• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pulau-Pulau Kecil (PPK)

4.3 Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dengan cara observasi lapang dan wawancara berdasarkan panduan kuesioner terhadap masyarakat dan stakeholders. Data sekunder berupa dokumen-dokumen atau hasil-hasil penelitian sebelumnya yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian. Proses pengumpulan data dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

(1) Observasi dan Dialog Awal

Tahap awal dari penelitian ini adalah melakukan observasi lapang ke desa-desa di Gugus Pulau Kaledupa. Observasi ini dimaksudkan untuk lebih mendekatkan diri dengan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan tangkap, pembudidaya rumput laut dan pengelola wisata. Hal ini dilakukan guna memperoleh gambaran awal tentang kondisi dan keberadaan masyarakat yang diamati, sehingga memudahkan dalam proses pengumpulan data.

Dialog awal adalah dialog yang dilakukan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui dan mengamati kondisi daerah penelitian. Dialog bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam pengumpulan data dan penyusunan kuesioner penelitian.

(2) Penyusunan Kuesioner dan Penentuan Responden

Kuesioner yang dimaksud dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan yang menjadi panduan dan digunakan untuk memperoleh data primer di lapangan, tentang gambaran lengkap aktivitas pengelolaan sumberdaya laut di Gugus Pulau Kaledupa.

Pengumpulan data dilakukan pada empat pulau, yaitu Pulau Kaledupa, Pulau Hoga, Pulau Lentea dan Pulau Darawa. Data primer diperoleh langsung di lokasi penelitian dengan menggunakan kuesioner terhadap 150 responden, yang terdiri dari 50 responden nelayan tangkap, 50 responden pembudidaya rumput laut dan 50 responden pengelola wisata serta 16 stakeholders. Pengambilan responden menggunakan teknik purposive sampling, yang dilakukan dengan cara mengambil responden yang mewakili populasi kajian. Syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu pengambilan sampel didasarkan atas

ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri pokok populasi yang dianggap homogen, dalam hal ini terdiri atas kelompok perikanan tangkap, budi daya rumput laut dan wisata bahari (Arikunto 1996). Adapun rincian jumlah responden dan stakeholders ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sebaran jumlah responden

No. Jenis Responden Jumlah (orang)

1. Masyarakat yang memanfaatkan (mengelola) sumberdaya PPK:

Nelayan tangkap 50

Pembudi daya rumput laut 50

Pengelola wisata 50

Sub Total 150

2. Stakeholders:

Bupati Wakatobi 1

Camat Kaledupa dan Kaledupa Selatan 2

DKP Kab. Wakatobi 1

Bappeda Kab. Wakatobi 1

DPRD Tk. II Kab. Wakatobi 2

Balai TNLKW 1

Tokoh Adat (Masyarakat) dan Agama 2

TNC-WWF Kabupaten Wakatobi 1

Operation Wallacea 1

COREMAP-LIPI 1

Lembaga Swadaya Masyarakat 1

Perguruan Tinggi 2

Sub Total 16

Jumlah Total 166

Selain itu, pengambilan sampel untuk para stakeholder yang memiliki kepentingan di Gugus Pulau Kaledupa diambil dengan menggunakan teknik

snowball atau sampel bola salju. Responden yang pertama kali diwawancarai ditetapkan melalui bantuan konsultasi dengan Pemda setempat. Untuk responden berikutnya, penetapan dilakukan berdasarkan hasil informasi yang didapatkan dari responden sebelumnya (teknik snowball).

Kelebihan dari metode penentuan responden melalui teknik snowball

antara lain peneliti tidak menemui banyak kesulitan untuk menentukan informan yang akan diwawancarai, karena data mengenai siapa saja orang yang dianggap dapat memberikan informasi tentang permasalahan yang diteliti sudah disediakan oleh informan sebelumnya (Wahyono 2001). Jika informasi yang didapatkan dari responden sebelumnya kurang tepat maka penetapan responden tersebut dapat diganti dengan yang lebih sesuai dengan kriteria yang diinginkan peneliti. Di lain pihak terdapat kelemahan, misalnya dapat bias antar kelompok yaitu ada kecenderungan bahwa informan pertama

merekomendasikan informan selanjutnya didasarkan kepada kedekatan emosional terhadapnya. Namun demikian, kelemahan ini dapat dikurangi dengan cara mengecek silang kepada beberapa informan terpilih berikutnya.

4.4 Metode Analisis Data

4.4.1 Analisis Deskriptif

Analisis ini untuk mengetahui kondisi gambaran umum lokasi penelitian, data kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya wilayah, dilakukan terhadap data primer (pengamatan lapangan dan wawancara) maupun data sekunder yang diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian. Untuk kondisi dan potensi sumberdaya yang ada dilakukan dengan analisis deskriptif dari hasil pengamatan lapangan dan data hasil penelitian sebelumnya yang relevan.

