyarakat dilibatkan dalam penetapan aturan pemanfaatan dan sanksi yang akan dikenakan, tapi dalam proses pemantauan kurang diperhatikan. Sehingga, jika masyarakat menemukan pelanggaran, sulit bagi mereka untuk meneruskan kasus ini kepihak yang berwenang agar pelanggar dapat diberi sanksi.

Disamping itu, ada sifat ketidakpedulian beberapa nelayan mengenai pentingnya penetapan sanksi, yang menyebabkan mereka kurang berpartisipasi dalam pengawasan. Hal lain yang menjadi penyebab kurangnya partisipasi nelayan adalah adanya keyakinan bahwa meskipun telah ada penetapan sanksi, akan tetapi sanksi itu tidak akan diterapkan.

Namun pada saat dilakukan penelitian, peneliti mendapat informasi tentang mulai diterapkannya aturan mengenai penomoran kapal. Aturan ini muncul dari hasil aspirasi masyarakat yang mulai menyadari perlunya menjaga kelestarian sumberdaya laut yang menjadi sumber utama penghidupan mereka. Peraturan ini mulai diberlakukan sejak September 2008, dengan terlebih dahulu melakukan registrasi dan pendataan perahu-perahu bermesin yang dimiliki penduduk di wilayah GPK. Kemudian dilakukan penomoran dan pencatatan nama, kode desa dan domisili dari pemilik perahu. Hasil registrasi dari seluruh desa, selain menjadi data dari masing-masing desa, juga dikumpulkan dan dijadikan arsip data oleh pihak taman nasional, kepolisian dan koramil serta pemerintahan ditingkat kecamatan dan kabupaten.

Manfaat yang diharapkan dari aturan mengenai penomoran kapal adalah agar para nelayan saling mengenal satu sama lain. Selain itu, disisi lain pada saat mereka keluar daerah, mereka dapat diketahui berasal dari desa mana. Karena saat registrasi pada tiap desa dibuat perbedaan, dimana setiap desa memiliki nomor kode tersendiri. Dari hasil penomoran tersebut, dapat diidentifikasi jika ada nelayan yang melakukan cara-cara penangkapan yang bersifat destruktif, maka nelayan lain tinggal mencatat kode perahu pelaku. Sehingga dapat ditelusuri dari desa mana nelayan tersebut berasal dengan cara menghubungi kepala desa dari nelayan pengrusak tersebut agar dapat diberi sanksi, atau diselesaikan secara kekeluargaan (secara damai). Registrasi dilakukan pada seluruh perahu bermesin baik perahu milik nelayan tangkap, maupun milik pembudidaya rumput laut, sedangkan untuk jenis perahu tanpa mesin (sampan) tidak diberi penomoran.

Ide penomoran tersebut, mendapat tanggapan positif dari pemerintah daerah. Sehingga pihak pemerintah kabupaten menjadikan wilayah GPK menjadi pilot project percontohan kegiatan pengawasan pemanfaatan sumberdaya bagi pulau-pulau lain di Kabupaten Wakatobi. Jumlah perahu bermesin yang telah diregistrasi sebanyak 1.117 perahu (jenis TS dan katinting). Perahu TS (mesin diesel) merupakan perahu yang terbuat dari kayu

yang menggunakan mesin diesel dengan kapasitas 1,5 ton dan kebanyakan digunakan oleh suku Bajo untuk penangkapan ikan tuna. Sedangkan katinting, adalah sebuah sampan besar dengan menggunakan mesin berbahan bakar bensin dan kebanyakan digunakan oleh penduduk asli Gugus Pulau Kaledupa. Penomoran tidak dilakukan pada perahu tanpa mesin (sampan) disebabkan daya jelajah perahu tersebut terbatas.

Pada perkembangan selanjutnya, dari hasil wawancara pada beberapa kurun waktu belakangan ini, kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara destruktif mulai berkurang. Walaupun pada beberapa kasus masih terdapat nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan yang tidak ramah lingkungan.

Dari beberapa uraian mengenai penyebab kurangnya partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi dan pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya di Gugus Pulau Kaledupa perlu mendapat perhatian dari pihak terkait dan segera mendapat penanganan. Mengingat untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan, evaluasi dan pengawasan mutlak dilakukan, terintegrasi dengan tahapan-tahapan kegiatan yang lainnya. Selain itu, mulai ada upaya masyarakat untuk menjaga sumberdaya laut yang ada di wilayah GPK agar tetap lestari merupakan hal positif, dan diharapkan hal tersebut dapat lebih meningkatkan tingkat partisipasi masyarakat lebih tinggi dalam mengelola sumberdaya laut di wilayah GPK secara berkelanjutan dimasa mendatang.