4.4.2 Analisis Keberlanjutan

Keberlanjutan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah keberlanjutan pengelolaan sumberdaya di Gugus Pulau Kaledupa, yaitu keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap, keberlanjutan budi daya rumput laut dan keberlanjutan wisata bahari. Untuk menganalisis keberlanjutan pengelolaan berbagai sumberdaya di atas, digunakan beberapa alat analisis berdasarkan data yang tersedia di lapangan yang dapat memberikan gambaran status keberlanjutannya. Alat analisis yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap adalah analisis model ekonomi antar generasi (Overlaping Generation Model–OLG). Pengukuran untuk menilai status keberlanjutan kegiatan budi daya rumput laut menggunakan pendekatan keberlanjutan mata pencaharian masyarakat pesisir (Coastal Livelihood System Analysis–CLSA). Sedangkan pengukuran keberlanjutan kegiatan wisata bahari menggunakan model minimal wisata bahari (a minimal model).

4.4.2.1 Analisis Model Ekonomi Antar Generasi

Keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Gugus Pulau Kaledupa dapat diukur dari sisi antar generasi, menggunakan analisis

Overlaping Generation Model (OLG). Parameter yang digunakan adalah jumlah panen sumberdaya ikan generasi kini (ht), dengan formula:

p [4c (1+δ) - αp] xt 8c (1+δ)

pxt+1 2c ht =

Berdasarkan fungsi pertumbuhan logistik sumberdaya ikan, yaitu: F (xt) = rx (1 – x/K)

Jumlah biomass sumberdaya ikan untuk generasi mendatang (xt+1) sebesar: xt+1 = xt + F (xt) - ht

Dalam kondisi keberlanjutan (sustainable) dan sistem dalam keadaan steady state, sehingga berdasarkan persamaan (3) dihasilkan panen sumberdaya ikan generasi mendatang (ht+1) yang positif, dengan formula:

ht+1 = dimana:

h = tingkat pemanenan sumberdaya ikan (ton)

p = harga ikan (Rp/ton)

c = biaya ekstraksi sumberdaya ikan (Rp/trip)

(1/(1+δ)) = discount factor (sebagai konsekuensi perbandingan manfaat ekonomi antar generasi)

x = biomass sumberdaya ikan (ton)

r = laju pertumbuhan intrinsik

K = daya dukung lingkungan (carrying capacity)

4.4.2.2 Analisis Keberlanjutan Matapencaharian

Pendekatan keberlanjutan matapencaharian (Coastal Livelihood System Analysis–CLSA ), merupakan salah satu cara penilaian yang objektif dalam membuat rencana dan menentukan prioritas pembangunan khususnya pada masyarakat pesisir. Kerangka kerja yang digunakan dalam CLSA yang dimodifikasi dari Campbell (1999) dan Adrianto (2005) untuk implementasi perencanaan pengelolaan sumberdaya untuk kegiatan budi daya rumput laut di Gugus Pulau Kaledupa dijabarkan pada Gambar 9.

(3) (1)

(2)

E(t)

E(t)+

E

E C(t) C(t) + CT(t) + C - T(t) -

a

(5) + C (6)

E(t)

K

rE(t)

βC(t)

+

- γ

T(t) (7)

4.4.2.3 Model Minimal Wisata Bahari

Untuk mengukur keberlanjutan kegiatan wisata bahari, menggunakan model minimal (A Mininal Model) wisata bahari. Pada model ini terdiri dari tiga variabel utama, yaitu: (a) jumlah wisatawan pada waktu t, T(t); (b) jumlah modal investasi pada waktu t, C(t); dan (c) kualitas dari sumberdaya alam pada waktu t, E(t), dengan formula sebagai berikut:

(t) =T (t)

ö (t) = E (t) 1 –

ê = - (t)

+

T (t) dimana :

(t) = tingkat perubahan jumlah wisatawan pada tahun 2007 ö (t) = tingkat perubahan kualitas kawasan pada tahun 2007 ê = tingkat perubahan modal pada tahun 2007

T (t) = jumlah wisatawan pada tahun 2007 (orang)

E (t) = luasan terumbu karang pada tahun 2007 (km2)

C (t) = jumlah modal investasi untuk kegiatan wisata bahari tahun 2007 (Rp)

E = kualitas maksimum kawasan (menjadi daya tarik konstan)

E = separuh dari nilai titik jenuh kualitas kawasan (menjadi daya tarik

relatif) Konteks Kerentanan: Kecenderungan Goncangan Musim Aset Livelihood: Sumberdaya manusia Sumberdaya alam Ekonomi Sosial Fisik (infrastruktur) Struktur dan Proses Strategi Livelihood Hasil Livelihood:

(Rencana Pengelolaan Kegiatan Budidaya Rumput Laut)

(8)

C = modal maksimum yang digunakan C = separuh dari nilai titik jenuh modal

= pengaruh jumlah wisatawan pada tahun 2007

r

= laju pertumbuhan terumbu karang